“Begitu ceritanya, Tuan Capri. Saya tidak tahu mengapa Tuan Robin jadi sering marah pada semua orang yang memujinya, padahal Anda tahu sendiri jika Tuan Robin orang yang cukup tenang setiap kali menghadapi apa pun, juga tidak pernah menolak pujian meski tidak terlalu menyukainya,” ungkap Antonio.“Mungkin orang-orang itu sudah membuat Robin marah.”“Tidak, dan hanya itu. Terkadang, Tuan Robin sedikit tersenyum sambil melamun, dan itu sungguh mengerikan.”Capri tampak berpikir keras. Dia mengetuk-ngetuk pena di atas map selagi memikirkan beberapa kemungkinan yang mendasari perubahan Robin.Robin memang tidak biasa tersenyum, apalagi sambil melamun. Pasti ada hal besar yang menimpa hidupnya.“Saya takut jika perubahan Tuan Robin akan berakibat buruk pada rencana kita,” imbuh Antonio, akhirnya berhasil mengungkap semua kegelisahannya.“Apa sebelumnya Tuan Robin bertemu dengan … seseorang dari masa lalunya?”Antonio mengingat sejenak. Dia selalu bersama Robin sepanjang hari. Seluruh waktun
“Bersihkan lantai ini dengan benar!” bentak Robin.Antonio yang melihat kejadian itu semakin resah. Perilaku Robin menjadi lebih aneh dan berbeda. Robin memang terlihat galak bagi sebagian orang, namun di mata Antonio, Robin adalah pria baik hati yang berjasa besar di hidupnya. Robin tak pernah marah tanpa alasan yang jelas, seperti yang baru saja disaksikan Antonio.“Maaf, Tuan. Saya akan segera mengepel ulang,” balas si pelayan, diabaikan Robin yang terus berjalan.“Antonio, istirahatlah. Kau sedang sakit, bukan?” titah Robin ketika Antonio berhasil menyusulnya.Antonio sangat menghargai perhatian Robin. Akan tetapi, mengapa Robin bicara dengan nada sinis seakan sedang menyindir dirinya?‘Apakah Tuan Robin tahu jika aku telah menipunya?’ batin Antonio cemas.“Baik, Tuan.”Antonio tak tahu jika Robin sinis padanya hanya karena iri. Poppy bahkan tak pernah mencemaskan dirinya, justru selalu takut padanya.***Pada saat makan malam tiba, Robin Luciano sudah duduk tenang di ruang makan,
“Antonio Russo … beraninya kau mengkhianatiku …,” geram Robin. Dia mengepalkan tangan dengan sepenuh kekuatannya sampai membuat badannya sedikit gemetar.Manik amber Robin berkilat penuh amarah. Tatapannya lurus ke arah luar pintu kaca yang tertutup.Antonio, orang kepercayaan nomor satu Robin Luciano, mengatakan bahwa dirinya sedang sakit. Namun, dia malah marayu Poppy selagi duduk mesra di satu bangku yang sama. Bahkan, Antonio terlihat sedang tersenyum pada istri Robin!“Dia tidak pernah tertawa waktu menonton film komedi,” gumam Robin.Robin membuka pintu dengan tegas. Dia kemudian melangkah mendekati kedua orang yang sedang berselingkuh dan akan memergoki mereka. Akan tetapi, mendadak langkahnya terhenti.Dia berkedip singkat ketika mendengar suara orang-orang lain bicara. Rupanya, Poppy dan Antonio tidak hanya berdua. Ada Donna yang duduk di antara mereka.Lucia dan empat pengawal duduk di bangku yang berhadapan-hadapan di antara meja kayu panjang. Mere
Poppy duduk di ruang tamu lantai dua yang berlokasi di depan kamarnya, menantikan kedatangan Capri yang sudah membuat janji dengannya. Manik hitamnya menatap ke arah luar jendela pada langit sore yang cerah, menunjukkan matahari akan tenggelam.‘Semalam sangat menyenangkan. Ini pertama kalinya aku berpesta dengan orang lain,’ batin Poppy, bersemangat memikirkan acara yang akan disiapkan Donna selanjutnya.Suara langkah kaki mengalihkan perhatian Poppy ke arah pintu. Capri muncul tak lama kemudian. Dokter itu menyapa Poppy dengan senyuman khas. Poppy lantas berdiri untuk menyambutnya.“Anda terlihat lebih baik dari sebelumnya, Nyonya,” tutur Capri sopan. Meski tahu latar belakang Poppy yang hanya dibeli Robin, Capri tak pernah meremehkannya.“Ya. Akhir-akhir ini saya banyak istirahat dan bersenang-senang.” Poppy ingin sedikit pamer dengan pengalaman barunya.Poppy mengira jika Capri sedang membicarakan masalah kesehatannya yang lalu, ketika dia jatuh pingsan. Namun, Capri sebenarnya s
Poppy mendadak ragu. Dia ingin punya banyak teman, tetapi enggan bicara dengan Robin terlebih dulu atau mengganggu kesibukan suaminya itu. “Anda sepertinya tidak senang,” ujar Capri membuyarkan lamunan Poppy. “Bukan begitu, Tuan, tetapi Anda bisa langsung mengajak putri Anda ke sini.” Robin tak melarang Poppy berteman dengan siapa pun. Asalkan Poppy tak dekat dengan pria lain yang akan merusak reputasinya. “Tidak bisa, Nyonya. Saya pernah mendengar dari Tuan Antonio jika Tuan Robin sekarang tidak mengizinkan orang datang ke sini tanpa izin darinya secara langsung.” ‘Mungkinkah karena ada aku? Tuan Robin pasti takut jika orang-orang luar tak sengaja mengetahui identitasku yang sebenarnya,’ tebak Poppy dalam hati. “Saya tidak akan memaksa jika memang Anda keberatan berteman dengan putri saya.” Meskipun diucapkan dengan tenang, namun ucapan Capri membuat Poppy kembali merasa bersalah. Capri berdiri sambil tersenyum sendu. Menunjukkan kekecewaan samar karena sudah dua kali Poppy tak
Robin tidak terlihat terburu-buru, tetapi langkahnya sangat lebar dan cepat. Mulutnya menggerutu karena panggilan yang mengganggu, namun dia sampai tak memedulikan air dari badannya yang menetes hingga membasahi karpet di setiap langkahnya.Selain tak memakai handuk karena ingin segera mengangkat telepon istrinya, Robin juga lupa jika shampo di rambutnya belum dibilas air, serta tak memperhatikan busa yang hampir menutup mata kirinya.Tangan basah Robin segera meraih ponsel. Namun, karena tangannya licin, dia menjatuhkan ponsel di lantai.“Ah!! Sial!” teriak Robin murka. Busa dari rambutnya jatuh ke mata hingga terasa pedih. Deringan telepon pun berakhir, sebelum akhirnya menyala lagi. Kali ini, Robin langsung menjawab telepon sambil menyeka busa shampo yang turun di wajahnya.Mata Robin berkedip-kedip untuk menyingkirkan rasa perih. Hingga dia tak begitu memperhatikan nama si penelepon.“Apa kau mencoba membuatku marah?!” bentak Robin tanpa basa-basi. Dia sudah pura-pura tak terburu-
Robin selesai mandi dengan cepat hanya karena ingin segera mengetahui tujuan Poppy meneleponnya. Siapa tahu tamunya bertemu dengan Poppy dan mencurigai identitas aslinya, atau mungkin Poppy telah melakukan kesalahan besar dan akan meminta maaf padanya. Robin tak berpikir jika dia memang senang ditelepon istrinya. Dia juga enggan mengakui bahwa hati kecilnya sangat penasaran apakah Poppy merindukannya?Setelah ke ruang makan hanya melihat perempuan cantik yang adalah tamunya itu makan malam sendirian, Robin langsung menyuruh Antonio mencari keberadaan Poppy. Hanya dalam hitungan detik, Antonio segera memberi tahu keberadaan Poppy.Dan di sinilah dirinya sekarang. Menguping pembicaraan Poppy dari samping kediaman yang tak jauh dari tempat Poppy berada.“Antonio, apa pengawal kita selalu bersikap menjijikan seperti itu?”Antonio menelan ludah susah payah. “Saya akan menegur mereka, Tuan. Haruskah saya memanggil mereka kemari sekarang?”“Tidak. Biarkan mereka istirahat sesuai jadwal,” bal
Mulut dan mata Antonio terbelalak ketika menyadari bahwa dirinya salah menyusun kata-kata hingga kalimat yang keluar dari mulutnya persis seperti isi hatinya. Dia ingin berhenti, namun tatapan bengis Robin Luciano membuat mulutnya bergerak dengan sendirinya. “Saya ingin melindungi Nyonya Poppy dari Anda ….” Suara Antonio semakin pelan. Mereka diam untuk beberapa saat, seakan-akan sedang mencoba untuk memercayai indra pendengaran mereka masing-masing. Hingga akhirnya, Robin berbalik meninggalkan Antonio yang tercengang pada dirinya sendiri. “Tuan …,” panggil Antonio lirih, tak berani menyusul Robin. Namun, dia tetap berjalan pelan di belakang Robin dengan jarak yang cukup jauh. Di lain sisi, Robin sangat kecewa kepada tangan kanannya. Antonio Russo bukan orang biasa yang asal dia percayai. Mereka sudah mengenal selama lima belas tahun! Akan tetapi, orang yang sangat Robin percaya telah mengkhianatinya. “Tuan, saya tidak bermaksud mengatakannya,” ucapan Antonio yang nyaris tak terde
“Wah, aku menunggu kakak iparku, kenapa malah kakakku yang datang?” sambut Rafael dengan nada kecewa yang dibuat-buat.Ketenangan Rafael justru membuat Robin sedikit resah. Dia pikir, Rafael akan kecewa setelah melihat kemunculannya, bukan Poppy. Akan tetapi, Rafael hanya duduk di kursi, tanpa memperlihatkan kekagetan.Kendati demikian, Robin menunjukkan ketenangan. Rafael mungkin hanya menyembunyikan kegelisahan.“Sayang sekali, kau tidak bisa mencuri milikku, Rafael.”“Milikmu apa yang kau maksud? Istrimu atau kerajaan mafiamu?” Rafael menyeringai. “Katakan yang jelas, karena aku menginginkan keduanya.”Robin mengepalkan tangan, menahan diri agar tak gegabah menghadapi Rafael. Melihat keyakinan adiknya, Robin yakin bahwa Rafael telah menyiapkan sesuatu.“Aku sedang sangat sibuk. Katakan apa maumu yang sebenarnya?”Rafael terkekeh sampai memegang perutnya, menganggap pertanyaan kakaknya sangat menggelikan. “Kau benar-benar seperti kakek kita, Robin, selalu menganggapku sedang bermain
Robin Luciano telah mendapat kabar bahwa Alice sudah menggantikan istrinya di kamar, Poppy juga telah berada di luar bahaya. Dia tak akan ragu lagi menggunakan senjata, melangkah tegas bersama para pengawal.“Bangun! Sudah saatnya menjebak tikus-tikus sialan itu!” Para pengawal yang tadinya dikabarkan pingsan di dekat gerbang, langsung berdiri tegak setelah mendengar perintah Robin, sandiwara mereka berakhir. Mereka lalu mengikuti di belakang pengawal Robin yang lain.Robin menyeringai dalam kegelapan. Para penyusup itu mematikan listrik sehingga tak ada pencahayaan.“Untung saja aku mengikuti ucapan Antonio.”Saat dalam perjalanan pulang, Robin mendapat informasi baru mengenai pergerakan Rafael dan sekutunya. Dia segera menyiapkan perangkap setelah tahu bahwa Rafael akan mempercepat rencananya.Suara tembakan masih terdengar di dalam kediaman. Namun, Robin tak sedikit pun khawatir. Dia sudah menambah jumlah pengawal khusus tanpa ada yang tahu, serta menyuruh pengawal lama untuk meng
Poppy terbelalak kaget, dadanya berdebar kencang. Dia ingin berteriak, tetapi tangan seseorang membungkam mulutnya.“Poppy, jangan berteriak dan bicara dengan pelan,” bisik Alice.Poppy melirik ke samping, melihat Alice berjongkok di dekat ranjangnya dengan ekspresi serius. Kemudian, dia mengangguk sebagai jawaban.Saat ini, waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Alice biasanya tidur lebih awal, tetapi sekarang tiba-tiba muncul di kamarnya yang seharusnya telah dikunci dari dalam.“Apa yang kau lakukan di sini, Alice? Bagaimana kau bisa masuk?” tanya Poppy sembari duduk.“Dengarkan aku baik-baik, Poppy. Segera temui Nyonya April di lantai satu lewat balkon kamar ini.”“Ap–”Alice kembali membekap mulut Poppy yang akan berteriak. “Ada tangga tali yang sudah kusiapkan di pagar balkon untuk berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu. Turunlah dengan tangga itu dan jangan menimbulkan suara.”“Kenapa? Apa yang terjadi?” bisik Poppy dengan suara panik.“Ada penyusup memasuki rumah ini. Semua
“Tuan Larry!” seru Poppy ternganga. Dia celingukan di sekelilingnya. Beruntung, tak ada orang yang mendengar.‘Tunggu, kalau dia tahu kejadian itu ….’ Wajah Poppy sontak merah padam ketika mengingat Robin pernah menghukumnya di elevator!“Waktu itu aku sedang memperbaiki sandi elevator. Hanya hari itu saja aku tidak sengaja mengintip.”Tampaknya, Larry tahu apa yang pernah terjadi di ruang sempit itu. Dia pasti dapat mencium aroma dari cairan cinta yang tertinggal ketika akan menemui Stefan yang saat itu masih mendiami lantai tiga.Namun, Poppy tentu tak akan menyadarinya. Dia mengurut dadanya, lega karena kejadian memalukan itu tak terlihat siapa pun.“Bukankah kau tadi bilang, aku tidak boleh membicarakan tentangmu. Mengapa kau ikut masuk?” tanya Poppy ketika masuk ke bangunan utama kediaman.“Aku akan menemui ibu palsumu. April adalah teman baikku. Ada yang ingin kubicarakan dengannya.”“Ya ampun, kau selalu membuatku terkejut!”“Kau pasti akan terkejut lagi setelah tahu kalau dia
Robin masih melihat foto surat Rafael untuk istrinya. Dia tampak bimbang membuat keputusan.“Tuan, rencana besar kita akan dimulai dua hari lagi. Anda bisa mengurus Rafael, sementara saya yang akan memimpin keberangkatan ke Pulau Solterra.” Antonio menunjukkan tekad yang besar dari sorot matanya.Antonio adalah sosok yang dapat dipercaya. Dalam kondisi apa pun, dia masih bisa menjaga ketenangannya. Namun, Robin sedikit khawatir jika Antonio akan meluapkan emosinya ketika penyerbuan dimulai.Ketika Robin datang ke Pulau Solterra malam itu, dia dapat melihat tatapan tajam Antonio saat mendekati Saul, seperti ingin mencekiknya dengan kedua tangannya sendiri. Mungkin karena Saul sedang menyembunyikan Poppy di balik punggungnya, Antonio menahan kemarahannya waktu itu, pikir Robin.“Tidak. Aku akan pergi ke sana bersamamu.”“Tuan, Anda juga tahu jika saya tidak akan berbuat sembarangan hanya karena dendam pribadi saya. Saya bersumpah tidak akan mengacaukan rencana Anda,” ucap Antonio bersun
“Aku aku pernah meyakini jika Nyonya Sienna tidak pernah berselingkuh. Dari sifatnya, kau juga bisa menebak itu, bukan?”Poppy mengangguk.“Tapi, ada saksi mata yang melihat perselingkuhan mereka. Dia adalah Rod, tangan kanan Tuan Dante, sebelum digantikan Luca. Selain itu, ada bukti hasil tes DNA yang menyatakan bahwa Tuan Rafael bukan anak kandung Tuan Stefan.”“Tapi, Tuan Dante bisa memalsukan hasil tes seperti itu dengan mudah, apalagi waktu itu belum maju seperti sekarang. Robin bahkan bisa membuat identitas baru untukku dalam semalam.”Raut wajah Larry yang sebelumnya tenang, kini terlihat keruh, membayangkan masa lalu pahit tuannya. “Kau benar. Aku bisa menyelidikinya lebih dalam, tapi Nyonya Sienna tiba-tiba menghilang, serta meninggalkan pesan bahwa dia sudah tidak bisa hidup bersama dengan Tuan Stefan karena tidak mencintainya lagi … sekaligus membenarkan perselingkuhannya dengan salah satu pengawal kediaman.”“Mustahil …,” gumam Poppy kecewa.“Tuan Stefan pasti mengatakan pa
Poppy kembali bingung. Apakah Larry berada di pihak Rafael? Namun, sudah jelas jika Stefan mengatakan membenci putra bungsu yang bukan darah dagingnya.“Pengawal Robin di depan pasti akan melapor padanya kalau tahu kau datang dari luar. Aku akan mengantarmu.”“Tunggu sebentar.” Poppy mencegah Larry yang akan berdiri. “Bisakah … kau memberi tahuku … di mana Nyonya Sienna saat ini?”“Mengapa kau ingin tahu?”Meski telah mendengar dari Stefan, tetapi Poppy masih penasaran apakah ucapannya benar atau hanya efek dari kejiwaannya yang terganggu. Poppy ingin tahu dan mencari solusi agar bisa menyembuhkan luka di hati suaminya.“Aku hanya ingin mengenal Robin lebih dalam. Dia tidak akan mengatakannya padaku. Kuharap, dia bisa membagi luka di hatinya denganku.”Larry dapat melihat dengan jelas pipi Poppy merona. Dia tersenyum samar, kembali duduk dengan santai.“Kalau kau tidak keberatan mendengarkanku dan menyimpan rahasia ini dari siapa pun.”Poppy segera mengangguk. Larry lalu mulai berceri
Larry baru kali ini bertatap muka dengan Poppy dalam jarak yang cukup dekat. Rupanya, ada alasan khusus mengapa Robin memilih wanita ini, pikirnya. Perawakan dan rambut Poppy hampir mirip dengan Sienna. “Kau … siapa? Mengapa kau ada di sini?” Stefan mendadak sadar jika Poppy bukanlah istrinya.Saat ini, Poppy dan Stefan bersimpuh di lantai. Mereka baru selesai menenangkan diri setelah menangis cukup lama. ‘Mungkinkah dia terlalu banyak menangis sehingga pandangannya menjadi jernih dan melihatku bukan sebagai istrinya lagi?’ batin Poppy bertanya-tanya.“Aku bertanya padamu! Jangan membuatku mengulang pertanyaanku dua kali! Apa kau gadis bayaran papaku untuk menggodaku?!” sergah Stefan. Caranya membentak, bahkan kalimatnya sangat mirip dengan putranya.“Saya adalah menantu Anda. Istri Robin Luciano.”Poppy melirik ke arah Larry yang sudah membuka mulut akan mencegahnya menjawab jujur. Seharusnya Poppy tidak mengatakan identitasnya, sebab Stefan masih menganggap Robin masih seperti bel
Poppy ternganga, panik bukan main hingga membeku di tempat. Dia tak sempat bereaksi dan hanya memejamkan mata dengan erat ketika Stefan sudah berada di hadapannya, seakan-akan ingin menusuknya.“Pengawal sialan! Kau berani menyentuh istriku, hah?! Aku akan membunuhmu!”“Hentikan!” jerit Poppy dengan suara melengking tinggi. Dia segera membuka mata ketika tak mendengar pergerakan di sekitarnya.Stefan yang sudah berada di dekatnya, hampir menusuk pengawal yang tetap diam dengan tenang, tiba-tiba berhenti bergerak setelah mendengar teriakannya. Pisau dapur di tangan Stefan langsung terjatuh dari genggaman, beruntung tak mengenai kakinya.“M-maaf … aku tidak bermaksud berteriak …,” sesal Poppy, takut membuat Stefan semakin marah. Poppy mundur perlahan, menatap salah satu pengawal untuk meminta pertolongan. Namun, tak ada yang mendekat atau hanya terlihat ingin menolongnya.Para pengawal itu tetap waspada meski diam saja. Mereka tak mau membuat kemarahan Stefan semakin menjadi-jadi.Stef