Rosaline tiba-tiba teringat pada Adhikari yang tadi sore mengajaknya menghadiri pesta yang diadakan di kantor kekasihnya itu.
“Kenapa, Rose?” tanya Dini. Dari tadi ia merasa bahwa teman sekaligus atasannya ini sedang tidak fokus dengan pekerjaannya.
“Sekarang ini aku kok jadi kepikiran tentang Adhi ya, Din?” gumam Rosaline dengan wajahnya yang terlihat sedih.
“Memang ada apa sama Adhi?” tanya Dini penasaran.
“Sore tadi Adhi telpon aku, dia ngajak aku buat hadir di acara pesta yang diadakan kantornya. Tapi aku menolaknya karena kerjaan masih numpuk. Lihat sendiri kan, bahkan saat ini kita juga masih ada di kantor,” ucap Rosaline.
“Dari pada kamu kepikiran terus, mending kamu coba hubungi Adhi dulu deh. Tanya apa dia jadi pergi apa enggak. Ya meskipun kamu nggak bisa menemani dia ke acara itu, paling enggak kamu udah ngasih perhatian dengan menanyakan hal itu,” saran Dini.
“Iya
Hari ini Adhikari lewati dengan penuh suka cita. Semua pekerjaan kantornya ia lakukan dengan sangat baik dan cepat agar ia bisa pulang tepat waktu karena ia harus mengantarkan dompet ke rumah Kinanti. Efek Kinanti sangat dahsyat dalam hidupnya, Kinanti sekarang ini telah menjadi tujuan dalam hidupnya. Bahkan seharian ini Kinanti juga telah menguasai pikirannya.Adhikari tersenyum seraya memasuki mobilnya dan segera melajukan mobilnya. Ia harus cepat sampai di rumah Kinanti. Mungkin saja saat ini gadis manis itu sudah menunggunya.Setelah tiga puluh menit, Adhikari menghentikan mobilnya di depan pagar rumah Kinanti. Sebelum turun dari mobil ia terlebih dulu merapikan penampilannya. Setelah dirasa cukup, barulah ia turun dari mobil dan tak lupa ia juga membawa dompet milik Kinanti.Adhikari memencet bel rumah Kinanti. Tak lama kemudian pintu terbuka. Ia langsung tersenyum kala yang pertama ia lihat di balik pintu adalah orang yang hari ini telah berhasil men
Sampai dalam rumah Adhikari dikejutkan oleh keberadaan Rosaline di rumahnya. Bukannya senang tapi tiba-tiba ia malah menjadi gugup. Ia bahkan lupa bahwa dari kemarin ia belum satu kali pun menghubungi atau mengirim pesan pada Rosaline.“Rose,” gumam Adhikari.“Adhi, kamu baru pulang? Aku nunggu kamu dari tadi.” Rosaline langsung berdiri dan berjalan menghampiri Adhikari yang saat ini berdiri mematung.“Rose, aku ... tadi aku—““Aku cemas mikirin kamu. Aku kira kamu marah sama aku soal kemarin.” Rosaline mendesah lega seraya menyugar rambutnya ke belakang. “Maafin aku karena udah berpikir buruk soal kamu. Ternyata kamu sibuk kerja di kantor sampai pulang selarut ini makanya kamu nggak sempat hubungin aku.”“I—iya,” sahut Adhikari gugup.“Adhi, kamu baru pulang? Kasihan loh Rosaline nunggu kamu p
Ivana berjalan menuju dapur untuk mengambil botol susu Marsya yang sudah dicuci mumpung putri kecilnya itu sudah tidur. Namun saat sampai dapur, ia terheran dengan mama mertuanya yang kini sedang tenggelam dalam lamunannya. Ia melempar pandangannya ke arah Laksmi yang saat ini sedang memotong sayuran untuk masak makan siang. Namun Laksmi malah mengendikkan bahunya pertanda jika ia pun juga tak tahu menahu soal mamanya yang sibuk melamun.“Mama ada masalah?” bisik Ivana di telinga Laksmi.“Nggak tahu. Dari tadi pagi udah kayak gitu, melamun terus,” bisik Laksmi.“Kamu coba tanya gih. Siapa tahu aja Mama mau cerita. Kasihan kan kalau Mama pendam sendiri masalahnya,” bisik Ivana.Laksmi menganggukan kepalanya dan menghentikan gerakan tangannya memotong sayuran. Ia lalu berjalan menghampiri mamanya sedangkan Ivana mengikutinya berjalan di belakang.“Mama.” Laksmi duduk di sebelah Ruwina namun mamany
Kini sudah sepekan setelah Adhikari mengatakan bahwa ia meminta kedua orangtuanya untuk melamarkan seorang gadis untuknya.Kemarin Ruwina dan Panji terkejut saat Adhikari memperlihatkan sebuah cincin yang akan Adhikari gunakan untuk melamar gadis yang saat ini sedang digilainya itu. Dengan terpaksa hari ini Ruwina mempersiapkan barang bawaan yang akan dibawa menuju rumah sang gadis yang sudah ia ketahui bernama Kinanti. Ini sudah menjadi keputusan putranya, jadi mau bagaimana ia menolak, tak akan bisa bila putranya sendiri juga masih ngotot. Toh hidup rumah tangga putranyalah yang nantinya akan menjalani.“Udah siap semua?” tanya Adhikari antusias.Di sini hanya Adhikari yang antusias, sedangkan anggota keluarga yang lainnya tak begitu antusias karena mereka masih terselimuti rasa bersalah kepada Rosaline. Mereka hanya mengikuti keinginan Adhikari saja.Semua keluarga Adhikari mengamati rumah bangunan tua bercat putih milik orangtua Kinanti in
Persiapan perniahan sudah hampir selesai. Bahkan undangan pun juga sudah jadi dua minggu sebelum hari pernikahan terlaksana. Semua serba cepat dan mendadak hingga nantinya acara benar-benar terselenggara dengan sangat sederhana di rumah Kinanti.Kinanti bahkan hanya membeli gaun pengantin sederhana. Meski begitu ia merasa tak sabar ingin segera menjadi seorang pengantin.Saat ini Kinanti sedang duduk di ruang tamu menunggu kedatangan Adhikari yang akan mengajaknya untuk mengambil souvenir pernikahan mereka. Ia harus sudah siap di depan rumah agar tak membuang-buang waktu karena setelah mengambil souvenir calon suaminya itu harus kembali lagi ke kantor.“Hai,” sapa Adhikari saat ia melihat Kinanti yang sudah siap membawa tasnya berdiri di ambang pintu.“Hai,” sapa Kinanti seraya tersenyum.“Udah siap kan?”“Iya, kita langsung berangkat aja,” ajak Kinanti.Adh
Seperti permintaan Rosaline kemarin yang ingin menonton bioskop bersama, kini Adhikari sudah berada di rumah Rosaline untuk terakhir kalinya mengajak Rosaline memenuhi keinginan kekasihnya itu sebelum ia menikah dengan Kinanti. Rosaline sudah siap menunggu kedatangan Adhikari di ruang tamu. Begitu ia melihat mobil Adhikari, ia langsung berjalan ke luar menyusul kekasihnya itu.“Hai,” sapa Rosaline. “Kita langsung pergi?”“Iya.” Rosaline langsung berjalan masuk ke mobil Adhikari.Adhikari pun mulai melajukan mobilnya. Di sepanjang perjalanan Rosaline menyenderkan tubuhnya ke bahu Adhikari hingga membuat Adhikari menyerngit heran karena sepanjang mereka menjalin hubungan sangat jarang Adhikari melihat Rosaline bertingkah manja seperti ini.
Butuh beberapa saat untuk Adhikari berdiri meninggalkan halaman rumah Rosaline padahal pintu rumah sudah tertutup kira-kira seperempat jam yang lalu. Tubuhnya terasa sakit apalagi dibagian wajahnya. Ia merasa bila sekujur tubuhnya remuk dan wajahnya juga terasa perih. Tadi ia tak membalas pukulan Benjamin yang membabi buta karena ia merasa bahwa ia pantas mendapatkan pukulan itu. Bahkan pukulan dan rasa sakit fisik yang saat ini ia rasakan tak ada artinya bila dibandingkan dengan rasa sakit yang sudah ia berikan kepada Rosaline dan keluarganya.Adhikari menjalankan mobilnya dengan perlahan karena ia harus menahan rasa sakit yang kini sedang ia derita. Saat sampai rumah ia berjalan tertatih memasuki rumah setelah memarkirkan mobilnya.“Adhi?!” Seru Ruwina yang melihat wajah Adhikari babak belur. Ia bahkan melihat jika putranya itu berjalan dengan susah payah seraya memegangi perutnya.“Adhi, kamu kenapa?!” Ruwina panik berlari menghampiri
Kondisi tubuh Adhikari yang terluka tak memungkinkan untuk berangkat bekerja. Bangun tidur bukannya semakin membaik tapi tubuhnya malah semakin terasa sakit. Saat melihat pantulan dirinya di depan cermin pun wajahnya terlihat lebam-lebam bahkan dipegang pun rasanya sakit.“Gimana keadaan kamu, Dhi?” tanya Badrika. Saat ini ia berdiri di ambang pintu kamar Adhikari.“Rasanya sakit semua badan aku. Kayaknya aku terpaksa harus bolos hari ini,” ucap Adhikari.“Ya sepertinya kamu memang butuh banyak istirahat hari ini. Semoga saja akhir-akhir ini kamu nggak ketemu sama Pak Benjamin lagi. Kalau enggak, mungkin luka kamu akan tambah banyak lagi. Pasti dia nggak akan melepaskan kamu gitu aja. Nggak lucu kan kalau pas acara pernikahan pengantin prianya babak belur dan pincang.” Ucap Badrika membuat Adhikari mendengus.“Suka banget ledekin orang susah. Tau adeknya lagi ketimpa musibah malah ngeledek,” ucap Adhikari.
Adhikari dan Rosaline sudah tak sabar menantikan kelahiran buah hati mereka yang kedua. Setelah di USG diketahui saat ini Rosaline sedang mengandung bayi perempuan. Kamar dan pernak-perniknya sudah mereka persiapkan setelah usia kandungannya lebih dari tujuh bulan.Seperti yang Rosaline alami saat kehamilan pertamanya dulu, kini dikehamilannya yang kedua ia juga mengalami morning sickness yang berlebihan sampai usia kandungannya empat bulan, setelah itu ia sudah kembali normal meski terkadang ia juga merasakan pusing dan mual.Di usia kehamilan Rosaline yang ke delapan bulan ini ia senang sekali jika perutnya diusap oleh sang suami. Tentu saja Adhikari tak menolak karena ini adalah hal yang baru baginya.Dulu Adhikari tak melihat perkembangan Abrisam saat masih ada dalam kandungan Rosaline, untuk itu di kehamilan kedua istrinya ini ia tak ingin jauh-jauh dari Rosaline. bahkan setiap harinya selambat mungkin ia akan pergi ke kantor lalu saat sore hari secep
Hari cepat sekali berlalu, tak terasa sudah empat bulan Rosaline kembali ke tanah air dan kembali menjalin hubungan dengan Adhikari. Sejak hari pertemuan Rosaline dan Adhikari kembali, rencana pernikahan sudah langsung dipersiapkan karena dari kedua belah pihak juga sudah sangat setuju dengan pernikahan Rosaline dan Adhikari terlebih sekarang sudah ada Abrisam di antara mereka.Adhikari ingin sekali cepat meresmikan hubungannya dengan Rosaline namun ia tak bisa egois karena ia tahu Rosaline pasti juga seperti wanita-wanita di luaran sana yang memimpikan menjadi seorang pengantin dan menikah secara sakral dan meriah dengan disaksikan oleh orangtua, keluarga, teman serta kerabat. Untuk itu ia harus bisa sedikit lebih bersabar dengan persiapan pernikahan yang tentunya sedikit memakan waktu.Hingga kini tibalah saat yang membahagiakan untuk semua orang terlebih untuk Adhikari dan Rosaline karena hari ini mereka telah melangsungkan pernikahan. Pesta digelar dengan begitu me
Adhikari mengantarkan Rosaline dan Abrisam pulang ke rumah. Sebenarnya Rosaline tak mengijinkannya mengantar sampai masuk ke rumah namun Adhikari tetap ngeyel dan tetap berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline.“Silakan masuk, Mas.” Bik Lastri mempersilakan Adhikari duduk di ruang tamu.“Rosaline, kamu baru pulang? Kamu pulang sama siapa?” Mardina keluar menghampiri Rosaline untuk bertanya pada Rosaline.Rosaline tak menjawab pertanyaan mamanya yang kedua. “Abrisam sudah tidur, Ma. Aku akan menidurkan Abrisam dulu ke kamar.” Rosaline berjalan meninggalkan mamanya menuju kamarnya.Mardina melihat ke arah ruang tamu, ia terkejut mendapati Adhikari yang sudah duduk di sofa ruang tamu.“Kamu ada di sini?” tanya Mardina.“Iya, Ma.”&n
Adhikari mendapat pesan singkat dari Jasmine yang menyuruhnya untuk segera datang ke sebuah butik tanpa memberitahu alasannya. Hal itu tentu saja membuatnya panik sekaligus penasaran. Untuk itu ia segera menuju ke tempat yang Jasmine maksud.Adhikari memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa ia memasuki butik yang Jasmine maksud. Pandangannya menyusuri setiap sudut dalam butik itu untuk mencari keberadaan Jasmine tapi bukan Jasmine yang ia temukan, melainkan sesosok wanita yang begitu ia rindukan.“Rosaline,” gumam Adhikari. Harusnya ia langsung menghampiri sesosok wanita yang ia duga dan ia lihat seperti Rosaline tersebut. Tapi entah mengapa tubuhnya malah menegang kaku. Semua ini bagaikan mimpi untuknya hingga beberapa kali ia mengucek matanya dan mengedip-ngedipkan matanya.Wanita yang dilihat Adhikari masih terus fokus dengan balita yang ada di dalam gendongannya. Melihat balita itu, Adhikari semakin yakin kalau wanita yang ia lohat sekarang ini m
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek