Apakah Robin yang mengintip Poppy menangis di depan lukisan ibunya? Kok bisa tau? 😱
Robin telah memutuskan akan membantu Poppy sembuh dari trauma dan tak punya lagi pikiran untuk menggantikan Poppy dengan wanita lain. Setelah berpikir panjang, menikah lagi untuk mendapatkan kekuasaan dari kakeknya akan membuat masalah semakin rumit. Namun, Poppy malah memilih Alice daripada dirinya? Hah! Robin hanya bisa tertawa dalam hati. ‘Tidak semudah itu kau bisa kabur dariku!’ Langkah Robin penuh percaya diri ketika dia meninggalkan Poppy. Dia tampak sangat menikmati ekspresi terkejut yang ditunjukkan istrinya, sampai lupa sejenak jika dia harus segera ke kantor. “Anda tahu tentang lukisan itu?” Poppy kembali menyusul Robin. “Tuan, katakan pada saya, siapa yang telah menjual lukisan itu?” Ketakutan Poppy akan Robin Luciano tak lebih besar dari rasa ingin tahunya tentang keluarganya. Dia sampai berani menarik lengan Robin agar berhenti untuk bicara dengannya, tatapannya pun berusaha melihat mata Robin yang lurus ke depan. Namun, Robin tetap tak berhenti melangkah. “A
“Kenapa Kakek tidak bilang dulu sebelum datang?” tanya Robin, mencoba untuk mengalihkan pertanyaan Dante. Robin yakin jika Dante hanya mendengar percakapan terakhirnya dengan Poppy setelah mencerna pertanyaan Dante. Jika Dante benar-benar mengetahui situasinya dengan Poppy, dia tak akan bertanya. “Kau seharusnya ada di kantor sekarang! Dan aku tidak berkewajiban melaporkan setiap kegiatanku padamu!” Dante menunjuk Robin menggunakan tongkat jalan, tepat di depan wajahnya. “Apa kau menipuku dengan menyewa perempuan ini untuk kau jadikan istri?!” “Omong kosong apa yang kau katakan, Kakek? Untuk apa aku menikah dan membuat hidupku rumit jika hanya untuk menipumu?” sanggah Robin sambil menyingkirkan tongkat dari depan wajahnya. Dante memicingkan mata, tak terlihat percaya sedikit pun dengan Robin. “Jadi, kau mengaku jika hidupmu rumit karena berpura-pura menikah?!” Robin menghela napas kasar. “Ya, hidupku rumit karena menikah, tetapi aku tidak pura-pura menikah dengannya. Aku bisa menu
“Bagaimana aku tidak marah kalau rapat penting denganmu tertunda karenanya?”Robin enggan berdebat dengan kakeknya. Lagi pula, memang benar dia terlambat menghadiri rapat karena Poppy. Dia pikir, Dante tak akan marah kepada Poppy karena mereka tak cukup dekat. Tak masalah jika dia mengkambinghitamkan Poppy. Terlebih lagi, Robin cukup kesal karena Poppy mulai berani melawannya.“Tidak, Kakek! Robin bohong! Aku tidak pernah mencegah Robin pergi ke kantor! Dia sendiri yang tiba-tiba datang dan malah duduk santai mengganggu kesenanganku!” Kali ini, Poppy mengatakan hal sesungguhnya, sekaligus meluapkan isi hatinya. Dia semakin takut setelah melihat raut wajah Dante mengeras, tak ingin mengalah atau terkena kemarahan Dante.Robin tertawa tanggung dan tak percaya. Perempuan yang selalu berlagak seperti tikus kecil yang terpojok dan tak berdaya, kini berani menuduhnya di depan Dante. “Wah, wah, kau benar-benar pintar membual!”Rahang Dante berkedut sambil menatap Poppy dan Robin bergantia
“Poppy, aku punya berita baik!” seru Rafael sambil mengetuk pintu kamar. Poppy bergegas membuka pintu dan berniat mengusir Rafael. Robin pasti akan menuduhnya lagi jika melihatnya bicara dengan Rafael, apalagi di depan kamarnya. “Rafael, sekarang bukan waktu yang tepat untuk bicara.” “Tidak, kau harus mendengarkanku dulu! Barusan aku mendapat informasi tentang orang yang menjual lukisan wanita yang mirip denganmu!” Rafael menunjuk lukisan di dalam kamar Poppy dengan tatapan mata. Poppy sontak terpaku menatap Rafael. “Sungguh? Siapa orang itu?” Poppy berusaha bersikap tenang agar tak terlihat mencurigakan karena begitu tertarik dengan lukisan itu. Namun, ketenangan Poppy segera hilang ketika melihat Robin mendekat dari kejauhan. Ekspresi Robin dingin dan terlihat marah. Entah marah karena kejadian sebelumnya atau marah karena Poppy bicara dengan Rafael? “Kita bicara nanti saja, Rafael. Aku tidak mau Robin salah pa
Robin seolah sedang mengatakan jika Poppy tak seharusnya memercayai Rafael. Meski tak dikatakan secara langsung ataupun menyebutkan alasannya, Poppy merasa kali ini Robin bukan sedang mengancamnya, melainkan memberinya peringatan. ‘Rafael sangat baik padaku. Dia juga banyak membantuku. Apakah karena Tuan Robin tidak akur dengan Rafael sampai membencinya dan berpikir buruk tentangnya?’ “Jika kau salah memercayai seseorang sampai merusak rencanaku, kupastikan kau akan benar-benar menyesal,” ancam Robin kali ini. Poppy menelan ludah susah payah. Kata-kata Robin sesungguhnya ada benarnya. Beberapa saat lalu, Rafael menyebut nama keluarga asli Poppy. Rafael pun mengatakan akan mencari informasi tentang wanita bernama Nyonya Valentine, yang Poppy pastikan adalah ibu tirinya. ‘Rafael tidak boleh mencari tahu tentang latar belakangku. Sebaiknya aku minta bantuan Tuan Robin saja, daripada masalah semakin runyam karena identitasku yang sesungguhnya terbongkar,’ batin Poppy memutuskan. “Aku
“Anda … mau membantu saya?” Poppy menatap Robin penuh harap.Akan tetapi, Robin tak menjawab. Dia kembali melumat bibir Poppy dengan ciuman yang semakin panas.Tangan Robin meremas tubuh Poppy, menyelusuri punggungnya. Poppy merasakan hawa panas yang mengalir dari setiap sentuhan Robin meski terhalang kain.Sementara itu, Robin mulai memejamkan mata. Bibir mungil Poppy terasa lebih manis dari saat dia pertama kali menciumnya.Benar. Robin masih mengingat ciuman pertama mereka, tetapi dia menyangkalnya.Robin Luciano telah berjanji pada diri sendiri bahwa dirinya tak akan memberikan hatinya kepada siapa pun. Ketika mencium Poppy saat ini, pikirannya juga terus menyanggah bahwa dia mulai tertarik kepada Poppy.BUK!Robin mengangkat badan Poppy, lalu mendudukan di atas meja. Dia melepas ciumannya hanya untuk berkata, “Kau seharusnya minta bantuanku.” Kemudian kembali mencium Poppy.Poppy pun tak berniat menjawab. D
Di lain sisi, Poppy melihat ada yang berbeda dari tatapan Robin. Tatapan mata Robin bukan hanya sayu karena gairah yang menutupinya, melainkan juga tampak getaran kesedihan yang tersimpan cukup lama.Poppy dapat melihatnya karena dia pun sering menatap dirinya sendiri dari cermin setelah menerima siksaan yang menyakitkan. Meski hanya menebak dan mungkin salah, Poppy menjadi penasaran dengan kehidupan sulit apa yang pernah dialami seorang Robin Luciano?“Apa yang sedang kau pikirkan?”Robin tak suka ditatap terus menerus. Dia merengkuh tubuh Poppy, menahan gerakannya semakin dalam. Poppy pun melingkarkan kedua kakinya, melilit tubuh Robin dengan erat.Suara erangan pelan Robin terdengar di dekat telinga Poppy. Disambut lenguhan Poppy yang membuat bulu kuduk di sekujur tubuh Robin berdiri.“Aku sangat mabuk sekarang ….”Poppy mengangguk, lalu menyandarkan keningnya di pundak Robin. Kemeja Robin terasa basah oleh keringat, sama halnya dengan dirinya.“Walaup
Robin juga tidak pergi dan berbaring tenang di ranjangnya. Entah mengapa Poppy berharap, Robin memiliki perasaan istimewa untuknya. “Jangan tersenyum sendiri seperti orang gila! Cepat pesan makan malam!” bentak Robin, membuyarkan imajinasi indah Poppy. ‘Tuan Robin tidak melihatku! Bagaimana Tuan Robin bisa tahu aku sedang tersenyum? Apakah diam-diam Tuan Robin memiliki indra keenam?’ “Jangan memikirkan hal konyol!” Robin seakan-akan tahu pikiran Poppy. Poppy menutup mulutnya dengan satu tangan. Mendadak bulu kuduknya meremang. ‘Apakah sejak tadi aku bersama dengan hantu? Dia juga tidak seperti Tuan Robin yang aku tahu, bisa membaca pikiranku, dan mengetahui apa yang kulakukan tanpa melihatku!’ “Kau masih belum bergerak?” “I-iya.” Poppy segera bangun menyambar gaunnya, memakainya dengan cepat. Dia bergegas meraih interkom yang ada di dekat ranjang untuk menghubungi koki di dapur. “Tuan Robin in
Poppy membuka mulutnya cukup lama. Jika Donna tak menyikut pelan perutnya, dia mungkin lupa menutup mulutnya.“Anda ….”“Selamat datang di tempat tinggalku. Kau pasti sangat lelah. Ikut denganku, Poppy. Aku akan menyiapkan kebutuhanmu selagi kau istirahat.”Poppy masih diam di tempat, melepaskan tangan Donna. Ketika dia sadar jika saat ini adalah kenyataan, dia segera menyusul wanita itu, meraih lengannya sampai berhenti berjalan.“Nyonya Sienna … kenapa Anda ada di sini?”Sienna Lori tersenyum hangat padanya. “Nanti saja bicaranya. Kita masuk ke rumah dulu.” Lalu menepuk-nepuk punggung tangan Poppy singkat, kembali ke arah rumah di tengah pepohonan besar yang jauh dari penduduk sekitar.“Donna, bagaimana kau bisa mengenal Nyonya Sienna? Tidak, apa kau bahkan tahu siapa wanita itu?”Donna tersenyum lega setelah Poppy tak lagi menatapnya penuh penghakiman. “Tuan Rafael yang menyuruh saya pergi ke tempat ini untuk menemui ibunya. Dia mengatakan jika Nyonya Sienna akan menjaga Anda dari
Di atas kapal motor berukuran besar, Robin baru sempat membuka kertas yang ditinggalkan Rafael. Dia langsung menggertakkan gigi ketika melihat gambaran anak kecil dalam kertas itu, bukan lokasi Poppy.“Sampai akhir pun, kau masih menipuku ….”Dia awalnya tak menyadari makna pada gambar, hampir membuang kertas itu. Namun, dia tiba-tiba mengingatnya.“Kenapa dia masih menyimpan barang yang tidak berguna ini?” geram Robin.Kertas itu berisi gambar mereka ketika Robin berusia enam tahun, saat mereka masih selalu bermain bersama. Mereka sering mencoret-coret pada kertas, melanjutkan bergantian sampai membuat sebuah bentuk gambaran yang utuh.Dada Robin terasa sesak membayangkan masa itu. Tangan kanannya langsung mengepal saat teringat telah menembak adik kecilnya. Namun, bukankah itu adalah keinginan terpendamnya selama ini?‘Dia hanya orang asing yang tidak berhubungan denganku,’ batin Robin, mencoba menyingkirkan Rafael dari benaknya.“Apa kau menyesali perbuatanmu, Robin?” Bruno yang dii
Robin memungut kertas yang tadinya dibawa Rafael. Dia segera meluruskan pikiran agar fokusnya kembali pada sang istri. Lagi pula, dia memang berencana melenyapkan Sienna beserta orang-orang yang berhubungan dengannya, meski hatinya masih sesak oleh sesuatu yang menyakitkan.Sebelum membaca kertas itu, terdengar teriakan dari arah belakang, “Rafael!” Bruno tak memedulikan bahaya ketika berlari melewati Robin. Dia langsung menuju tepi tebing, bersimpuh hampir terjatuh saat melihat Rafael telah menghilang. Hanya terlihat debur ombak besar menghantam dinding batu tebing di bawahnya.“Ternyata, kau datang bersama ayahmu,” gumam Robin.Rasa bersalah yang berusaha menggerogoti jiwanya perlahan menghilang. Dia segera mengambil pistol yang ada di tanah, lalu mendekat perlahan ke arah Bruno yang masih memanggil Rafael dengan teriak keputusasaan.“Tidak! Rafael!!!” Bruno meraung histeris. Dia datang terlambat!! “Tidak!! Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak berbuat sejauh ini, Rafael!!” Tang
Ucapan Rafael justru terdengar seperti hinaan, tantangan untuk membuktikan kata-katanya. Robin memantapkan pegangan pada pistol agar tak goyah. “Kau pikir, aku tidak sanggup menembakmu?” Benar, Robin sempat ragu. Dia sempat bimbang untuk sesaat. Namun, saat ini adalah waktu yang dinantinya. Dia pun akan melakukan hal yang sama pasa Sienna nanti. Dia tak boleh goyah! “Coba saja,” tantang Rafael. Rafael langsung terkejut saat Robin menarik slide pistol, sungguh bersiap menembaknya. “Kau … sungguh akan menembakku? Aku adikmu, Kakak! Sadarlah!” Robin tahu jika Rafael hanya mengulur waktu. Seperti ucapan Rafael, Poppy mungkin dalam bahaya saat ini. Dia harus bertindak cepat dan menemukan istrinya. "Kau pasti akan menyesali perbuatanmu ini, Robin. Poppy, tidak, Stella Valentine akan membencimu seumur hidup kalau kau membunuh adikmu sendiri." Rafael kini sadar bahwa Robin tak pernah menganggapnya keluarga. Namun, dia malah tersenyum di balik kesedihannya. “Aku bertanya untuk yang terak
“Di mana istriku, Rafael?!” bentak Robin Rafael menyeringai. “Kupikir kau mencari mama kita. Bukankah kau akan balas dendam padanya?” Seperti ucapan Larry, Rafael sangat mirip dengan Sienna. Dia bekerja dalam diam, menyelidiki sekitarnya. Meski tak sepenuhnya tahu rencana Robin, dia dapat memastikan jika Robin berniat membalas dendam pada Sienna. Dia tak mungkin membiarkan kakaknya larut dalam balas dendam hingga membunuh wanita yang melahirkan mereka. Apa pun kesalahan Sienna, Rafael tetap menyayanginya. Tak ada satu pun di dunia seorang anak yang menginginkan kematian ibunya, kecuali orang dengan gangguan jiwa, pikirnya. “Jawab saja pertanyaanku kalau kau masih sayang dengan nyawamu,” ancam Robin. Saat Rafael berdiri, kursi tua yang didudukinya berderit. Robin yang sensitif mendengar suara ketika sedang berkonsentrasi memegang senjata, langsung mengarahkannya pada Rafael. Rafael yang melihat kesiapsiagaan kakaknya hanya tersenyum tanggung. Dia bahkan tak memedulikan s
Di sebuah kamar motel, Poppy sedang menatap tajam Marcello dan Donna yang duduk sopan di depannya. Sebelumnya, Marcello terpaksa mengikat tangan dan membungkam mulut Poppy dengan lakban karena terus berteriak di jalan. Setelah sampai di kamar motel itu, mereka baru melepaskannya. Marcello menyembunyikan kunci pintu agar Poppy tak bisa melarikan diri.“Siapa yang menyuruh kalian berbuat seperti ini?”Marcello menatap Donna, meminta persetujuannya untuk menjawab Poppy. Namun, pelayan itu menggeleng sebagai tanda ketidaksetujuan.“Apa kalian mengkhianati Robin?” Poppy bergeleng-geleng tak percaya. “Kalian sendiri yang mengatakan jika hidup kalian jadi lebih baik setelah Robin menyelamatkan kalian.”“Jangan salah paham dulu, Nyonya. Kami–”“Bagaimana aku tidak salah paham?! Aku sudah mengatakan tidak mau pergi dan akan mengajakmu ke tempat aman! Tapi, kalian malah menyeretku, mengikat, dan membekapku begini!” teriak Poppy frustasi.“Situasi di kediaman sedang bahaya. Bisa jadi, mereka sa
Robin marah besar! Dia tak bisa duduk dengan tenang di ruang kerjanya, lalu berdiri selagi menelepon Antonio.“Lanjutkan rencana kita tanpaku. Kalau aku sudah menemukan istriku, aku akan segera menyusulmu.”“Baik, Tuan. Jangan khawatirkan kami. Anda tahu kemampuan kami, bukan?” balas Antonio dari seberang telepon.“Aku percaya padamu, Antonio. Jangan mengecewakanku.”Setelah bicara singkat tentang kemajuan rencana mereka, Robin kembali berteriak memanggil pengawal, menanyakan informasi terbaru istrinya. Namun, dia lagi-lagi dibuat marah karena Poppy belum ditemukan.“Tuan, ada satu pengawal yang juga menghilang bersama Nyonya Poppy.”Robin mendadak teringat dengan kenangan buruk keluarganya di masa lalu. Dia sontak terbayang wajah Dell, pengawal yang mengaku tertarik pada istrinya.“Panggil para pengawal yang selalu bersama istriku kemari!” perintahnya.Dia lupa dengan nama Dell. Pikirannya akhir-akhir ini hanya dipenuhi oleh Poppy dan rencana besarnya. Namun, dia masih mengingat waja
“Wah, aku menunggu kakak iparku, kenapa malah kakakku yang datang?” sambut Rafael dengan nada kecewa yang dibuat-buat.Ketenangan Rafael justru membuat Robin sedikit resah. Dia pikir, Rafael akan kecewa setelah melihat kemunculannya, bukan Poppy. Akan tetapi, Rafael hanya duduk di kursi, tanpa memperlihatkan kekagetan.Kendati demikian, Robin menunjukkan ketenangan. Rafael mungkin hanya menyembunyikan kegelisahan.“Sayang sekali, kau tidak bisa mencuri milikku, Rafael.”“Milikmu apa yang kau maksud? Istrimu atau kerajaan mafiamu?” Rafael menyeringai. “Katakan yang jelas, karena aku menginginkan keduanya.”Robin mengepalkan tangan, menahan diri agar tak gegabah menghadapi Rafael. Melihat keyakinan adiknya, Robin yakin bahwa Rafael telah menyiapkan sesuatu.“Aku sedang sangat sibuk. Katakan apa maumu yang sebenarnya?”Rafael terkekeh sampai memegang perutnya, menganggap pertanyaan kakaknya sangat menggelikan. “Kau benar-benar seperti kakek kita, Robin, selalu menganggapku sedang bermain
Robin Luciano telah mendapat kabar bahwa Alice sudah menggantikan istrinya di kamar, Poppy juga telah berada di luar bahaya. Dia tak akan ragu lagi menggunakan senjata, melangkah tegas bersama para pengawal.“Bangun! Sudah saatnya menjebak tikus-tikus sialan itu!” Para pengawal yang tadinya dikabarkan pingsan di dekat gerbang, langsung berdiri tegak setelah mendengar perintah Robin, sandiwara mereka berakhir. Mereka lalu mengikuti di belakang pengawal Robin yang lain.Robin menyeringai dalam kegelapan. Para penyusup itu mematikan listrik sehingga tak ada pencahayaan.“Untung saja aku mengikuti ucapan Antonio.”Saat dalam perjalanan pulang, Robin mendapat informasi baru mengenai pergerakan Rafael dan sekutunya. Dia segera menyiapkan perangkap setelah tahu bahwa Rafael akan mempercepat rencananya.Suara tembakan masih terdengar di dalam kediaman. Namun, Robin tak sedikit pun khawatir. Dia sudah menambah jumlah pengawal khusus tanpa ada yang tahu, serta menyuruh pengawal lama untuk meng