Upload 3 sekaligus yak. Sampai jumpa lagi~~~
Robin Luciano telah mendapat kabar bahwa Alice sudah menggantikan istrinya di kamar, Poppy juga telah berada di luar bahaya. Dia tak akan ragu lagi menggunakan senjata, melangkah tegas bersama para pengawal.“Bangun! Sudah saatnya menjebak tikus-tikus sialan itu!” Para pengawal yang tadinya dikabarkan pingsan di dekat gerbang, langsung berdiri tegak setelah mendengar perintah Robin, sandiwara mereka berakhir. Mereka lalu mengikuti di belakang pengawal Robin yang lain.Robin menyeringai dalam kegelapan. Para penyusup itu mematikan listrik sehingga tak ada pencahayaan.“Untung saja aku mengikuti ucapan Antonio.”Saat dalam perjalanan pulang, Robin mendapat informasi baru mengenai pergerakan Rafael dan sekutunya. Dia segera menyiapkan perangkap setelah tahu bahwa Rafael akan mempercepat rencananya.Suara tembakan masih terdengar di dalam kediaman. Namun, Robin tak sedikit pun khawatir. Dia sudah menambah jumlah pengawal khusus tanpa ada yang tahu, serta menyuruh pengawal lama untuk meng
“Wah, aku menunggu kakak iparku, kenapa malah kakakku yang datang?” sambut Rafael dengan nada kecewa yang dibuat-buat.Ketenangan Rafael justru membuat Robin sedikit resah. Dia pikir, Rafael akan kecewa setelah melihat kemunculannya, bukan Poppy. Akan tetapi, Rafael hanya duduk di kursi, tanpa memperlihatkan kekagetan.Kendati demikian, Robin menunjukkan ketenangan. Rafael mungkin hanya menyembunyikan kegelisahan.“Sayang sekali, kau tidak bisa mencuri milikku, Rafael.”“Milikmu apa yang kau maksud? Istrimu atau kerajaan mafiamu?” Rafael menyeringai. “Katakan yang jelas, karena aku menginginkan keduanya.”Robin mengepalkan tangan, menahan diri agar tak gegabah menghadapi Rafael. Melihat keyakinan adiknya, Robin yakin bahwa Rafael telah menyiapkan sesuatu.“Aku sedang sangat sibuk. Katakan apa maumu yang sebenarnya?”Rafael terkekeh sampai memegang perutnya, menganggap pertanyaan kakaknya sangat menggelikan. “Kau benar-benar seperti kakek kita, Robin, selalu menganggapku sedang bermain
Robin marah besar! Dia tak bisa duduk dengan tenang di ruang kerjanya, lalu berdiri selagi menelepon Antonio.“Lanjutkan rencana kita tanpaku. Kalau aku sudah menemukan istriku, aku akan segera menyusulmu.”“Baik, Tuan. Jangan khawatirkan kami. Anda tahu kemampuan kami, bukan?” balas Antonio dari seberang telepon.“Aku percaya padamu, Antonio. Jangan mengecewakanku.”Setelah bicara singkat tentang kemajuan rencana mereka, Robin kembali berteriak memanggil pengawal, menanyakan informasi terbaru istrinya. Namun, dia lagi-lagi dibuat marah karena Poppy belum ditemukan.“Tuan, ada satu pengawal yang juga menghilang bersama Nyonya Poppy.”Robin mendadak teringat dengan kenangan buruk keluarganya di masa lalu. Dia sontak terbayang wajah Dell, pengawal yang mengaku tertarik pada istrinya.“Panggil para pengawal yang selalu bersama istriku kemari!” perintahnya.Dia lupa dengan nama Dell. Pikirannya akhir-akhir ini hanya dipenuhi oleh Poppy dan rencana besarnya. Namun, dia masih mengingat waja
Di sebuah kamar motel, Poppy sedang menatap tajam Marcello dan Donna yang duduk sopan di depannya. Sebelumnya, Marcello terpaksa mengikat tangan dan membungkam mulut Poppy dengan lakban karena terus berteriak di jalan. Setelah sampai di kamar motel itu, mereka baru melepaskannya. Marcello menyembunyikan kunci pintu agar Poppy tak bisa melarikan diri.“Siapa yang menyuruh kalian berbuat seperti ini?”Marcello menatap Donna, meminta persetujuannya untuk menjawab Poppy. Namun, pelayan itu menggeleng sebagai tanda ketidaksetujuan.“Apa kalian mengkhianati Robin?” Poppy bergeleng-geleng tak percaya. “Kalian sendiri yang mengatakan jika hidup kalian jadi lebih baik setelah Robin menyelamatkan kalian.”“Jangan salah paham dulu, Nyonya. Kami–”“Bagaimana aku tidak salah paham?! Aku sudah mengatakan tidak mau pergi dan akan mengajakmu ke tempat aman! Tapi, kalian malah menyeretku, mengikat, dan membekapku begini!” teriak Poppy frustasi.“Situasi di kediaman sedang bahaya. Bisa jadi, mereka sa
“Di mana istriku, Rafael?!” bentak Robin Rafael menyeringai. “Kupikir kau mencari mama kita. Bukankah kau akan balas dendam padanya?” Seperti ucapan Larry, Rafael sangat mirip dengan Sienna. Dia bekerja dalam diam, menyelidiki sekitarnya. Meski tak sepenuhnya tahu rencana Robin, dia dapat memastikan jika Robin berniat membalas dendam pada Sienna. Dia tak mungkin membiarkan kakaknya larut dalam balas dendam hingga membunuh wanita yang melahirkan mereka. Apa pun kesalahan Sienna, Rafael tetap menyayanginya. Tak ada satu pun di dunia seorang anak yang menginginkan kematian ibunya, kecuali orang dengan gangguan jiwa, pikirnya. “Jawab saja pertanyaanku kalau kau masih sayang dengan nyawamu,” ancam Robin. Saat Rafael berdiri, kursi tua yang didudukinya berderit. Robin yang sensitif mendengar suara ketika sedang berkonsentrasi memegang senjata, langsung mengarahkannya pada Rafael. Rafael yang melihat kesiapsiagaan kakaknya hanya tersenyum tanggung. Dia bahkan tak memedulikan s
Ucapan Rafael justru terdengar seperti hinaan, tantangan untuk membuktikan kata-katanya. Robin memantapkan pegangan pada pistol agar tak goyah. “Kau pikir, aku tidak sanggup menembakmu?” Benar, Robin sempat ragu. Dia sempat bimbang untuk sesaat. Namun, saat ini adalah waktu yang dinantinya. Dia pun akan melakukan hal yang sama pasa Sienna nanti. Dia tak boleh goyah! “Coba saja,” tantang Rafael. Rafael langsung terkejut saat Robin menarik slide pistol, sungguh bersiap menembaknya. “Kau … sungguh akan menembakku? Aku adikmu, Kakak! Sadarlah!” Robin tahu jika Rafael hanya mengulur waktu. Seperti ucapan Rafael, Poppy mungkin dalam bahaya saat ini. Dia harus bertindak cepat dan menemukan istrinya. "Kau pasti akan menyesali perbuatanmu ini, Robin. Poppy, tidak, Stella Valentine akan membencimu seumur hidup kalau kau membunuh adikmu sendiri." Rafael kini sadar bahwa Robin tak pernah menganggapnya keluarga. Namun, dia malah tersenyum di balik kesedihannya. “Aku bertanya untuk yang terak
Robin memungut kertas yang tadinya dibawa Rafael. Dia segera meluruskan pikiran agar fokusnya kembali pada sang istri. Lagi pula, dia memang berencana melenyapkan Sienna beserta orang-orang yang berhubungan dengannya, meski hatinya masih sesak oleh sesuatu yang menyakitkan.Sebelum membaca kertas itu, terdengar teriakan dari arah belakang, “Rafael!” Bruno tak memedulikan bahaya ketika berlari melewati Robin. Dia langsung menuju tepi tebing, bersimpuh hampir terjatuh saat melihat Rafael telah menghilang. Hanya terlihat debur ombak besar menghantam dinding batu tebing di bawahnya.“Ternyata, kau datang bersama ayahmu,” gumam Robin.Rasa bersalah yang berusaha menggerogoti jiwanya perlahan menghilang. Dia segera mengambil pistol yang ada di tanah, lalu mendekat perlahan ke arah Bruno yang masih memanggil Rafael dengan teriak keputusasaan.“Tidak! Rafael!!!” Bruno meraung histeris. Dia datang terlambat!! “Tidak!! Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak berbuat sejauh ini, Rafael!!” Tang
Di atas kapal motor berukuran besar, Robin baru sempat membuka kertas yang ditinggalkan Rafael. Dia langsung menggertakkan gigi ketika melihat gambaran anak kecil dalam kertas itu, bukan lokasi Poppy.“Sampai akhir pun, kau masih menipuku ….”Dia awalnya tak menyadari makna pada gambar, hampir membuang kertas itu. Namun, dia tiba-tiba mengingatnya.“Kenapa dia masih menyimpan barang yang tidak berguna ini?” geram Robin.Kertas itu berisi gambar mereka ketika Robin berusia enam tahun, saat mereka masih selalu bermain bersama. Mereka sering mencoret-coret pada kertas, melanjutkan bergantian sampai membuat sebuah bentuk gambaran yang utuh.Dada Robin terasa sesak membayangkan masa itu. Tangan kanannya langsung mengepal saat teringat telah menembak adik kecilnya. Namun, bukankah itu adalah keinginan terpendamnya selama ini?‘Dia hanya orang asing yang tidak berhubungan denganku,’ batin Robin, mencoba menyingkirkan Rafael dari benaknya.“Apa kau menyesali perbuatanmu, Robin?” Bruno yang dii
Karya ini spesial untuk seseorang yang mengalami trauma serupa. Saya menulis ini dengan harapan X bisa jadi seperti Poppy yang akhirnya menemukan kebahagiaan sejati, serta dijadikan penghiburan dan motivasi. Respons trauma pada setiap individu itu berbeda-beda--saya tahu-- tapi saya yakin jika kamu bisa melaluinya. Waktu akan menyembuhkan lukamu, semua orang di sekitarmu akan selalu membantu. Kalau memang masih ada orang-orang toxic yang menghakimi nasib burukmu/hidupmu, abaikan saja ... seperti Rafael mengabaikan kebencian kakeknya. Maafkan kesalahan mereka untuk membuat hidupmu lebih nyaman dan damai, seperti Poppy memaafkan kesalahan besar ibu tirinya. Semua orang berhak bahagia, begitu pula denganmu ... 🌞 Sedikit dari Author ... Sebenarnya V tipe yang ... ini loh karyaku, mau suka atau nggak itu dari perspektif masing-masing, mungkin ada penulis lain yang baca cuma butuh inspirasi tanpa meninggalkan jejak, mungkin orang tertentu yg kalau pas cerita nggak sesuai dengan kei
“Oh, jangan menangis, Nick,” pinta Robin, berusaha menidurkan putranya. Namun, suara tangisan Nick semakin kencang. Poppy lantas ikut membantu Robin menenangkannya. “Lihat wajah Nick, suamiku. Dia menangis, tapi seperti sedang marah … seperti kau yang sering marah tidak jelas.” Poppy terkekeh. “Dia akan menjadi pria yang lebih tampan dariku kelak.” Poppy tiba-tiba mencium pipi Robin. “Tapi, kau tetap jadi pria yang paling tampan untukku.” Meski telah hidup bersama lebih dari setahun, wajah Robin masih merona setiap kali mendengar pujian istrinya. Debaran dalam dadanya pun masih sama seperti awal-awal menyadari cintanya. Perasaan Robin tak berubah. Hanya sikapnya yang berubah menjadi lebih penyayang. “Jangan terlalu banyak membaca novel! Awas saja kalau kau juga merayu pria lain!” “Itu tidak akan pernah terjadi.” Poppy malah mengusap-usap wajahnya ke wajah suaminya sambil terkekeh. “Aku tahu kau suka dirayu.” Robin masih menyimpan aura misterius. Namun, Poppy merasa lebih ban
“Dokter! Cepat periksa istriku!” titah Robin.Poppy tampak begitu lemas. Napasnya berat dan matanya tertutup rapat.“Istri Anda hanya kelelahan, Tuan.”Robin bernapas lega. Dia kembali menggenggam tangan istrinya. Seandainya dia bisa melahirkan, dia akan menggantikan peran Poppy daripada melihatnya begitu tak berdaya.Menyaksikan istrinya melahirkan, Robin sontak teringat pada Sienna. Apa pun kesalahannya, Sienna juga pernah mempertaruhkan nyawa demi melahirkannya.Robin merenung sambil menciumi punggung tangan Poppy. Dia yang merasa lebih tinggi dari para wanita, sampai membeli seorang istri, juga bersikap buruk pada ibunya, ternyata hanya pria lemah yang tak lebih kuat dari mereka.“Silakan menunggu di luar, Tuan. Kami akan bersiap memindahkan Nyonya Poppy ke kamar.”Robin keluar dari ruang bersalin dengan wajah bahagia. Keluarganya menyambut dengan pelukan hangat sambil memberikan selamat.Ketika memeluk Sienna, ucapan lirih lolos dari mulutny
Capri akan makan siang ketika Antonio meneleponnya. Dia sampai tersedak suapan pertama saat mendengar Poppy keguguran dan sedang diperiksa dokter.Dengan kecepatan penuh, Capri mengemudikan mobil sampai ke rumah sakit yang dikatakan Antonio. Dia bahkan kena tilang karena melanggar rambu lalu lintas jalan. Untung saja, dia tak mengalami kecelakaan.Melihat orang-orang berkumpul di ruang pemeriksaan, serta rekan sejawatnya yang pucat pasi, Capri merasakan firasat buruk. Tanpa basa-basi, dia segera mengikuti dokter itu untuk memeriksa kondisi Poppy.Setelah menunggu beberapa menit, Capri keluar sambil menunduk.“Jangan katakan itu,” gumam Robin, enggan mendengar berita buruk.Capri membuka mulut akan bicara. Namun, teriakan seorang wanita dari kejauhan menghalanginya.“Robin!!!” seru Sienna sambil menangis.Dia langsung memeluk putranya. “Tidak apa-apa. Yang penting Poppy selamat. Jangan menyalahkan dirimu sendiri.”
“Istriku!!” Robin panik bukan main. Poppy tak pernah menunjukkan wajah kesakitan seperti itu, bahkan ketika dia menyiksanya.Poppy memegangi perutnya yang terasa melilit kencang. Bayi dalam perutnya seakan memberontak ingin keluar, berputar-putar di dalam perutnya.Robin dapat merasakan gerakan bayi dari perut istrinya yang begitu jelas, seperti menendang tangannya. Bayi itu bahkan ikut menyalahkannya, pikir Robin.Dengan tangan gemetar, dia menekan nomor telepon Antonio di ponselnya sampai ibu jarinya hampir salah menekan nomor orang lain.“Cepat kemari! Istriku kesakitan!”“Baik, Tuan!”Antonio yang menunggu di luar, bergegas lari kencang ke dalam bersama para pengawal. Kedatangan mereka membuat pengunjung lain kaget dan panik.Sementara itu, Robin sudah berhasil menggendong istrinya. Cukup berat, namun dia tak begitu merasakannya.Mereka akhirnya bertemu di koridor. Para pengawal segera mengawal Robin, juga Antonio yang membawa sepatu Poppy yang terjatuh.“Cepat ke rumah sakit!” t
“Wah! Terima kasih banyak, Tuan Robin! Semoga kita bisa berjumpa lagi.” Wanita muda itu lalu pergi tanpa melihat Poppy.Robin berdiri canggung, tak berani menatap istrinya. “Ayo, makan … makan dulu.”Robin jelas menyembunyikan sesuatu!Ketika akan digandeng suaminya, Poppy segera menarik tangannya. “Apa-apaan itu tadi? Sejak kapan kau jadi ramah pada orang lain?!”Sebelum pertanyaan Poppy terjawab, seorang pelayan restoran mendekati mereka. “Tuan Robin, saya akan mengantar Anda ke ruangan yang sudah Anda pesan.”Dengan bibir cemberut, Poppy akhirnya menunda kemarahannya. Sampai di dalam ruangan VIP restoran, dia langsung menatap tajam suaminya yang duduk berseberangan darinya.“Kau belum menjawabku!”Sepanjang mengenal Robin, baru kali ini Poppy melihat kegugupan suaminya itu.Robin bingung … harus dari mana dia mulai menceritakannya?‘Tidak, itu bukan rahasia. Aku tidak pernah berniat menyembunyikan sesuatu dari istriku,’ batin Robin.“Kenapa kau membiarkan wanita lain mendekatimu? J
Dante tak punya niat lagi untuk membesarkan seorang Luciano yang bisa membangkitkan kerajaan mafianya. Dia sudah pasrah dengan hidupnya yang akan segera berakhir.“Yang penting, istri dan anakmu sehat. Kuharap, Poppy dapat melahirkan cicitku tanpa masalah,” ucap Dante tulus selagi menahan sakit di jantungnya.Sebelum mengunjungi Dante, Robin ingin membicarakan banyak hal. Termasuk menunjukkan bahwa dia telah mengubah Pulau Luciano seperti keinginannya selama ini. Robin selalu ingin menyalahkan keputusan kakeknya. Namun sekarang, dengan keadaan Dante yang seperti itu, ucapannya hanya terkunci dalam hati.“Bagaimana keadaan Stefan?” Meskipun begitu, Dante masih belum bisa menerima sosok Sienna. Sejak dulu hingga saat ini, Dante merasa jika keluarganya berantakan karena wanita itu.“Papa sudah semakin sehat dengan hadirnya mama.”“Baguslah.” Tapi, Dante tak menunjukkan kebenciannya pada Sienna secara gamblang. Dia khawatir Robin tak mau menjenguknya lagi.“Rafael juga menemukan bakat b
“Maaf, Tuan.” Antonio lupa pada kecemburuan Robin yang semakin bertambah kuat selama istrinya mengandung. Bahkan, Robin pernah menugaskan tiga pengawal untuk ikut membangun proyek di Pulau Luciano hanya karena tersenyum menyapa Poppy dalam jarak dekat.Beruntung, penggunaan senjata sekarang diawasi ketat oleh Rafael supaya tak terjadi kekacauan yang tidak perlu. Kalau tidak, Robin mungkin akan menembak semua orang yang dipikirnya mencoba merayu Poppy.“Jangan keterlaluan, Antonio! Cepat cari pendamping daripada merayu istri orang lain!” Robin berdecak sebal selagi menuntun istrinya.“Baik, Tuan. Saya akan memikirkannya.”Mereka pun segera melaju ke rumah tahanan wanita.Awalnya, Carita menolak bertemu. Namun, Robin menggunakan kekuasaannya untuk memaksa Carita tanpa sepengetahuan Poppy.Dibalik kaca pembatas, Poppy akhirnya bisa menatap wajah ibu tirinya dari dekat. Carita terlihat kurus dan lusuh. Matanya tampak sayu, tak bisa menatap lurus ke arah anak tirinya.“Bagaimana kabarmu?”
Robin mewujudkan harapan Poppy sesuai ucapannya. Setiap hari selama berbulan-bulan, dia selalu memanjakan istrinya itu.Dengan kasih sayang yang Poppy dapatkan dari keluarga barunya, traumanya menghilang sepenuhnya. Dan kini, dia siap menemui ibu tirinya yang mendekam di balik jeruji besi.“Apa kau yakin akan menemuinya? Tidak bisakah menunggu setelah kau melahirkan?” Robin mengusap perut buncit istrinya yang duduk di pangkuannya. Wajahnya sesekali mengernyit ketika Poppy bergerak.Berat … namun, Robin tak mengeluh sedikitpun.“Aku yakin. Seminggu lagi aku akan melahirkan. Aku ingin dia mengetahuinya. Biar bagaimanapun, dia adalah orang yang membesarkanku selama ini.” Kebencian Poppy pada Carita berangsur menghilang, meski dia belum bisa memaafkan sepenuhnya. “Aku akan mendampingimu, sekaligus menjenguk kakek.”Dante Luciano dirawat di rumah sakit kepolisian. Sebulan lalu, Dante mengalami gagal ginjal parah, juga komplikasi penyakit lainnya.Robin juga baru tahu jika Dante ternyata