“Kamu mau makan siang sama siapa?”
“Al,” jawab Rinai dengan ringan. “Nggak usah pura-pura nggak denger ya. Nanti jadi susah denger beneran, baru tahu rasa.”
“Bukan pura-pura nggak denger, tapi susah menerima kenyataan.”
“Lebay,” cibir Rinai. “Lagian kamu kan mau ke The Clouds katanya.”
“Iya sih, emang kamu nggak mau ikut?”
“Nggak deh, aku udah janji sama Al dari Sabtu kemarin. Nggak enak kalau dibatalin.”
Ksatria mendengus pelan dan segera menggandeng lengan Rinai padahal mereka masih berada di lorong.
“Ih, Sat!” Rinai segera melotot. “Nanti kelihatan yang lain. Lepas, nggak?!”
<“Aku akan cepet-cepet cari cara untuk buktiin kalau emang Aleah dalangnya.”Melihat tekad di mata Ksatria, Rinai malah menjadi khawatir. “Iya, tapi kamu juga harus hati-hati lho.”“Aku akan selalu hati-hati, tapi keselamatan kamu kan lebih penting, Nai,” timpal Ksatria seraya meraih tangan Rinai dan menggenggamnya. “Mau mampir McD nggak? Katanya bosen sama makanan The Clouds.”“Mau!” Rinai segera menjawab dengan antusias begitu ditawari drive thru McD oleh Ksatria. “Aku kan sering ke The Clouds karena kamu, wajar dong aku bosen sama makanannya. Bertahun-tahun ke tempat yang sama, Sat….”Saking seringnya menemani Ksatria ke The Clouds, Rinai bahkan sampai hafal semua yang ada di menu The C
“Hari ini aku akan ngewujudin salah satu bucket list kamu.” Ksatria bicara dengan antusias. “Tapi jujur deh, Nai, kamu bikin bucket list bukan karena lagi sekarat atau apa kan?”“Mulutmu bener-bener butuh dicuci pakai deterjen ya, Sat,” keluh Rinai sambil terus berjalan menelusuri area parkir basement tersebut.Hari ini entah kenapa Ksatria meliburkan Pak Anwar dan ialah yang menyetir sepanjang perjalanan ke kantor. Maka dari itu mereka keluar di basement gedung kantor hari ini, bukan di pelataran lobi seperti biasanya.“Aku kan khawatir.” Ksatria memeluk pinggang Rinai seperti biasa.Rinai sudah hampir menyikut Ksatria supaya lelaki itu melepaskannya, tapi Ksatria sudah lebih dulu m
“Semalam kamu pulang jam berapa? Kayaknya Papa udah ketiduran pas kamu pulang.”Rinai mengelap sumpit yang akan mereka gunakan ketika nanti ramen mereka datang. Sebenarnya hal itu hanya salah satu caranya untuk mengulur waktu menjawab pertanyaan sang ayah.Tetapi, dipandangi terus seperti ini membuat Rinai akhirnya tak bisa bertahan diam lebih lama lagi.“Jam sebelas baru sampai rumah, Pa,” jawab Rinai seraya melirik ayahnya takut-takut. “Abis dari Subtitles, mampir makan dulu soalnya.”“Oh….”“Maaf ya, Pa, aku malah bikin Papa nungguin aku sampai ketiduran.”“Nggak apa-apa. Pergi sama Ksatria kan?”
“Ternyata kalian beneran cocok pacaran ya.”Rinai sudah lelah mengoreksi bagaimana orang-orang menyebut hubungannya dan Ksatria sebagai pacaran. Toh label hanyalah label.Jadi ia tidak akan mengoreksi Shua bagaimana perempuan itu menyebut hubungannya dan Ksatria.“Cocok dari mananya?” tanya Rinai penuh rasa ingin tahu.Sudah siang tadi Rinai ke Plaza Indonesia, malam ini ia kembali ke sini untuk menemani Shua belanja keperluannya dan Janar.Kata Shua di telepon tadi, ia sedang suntuk dan lagi tak ada ide. Padahal waktunya untuk mempersiapkan koleksi yang akan ia tampilkan di Jakarta Fashion Week sudah benar-ben
Seumur hidup, Rinai hanya pernah dua kali ke kantor polisi.Yang pertama adalah ketika menjelang masa-masa terakhirnya di SMA ia dan Ksatria terciduk polisi di area balap liar, padahal mereka hanya menyemangati salah satu teman sekelas mereka yang akan balapan terakhir sebelum fokus Ujian Nasional.Tapi memang dasarnya mereka sedang apes saja.Yang kedua adalah ketika mereka ikut demo di depan gedung DPR dan terjebak di kerusuhan yang terjadi di tengah demonstrasi seluruh BEM universitas se-Jabodetabek.Kini Rinai menorehkan sejarah baru di hidupnya dengan datang yang ketiga kalinya ke kantor polisi.“Perempuan kurang ajar,” maki S
“Tumben nggak pergi sama Ksatria.”“Dia mau main golf. Aku bosen kalau ikut dia.”“Tumben…,” komentar Sandy lagi. “Biasanya kalian kayak paket hemat di supermarket, beli satu gratis satu.”“Papaaa.”Sandy pun tertawa, kini ia jadi punya hobi baru, yaitu menggoda anaknya dengan membawa nama Ksatria.Karena hari ini adalah tanggal merah, Sandy dan Rinai bisa bersantai di rumah meski hari ini bukan akhir pekan. Kebetulan baik Haydar dan Ksatria sedang tak punya agenda kerja sama sekali hari ini, maka baik Sandy dan Rinai bisa bersantai di rumah.Siang ini, Sandy tengah mengurus tanaman yang baru ia beli kemarin dan datang pagi tadi, diantar ke rumahnya. Sembari menemani ayahnya berkebun, Rinai duduk di teras dengan Kindle di tangannya.Tangan Rinai mengambil pisang goreng yang dibuatkan ayahnya sebelum berkebun. Menjadi putri tunggal Sandy Prawara membuat Rinai cukup dimanja oleh Sandy meski tentu saja tidak secara berlebihan.Ketika Sandy punya waktu luang, ia akan selalu menemani Rinai
Ksatria tahu kadang selera Rinai memang unik.Tetapi, kini ia mulai menduga kalau wajah tampannya tidak masuk ke selera Rinai. Maka dari itu Rinai bisa dengan mudah mengatakan kalau bosan melihat wajahnya.Padahal menurut Ksatria, ketampanannya cukup memiliki khas.Meski ia memiliki bentuk rahang tegas khas para player (yang entah kenapa, kebanyakan para player memiliki rahang tegas seperti ini), juga kesan maskulin dan ‘bad boy’ yang selalu didapatkan orang ketika pertama kali melihatnya, bukan suatu hal yang cukup pasaran.Banyak temannya yang mengatakan ia bisa pergi jadi bintang laga di Hollywood bersama Iko Uwais kalau ia mau. Wajah dan tubuhnya mendukung. Segitu unik dan tampannya dia, tapi ternyata Rinai bisa bosan juga terhadapnya….Ksatria mulai sadar kalau ia harus bekerja keras supaya Rinai tidak akan bosan dengannya.“Makan nggak abis ini?”“Nggak deh, mau ketemu Yayang dulu.”Nara langsung pura-pura muntah saat Ksatria mengatakan hal tersebut sambil cengar-cengir sendiri.
“Aku mencium bau sesuatu.”“Bau apa?”“Bau peperangan.”Shua tertawa keras begitu mendengar jawaban Yogas, sampai Yogas hanya bisa menggeleng pelan melihat betapa tidak anggunnya Shua saat ini.“Perang apa, Ma?” tanya Janar pada Shua dengan polosnya.“Bercanda, Sayang,” sahut Shua dengan lembut kepada anaknya, yang duduk di antara dirinya dan Yogas. “Oh ya, kamu tunjukin gambar yang tadi kamu buat sama Asa dong. Siapa tahu kerutan di kening Om Ksatria bisa hilang.”Dengan bersemangat untuk mematuhi permintaan ibunya, Janar meraih tas yang tadi ia jadikan sandaran dan mengambil buku gambarnya.“Nih, Om, aku gambar Iron Man lho.”“Mana? Coba sini bukunya.”Janar mengatakan, “Permisi, Om,” kepada Yogas dengan sopan supaya bisa menghampiri Ksatria yang duduk berseberangan dengannya.Shua terus mengambil salad Hokben milik Rinai, selagi perempuan itu ikut melirik ke arah Ksatria yang duduk di sampingnya.Siang ini Shua memang sengaja mampir ke Heavenly & Co setelah menjemput Janar dari rum
"Rinai beneran ninggalin kamu berdua sama Rengga?""Iya." Ksatria menyuapi Rengga yang menerima suapannya dengan riang. "Kenapa?""Wah... kasihan Rinai nanti pas pulang," jawab Yogas dari seberang sana. "Menurut pengalamanku setelah lihat temen-temen kita, bapak dan anak kecil yang ditinggal sama istrinya pasti akan bikin kekacauan.""Aku nggak bikin kekacauan," tampik Ksatria, setengah keki. Enak saja Yogas bicara seperti itu! Maksudnya Ksatria dan Rengga bisa jadi biang onar sampai Rinai pusing, begitu?!“Lagipula kamu juga ditinggal Shua!” sambung Ksatria. “Nggak usah jemawa gitu!”“Tapi aku nggak pernah separah Badai dan Ipang.”“Halah, itu kan karena Tuhan belum nunjukin aibmu aja!”
"Berhenti cengar-cengirnya, bisa nggak? Kamu nggak takut dikira kurang waras sama orang lain kah?"Ksatria menggeleng tanpa pikir panjang. Tangannya meraih tangan Rinai yang ada di atas meja, tapi perempuan itu dengan iseng menarik tangannya menjauh dari Ksatria."Aku nggak takut, soalnya nggak peduli kata orang." Ksatria masih saja nyengir saat menjawab Rinai. "Aku seneng banget.""Aku juga."Ah, senang sekali mendengar dari bibir Rinai secara langsung kalau ia juga senang.Ksatria merekam senyum di wajah Rinai dengan latar belakang dinding Huize Trivelli yang dipenuhi figura dan hiasan dinding lawas lainnya.Sore ini Rinai mengajak Ksatria ke sebuah restoran yang bisa dibilang cukup tersembunyi di kawasan Cideng, Jakarta Pusat. Restor
Rinai melangkah keluar dari lift dengan perasaan rindu. Wah, ternyata ia lumayan rindu datang dan bekerja di sini, di Heavenly & Co. Dari perusahaan keluarga Ksatria ini juga, tumbuh kecintaan Rinai terhadap wewangian dan semua proses menyangkut wewangian."Mbak Rinaiii!"Rinai terkekeh melihat bagaimana hebohnya Fiona saat melihat dirinya. Ia merentangkan tangan dan Fiona yang segera keluar dari mejanya langsung menyambut Rinai ke dalam pelukan."Kangen deeeh," kata Fiona sambil mengeratkan pelukannya pada Rinai. Rinai sendiri tertawa mendengarnya. "Apa kabar? Sehat, Mbak?""Sehat kok. Kamu sendiri?""Sehattt, Bos Kecil jarang lembur soalnya, hehehe."Rinai tertawa dan merenggangkan pelukan mereka. Setelah menikah dengan Ksatria, h
Kehidupan sebagai orangtua baru bukanlah hal yang mudah.Ksatria belajar banyak hal dari pengalamannya selama enam bulan ini bersama Rengga, anak pertamanya dengan Rinai. Pengalaman Ksatria saat ikut menyaksikan bagaimana tumbuh kembang anak-anak sahabatnya, nyatanya hanya sebagian kecil daripada apa yang harusnya ia lakukan."Rengga ganteng, anaknya Papa yang ganteng juga... tidur yuk...." Ksatria masih menimang-nimang tubuh mungil Arengga Cakra Abimayu di dalam dekapannya. Anaknya yang biasa dipanggil Rengga itu masih menangis, meski tangisannya sudah tidak sekeras tadi. "Kan minum susu udah... dibawa keliling kamar udah... sekarang waktunya bobo yuk? Ikut Mama tidur... siapa tahu ketemu di mimpi."Omongan panjang lebar Ksatria kali ini ternyata berhasil meredakan tangis anaknya. Kini, tangisan Rengga semakin memelan. Anaknya itu mulai mengerj
Mungkin jika dibandingkan dengan lelaki sebayanya, Ksatria telah melalui hari persalinan lebih banyak dibanding orang-orang di luar sana.Ksatria pernah beberapa kali ikut menemani sahabatnya yang menanti kelahiran buah hati mereka dengan harap-harap cemas. Jadi ia sudah cukup berpengalaman untuk mengetahui bagaimana biasanya seorang calon ayah menghadapi situasi seperti ini.Dulu, Ksatria akan mencatat di dalam hatinya bahwa ia akan melakukan A atau tidak akan melakukan B kalau suatu hari ia akan mendampingi istrinya melahirkan. Tapi lihatlah saat ini….Pengetahuan yang Ksatria simpan, entah hilang ke mana saat harinya sebagai calon ayah baru datang.“Kacau banget kelihatannya.” Yogas datang sambil tertawa. Tangan lelaki itu menyodorkan segelas kopi hangat yang langsung d
Ksatria menatap nanar ke arah laptopnya, di mana terpampang fotonya dan Rinai di SUBO saat mereka masih sebagai kekasih. Lelaki itu mengembuskan napasnya, sebal karena lima menit yang lalu, formulir untuk RSVP ke SUBO besok telah ditutup alias reservasinya sudah penuh.Padahal Ksatria ingin sekali ke sana. Sejak semalam lelaki itu sudah membayangkan bagaimana indahnya makan siang dengan menu yang tidak ia tahu apa (karena memang begitu sistem di Subo, mereka tidak punya menu pasti), sambil mendengarkan lagu-lagu gubahan Glenn Fredly dan The Bakuucakar lewat piringan hitam.Hal itu memang sudah pernah ia dan Rinai lakukan. Tapi Ksatria tiba-tiba terpikirkan ingin mengulangi lagi salah satu momen kencan manisnya dengan sang istri."Pak Ksatria....""Hmmm?" Ksatria bergumam asal tanpa mendongak untuk me
Menjelang ulang tahun Rinai, Ksatria selalu excited dan bingung di waktu yang sama.Hadiah apa yang kira-kira dibutuhkan dan akan disukai Rinai? Apa Rinai akan tersenyum lebar saat menerima hadiah darinya?Pertanyaan-pertanyaan sejenis masih sering mampir di kepala Ksatria, meskipun sudah puluhan kali ia mencari hadiah untuk Rinai alias sudah nyaris seumur hidup ia habiskan dengan momen yang sama.Siapa bilang Ksatria tidak pernah berpikir keras jika harus memberikan hadiah untuk sahabat slash istrinya itu?Karena selalu ingin memberikan yang terbaik dan sebisa mungkin memang berguna juga disukai Rinai, Ksatria selalu berakhir dengan kebingungan sendiri dan berpikir sangat keras untuk waktu yang lama.Seperti sekarang ini.
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria melangkah menuju rumah Rinai sambil berpikir mau makan siang dengan apa hari ini—ayam penyet sambal cabai hijau atau soto daging dengan tambahan kikil dan babat yang terlihat tidak sehat, tapi melenakan.Baru sampai di teras, pintu rumah Rinai tiba-tiba terbuka. Perempuan itu terlihat cantik dengan midi skirt hitam dan blus longgar berwarna baby pink. Ada pita di rambutnya dan hal itu memberi tahu Ksatria kalau sahabatnya ini sedang senang.Iya, Rinai kerap kali mengenakan jepitan berhias pita tersebut hanya saat sedang senang.“Baru mau kupanggil,” sapa Ksatria. “Udah siap? Yuk.”“
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria mengetukkan jemarinya di stir mobil, mencoba bersabar menunggu Rinai yang belum juga keluar dari rumahnya. Lelaki itu mengecek jam di tangannya. Memang sih, masih ada satu setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. Tapi biasanya Rinai sudah akan menyuruh Ksatria menyetir ke kampus dengan alasan tidak ingin datang mepet dan mendapat kursi tidak strategis di kelas."Ke mana sih dia?" gerutu Ksatria. Lelaki itu akhirnya tidak tahan menunggu dan bergegas keluar dari mobilnya yang masih parkir di halaman rumah.Pandangan Ksatria mengedar ke sekitar dan setelah merasa aman (tidak ada pegawai rumahnya yang berkeliaran di sekitar), Ksatria mengeluarkan kotak rokok dan lighter-nya dari saku celana jeans