Share

Bab 5

Penulis: Fidia Haya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-08 12:31:56

Bab 5

07082022

Toko Emas Murni milik Om Jazuli lebih besar besar daripada milik kakak iparnya.

Lokasi tokonya strategis, di tengah - tengah kota, dekat dengan pasar dan Mall. Pembelinya lebih ramai.

Menurut yang Amina dengar dari pembicaraan pengunjung, mereka suka dengan model perhiasan yang up to date.

Ada 4 orang karyawan lelaki. Semua sudah berumur, Amina mengira usianya di atas 30 tahunan.

Amina hanya satu-satunya perempuan yang bekerja di situ. Dia sangat kikuk sekali. Apalagi saat melihat mobil Om Jazuli datang.

Bertambah takutlah Amina

Jazuli memanggilnya. "Amina sini, tolong bantu Om belikan roti di minimart."

Sebenarnya itu hanya taktik Jazuli supaya bisa berbincang dengan Amina secara pribadi

Amina datang.

"Tadi Om ke rumah mau menjemputmu. Eh kamu sudah berangkat." Jazuli tersenyum melihat Amina.

Walau memakai baju sederhana, Amina cantik sekali. Jazuli sulit menahan detak jantungnya yang berdegup lebih cepat.

Jazuli menyerahkan uang seratus ribu ke tangan Amina.

"Mulai besok, berangkatnya sama Om saja. Enak naik mobil, daripada naik angkot. Sumpek!" lanjut Jazuli lagi.

"Eng, gak usah Om. Saya mau naik angkot saja," elak Amina. Ia tak mau menjadi gosip orang-orang dan dicap sebagai gadis murahan. Lagian dia tak enak hati, apa kata Mas Wahyu dan teman kerjanya nanti?

Hiiii! Amina mengusap lengannya.

"Ini perintah Om, dan kamu harus menurut kalau mau selamat!" Jazuli mulai menggunakan powernya. Pria itu sengaja menakut-nakuti Amina.

Amina menunduk, tak kuasa melawan. Sepanjang hari itu dia berusaha menghalau rasa takutnya dengan melayani pembeli sebisanya.

Karena masih baru, Amina sering meminta bantuan karyawan lainnya. Jazuli lantas mengambil alih dan mengambil kesempatan tersebut untuk menemai Amina. Dia tak segan-segan membantunya bila ada pembeli yang cerewet.

“Gadis pintar! Om suka dengan kecepatan kamu menerima ilmu,” puji Jazuli di depan anak buahnya.

Amina semakin tak enak dengan sikap Om Jazuli yang memberikan perhatian lebih kepadanya.

Amina risih, badannya merinding karena pria tua itu selalu memandanginya dengan mata buas dan liar.

Meski Amina berusaha cuek, akan tetapi Om Jazuli berusaha meminta perhatiannya. Saat pembeli sepi ada saja yang diminta oleh lelaki tua itu pada Amina.

"Amina ayo kita keluar makan siang," ajak Jazuli. Lelaki itu tak peduli dengan pandangan curiga karyawannya yang lain.

“Maaf Om, saya sudah membawa bekal.” Amina tetap berusaha mengelak. Gadis itu menunduk tak berani menatap mata elang Jazuli.

“Bawa sini bekalmu!” perintah Jazuli. Ia paling tak suka ada orang yang menolak perintahnya.

Dengan takut-takut Amina mengambil bekal di dapur. Jazuli mengikutinya.

Amina lalu memberikan bekalnya ke Jazuli. “Ini Om.” Dia tidak tahu untuk apa Om Jazuli meminta bekalnya.

“Ambilkan sendok dan air sekarang!” Jazuli memerintah lagi. Dia duduk di kursi dan membuka bekal Amina. Kotak plastik itu hanya berisi telur dadar kecap cabe dan nasi.

Amina menaruh sendok dan segelas air di atas meja. Kemudian tanpa meminta ijin padanya, Pria tua itu memakan habis telur dan menyiakan sedikit nasinya.

Selanjutnya Jazuli meludahi sisa nasi yang ada di dalam kotak makan Amina. Cuh! “Makan ini!” katanya bengis sambil tangannya menyodorkan kotak nasi pada Amina.

Amina bergeming. Badannya kaku sedangkan tangannya mengepal marah dengan perlakuan Jazuli yang menjijikkan. Dalam hati gadis itu merutuknya. Dasar tua bangka brengsek! Apa kamu tidak tahu berapa banyak peluh petani untuk mendapatkan segenggam beras.

“Kamu mau makan apa tidak!” Suara Jazuli pelan dengan intonasi berat.

“Nanti saja Om, saya belum lapar.” Tolak Amina. Siapa juga yang mau makan nasi pake saos ludah Om Jazuli.

HUEK! Membayangkan bulir-bulir nasi masuk ke dalam kerongkongannya sudah membuat perut Amina mual. Lebih baik dia kelaparan dari pada makan nasi itu.

Pulang kerja, Jazuli sengaja menahan Amina untuk tinggal bersamanya. Dia memberikan tugas di menit-menit terakhir untuk membersihkan toko. Saat semua karyawannya sudah pulang dan menutup tokonya, pria gaek itu pergi ke dapur.

Jazuli melihat Amina sedang sibuk membersihkan alat pel lantai di kamar mandi. Melihat baju Amina yang bersimbah peluh, membuat darah lelakinya naik.

“Amina…”

Suara Jazuli mengagetkan Amina. Wanita muda itu berdiri tegang.

Jazuli suka melihat Amina yang berdiri ketakutan. Dia mendekati Amina dan tangan kanannya yang besar memegang wajah gadis itu dengan kasar. “Apa kamu tahu, Om jatuh cinta sama kamu, Amina?”

Senyum Jazuli menyeringai. Dekat dengan Amina membuat nafsunya menghentak tak terkendali.

Badan Amina menggigil ketakutan. Lelaki itu benar-benar ingin melumatnya.

“Om mau apa? Tolong lepaskan saya Om,” ratap Amina pelan. Matanya melirik pintu dapur, berharap ada orang datang membukanya dan melihat kelakuan Jazuli kepada Amina. Tapi itu hanyalah imajinasi, karena semua karyawan toko sudah pulang.

“Jika kamu mau selamat, ikuti semua perintah Om! Paham kamu?”

“I-iya Om,” jawab Amina gugup.

Jazuli lalu menarik Amina keluar dari kamar mandi dan memepet tubuh Amina ke dinding. Dengan gerakan tergesa-gesa ia membuka resleting celananya kemudian meraih tangan gadis itu, kemudian meletakkannya di atas kemaluannya.

“Remas yang kuat Amina!”

Amina melakukan perintah Jazuli dengan tangan gemetar. Jazuli masih belum puas. Ia ingin lebih.

“Emut sekarang!” perintah Jazuli di telinga Amina dengan napasnya yang menderu.

“Nggak mau, nggak mau,” tolak Amina jijik. Air matanya mulai merembes deras.

Jazuli memukul kepala Amina dan mencekik leher wanita itu. “Cepat lakukan perintahku! Atau kamu mau kubunuh?!!”

Bab terkait

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 6

    Bab 608082022 Amina kesulitan bernapas. Wajahnya pucat pasi. Keberanian yang dimilikinya menguap. Ia masih ingin hidup dan bertemu dengan kedua orang tuanya. Dengan takut dan perut menahan mual, dia mengikuti perintah Om Jazuli.Tampak lelaki tua itu keenakan. “Teruskan Amina! Teruskan!” Matanya seperti orang mabuk. Lelaki itu terus mendesah. “Owh… aku cinta kamu Amina!” Dia terus menekan kepala Amina ke kemaluannya.Mertua kakaknya itu memang gila!Tenggorokan Amina seperti tersumpal daging yang kian menegang. Kemudian daging itu mengeluarkan cairan kental di dalam mulutnya. Tanpa sadar Amina menelannya. Rasa cairannya sangat menjijikkan!Perut Amina berontak dan berdesakan mau keluar. Dia tak tahan lagi dan berlari ke kamar mandi mengeluarkan semua isi perutnya. Setelah itu dia terduduk di lantai kamar mandi yang dingin. Namun, menyadari apa yang ditelannya tadi. Amina kembali muntah, hingga isi perutnya kosong. Gadis itu berdiri sempoyongan.Jazuli tak mengindahkan Amina. Dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-08
  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 7

    Bab 7 09082022 Ajeng lalu memeriksa Amina, demamnya sudah hilang dan dia tertidur pulas di kursi. Dengan kaki berjingkat dia lalu mengambil tasnya dan meninggalkan Amina sendirian di hotel menuju parkir di mana bapak mertuanya telah menunggu. Dari kaca spion, Jazuli tersenyum melihat menantunya berjalan dengan percaya diri menuju ke arahnya. Dia membuka pintu mobil dan membiarkan Ajeng masuk. “Bagaimana? Apakah pekerjaanmu sukses?” Ajeng menepuk dadanya. “Siapa dulu dong, Ajeng!” jawabnya bangga. “Obat tidurnya sudah bekerja. Amina sekarang sedang tidur pulas seperti orang pingsan. Apa Bapak mau ke kamar? Atau membawa Amina langsung?” Jazuli berpikir sebentar. “Berapa lama obat tidurnya bekerja?” “Sekitar 7 – 8 jam.” Ajeng telah mencampur kopi latte Amina dengan obat tidur sebelum ia memberikannya pada Amina. “Hmm, sebaiknya aku bawa dia langsung. Kamarmu di sebelah mana?” tanya Jazuli antusias. “Ujung. Bapak bisa langsung membawa mobilnya ke depan kamar, dan membawa Amina ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-09
  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 8

    Bab 8 09082022 Amina tidak tahu sudah jam berapa sekarang. Dia hanya berbaring terlentang di atas kasur menatap cahaya matahari yang melewati celah genting yang berlubang. Di sampingnya ada tas plastik yang berisi botol air mineral dan roti yang masih tersegel. Mulut Amina mengatup rapat, bibirnya kering. Kerongkongannya haus dan perutnya lapar. Namun, ia memilih untuk tidak menyentuh makanannnya. Biar saja dia mati. Ia tetap berada di posisinya menghadap ke langit-langit. Sesekali saja ia menoleh melihat tikus dan kecoa yang berlalu lalang di sampingnya. Kemudian satu ekor tikus, sebesar anak kucing berdiri di samping Amina. Tikus itu menatap Amina lama. Amina tersenyum kecut. “Jangan melihatku seperti itu Kus! Aku tak butuh dikasihani! Kalau kamu makan rotiku, ambil saja, dan biarkan aku sendiri!!” teriaknya seperti orang gila. Tikus besar itu hanya mencicit, seakan-akan dia mengerti kesedihan yang sedang merangkul gadis di depannya itu dan pergi dengan cepat melewati karung

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-09
  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 9

    Bab 9 10082022 “Kita sebaiknya pergi ke rumah Ajeng, Pak,” kata Sarmini kecewa, setelah anak pertamanya itu menutup telpon tanpa memberikan waktu kepadanya untuk bicara. “Baiklah Bu, tapi besok saja ya. Bapak belum ada uang untuk bekal ke sana.” Raut muka Sahlan tampak sedih. Ia belum tahu ke mana mencari uang untuk bekal ke rumah anaknya. “Iya Pak.” Sarmini mengerti. Gaji honorer mereka berdua sekitar 2 juta sebulan, dan setengah gaji harus mereka relakan untuk membayar cicilan pada Bank untuk biaya pernikahan Ajeng setahun lalu. Seminggu kemudian, pagi-pagi Sarmini dan suaminya sampai ke rumah Ajeng. Sambil menenteng kresek yang berisi sayuran dan pisang Sarmini mengetuk pintu rumah anaknya. “Assalamualaikum.” Wahyu membukakan pintu. “Waalaikum salam,” jawab Wahyu kaget menerima kedatangan kedua mertuanya. “Mari masuk, Pak, Bu…” dia mempersilahkan mereka masuk. Mata Ibu celingak-celinguk mencari Ajeng dan Amina. “Ajeng masih keluar beli sarapan Bu,” kata Wahyu. “Amina mana

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-10
  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 10

    Bab 10 10082022 Amina bergerak seperti robot menyapu lantai semen. Wajahnya pucat dan tirus dengan tulang-tulang menonjol. “Oww!” Amina menjerit tertahan. Ada sesuatu yang menendang perutnya. Gadis itu duduk di lantai lalu meraba perutnya. Perlahan, Amina teringat sudah lama tidak mendapatkan menstruasi. “Tidak!” Kepanikan menerkam otaknya. “Tidak! Aku tidak mau hamil!” Senyum yang dimiliki semakin musnah ditelan derita yang menghampirinya. Seperti kesetanan, perempuan itu berlari dan berguling-guling di ruangan pengap bekas gudang beras itu. Setelah capek, ia duduk dan memukuli perutnya. “Keluarlah kamu, jangan diam di tubuhku!” ratapnya melas. Amina memijat perutnya dengan keras. “Tolong bantu aku, aku tidak mau hidupmu sengsara sepertiku.” Janin yang ada di dalam perut Amina kembali menendang, membuat perempuan itu tersadar ada mahluk kecil di dalam perutnya. Amina menangis tergugu. Ia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya lagi. Ratusan kali dia berdoa meminta malaikat mau

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-11
  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 11

    Bab 11 11082022 Bayi perempuan itu menangis kencang. Amina menangis, bingung dan ketakutan. Tangannya gemetaran memegang bayi yang masih berlumuran darah. Dengan tali pusar yang masih melilit sang bayi, Amina berjalan tertatih-tatih membawa bayinya ke luar kamar mandi. Dia mencari benda tajam untuk memotong tali pusar. Mata Amina menyisir tiap sudut gudang. Saat ia didera rasa putus asa, ujung matanya menangkap benda berkilau di bawah tumpukan sak berisi sekam. Gadis itu mengambilnya dan ia memekik kecil mengetahui benda itu adalah sebuah pisau! Bergegas Amina membersihkan pisau itu dengan baju daster yang di pakainya. “Bismillah!” Ia memotong tali pusar putrinya dan membungkus bayinya dengan kain panjang, setelah sebelumnya ia bersihkan darah yang menempel di tubuh anaknya dengan air mineral. Secara naluri Amina langsung menyusui bayinya. Bayi itu menyusu dengan begitu kuatnya. Rasa sakitnya telah hilang, berganti dengan rasa lelah. Sambil menyusui bayinya, ia terkantuk-kantuk

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-11
  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 12

    Bab 1212082022Amina mengibas-ngibaskan kain di atas bayinya. Mulutnya menggerutu kesal pada nyamuk yang menyerang tubuh bayinya. Ia kasihan sekali, muka Ayang merah-merah. Karena Ayang tidak memiliki pakaian, maka ia menggunakan kaosnya.Nyamuk di dalam gudang beras besar-besar dan ganas-ganas. Gigitannya menyakitkan, meninggalkan jejak merah. Dulu badan Amina menjadi sasaran empuk mereka, tapi setelah lama tinggal di situ badannya mulai kebal.Tapi tidak untuk Ayang. Bayi itu baru beberapa hari dilahirkan. Kulitnya teramat sensitif. Otak Amina berpikir bagaimana menyelamatkan Ayang dari serangan nyamuk.Setelah menidurkan Ayang, Amina menemukan ide. Dia membuat tudung bayi dari karung beras yang tidak terpakai dan menjalinnya dengan tali rafia yang ia temukan. Kemudian ia merangkai kayu-kayu sisa tatakan beras menjadi sebuah kotak untuk tempat tidur Ayang.Amina menaruh sekam, dan di atasnya ditutupi dengan karung goni, setelah itu ia tutup lagi dengan kaosnya yang sudah robek lalu

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-12
  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 13

    Bab 13 13082022 Ajeng mengancamnya! Jazuli tersenyum sinis menatap menantunya dingin. Rakus juga kau! Kau pikir aku takut dengan ancamanmu? pikir lelaki tua itu. “Setelah ini, apa Ibu masih ingin shopping?” tanya Jazuli mengalihkan perhatiannya. “Sekalian kita ajak Ajeng dan Wahyu?” “Gak usah Pak, kita pulang saja. Ibu males belanja dengan Ajeng. Dia belanjanya lama, muter-muter gak karuan. Ibu nanti yang capek.” Sri menolak secara frontal. “Ya sudah, kalau gitu kita pulang.” “Sebentar Pak, makanan ini siapa yang bayar?” tanya Ajeng. Sri melotot. “Ya Allah Jeng, kamu pelit banget sama mertua sendiri!” Wahyu menengahi, otaknya dia sudah buntu menghadapi kelakuan Ibu dan istrinya. “Ma, Papa yang bayar. Apa itu menjadi masalah buat Mama?” “Ya gak gitu juga sih Pap, kan yang ngajak makan malam, Bapak. Mestinya Bapak yang bayarin makanannya, bukan kita.” Ajeng membela dirinya. Jazuli mendengkus kesal ke arah Ajeng. “Sudah jangan ribut! Biar Bapak yang bayarin makanannya.” Jazuli

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-13

Bab terbaru

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 178 – Last Episode

    Bab 178 – Last Episode Jantung Amina serasa mau berhenti, wajahnya seketika memucat melihat Mama dan Neneknya Eril hadir di sana. Wanita itu melepaskan pelukannya. “Kenapa kamu memeluk Amina di sini? Lebih baik bawa Amina ke KUA. Jangan bikin malu orang tua!” kata Iswati bengis. Sontak, Amina terkejut. “Kejutan apa lagi ini, Rey?” tanyanya kebingungan. Reynard, Bu Hesti, Pak Mulyadi, dan Diana bertepuk tangan. “Luar biasa sekali acting Bu Iswati ini. Cocok jadi pemeran antagonis,” ucap Pak Mulyadi bersemangat. “Hesti, kamu mestinya ambil dia untuk salah satu sinetronmu?” Bu Hesti tertawa. “Urusan talent, aku kan pakarnya. Bu Iswati sudah aku kontrak. Baru saja kami menandatangi surat – suratnya.” Iswati tersenyum malu. Amina semakin bingung. “Ril… tolong jelaskan semua ini kepadaku?” “Biar saya yang menjelaskan,” kata Bu Hesti. “Amina, seperti yang saya bilang sebelumnya. Saya mempunyai dua kejutan. Yang pertama adalah kembalinya Eril bersama kita. Dia sangat mencintaimu,

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 177

    Bab 177 Amina mengenakan baju terbaiknya. Ia mematut dirinya lama sekali di depan kaca. “Ibu sudah cantik, kok,” kata Ayang geli, melihat sikap ibunya yang bolak – balik menatap cermin. “Benarkah? Ibu merasa kurang pede,” kata Amina. “Yang dikatakan Ayang benar. Ibu cantik sekali.” Bik Susi mengacungkan dua jempolnya. Hari ini ia tidak berjualan dengan Amina, karena Reynard mengajak semuanya pergi. Fahri yang telah berpakain rapi lalu memotret sang Ibu dan memperlihatkannya pada Amina. “Ibu cantik!” Anak itu tersenyum bahagia. Amina tersipu, mendapat pujian dari keluarganya. “Ngomong – ngomong, Reynard mau mengajak kita kemana ya, Bik?” Baru saja Amina selesai bertanya, Reynard sudah muncul di depannya. Pakaian dia rapi dan wangi. “Aku akan membawa kalian ke tempat spesial,” jawab Reynard dengan senyum lebar. “Apa kalian semua sudah siap?” “Sudah dong.” “Kalau begitu, mari kita berangkat.” “Mas Rey, kita mau naik apa?” tanya Bik Susi. “Naik mobil dong, Bik. Masak mau naik

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 176

    Bab 176“Bagaimana kami percaya? Kamu bisa saja mengelak dengan cara menuduh orang lain?” kata Reynard.“Aku juga tidak percaya dengan kalian. Siapa tahu Eril juga berbohong supaya dia tidak mau bertanggung jawab pada Dokter Kartika.” Vincent membela diri.“F*ck,” cetus Eril gusar. “Kita berdua sama – sama terjebak, dan satu – satunya cara kita harus mendatangi datang ke Jember dan menemui Dokter Kartika dan memintanya mengaku siapa lelaki yang harusnya bertanggung jawab.”“Hmm… sorry, pekerjaanku banyak. Aku tidak bisa ikut kalian.”Reynard menyeringai. “Boleh saja kamu begitu, dan aku tinggal menyebarkan soal hubunganmu dengan Dokter Kartika ke media, beres kan?” Ia mengancamnya. “Aku juga tahu, sugar mommymu.”Gigi Vincent gemeretuk. Dia tidak bisa mengelak lagi.***“Dokter Tika, aku kecewa dengan dirimu. Tak kusangka, kamu bisa senekat itu untuk mendapatkan apa maumu. Kamu rela menghancurkan sahabat baikmu sendiri, dan sekarang meminta pertanggung jawaban aku.” Eril menatap mata

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 175

    Bab 175“Apa kamu yakin ini cara yang akan kamu tempuh, akan membuat Dokter Kartika mengaku?” Reynard menatap Eril dengan was – was. Lelaki itu selalu membuatnya khawatir.“Bagaimana aku tahu, jika aku tidak mencobanya?” jawab Eril datar. “Sumpah demi Allah! Aku tidak pernah meniduri Dokter Kartika, dan sekarang dia meminta aku bertanggung jawab atas kehamilannya.”Pria itu mendengus, kemudian mengambil rokok dan menyalakannya. “Atau kamu punya ide lain?”Reynard menyalakan rokok dan menghembuskannya pelan ke udara. Mereka masih di salah satu café di bandara. Rencananya, Eril mengajaknya ke Jember, menemui Dokter Kartika dan menyelesaikan masalahnya. Setelah itu barulah ia mau bertemu dengan keluarganya dan Amina. “Aku ragu, jalan yang kamu tempuh akan berhasil, mengingat Dokter Kartika itu licik. Jujur aku tidak menyukainya.” Reynard melihat Eril.“Apa kamu tahu, dia menjelek – jelekkan Amina ke media, ke ibumu. Selain itu dia juga menjadi mata – mata Jazuli bersama Amel. Dia perna

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 174

    Bab 174Eril terhenyak. “M-maksudmu? Amina tidak jadi artis lagi?”Adrien menggeleng. Dia lalu mengajak Eril duduk di living room lalu menceritakan apa yang didengarnya dari Reynard.“Amina bahkan melarang Reynard untuk mengambil mobilmu, meskipun hidupnya sengsara.” Perempuan itu memandang Eril, dengan sendu. “Karena dia sangat mencintaimu Ril.”Mendengar cerita kelabu Amina, Eril menggigit bibirnya. Dadanya dihantam rasa bersalah tidak bisa melindungi perempuan itu.“Aku juga menemui Ibu dan nenekmu, mereka mengharapkan kehadiranmu dan tanggung jawabmu pada Dokter Kartika,” lanjut Adrien. Kedua matanya nanar memandang Eril.Eril memberikan respon. “Tanggung jawab apa? Aku tidak punya hutang apapun kepada Dokter Kartika.”“Apa hubunganmu dengan Dokter Kartika?” tanya Adrien hati – hati. Ia khawatir pertanyaan menyinggung hati Eril.“Teman biasa. Aku mengenalnya karena dia adalah Psikolog Amina. Justru Amina yang dekat dengannya?” Eril menjelaskan.Adrien mengambil napas. “Aku serius

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 173

    Bab 173BRAKHesti membuka pintu kantor dengan kasar. “Diana!” Ia memanggil sekretarisnya dengan nada melengking tinggi.Diana yang sedang berada dalam toilet, kaget dan buru – buru menghadap Hesti.“Ada apa, Tante?” jawabnya gugup dengan dengkul gemetaran. Baru kali ini ia melihat Tantenya itu sangat marah dan frustasi.“Kenapa kamu tidak pernah memberitahu saya soal Amina? Apa yang kamu kerjakan selama ini?” Hesti melemparkan tas Hermes miliknya ke kursi.Bola mata Diana berputar kemudian naik ke atas, mengingat – ingat kejadian. “Bukankah Tante yang meminta saya, untuk tidak membicarakan soal Amina?” Ia ingat betul, beberapa waktu lalu, Hesti marah besar kepadanya. Gara – gara dia memberikan titipan Amina dari satpam RTV.Hesti kelihatan menghela napas berat. Dia merasa tertohok dan menjadi orang jahat. Diana, tak bersalah, ia saja yang suka memarahinya. “Mana titipan Amina?” tanyanya parau. Ia ingat pernah meminta sekretarisnya itu untuk membuang titipan Amina.Bergegas Diana menu

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 172

    Bab 172 “Hih, najis aku ke rumahmu,” sahut wirda jutek. Seketika dirinya muak melihat Amina yang masih kelihatan cantik meski dengan sandal jepit dan pakaian sederhana. Amina tersenyum tipis. “Terserah!! Aku tidak mau memaksa. Asal kamu tahu, Bapakmu sudah menyiksaku selama 6 tahun, dan itu sudah cukup menimbulkan trauma berat. Meskipun aku melarat, tak sudi aku mau merebut suami orang.” Perempuan itu menghela napas pendek. “Daripada kamu menuduh sembarangan, lebih baik telepon suamimu sekarang dan tanyakan apakah dia punya selingkuhan bernama Wirda?” Ia menduga arwah gentayangan yang menemuinya semalam adalah selingkuhan suami kakaknya Wahyu. Mereka memiliki nama yang sama. Wajah Wirda tegang, urat di mukanya menonjol sehingga membuat wajahnya kian tua. Gigi perempuan itu gemeretuk menahan emosi. “Bangsat! Kamu sekarang malah berani menyuruhku!” katanya kasar. “Mba, tahan emosimu, lebih baik kita tengok Bapak sekarang.” Wahyu menyeret tangan kakaknya menjauhi Amina. “Amina, maa

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 171

    Bab 171 Amir, teman Abah Anom mendekati tubuh Jazuli. Ia menaruh tangannya di depan hidung pria itu. “Dia masih bernapas,” katanya. Lelaki itu melihat ke Abah Anom dan Amina. “Selanjutnya, kita apakan dia?” “Amina, Abah menunggu perintahmu. Jika kamu mau dia mati, anak buah Abah bisa menghabisinya dan membuangnya ke tempat yang tak terdeteksi. Kedua orang itu sangat professional.” Dengan tenang Abah Anom mengatakannya. Lelaki itu dulu terkenal sebagai jawara di kampungnya. Ia ditakuti banyak orang. Amina bergidik mendengar penjelasan tuan rumahnya. Sebenci – bencinya dia pada Jazuli, dia takkan mau menorehkan sejarah sebagai otak pembunuh. “Kita bawa dia ke rumah sakit saja. Nanti saya akan hubungi keluarganya.” Amir dan temannya menggeleng – gelengkan kepala dengan kebaikan hati Amina. Padahal nyawa perempuan itu tadi terancam, tetapi dia malah menolong orang yang mengancam hidupnya. Abah Anom tersenyum kecil. Dia menepuk pundak Amina dua kali. “Kamu memang wanita baik. Abah kag

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 170

    Bab 170 Serta merta Jazuli menerkam Amina hingga perempuan itu terjatuh ke lantai. Kemudian ia menciumi wanita itu dengan penuh nafsu. “Sudah lama aku menginginkan kamu Amina sayangku!” Kedua tangannya menekan tubuh Amina hingga perempuan itu sulit berkutik. Bau jigong menyeruak dan menusuk hidung Amina. Perut wanita itu bergolak hebat, pingin muntah entah antara rasa jijik dan putus asa. “Lepaskan aku. Aku janji akan membayar hutangmu segera!” Amina meronta berusaha melepaskan cengkeraman Jazuli dan menghindari serangan ciuman Jazuli yang membabi buta. Napas perempuan itu ngos – ngosan. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan pria gaek itu. Jazuli tertawa terbahak – bahak. Semakin Amina melawan, nafsu binatangnya itu kian menggelora. “Aku tidak butuh uangmu, cantik! Aku hanya butuh kamu!” Ia merasa dirinya menang dan berusaha menindih Amina. Tatapan pria itu kian liar menelusuri wajah cantik Amina. Melihat posisi Amina yang terancam, Fahri mengambil tongkot bisbol. Ia men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status