“Tahan Ksatria sekarang!”
“Lepas, brengsek!”
“Dengerin dulu apa yang dibilang Badai, Sat!” teriak Nara di depan wajah Ksatria. “Tenang dulu, jangan langsung serang begitu aja tanpa persiapan. Taruhannya nyawa Rinai, ngerti nggak?!”
Bentakan Nara seperti menampar Ksatria yang sedari tadi memberontak dari kekangan Yogas (yang ternyata tadinya sedang diceramahi sang kakek makanya terlambat hadir) dan Kalu.
Kalu dan Yogas sebenarnya memiliki figur tubuh yang tak jauh beda jika dibandingkan dengan Ksatria. Tapi mereka memang seharusnya tidak meremehkan kekuatan orang yang mengamuk atau lelaki yang pasangannya tengah diculik.
“Sudah siap buat acara utamanya?”Rinai tidak menjawab, saat ini ia memilih untuk mempertahankan mode bisu daripada tersulut emosi saat menyahuti Atlas.Rinai tak tahu sekarang jam berapa. Ponselnya entah di mana dan jendela di kamar itu tertutup rapat. Tirainya yang besar dan tebal membuat tidak ada celah sedikit pun untuk cahaya masuk dari luar.Atlas sendiri masih berpakaian rapi seperti beberapa waktu lalu ketika menemui Rinai. Lelaki itu datang dengan santai sambil membawa tripod dan menaruhnya dengan jarak sekitar satu meter dari kursi yang diduduki Rinai.“Jawab kalau diajak ngomong!”Bentakan itu membuat Rinai t
Tidak ada yang menahan Ksatria begitu mereka turun di gerbang belakang rumah tersebut. Ada beberapa penjaga di depan pagar, tapi langsung ditangani orang-orang berbaju hitam yang mobilnya beberapa detik lebih dulu tiba dibanding mobil Ksatria.Dengan beberapa orang di belakangnya, termasuk Nara dan Yogas, Ksatria membuka pintu kayu rumah yang sudah lama tak dihuni tersebut dengan kasar.Mereka mengedarkan pandangan ke sekitar, tapi tidak menemukan tanda-tanda kehidupan di lantai satu rumah tersebut.“Gas, periksa lantai satu,” perintah Nara yang segera diiyakan Yogas.Mereka berpisah di tengah-tengah ruang keluarga yang cukup luas tersebut. Ksatria dan Nara diikuti or
Selama ini Ksatria masih sudi berinteraksi dengan orangtuanya karena menganggap satu-satunya hal buruk yang mereka lakukan adalah berselingkuh dan membiarkan perselingkuhan itu terjadi.Di hari ini, Ksatria mulai menyadari kalau ternyata orangtuanya mungkin lebih buruk dari itu. Hanya saja, selama bertahun-tahun, ia tidak mengetahui fakta sebenarnya.Masih banyak kepingan puzzle yang hilang untuk melengkapi motif Atlas melakukan hal ini pada Rinai. Rasanya Ksatria sudah gatal ingin menghajar Atlas dengan tangannya sendiri sampai lelaki itu mau membuka mulutnya.Tetapi, Ksatria memilih untuk menetap di sini sampai memastikan kalau Rinai baik-baik saja.Meski tahu
Rinai menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong.Setelah ini, ia harus apa?Menatap dirinya sendiri saja ia tak mau. Bayangan mengenai bagaimana Atlas menyentuh sekujur tubuhnya kerap kali membuat Rinai jijik pada dirinya sendiri dan berakhir mual, muntah, lalu histeris.Atlas memang tidak memperkosanya, tapi bukan berarti sentuhannya langsung terlupakan begitu saja oleh Rinai.Di sisi lain, beberapa hari ini Rinai mulai sadar kalau ayahnya terlihat lebih tua daripada sebelumnya. Kantong matanya terlihat jelas, wajahnya tak terlihat segar seperti biasa, dan hal itu menyakitkan hati Rinai.Ayahnya pasti merasa bersalah dan sedih saat
Nara membukakan pintu mobilnya untuk Ksatria dan sahabatnya itu segera duduk lalu menutup kembali pintunya.Sebelum menjalankan kembali mobilnya, Nara yang masih mengenakan kemeja kerjanya melongok ke belakang untuk mengambil sesuatu.“Nih.” Nara meletakkan satu kantong plastik dari McD yang tadi ia sempat beli sebelum mampir ke rumah sakit. “Biar ada tenaga buat ngomong.”Ksatria mendengus pelan, tapi tak urung ia juga berterima kasih kepada Nara yang sudah mampir untuk drive thrudi jam makan siang hanya untuk membelikannya makanan.Siang ini Ksatria pamit sebentar kepada Rinai, mengatakan kalau ia harus ke kantor sebentar karena ada sesuatu yang
“Aku mau nonton Avengers begitu keluar dari sini.”“Avengers lagi? Serius, Nai?”“Emang kenapa sih? Ibaratnya makanan, Avengers itu kayak comfort food aku.”Ksatria terkekeh dan akhirnya mengangguk. “Oke, nanti kita nonton Avengers kalau udah pulang.”“Yes!”“Aku boleh ikut nonton bareng kamu kan?”Sepanjang hidupnya, baru kali ini Ksatria menanyakan hal tersebut kepada Rinai. Selama ini mereka terbiasa dengan kehadiran satu sama lain tanpa perlu adanya konfirmasi atau persetujuan salah satu dari mereka.
“Kamu yakin mau tetep kerja?”“Yakin, Pa.”Sudah hampir dua minggu Rinai tidak bekerja. Selama itu juga, baik ayahnya dan Ksatria juga ikut menemaninya. Rinai mencemaskan keduanya, tentu saja.Apalagi Ksatria. Lelaki itu meski bukan pimpinan utama di Heavenly & Co, tetap saja punya tanggung jawab besar di bahunya.Beberapa tahun lagi pun, kursi yang diduduki Haydar pasti akan ditempati oleh Ksatria dan Rinai tidak ingin orang-orang memandang Ksatria dengan remeh, hanya karena lelaki itu tidak masuk bekerja untuk jangka waktu yang lama.“Papa juga hari ini mulai kerja kan?” tanya Rinai saat semalam menden
“Kamu baik-baik aja, Mas?”Ksatria terkejut saat perempuan paruh baya yang ia kenali sebagai salah satu tante Rinai dari pihak sang ibu, menegurnya seraya menaruh secangkir teh di hadapan Ksatria.“Baik, Bude.”Perempuan yang biasa dipanggil Bude Mega oleh Ksatria dan Rinai itu tersenyum begitu mendengar jawaban Ksatria.Sama seperti keluarga Rinai yang lain, Mega sudah mengenal Ksatria sejak dulu. Mega yang tinggal di Jogja, rutin berkunjung ke Jakarta minimal setahun sekali, baik saat mendiang ibu Rinai masih ada sampai saat Sandy menjadi single parent.Mega yang selalu bisa mengimbangi percakapan anak seusia
"Rinai beneran ninggalin kamu berdua sama Rengga?""Iya." Ksatria menyuapi Rengga yang menerima suapannya dengan riang. "Kenapa?""Wah... kasihan Rinai nanti pas pulang," jawab Yogas dari seberang sana. "Menurut pengalamanku setelah lihat temen-temen kita, bapak dan anak kecil yang ditinggal sama istrinya pasti akan bikin kekacauan.""Aku nggak bikin kekacauan," tampik Ksatria, setengah keki. Enak saja Yogas bicara seperti itu! Maksudnya Ksatria dan Rengga bisa jadi biang onar sampai Rinai pusing, begitu?!“Lagipula kamu juga ditinggal Shua!” sambung Ksatria. “Nggak usah jemawa gitu!”“Tapi aku nggak pernah separah Badai dan Ipang.”“Halah, itu kan karena Tuhan belum nunjukin aibmu aja!”
"Berhenti cengar-cengirnya, bisa nggak? Kamu nggak takut dikira kurang waras sama orang lain kah?"Ksatria menggeleng tanpa pikir panjang. Tangannya meraih tangan Rinai yang ada di atas meja, tapi perempuan itu dengan iseng menarik tangannya menjauh dari Ksatria."Aku nggak takut, soalnya nggak peduli kata orang." Ksatria masih saja nyengir saat menjawab Rinai. "Aku seneng banget.""Aku juga."Ah, senang sekali mendengar dari bibir Rinai secara langsung kalau ia juga senang.Ksatria merekam senyum di wajah Rinai dengan latar belakang dinding Huize Trivelli yang dipenuhi figura dan hiasan dinding lawas lainnya.Sore ini Rinai mengajak Ksatria ke sebuah restoran yang bisa dibilang cukup tersembunyi di kawasan Cideng, Jakarta Pusat. Restor
Rinai melangkah keluar dari lift dengan perasaan rindu. Wah, ternyata ia lumayan rindu datang dan bekerja di sini, di Heavenly & Co. Dari perusahaan keluarga Ksatria ini juga, tumbuh kecintaan Rinai terhadap wewangian dan semua proses menyangkut wewangian."Mbak Rinaiii!"Rinai terkekeh melihat bagaimana hebohnya Fiona saat melihat dirinya. Ia merentangkan tangan dan Fiona yang segera keluar dari mejanya langsung menyambut Rinai ke dalam pelukan."Kangen deeeh," kata Fiona sambil mengeratkan pelukannya pada Rinai. Rinai sendiri tertawa mendengarnya. "Apa kabar? Sehat, Mbak?""Sehat kok. Kamu sendiri?""Sehattt, Bos Kecil jarang lembur soalnya, hehehe."Rinai tertawa dan merenggangkan pelukan mereka. Setelah menikah dengan Ksatria, h
Kehidupan sebagai orangtua baru bukanlah hal yang mudah.Ksatria belajar banyak hal dari pengalamannya selama enam bulan ini bersama Rengga, anak pertamanya dengan Rinai. Pengalaman Ksatria saat ikut menyaksikan bagaimana tumbuh kembang anak-anak sahabatnya, nyatanya hanya sebagian kecil daripada apa yang harusnya ia lakukan."Rengga ganteng, anaknya Papa yang ganteng juga... tidur yuk...." Ksatria masih menimang-nimang tubuh mungil Arengga Cakra Abimayu di dalam dekapannya. Anaknya yang biasa dipanggil Rengga itu masih menangis, meski tangisannya sudah tidak sekeras tadi. "Kan minum susu udah... dibawa keliling kamar udah... sekarang waktunya bobo yuk? Ikut Mama tidur... siapa tahu ketemu di mimpi."Omongan panjang lebar Ksatria kali ini ternyata berhasil meredakan tangis anaknya. Kini, tangisan Rengga semakin memelan. Anaknya itu mulai mengerj
Mungkin jika dibandingkan dengan lelaki sebayanya, Ksatria telah melalui hari persalinan lebih banyak dibanding orang-orang di luar sana.Ksatria pernah beberapa kali ikut menemani sahabatnya yang menanti kelahiran buah hati mereka dengan harap-harap cemas. Jadi ia sudah cukup berpengalaman untuk mengetahui bagaimana biasanya seorang calon ayah menghadapi situasi seperti ini.Dulu, Ksatria akan mencatat di dalam hatinya bahwa ia akan melakukan A atau tidak akan melakukan B kalau suatu hari ia akan mendampingi istrinya melahirkan. Tapi lihatlah saat ini….Pengetahuan yang Ksatria simpan, entah hilang ke mana saat harinya sebagai calon ayah baru datang.“Kacau banget kelihatannya.” Yogas datang sambil tertawa. Tangan lelaki itu menyodorkan segelas kopi hangat yang langsung d
Ksatria menatap nanar ke arah laptopnya, di mana terpampang fotonya dan Rinai di SUBO saat mereka masih sebagai kekasih. Lelaki itu mengembuskan napasnya, sebal karena lima menit yang lalu, formulir untuk RSVP ke SUBO besok telah ditutup alias reservasinya sudah penuh.Padahal Ksatria ingin sekali ke sana. Sejak semalam lelaki itu sudah membayangkan bagaimana indahnya makan siang dengan menu yang tidak ia tahu apa (karena memang begitu sistem di Subo, mereka tidak punya menu pasti), sambil mendengarkan lagu-lagu gubahan Glenn Fredly dan The Bakuucakar lewat piringan hitam.Hal itu memang sudah pernah ia dan Rinai lakukan. Tapi Ksatria tiba-tiba terpikirkan ingin mengulangi lagi salah satu momen kencan manisnya dengan sang istri."Pak Ksatria....""Hmmm?" Ksatria bergumam asal tanpa mendongak untuk me
Menjelang ulang tahun Rinai, Ksatria selalu excited dan bingung di waktu yang sama.Hadiah apa yang kira-kira dibutuhkan dan akan disukai Rinai? Apa Rinai akan tersenyum lebar saat menerima hadiah darinya?Pertanyaan-pertanyaan sejenis masih sering mampir di kepala Ksatria, meskipun sudah puluhan kali ia mencari hadiah untuk Rinai alias sudah nyaris seumur hidup ia habiskan dengan momen yang sama.Siapa bilang Ksatria tidak pernah berpikir keras jika harus memberikan hadiah untuk sahabat slash istrinya itu?Karena selalu ingin memberikan yang terbaik dan sebisa mungkin memang berguna juga disukai Rinai, Ksatria selalu berakhir dengan kebingungan sendiri dan berpikir sangat keras untuk waktu yang lama.Seperti sekarang ini.
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria melangkah menuju rumah Rinai sambil berpikir mau makan siang dengan apa hari ini—ayam penyet sambal cabai hijau atau soto daging dengan tambahan kikil dan babat yang terlihat tidak sehat, tapi melenakan.Baru sampai di teras, pintu rumah Rinai tiba-tiba terbuka. Perempuan itu terlihat cantik dengan midi skirt hitam dan blus longgar berwarna baby pink. Ada pita di rambutnya dan hal itu memberi tahu Ksatria kalau sahabatnya ini sedang senang.Iya, Rinai kerap kali mengenakan jepitan berhias pita tersebut hanya saat sedang senang.“Baru mau kupanggil,” sapa Ksatria. “Udah siap? Yuk.”“
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria mengetukkan jemarinya di stir mobil, mencoba bersabar menunggu Rinai yang belum juga keluar dari rumahnya. Lelaki itu mengecek jam di tangannya. Memang sih, masih ada satu setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. Tapi biasanya Rinai sudah akan menyuruh Ksatria menyetir ke kampus dengan alasan tidak ingin datang mepet dan mendapat kursi tidak strategis di kelas."Ke mana sih dia?" gerutu Ksatria. Lelaki itu akhirnya tidak tahan menunggu dan bergegas keluar dari mobilnya yang masih parkir di halaman rumah.Pandangan Ksatria mengedar ke sekitar dan setelah merasa aman (tidak ada pegawai rumahnya yang berkeliaran di sekitar), Ksatria mengeluarkan kotak rokok dan lighter-nya dari saku celana jeans