Share

4. Takut Ketahuan

Penulis: Lina Arifa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Seperti biasa, pagi ini aku bangun pagi-pagi dan menyiapkan sarapan khusus untuk Mas Byan. Kemampuan masakku memang tergolong standar, tapi bukan berarti bisa dipandang sebelah mata karena aku tergolong orang yang tak pernah salah dalam meracik dan mencampur bumbu dalam masakan. Tak ada ajian apapun dalam sarapan yang kini sudah tersedia di atas meja itu. Semua murni aku lakukan untuk Mas Byan.

Aku tak pernah lupa fakta bahwa Mas Byan begitu menyukai nasi goreng tanpa kecap dengan sedikit tambahan bumbu instan yang berfungsi untuk meningkat cita rasa. Meski sering aku memasakkan menu yang sama berulang kali, dia tak pernah menolak. Dengan catatan sebelum Mas Byan berselingkuh dengan wanita itu karena sekarang Mas Byan jadi sering mengabaikanku bahkan jarang sekali menyentuh makanan yang aku siapkan. Miris sekali bukan? Tetapi pagi ini, setelah turun dari lantai dua lengkap dengan pakaian kantoran dan tasnya, Mas Byan menghampiriku. Sesuatu yang tergolong jarang terjadi akhir-akhir ini.

"Selamat pagi, Sayang," ucapnya sembari mengecup keningku. Hal yang tak pernah terlewatkan pada masanya.

Jika dulu hatiku berbunga-bunga dan bahagia mendapatkan perlakuan romantis sederhana seperti ini, kini aku malah mual. Bohong memang jika aku tak menginginkannya. Aku ingin, bahkan sangat ingin. Namun di sisi lain, aku benci kenyataan bahwa sekarang bukan hanya aku saja yang mendapatkan perlakuan manis darinya.

"Sarapan dulu, Mas. Aku buatkan nasi goreng kesukaan kamu yang tanpa kecap. Aku buatkan kamu susu putih juga," ucapku mempersilakan sembari mengeluarkan senyum yang sedikit terpaksa untuknya.

"Aku pingin kita sarapan berdua," balas Mas Byan sembari tersenyum. Manis sekali.

Aku mengangguk. Mengambil posisi duduk di seberangnya seperti biasa. Aku mengisi piringku sendiri begitu pun dengan Mas Byan. Sejak dulu memang Mas Byan bukan suami yang menuntut untuk dilayani dalam segala hal. Bahkan Mas Byan yang sering menghidangkannya di atas meja. Jadi aku cukup memasak saja. Itupun dia tak menuntut. Jika hari minggu dan aku sedang kebanjiran order, maka Mas Byan yang akan memasak untuk kami berdua dan aku harus mengakui bahwa masakannya begitu memanjakan lidah. Bukankah Mas Byan adalah suami yang sempurna? Jawabannya adalah sangat sempurna. Itulah yang membuatku jatuh hati berkali-kali dan begitu mencintainya dengan kadar rasa yang bertambah dari hari ke hari. Aku benar-benar menjadi ratu untuknya. Mas Byan yang romantis dan pengertian selalu berhasil membuatku melayang.

Sayangnya, semua itu hanyalah tinggal kenangan. Mas Byan memang masih berada di dunia yang sama denganku, bahkan kami masih tidur seranjang dan makan semeja. Namun perlu kutegaskan lagi, kini aku bukanlah satu-satunya wanita untuk suamiku itu.

"Kok cuman diaduk-aduk makanannya?" tanya Mas Byan menyentak lamunanku.

Aku menggeleng. Sedang tidak selera makan. Bahkan sekarang perutku terasa mual. Maklumlah, bawaan hamil muda. Belum lagi aku terus memikirkan pekerjaanku dengan Mbah Gendis. Hari ini sudah hari keenam sejak kedatanganku ke sana. Itu artinya, besok aku harus datang lagi untuk memberikan jawaban sekaligus melakukan ritual. Ah, jangan sampai Mas Byan curiga. Dengan pertimbangan itu, maka aku memaksakan diri untuk memasukkan makanan dalam mulut.

Satu-dua suapan masih oke. Namun dalam suapan ketiga, mual di perutku semakin menjadi. Aku berusaha menahannya dengan menghela napas panjang. Berusaha melupakan rasa mualku sendiri.

Nyatanya aku tak sanggup. Maka tak ada pilihan lain selain menyalurkan hasrat mual ini dengan cara memuntahkannya. Aku berlari ke wastafel tempat cucian piring. Untunglah piring-piring dan perabotan kotor lainnya tidak ada di sana.

Hoek.

Semakin aku berusaha memuntahkannya, mualku semakin menjadi. Perutku juga terasa sakit dan perih. Tak hanya itu, kepalaku juga ikut-ikutan menambah rasa tak nyaman dengan denyutan yang mulai terjadi. Saat itu juga aku merasakan pijatan lembut di tengkuk. Sudah bisa dipastikan bahwa Mas Byan adalah pelakunya.

"Kamu kenapa?" tanyanya lembut. Khas Mas Byan seperti biasanya.

Sejenak aku mengalihkan pandangan. Tatapan khawatirnya sukses mengalihkan duniaku dalam waktu beberapa detik. Setelahnya aku kembali muntah-muntah sampai tubuhku terasa begitu lemas.

Dengan penuh pengertian, Mas Byan menuntunku untuk naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar. Tak lupa Mas Byan juga membantuku untuk berbaring.

"Mau ke rumah sakit atau Mas panggilkan dokter?" tanyanya membuatku terkejut. Pasalnya, dari kedua pilihan itu tak ada satu pun yang tepat bagiku.

"Nggak usah, Mas. Aku cuma masuk angin," jawabku sembari berusaha tersenyum meyakinkan.

"Nggak usah pakai senyum. Mas tahu kamu beneran sakit. Wajah kamu pucat. Masih mual?" Mas Byan kembali melayangkan pertanyaan setelah kalimat pernyataannya itu.

Aku mengangguk saja. Nyatanya memang seperti itu. Untuk hal yang nampak, pasti susah sekali berbohong di depan Mas Byan.

"Mas nggak berangkat ke kantor sekarang? Nanti telat lho," ucapku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Mas berangkat setelah memastikan kamu aman. Mas teleponkan dokter dulu ya?"

"Nggak usah, Mas." Aku mencoba membantah. Bisa gawat kalau Mas Byan membawa dokter ke sini, "mas bantu olesin minyak angin aja."

"Ya udah, tapi nanti kalau belum reda juga Mas panggil dokter," putusnya final.

Aku hanya bisa pasrah saat Mas Byan mengoleskan minyak angin ke leher dan dadaku. Aku mendadak panik saat dia mencoba untuk mengoleskannya ke perut. Walau bagaimanapun, jika diraba dan diperhatikan secara pasti, perutku sekarang tak lagi rata seperti dalam keadaan normal.

"Perut kamu kayak kembung, tapi kok nggak bunyi?" tanya Mas Byan sembari menepuk-nepuk perutku menggunakan keempat ujung jarinya.

Aduh, gawat. Aku harus menjawab apa?

Bersambung

Bab terkait

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   5. Ritual Pertama

    Kali ini aku menuju kediaman Mbah Gendis tanpa ditemani oleh siapapun. Untung saja, tadi pagi sebelum Mas Byan sempat bertanya banyak hal terkait perutku yang disebutnya kembung, ponselnya berbunyi. Entah dari gundiknya atau dari orang lain, yang jelas aku tetap bersyukur dan berterima kasih pada orang itu karena bisa membuat Mas Byan bergegas untuk berangkat sebelum sempat melakukan atau mempertanyakan banyak hal. Beginilah ketika harus menyembunyikan sesuatu. Pembawaannya selalu sulit untuk tenang. Untung saja tadi tidak jadi ketahuan.Ketika melewati hutan siluman aroma yang mengguar masih seperti kemarin. Amis dan anyir menjadi satu. Mual yang kurasakan pagi tadi kembali terasa sekarang. Perutku berrgejolak dengan cairan lambung yang sepertinya sudah tak sabar ingin keluar melewati kerongkongan. Karena hal itu, aku memutuskan untuk menghentikan mobil dan mengambil kantung plastik yang sudah tersedia di dalam tas.Aku memuntahkan banyak sekali cairan dari dalam perut. Sampai tenggo

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   6. Karin

    Hari ini aku pergi ke rumah sakit dan mendaftar untuk memeriksakan kandungan. Sesuai yang dikatakan Mbah Gendis bahwa anak ini masih menjadi milikku sampai satu bulan lewat sepuluh hari umurnya setelah lahir ke dunia nanti, maka aku akan memperlakukan kehamilanku seperti kehamilan normal pada umumnya. Meski tanpa bersama dengan Mas Byan."Ibu Salma Nafisa," panggil perawat yang bertugas dari pintu ruangan.Aku masuk dengan sedikit gugup. Bagaimana pun ini adalah kali pertama aku memeriksakan diri semenjak hamil. Sendirian pula."Silakan, Ibu." Suster tadi mengarahkanku untuk duduk di depan dokter yang bertugas saat ini."Ibu Salma Nafisa, umur dua puluh lima tahun, kehamilan pertama?" tanya dokter itu."Iya, benar," jawabku singkat."Saya dokter Fauziah yang akan memeriksa ibu. Mari, Bu," ajaknya sembari berdiri.Aku mengikut saja meski sedikit heran kenapa dokter itu tidak bertanya-tanya lebih lanjut. Ah, mungkin sudah membaca catatan dari resepsionis yang banyak bertanya padaku tadi

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   7. Siluman Lintah

    "Jadi kapan kira-kira Mas mau menikahi Karin?" tanyaku pada Mas Byan setelah dia mandi dan berganti baju . Hari ini suamiku itu pulang lebih cepat dari biasanya. Jadilah kami bisa bersantai di balkon kamar sembari menikmati senja bersama meski dengan rasa yang berbeda."Kamu benar-benar tak mempermasalahkan itu?" dia malah balik bertanya penuh selidik.Aku mengalihkan pandangan ke depan, pada langit yang sudah diselimuti mega. "Aku tak punya pilihan lain, Mas," lirihku.Sesak sebenarnya saat mengatakan itu. Namun aku tak ingin menampakkan kesedihan di depan Mas Byan. Tak sudi rasanya. Tak butuh juga ditenangkan olehnya yang hanya kepalsuan belaka."Menikahlah dengannya. Aku siap untuk mundur.""Maksudmu?" Mas Byan tampak sedikit terkejut. Pasti dia paham dengan arah pembicaraanku."Seribu banding satu wanita di dunia ini yang mau diduakan, Mas. Termasuk aku. Mas mencintai wanita itu, 'kan? Aku pernah mendengar jika kita mencintai orang lain saat masih memiliki pasangan, maka lepaskan

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   8. Jaminan

    Demi melancarkan aksi untuk memindahkan lintah siluman dari dalam tubuhku, aku memasukkan sedikit obat pada minuman Mas Byan. Aku memang sengaja menyiapkan makan malam yang lezat untuknya."Aku sudah memasak spesial untuk kamu, Mas. Makanlah denganku malam ini. Aku yakin besok-besok kita tak akan bisa melakukannya berdua lagi," ucapku pada Mas Byan ketika dia baru pulang. Jujur, ada perasaan sedih yang menyeruak saat mengucapkan kalimat itu, tapi aku berusaha menyembunyikannya dengan begitu apik."Baiklah, aku mandi dulu," sahutnya menyetujui.Aku menunggu di meja makan. Memandang takjub hidangan yang berhasil aku siapkan dengan tangan sendiri. Ada steak daging sapi, tumis jamur, dan minuman soda. Tak lupa juga nasi khas orang Indonesia.Mas Byan turun dan langsung bergabung denganku di meja makan. Aku mengansurkan air putih yang sudah tercampur dengan obat tadi ke depannya. Agar dia tidak curiga, aku juga mengansurkan nasi."Selamat makan," ucapku dengan tersenyum.Dulu Mas Byan akan

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   9. Praktek Poligami

    Hampir semua kerabat dekat Mas Byan sudah berdatangan, bahkan yang dari luar kota. Berikut ibu mertua dan para iparku yang mulai memadati rumah. Semuanya turut memeriahkan dan menjadi saksi pernikahan kedua Mas Byan. Tampaknya mereka sama sekali tak peduli dengan perasaanku. Aku berdecak kesal. Sungguh, keluarga yang tak punya hati. Demi apapun, diantara mereka juga banyak yang wanita. Apa para wanita itu sanggup jika harus berada di posisiku saat ini? Ah, entahlah. Jika hati sudah mati, maka tak ada sedikit pun sisa rasa peduli.Hari ini penampilanku begitu berbeda. Aku mengenakan dress panjang dengan belahan sampai lutut dan riasan tipis. Cukup cantik dan tak mungkin kalah dengan wanita yang menjadi gundik Mas Byan itu. Benar kata orang, kebanyakan pelakor tak lebih baik dari istri sah. Hanya saja suami yang tukang selingkuh sudah dibutakan mata kepala dan hatinya.Desas-desus yang kudengar, mereka yang hadir banyak menggunjingku karena belum juga bisa menghasilkan anak. Kata mereka

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   10. Drama Dimulai

    Akad nikah Mas Byan dan Karin berjalan dengan lancar. Syukurlah tadi aku benar-benar bisa membujuk Aira agar tidak membatalkan pernikahan itu dengan alasan keduanya sudah terlanjur saling mencintai. Jadi kalaupun pernikahan itu dibatalkan, tetap masih ada kemungkinan Mas Byan dan Karin kembali menjalin cinta di belakangku dan itu jauh lebih menyakitkan.Para tamu undangan bergantian menyalami keduanya untuk mengucapkan selamat. Ada juga yang pamitan denganku. Sebagian di antara mereka menatapku dengan iba, entah iba yang mereka tampilkan di wajah itu jujur atau kemunafikan semata. Sebagiannya lagi tetap saja menggunjing dan mengeluarkan kalimat yang melukai perasaan. Berbisik tapi dengan suara yang sedikit keras mengatakan aku mandul atau bahkan tidak bisa memuaskan Mas Byan dari segi keseharian dan ranjang. Sungguh ironis sekali, padahal mereka yang julid itu semuanya berasal dari jenis wanita. Para tamu yang laki-laki cenderung diam saja tanpa ekspresi yang sirat kentara."Lihat Sal

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   11. Mimpi

    Perseturuan tadi sudah berakhir dengan ibu yang menjadi penengah. Ibu menyuruh Mas Byan mengantarkan Karin ke rumah sakit untuk membuktikan apakah istri kedua suamiku itu benar-benar sedang hamil atau tidak.Namun mengingat hari sudah malam, jadilah ke rumah sakitnya ditunda besok pagi. Malam ini Mas Byan justru kembali tidur di kamar bersamaku. Itupun karena aku memang mengizinkannya.Aku yakin saat ini Mas Byan sedang merasa jijik dan tertipu dengan Karin. Malam pertama yang seharusnya mereka nikmati dengan memadu kasih sampai menjelang pagi justru berakhir dengan perseteruan hebat. Miris sekali.Meski aku dan Mas Byan tidur di atas ranjang yang sama, nyatanya kami berselimut kebekuan yang tak akan mencair. Aku sengaja meletakkan guling di tengah-tengah kami dan mengambil posisi berbaring di tepian ranjang. Aku tak ingin berdekatan dengan Mas Byan, apalagi disentuh. Aku mengizinkannya tidur di kamar ini bersamaku hanya semata-mata untuk memberi pelajaran pada Karin, si perebut laki

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   12. Fredy dan Lasmi

    Baru kali ini aku memasuki kawasan hutan siluman saat benar-benar malam. Rasanya menguji nyali sekali. Untungnya aku sudah tahu mantra khusus yang harus dibaca saat baru memasuki kawasan ini agar para siluman mengenali bahwa manusia yang lewat saat ini adalah sekutu Mbah Gendis yang otomatis menjadi sekutu mereka juga. Jadi mereka tak mau benar-benar mengganggu. Meski sesekali mereka iseng mengetuk jendela mobil atau bermain di atas, tapi itu semua tak jadi masalah.Menurut penuturan Mbah Gendis, hanya beberapa manusia terpilih yang ditakdirkan untuk bisa melihat wujud mereka. Salah satunya adalah Mbak Iren. Namun aku tak bisa masuk ke dalam golongan itu karena suatu alasan yang aku sendiri tak mengetahui secara pasti apa alasannya. Bisa jadi karena aku masih sedikit penakut dan tidak memiliki mental yang kuat.Sesampainya di pekarangan Mbah Gendis, aku melihat ada beberapa orang. Apakah itu manusia?Aku pernah mendengar jika hantu dan sejenisnya menampakkan wujud, maka hanya hantu sa

Bab terbaru

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   21. Ingin Lebih Baik

    Aku pulang ke toko dengan langkah gontai. Masih terngiang dengan jelas di telinga perkataan Kyai Ahmad terkait resiko dari kerjasamaku dengan Mbah Gendis. Kyai Ahmad mengatakan, bisa saja aku lepas dari Mbah Gendis, namun aku harus mengalami apa yang dialami oleh orang yang menjadi korbanku. Dalam hal ini Karin.Ya, itu yang membuatku gundah sekarang. Aku menyaksikan sendiri betapa sakitnya Karin itu tidak main-main. Mending dia memiliki Mas Byan yang selalu siap siaga di sampingnya. Sementara aku, hanya sendiri di sini.Aku mengambil mukenah dari dalam lemari setelah sebelumnya mengambil wudu. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku kembali membentangkan sajadah. Melakukan ibadah wajib dan bersujud dalam keheningan. Mencoba berkomunikasi dengan Allah lewat rangkaian doa. Tanpa terasa bulir bening mulai mengalir melemati kedua sudut mata. Membasahi pipi. Aku tak ingat lagi kapan terakhir kali melaksanakan ibadah salat. Entah sudah berapa lama sampai-sampai bacaan demi bacaannya

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   20. Mencari Kyai Ahmad

    Aku diperbolehkan pulang pagi keesokan harinya setelah rawat inap. Cukup melelahkan juga harus terbaring dengan tangan diinfus sampai habis tiga botol.Aku melanjutkan perjalanan setelah sempat sarapan di kantin rumah sakit. Meski masih belum selera, setidaknya perutku tak lagi menolak. Aku merasa sudah mulai sehat.Jalan lintas yang kulewati tak pernah sepi. Maklumlah, ini jalan lintas utama antar provinsi. Banyak mobil besar yang lewat, beberapa motor dan pejalan kaki.Aku baru sampai di ruko menjelang siang. Suasananya tidak buruk. Tempatnya memang cukup strategis di tengah kota. Samping kanan ada toko bangunan, sebelahnya ATK, dan di seberang jalan depan berjajar rumah makan."Selamat datang, Ibu."Aku memperhatikan perempuan yang menyapaku. Orang yang kupilih untuk membantuku menjaga toko. Rumahnya tak jauh dari sini. Dia adalah bekas reseller toko online-ku sebelumnya. Namanya Farah."Aman semua?" tanyaku sembari memeriksa isi toko. Bagus juga susunannya. Selain pintar promosi,

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   19. Reaksi

    "Kenapa kamu nggak pernah kasih tau Mas?" tanyanya sembari berusaha memegang perutku. Tapi aku menepisnya dengan kasar lengkap dengan ekspresi tidak suka."Jangan sentuh," seruku penuh penekanan."Dia anakku juga," lirih Mas Byan."Susah payah aku memperjuangkannya di tengah situasi yang sulit. Baru beberapa minggu dia ada di dalam sini, ayahnya justru menikah dengan wanita lain dan mentelantarkan ibunya. Itu artinya, anak ini hanya memiliki orang tua tunggal.""Jangan-jangan itu bukan anaknya Byan," sahut ibu."Anggap saja seperti itu. Aku bahkan tak sudi jika anakku menjadi bagian dari keluarga kalian," balasku. Enggan untuk mengalah dan terlihat lemah di depan mereka semua.Tak ada satupun yang menanggapi. Pasti sibuk dengan pikiran masing-masing."Bagaimana, Bu Salma? Kami sudah bisa mengambil alih rumah ini sepenuhnya 'kan?" tanya Pak Surya mengintrupsi."Tentu saja. Terima kasih atas kerjasamanya. Tolong sekalian Bapak urus pengusiran mereka juga," jawabku kejam."Karena rumah i

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   18. Saatnya

    Rupanya Mbah gendis kembali mendatangi mimpiku saat malam harinya. Isinya kurang lebih sama. Dia marah besar dan berjanji akan membunuhku jika aku benar-benar nekad untuk membelot."Kau tak bisa bermain-main denganku. Tunggu saja pembalasanku untukmu."Aku kembali terbangun dan langsung menuju kamar mandi karena merasakan sensasi mual yang tak tertahan.Anehnya, rasa mualku tak kunjung tuntas meski sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan semua isi perut. Jelas ini bukan muntah yang seperti biasa.Morning sickness biasanya terjadi saat aku baru bangun di pagi hari atau saat sarapan. Kali ini masih tengah malam. Untung saja Anya masih terlelap dalam tidurnya. Jadi aku bisa leluasa tanpa harus sibuk menjawab pertanyaannya satu persatu.Tubuhku luar biasa lemas. Untuk kembali ke tempat tidur saja harus berpegangan pada dinding untuk menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh.Aku kembali membaringkan diri di samping Anya. Masih dengan mual yang mendera, tapi tak ada lagi muntahan yan

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   17. Lebih Berani

    Rumah yang menjadi saksi hari-hariku bersama Mas Byan sudah resmi beralih tangan. Beberapa hari lalu saat kujumpai calon pembelinya, orang itu hanya meminta video di beberapa sudut rumah. Ternyata prosesnya tak sesulit yang kubayangkan sebelumnya.Urusan peralihan nama di kantor hukum juga begitu mudah. Semua lancar jaya tanpa kendala. Mungkin itu yang dikatakan sebagai rezeki seorang istri yang tersakiti sepertiku."Kuat, Salma. Kamu sudah melakukan yang terbaik. Sekarang kamu menjadi Salma Nafisa yang begitu hebat," bisikku untuk menyemangati diri sendiri.Sejak pagi menjelang siang aku berada di kamar dengan pintu terkunci untuk memberskan semua barang-barangku tanpa terkecuali. Aku juga sudah mengundang jasa angkut untuk memindahkannya ke tempat tinggal yang baru. Sebentar lagi pickup-nya akan sampai.Aku memang mempersiapkan segalanya dengan matang. Untuk ruko aku memilih menyewa saja terlebih dahulu. Ruko dua lantai yang lokasinya begitu strategis. Aku memilih untuk pindah dari

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   16. Kembalilah pada Tuhanmu

    Sesuai perjanjian, aku kembali ke Apartemen Nuri untuk bertemu dengan Lasmi. Ternyata saat aku datang, perempuan itu sudah menungguku di basemen."Apa kabar?" sapanya ramah. Berbeda sekali dengan malam itu."Aku baik."Kami sama-sama terdiam. Suasana jadi kaku karena aku sendiri pun tak tahu harus mengucapkan apa."Kenapa memilih datang ke sini?" tanyanya setelah keheningan menyelimuti kami selama beberapa saat."Aku hanya penasaran apa yang mau Kak Lasmi katakan padaku," ucapku jujur, meski belum sepenuhnya. Nyatanya, aku sedang mencari petunjuk bagaimana cara menyelamatkan anak dalam perutku ini dari belenggu Mbah Gendis."Katakan semuanya," balas Lasmi dengan nada bicara yang mulai dingin, begitupun dengan mimik wajahnya.Menurut analisa cepatku dan mengingat yang terjadi sebelum-sebelumnya, aku semakin yakin kalau sosok Lasmi ini bukan orang sembarangan. Dia dan suaminya itu terlalu misterius."Hanya itu," ucapku pada akhirnya. Aku takut terjebak lagi jika harus mengatakan semuany

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   15. Awal

    "Dari mana aja kamu, Salma?" tanya Mas Byan ketika aku baru menganjakkan kaki di rumah. Kenapa, sih, hari ini aku harus diintrogasi oleh beberapa orang? Tadi pagi Karin, terus Pak Prasetyo itu, baru sekarang Mas Byan. "Ada urusan di luar, Mas," jawabku apa adanya. "Urusan apa yang membuatmu lupa pada rumah dan suami? Akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah tanpa izin lagi." "Biasanya juga kalau aku keluar nggak perlu laporan terus sama Mas. Toh, Mas udah kasih izin aku usaha online, 'kan? Aku punya customer cash on delivery yang harus dilayanin juga. Lagian sekarang aku harus berusaha ekstra keras. Jaga-jaga kalau Mas benar-benar mencampakkanku, aku sudah siap." "Maksudmu apa?" "Mas sudah punya istri lain yang lebih sempurna. Ada kemungkinan 'kan kalau nggak lama lagi istri sah yang menemani dari nol ini terbuang. Miris sekali hidup," ucapku mencebik. "Jaga ucapanmu, Salma. Aku bukan laki-laki yang tak bertanggung jawab seperti itu. Lagian kamu sebagai istri juga terlalu semau s

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   14. Perseteruan

    "Aku takut membebani pikiran Bude Mar dengan masalahku yang dimadu. Jadi aku memutuskan untuk menginap di rumah teman aja."Mas Byan menatapku dengan pandangan ragu. Sementara aku sendiri memasang mimik dan gestur senatural mungkin agar suamiku itu tak curiga."Kenapa tak izin lagi sama Mas?""Aku tak ingin mengganggu pengantin baru. Apalagi malam itu kalian berseteru hebat, jadi aku tak ingin terlibat juga," jawabku sembari menundukkan kepala. Takut Mas Byan bisa menangkap kebohongan lewat mataku karena yang kutahu selama ini, tatapan mata tak bisa berbohong."Di rumah siapa kamu menginap? Anya atau Nadin?" tanya Mas Byan kembali mengintrogasi. Mas Byan memang sedikit banyak tahu tentang kedua temanku semasa kerja itu."Siapa aja asal itu membuatku nyaman," celutukku mulai kesal. Aku merasa seperti maling di sini."Kamu istri Mas, Salma. Sudah seharusnya Mas tahu kamu ke mana." tampaknya, Mas Byan juga mulai kesal."Kenapa sih, Mas? Atau Mas punya ancang-ancang untuk menikahi Anya at

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   13. Saran Dokter

    Nyatanya, ucapan Lasmi dan Fredy terus membayangiku. Hari ini adalah hari yang dimaksud oleh Lasmi agar aku mau menemuinya. Namun aku masih ragu untuk melangkah. Aku banyak dibayangi oleh ketakutan yang tak berujung. Bagaimana jika Lasmi malah semakin mempersulit jalan hidupku?Waktu yang dijanjikan hanya tinggal beberapa jam lagi. Namun pagi ini aku memilih kembali ke kantor hukum untuk mengambil berkas pemindah tanganan seluruh aset Mas Byan ke tanganku. Semuanya harus diurus secepatnya sampai beres karena jujur aku sudah tidak tahan lagi untuk melampiaskan semuanya dan mengusir mereka "Ini surat-suratnya sudah selesai, Ibu Salma. Kalau berkas itu hilang dicuri dan sebagainya, Ibu tinggal membuat laporan kehilangan dan datang ke sini untuk mengambil salinannnya," ucap pegawai kantor hukum yang membantuku mewujudkan salah satu rencana indah pembalasan untuk perselingkuhan suamiku."Surat ini terjamin kekuatannya, kan, Pak?" tanyaku memastikan."Kami berani menjaminnya, Ibu. Tidak sa

DMCA.com Protection Status