Akhirnya, Poppy sampai di tempat yang sangat dirindukannya setelah menempuh perjalanan jauh. Langit sudah petang dan waktunya untuk mengistirahatkan badan, tetapi dia mengabaikan rasa lelahnya untuk bisa segera bertemu dengan Robin Luciano. “Kau jangan khawatir. Di sini ada banyak anggota kami yang bersiaga di sekeliling kediaman. Anak buah Dante tidak akan berani mendekat,” ucap Franco. Poppy mengangguk dengan mata berair, melihat rumah besar yang dulu begitu menakutkan baginya dari kaca mobil. Namun, saat ini, kakinya tak sabar berlari memasuki rumah itu. “Donna, periksalah keadaan Alice, Lucia, dan Nyonya April lebih dulu. Aku mengkhawatirkan mereka, tapi aku ingin langsung menemui Robin,” perintah Poppy halus saat mereka sampai di depan gerbang depan kediaman. “Baik, Nyonya. Saya juga mengkhawatirkan keadaan mereka.” Mobil yang membawa mereka memasuki halaman depan kediaman. Para pengawal Robin tak ada yang berani mencegah setelah melihat para pasukan khusus kepolisian ya
Poppy pikir, Robin akan mengelak atas semua ucapannya setelah benar-benar bangun. Seperti dulu, berpura-pura mabuk dan menyangkal segalanya.Namun, Robin justru menatapnya penuh kerinduan, mengecup lembut singkat bibirnya. Tak ada sanggahan atau ketidaksetujuan dari sorot matanya.“Kenapa kau kembali?”Di lain sisi, Robin sudah sangat yakin jika Poppy tak akan pernah kembali lagi padanya. Selama Poppy menghilang, dia menyadari dengan semua sikap kejamnya, juga tak pernah menunjukkan perasaan yang sesungguhnya. Dia benar-benar tak menyangka jika Poppy akan kembali untuknya. Namun, dia masih ingin mendengarnya agar semakin percaya jika wanita di hadapannya bukan sekedar ilusi semata.“Sudah kubilang, aku kembali untukmu. Karena aku masih menjadi tawananmu.” Poppy tetap berhati-hati mengutarakan perasaannya. Enggan gegabah menyatakan kasih sayang, yang pada akhirnya mungkin akan ditolak lagi. Apalagi, suasana hati Robin masih diselimuti kesedihan dan peny
“Ayolah … aku tidak kuat menarikmu. Gunakan sedikit tenagamu untuk berdiri.” Poppy mengalungkan lengan Robin di pundaknya. Wajahnya sampai memerah ketika berusaha berdiri sambil menopang badan kekar suaminya.Setelah bersusah payah membantu Robin sampai duduk di tepi ranjang, Poppy mengambilkan air mineral untuknya. Robin menggeleng pelan, menyingkirkan gelas dari hadapannya.“Dengarkan aku, lalu putuskan setelah berpikir matang. Jika kau ingin tetap tinggal bersamaku atau pergi meninggalkanku, aku akan menghargai keputusanmu. Tapi–” Suara Robin tercekat di tenggorokan. “Tapi, tolong … jangan pernah membenciku.”“Aku akan mendengarmu.”Robin menunduk selagi menatap telapak tangan kanannya di atas paha, gemetaran, masih merasakan kesakitan tak kasat mata karena tindakan tangan jahat itu. Setiap kali melihat tangannya, dada Robin terasa dicabik-cabik oleh penyesalan.Dia melirik sekilas pada istrinya. Poppy masih tampak tenang. Namun, dia yakin jika sebentar lagi P
‘Mama mencintaimu, Robin ….’ Mendadak, Robin mengingat ucapan ibunya ketika terakhir kali menyatakan kasih sayangnya. Sudah lama Robin tak mendengar kata itu. Tidak. Robin sering mendengarnya dari para wanita, namun kali ini berbeda. Kata cinta yang keluar dari mulut Poppy terdengar berbeda dari yang diucapkan ibunya maupun wanita lain. Hatinya sontak dipenuhi kehangatan, merasakan getaran mendebarkan dalam dadanya, dan perasaan aneh yang menggelitik perutnya. Robin menelan ludah, tercengang tanpa ekspresi, tak tahu bagaimana harus menanggapi. Padahal, dia sudah tahu jika dirinya juga akan mengatakan sesuatu yang sama, sambil memberikan cincin pernikahan untuk istrinya. Namun, lidahnya semakin kaku, tak bisa menjawab langsung. “Maaf … aku tidak seharusnya mengatakan ini sekarang.” Poppy berpaling dengan pipi merona. Dia berencana akan membuat Robin pelan-pelan membuka hati untuknya, namun malah gegabah mengutarakan isi hatinya. Melihat reaksi suaminya, Poppy menjadi ge
Robin mencuci muka dengan kasar hingga air dari keran membasahi kaosnya. Dia benar-benar sangat malu setelah melihat pantulan wajahnya di cermin kamar mandi.Seumur hidupnya, baru kali ini penampilannya terlihat benar-benar kacau. Dan dia mencium Poppy dengan wajah yang mirip dengan gelandangan! Pantas saja Poppy menyamakan dirinya dengan para pria dari Pulau Solterra.“Sial … sial …!” Robin memukul kaca tanpa banyak tenaga sehingga kaca itu masih utuh.Teringat dirinya menangis pilu seperti anak kecil, wajah Robin kembali merah padam. Namun, senyuman tersungging di bibirnya.Poppy mencintai dirinya, tidak membencinya, dan tidak takut padanya! Poppy juga mengatakan telah mempertaruhkan nyawa demi bisa bersatu lagi dengannya.Robin meringis, menggosok gigi dengan gerakan pelan, memastikan aroma alkohol di mulutnya hilang. Dia kemudian bersiul-siul selagi membasahi badannya di bawah pancuran air hangat, merasakan sensasi segar yang membuat perasaannya semakin bahagia.Dengan banyaknya ma
Antonio segera mengoreksi ucapannya begitu melihat pipi Donna merona. “Ruang kerja Tuan Robin sedang digunakan kakakmu dan rekan-rekannya! Ruang bawah tanah juga penuh tahanan dan polisi! Jangan salah paham!” Dia yakin jika Donna pasti berpikir yang tidak-tidak. “Iya … iya, Tuan!” Donna mencebik sambil melirik kesal pada tangan kanan Robin itu. Antonio mengabaikan Donna, lalu masuk untuk menemui Poppy. “Nyonya, Tuan Robin sudah menunggu di ruang makan.” “Tunggu sebentar Antonio. Sedikit lagi selesai.” Poppy buru-buru menghias kue. “Biarkan Tuan Matteo yang melanjutkan. Tuan Robin harus segera makan, Nyonya.” Antonio mengingatkan jika Robin belum makan selama berhari-hari. Poppy langsung tersadar. Dia mencuci tangan, lalu melepaskan celemek. “Mohon bantuannya, Tuan Matteo.” Dia segera mengikuti Antonio yang berjalan lebih dulu. Langkahnya cukup cepat hingga berhasil melangkah di samping Antonio. “Kau belum mengobati wajahmu?” “Nanti juga sembuh sendiri. Saya sudah biasa mendapa
‘Sialan!’ batin Robin panik, fokus menatap kancing kemejanya yang hampir terbuka. Tangannya diam-diam menyelinap ke bawah meja selagi memajukan badan. Dia membenarkan kancing kemeja dengan cepat sambil melirik istrinya, berharap ketidaksempurnaannya tak terlihat. “Makan yang banyak, Robin. Kau harus mengembalikan tenagamu.” Poppy mengulurkan setengah daging panggang miliknya ke atas piring Robin. Dia mulai memberikan perhatian kecil agar suaminya hanya fokus padanya, melupakan kesedihannya sejenak. ‘Dia sampai menyuruhku untuk memukulnya,’ batin Poppy sedih, mengira jika Robin ingin merasakan sakit di tubuhnya agar luka di hatinya sedikit berkurang. “Kau yang seharusnya makan lebih banyak.” Robin justru mengembalikan daging itu ke piring Poppy. Dia juga ingin menunjukkan bahwa dirinya telah berubah, menjadi pria yang dapat diandalkan istrinya. Bukan pria cengeng dan pemabuk seperti para pria dari Pulau Solterra. “Tidak, Robin. Kau yang lebih membutuhkan banyak energi. Aku tid
Poppy segera melepas penutup matanya. “Apa yang sedang kau lakukan?”Pria itu tersenyum lebar. “Kembalilah ke kamarmu. Robin akan memberimu kejutan. Tapi, sepertinya dia tidak bisa melakukannya sekarang.”“Tidak mau,” tolak Poppy. Dia sangat penasaran dengan kejutan apa yang akan diberikan suaminya.“Oh, ayolah … kau tidak mau membantuku?”Poppy mengamati pria itu penuh selidik, berusaha mencari tahu apa yang akan dia lakukan. Namun, Poppy tak bisa menebak hanya dari raut wajahnya yang terlihat polos. Sebab, orang itu adalah penipu ulung yang mampu membohongi banyak orang, bukan hanya menipu dirinya.“Bantu aku kali ini saja,” pintanya memelas.Poppy merengut, namun akhirnya mengikuti kemauan orang itu. Dia harus menahan rasa penasarannya malam ini, kembali ke kamarnya … demi kebaikan suaminya.***Robin menelan ludah ketika melihat kue buatan Poppy di atas meja, tak sabar ingin mencicipinya. Para pelayan sedang menyiapkan minuman anggur, vas bunga, dan lilin di dekatnya.Di lantai at
Karya ini spesial untuk seseorang yang mengalami trauma serupa. Saya menulis ini dengan harapan X bisa jadi seperti Poppy yang akhirnya menemukan kebahagiaan sejati, serta dijadikan penghiburan dan motivasi. Respons trauma pada setiap individu itu berbeda-beda--saya tahu-- tapi saya yakin jika kamu bisa melaluinya. Waktu akan menyembuhkan lukamu, semua orang di sekitarmu akan selalu membantu. Kalau memang masih ada orang-orang toxic yang menghakimi nasib burukmu/hidupmu, abaikan saja ... seperti Rafael mengabaikan kebencian kakeknya. Maafkan kesalahan mereka untuk membuat hidupmu lebih nyaman dan damai, seperti Poppy memaafkan kesalahan besar ibu tirinya. Semua orang berhak bahagia, begitu pula denganmu ... 🌞 Sedikit dari Author ... Sebenarnya V tipe yang ... ini loh karyaku, mau suka atau nggak itu dari perspektif masing-masing, mungkin ada penulis lain yang baca cuma butuh inspirasi tanpa meninggalkan jejak, mungkin orang tertentu yg kalau pas cerita nggak sesuai dengan kei
“Oh, jangan menangis, Nick,” pinta Robin, berusaha menidurkan putranya. Namun, suara tangisan Nick semakin kencang. Poppy lantas ikut membantu Robin menenangkannya. “Lihat wajah Nick, suamiku. Dia menangis, tapi seperti sedang marah … seperti kau yang sering marah tidak jelas.” Poppy terkekeh. “Dia akan menjadi pria yang lebih tampan dariku kelak.” Poppy tiba-tiba mencium pipi Robin. “Tapi, kau tetap jadi pria yang paling tampan untukku.” Meski telah hidup bersama lebih dari setahun, wajah Robin masih merona setiap kali mendengar pujian istrinya. Debaran dalam dadanya pun masih sama seperti awal-awal menyadari cintanya. Perasaan Robin tak berubah. Hanya sikapnya yang berubah menjadi lebih penyayang. “Jangan terlalu banyak membaca novel! Awas saja kalau kau juga merayu pria lain!” “Itu tidak akan pernah terjadi.” Poppy malah mengusap-usap wajahnya ke wajah suaminya sambil terkekeh. “Aku tahu kau suka dirayu.” Robin masih menyimpan aura misterius. Namun, Poppy merasa lebih ban
“Dokter! Cepat periksa istriku!” titah Robin.Poppy tampak begitu lemas. Napasnya berat dan matanya tertutup rapat.“Istri Anda hanya kelelahan, Tuan.”Robin bernapas lega. Dia kembali menggenggam tangan istrinya. Seandainya dia bisa melahirkan, dia akan menggantikan peran Poppy daripada melihatnya begitu tak berdaya.Menyaksikan istrinya melahirkan, Robin sontak teringat pada Sienna. Apa pun kesalahannya, Sienna juga pernah mempertaruhkan nyawa demi melahirkannya.Robin merenung sambil menciumi punggung tangan Poppy. Dia yang merasa lebih tinggi dari para wanita, sampai membeli seorang istri, juga bersikap buruk pada ibunya, ternyata hanya pria lemah yang tak lebih kuat dari mereka.“Silakan menunggu di luar, Tuan. Kami akan bersiap memindahkan Nyonya Poppy ke kamar.”Robin keluar dari ruang bersalin dengan wajah bahagia. Keluarganya menyambut dengan pelukan hangat sambil memberikan selamat.Ketika memeluk Sienna, ucapan lirih lolos dari mulutny
Capri akan makan siang ketika Antonio meneleponnya. Dia sampai tersedak suapan pertama saat mendengar Poppy keguguran dan sedang diperiksa dokter.Dengan kecepatan penuh, Capri mengemudikan mobil sampai ke rumah sakit yang dikatakan Antonio. Dia bahkan kena tilang karena melanggar rambu lalu lintas jalan. Untung saja, dia tak mengalami kecelakaan.Melihat orang-orang berkumpul di ruang pemeriksaan, serta rekan sejawatnya yang pucat pasi, Capri merasakan firasat buruk. Tanpa basa-basi, dia segera mengikuti dokter itu untuk memeriksa kondisi Poppy.Setelah menunggu beberapa menit, Capri keluar sambil menunduk.“Jangan katakan itu,” gumam Robin, enggan mendengar berita buruk.Capri membuka mulut akan bicara. Namun, teriakan seorang wanita dari kejauhan menghalanginya.“Robin!!!” seru Sienna sambil menangis.Dia langsung memeluk putranya. “Tidak apa-apa. Yang penting Poppy selamat. Jangan menyalahkan dirimu sendiri.”
“Istriku!!” Robin panik bukan main. Poppy tak pernah menunjukkan wajah kesakitan seperti itu, bahkan ketika dia menyiksanya.Poppy memegangi perutnya yang terasa melilit kencang. Bayi dalam perutnya seakan memberontak ingin keluar, berputar-putar di dalam perutnya.Robin dapat merasakan gerakan bayi dari perut istrinya yang begitu jelas, seperti menendang tangannya. Bayi itu bahkan ikut menyalahkannya, pikir Robin.Dengan tangan gemetar, dia menekan nomor telepon Antonio di ponselnya sampai ibu jarinya hampir salah menekan nomor orang lain.“Cepat kemari! Istriku kesakitan!”“Baik, Tuan!”Antonio yang menunggu di luar, bergegas lari kencang ke dalam bersama para pengawal. Kedatangan mereka membuat pengunjung lain kaget dan panik.Sementara itu, Robin sudah berhasil menggendong istrinya. Cukup berat, namun dia tak begitu merasakannya.Mereka akhirnya bertemu di koridor. Para pengawal segera mengawal Robin, juga Antonio yang membawa sepatu Poppy yang terjatuh.“Cepat ke rumah sakit!” t
“Wah! Terima kasih banyak, Tuan Robin! Semoga kita bisa berjumpa lagi.” Wanita muda itu lalu pergi tanpa melihat Poppy.Robin berdiri canggung, tak berani menatap istrinya. “Ayo, makan … makan dulu.”Robin jelas menyembunyikan sesuatu!Ketika akan digandeng suaminya, Poppy segera menarik tangannya. “Apa-apaan itu tadi? Sejak kapan kau jadi ramah pada orang lain?!”Sebelum pertanyaan Poppy terjawab, seorang pelayan restoran mendekati mereka. “Tuan Robin, saya akan mengantar Anda ke ruangan yang sudah Anda pesan.”Dengan bibir cemberut, Poppy akhirnya menunda kemarahannya. Sampai di dalam ruangan VIP restoran, dia langsung menatap tajam suaminya yang duduk berseberangan darinya.“Kau belum menjawabku!”Sepanjang mengenal Robin, baru kali ini Poppy melihat kegugupan suaminya itu.Robin bingung … harus dari mana dia mulai menceritakannya?‘Tidak, itu bukan rahasia. Aku tidak pernah berniat menyembunyikan sesuatu dari istriku,’ batin Robin.“Kenapa kau membiarkan wanita lain mendekatimu? J
Dante tak punya niat lagi untuk membesarkan seorang Luciano yang bisa membangkitkan kerajaan mafianya. Dia sudah pasrah dengan hidupnya yang akan segera berakhir.“Yang penting, istri dan anakmu sehat. Kuharap, Poppy dapat melahirkan cicitku tanpa masalah,” ucap Dante tulus selagi menahan sakit di jantungnya.Sebelum mengunjungi Dante, Robin ingin membicarakan banyak hal. Termasuk menunjukkan bahwa dia telah mengubah Pulau Luciano seperti keinginannya selama ini. Robin selalu ingin menyalahkan keputusan kakeknya. Namun sekarang, dengan keadaan Dante yang seperti itu, ucapannya hanya terkunci dalam hati.“Bagaimana keadaan Stefan?” Meskipun begitu, Dante masih belum bisa menerima sosok Sienna. Sejak dulu hingga saat ini, Dante merasa jika keluarganya berantakan karena wanita itu.“Papa sudah semakin sehat dengan hadirnya mama.”“Baguslah.” Tapi, Dante tak menunjukkan kebenciannya pada Sienna secara gamblang. Dia khawatir Robin tak mau menjenguknya lagi.“Rafael juga menemukan bakat b
“Maaf, Tuan.” Antonio lupa pada kecemburuan Robin yang semakin bertambah kuat selama istrinya mengandung. Bahkan, Robin pernah menugaskan tiga pengawal untuk ikut membangun proyek di Pulau Luciano hanya karena tersenyum menyapa Poppy dalam jarak dekat.Beruntung, penggunaan senjata sekarang diawasi ketat oleh Rafael supaya tak terjadi kekacauan yang tidak perlu. Kalau tidak, Robin mungkin akan menembak semua orang yang dipikirnya mencoba merayu Poppy.“Jangan keterlaluan, Antonio! Cepat cari pendamping daripada merayu istri orang lain!” Robin berdecak sebal selagi menuntun istrinya.“Baik, Tuan. Saya akan memikirkannya.”Mereka pun segera melaju ke rumah tahanan wanita.Awalnya, Carita menolak bertemu. Namun, Robin menggunakan kekuasaannya untuk memaksa Carita tanpa sepengetahuan Poppy.Dibalik kaca pembatas, Poppy akhirnya bisa menatap wajah ibu tirinya dari dekat. Carita terlihat kurus dan lusuh. Matanya tampak sayu, tak bisa menatap lurus ke arah anak tirinya.“Bagaimana kabarmu?”
Robin mewujudkan harapan Poppy sesuai ucapannya. Setiap hari selama berbulan-bulan, dia selalu memanjakan istrinya itu.Dengan kasih sayang yang Poppy dapatkan dari keluarga barunya, traumanya menghilang sepenuhnya. Dan kini, dia siap menemui ibu tirinya yang mendekam di balik jeruji besi.“Apa kau yakin akan menemuinya? Tidak bisakah menunggu setelah kau melahirkan?” Robin mengusap perut buncit istrinya yang duduk di pangkuannya. Wajahnya sesekali mengernyit ketika Poppy bergerak.Berat … namun, Robin tak mengeluh sedikitpun.“Aku yakin. Seminggu lagi aku akan melahirkan. Aku ingin dia mengetahuinya. Biar bagaimanapun, dia adalah orang yang membesarkanku selama ini.” Kebencian Poppy pada Carita berangsur menghilang, meski dia belum bisa memaafkan sepenuhnya. “Aku akan mendampingimu, sekaligus menjenguk kakek.”Dante Luciano dirawat di rumah sakit kepolisian. Sebulan lalu, Dante mengalami gagal ginjal parah, juga komplikasi penyakit lainnya.Robin juga baru tahu jika Dante ternyata