Verlyn menoleh ke arah sumber suara dan melihat Kayn sudah berada di belakangnya yang sedang tersenyum ke arahnya. "Selamat pagi, Verlyn!" ucap Kayn lalu membelai kepala Verlyn. "Aah, ya ... selamat pagi juga, Kayn." Kayn duduk di kursi sebelah Verlyn dan mulai menyantap sarapan paginya. 'Apa dia terbentur sesuatu semalam? Oh iya! Kami kan sudah bersepakat untuk terlihat berhubungan baik di depan orang tua kami,' batin Verlyn. "Apa yang sedang kau pikirkan, Verlyn?" tanya Kayn memulai topik. "Eh!" Verlyn menggeleng cepat. "Tidak ada, kok." Villian tersenyum melihat sikap Verlyn dan Kayn di depannya lalu beranjak dari kursinya. "Ibu akan pergi ke kamar, kalian berbincanglah dengan santai." Verlyn dan Kayn mengangguk lalu Villian melangkah pergi meninggalkan mereka berdua di meja makan. "Baiklah, katakan sejujurnya padaku jika kau tidak mau mengantarku, Kayn. Aku tahu kau menjawab seperti itu karena ibu yang memintamu, kan?" tanya Verlyn tanpa basa basi. Kayn menoleh
'Kenapa dia lama sekali?' batin Kayn yang sedang berdiri di dekat pintu masuk kamar mandi wanita.Kayn memutuskan untuk memainkan ponselnya sembari menunggu Verlyn keluar dari kamar mandi dan beberapa perempuan di sekitarnya mulai membicarakannya."Pria itu, meskipun sudah menggunakan kacamata hitam dan topi, ketampanannya masih bisa terlihat, ya!""Kenapa kau tidak meminta nomor atau media sosialnya, saja?""Dia tipe aku banget!""Apa dia akan memberikanku nomornya?""Dia sepertinya belum memiliki pasangan, kan?"'Aku benar-benar merasa tidak nyaman!' batin Kayn kesal."Permisi.." ujar seorang wanita berambut kuning panjang dengan bola mata berwarna jingga menghampiri Kayn.Kayn tetap terdiam dan hanya menoleh ke arah wanita itu."Bolehkah kau memberikan nomormu, kepadaku? Mungkin kita bisa dek–""Maaf, aku sudah memiliki kekasih," potong Kayn dingin."Eh! T–tapi kita bisa menjadi teman saja, kan?" ujar wanita itu lagi sedikit gugup.Sebelum Kayn membalas perkataan wanita di depannya
"Akhirnya–selesai!" ujar Verlyn sembari meregangan tangannya setelah melangkah keluar dari toko perhiasan untuk membeli kalung.Verlyn melihat jam di layar ponselnya dan waktu menunjukkan pukul 01.34 PM.'Tidak terasa sudah jam segini, saja..' batin Verlyn lalu menoleh ke arah Kayn yang banyak membawa paperbag milik Verlyn dan tersenyum."Kayn, hari ini lumayan–melelahkan, kan? Aku juga merasa sangat lelah sekarang, bagaimana kalau kita makan siang dulu sebelum–pulang?" ajak Verlyn."Kau–lelah? Padahal aku yang membawakan banyak paperbag ini!" ujar Kayn kesal.Verlyn terkekeh dan menghampiri Verlyn. "Maafkan, aku! Kemarikan paperbag yang itu, biar aku yang membawanya," ujar Verlyn sembari meraih paperbag di genggaman tangan Kiri Kayn.Kayn menjauhi tangannya dari Verlyn. "Tidak perlu, kau harus banyak istirahat karena kau sedang datang bulan," balas Kayn pelan."E–eh? Kau mengetahui itu dari mana?" tanya Verlyn sedikit terkejut.Kayn menghela napas. "Siapa lagi kalau bukan dari Ibu,"
"Harap tenang, semuanya! Berikan kesempatan kepada mahasiswa baru ini untuk memperkenalkan dirinya kepada kalian," ujar seorang pria tua dengan rambut putih yang sudah beruban dan menggunakan kacamata. Ruang kelas sunyi dan pria tua itu menganggukkan kepala kepada Verlyn. "Silahkan perkenalkan dirimu, Verlyn," ujar pria itu. "Baik, terima kasih, Pak Gion," balas Verlyn lalu menghela napas panjang sebelum memperkenalkan diri dan tersenyum. "Perkenalkan, nama saya Verlyn Carlveria! Aku berharap bisa berteman dengan Kakak-kakak semuanya, disini!" ujar Verlyn senang Suasana kelas yang awalnya sunyi, tiba-tiba menjadi ribut kembali setelah Verlyn memperkenalkan dirinya. "Kakak?" "Apa maksudnya dia memanggil kita dengan panggilan, itu?" "Kita semua disini rata-rata berumur delapan belas dan sembilan belas, kan?" "Dia seperti masih remaja SMA.." Pria tua di sebelah Verlyn itu menghela napas dan menepuk tangannya sekali, membuat ruang kelas perlahan menjadi kembali sunyi. "Harap t
'Apa sudah tidak ada kursi lain yang tersisa, untukku?' batin Verlyn setelah tidak menemukan kursi di taman untuk dirinya membaca buku."Aku akan ke kelas saja, sekarang.. Dilasya juga entah pergi, kemana.." gumam Verlyn pelan lalu membalikkan badannya.Di belakangnya sudah ada beberapa orang mahasiswa yang terdiri dari empat orang perempuan dan dua orang laki-laki."Halo, Adik! Namamu Verlyn, kan? Ikut Kakak yuk, sebentar," ujar wanita berambut coklat muda pendek dengan bola mata berwarna kuning tua."Ada apa memangnya, Kak?" tanya Verlyn sopan."Kami hanya ingin belajar bersama saja, kok! Verlyn kan selalu mendapatkan peringkat pertama, disini!" ujar laki-laki berambut jingga dengan bola mata berwarna sama dengan rambutnya."T–tapi, aku–""Sudah, ayo ikut saja!" potong perempuan berambut hijau dengan bola mata berwarna hitam sembari menggenggam tangan Verlyn."Kita mau kemana, Kak? Aku mau kembali ke kelasku, sekarang," ujar Verlyn.Wanita berambut coklat muda itu menoleh dan tersen
"Verlyn," panggil Kaze sebelum Verlyn melangkah keluar dari rumah. Verlyn menoleh ke arah Kaze. "Ada apa, Ayah?" tanya Verlyn. Kaze beranjak dari sofa dan menghampiri Verlyn. "Ayah tidak tahu apa kau merasa kesulitan di kuliah semester lima di umurmu yang bentar lagi mau menginjak usia delapan belas tahun, ini," ujar Kaze. "Tenang saja, Ayah. Ini juga kemauanku sendiri yang menerima lompat kelas dan kuliah tiga tahun lebih awal dari kebanyakan orang," balas Verlyn. Kaze menghela napas dan mengangguk. "Ayah tahu, tapi jika kau merasa kesulitan, langsung telepon Ayah. Karena Ayah belum memberikanmu apa-apa, setelah kau mulai masuk, kuliah.." "Apa–saja?" tanya Verlyn sembari menatap Kaze serius. Kaze tersenyum dan mengelus pelan kepala Verlyn. "Ayah serius, Verlyn. Apa saja, akan Ayah kabulkan selagi itu berada di dalam kekuasaan, Ayah.." * "Ini–kedua–kalinya.." gumam Verlyn pelan setelah dia kembali di lempar oleh air kotor, telur busuk dan di pukul oleh tongkat baseball
"Kak Derran!" panggil Verlyn dari kejauhan.Derran menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Verlyn, begitu juga dengan teman-teman Derran di sekitarnya.Setelah sampai di depan Derran, Verlyn mengatur napasnya terlebih dahulu dan menatap serius ke arah Derran."Kak Derran, kita–perlu–bicara–sebentar!" ujar Verlyn sembari ngos-ngosan."Kau kenapa, Verlyn?" tanya Derran.Salah satu teman di sebelahnya menyenggol pelan bahu Derran dan tersenyum."Kau dekat dengannya, Derran?""Wah, kau melupakan Tiffana demi anak ini?""Seleramu sedikit berbeda dari biasanya, Derran..""Aku sangat ingin tahu apa hubungan kalian, sekarang!""Berhentilah, teman-teman!" ujar Derran sedikit berteriak.Derran menghela napas panjang dan kembali menatap Verlyn di depannya. "Apa yang mau kau bicarakan, Verlyn?" tanya Derran."Aku ingin berbincang denganmu saja sebentar, disini," jawab Verlyn pelan.Derran mengangguk pelan. "Baiklah, tunggu sebentar," ujar Derran lalu menoleh ke arah teman-teman yang berada di
"Sudah merasa lebih baik, Verlyn?" tanya Kayn.Verlyn mengangguk pelan dan melihat hoodie Kayn yang basah karena air mata dan ingusnya saat dia menangis tadi.Verlyn menunduk malu. "Maaf untuk hoodiemu, itu. Aku akan menggantinya," ujar Verlyn pelan."Tidak apa-apa, ini tinggal di cuci kok," balas Kayn santai."Emm.. Baiklah, ngomong-ngomong.." Verlyn menoleh ke arah Kayn."Sekarang jam berapa, Kayn?" tanya Verlyn.Kayn melihat jam di pergelangan tangan kirinya yang berwarna hitam dan waktu menunjukkan pukul 06.07 PM."Jam enam sore," jawab Kayn.Verlyn terdiam sejenak dan kembali menundukkan kepalanya. "Maafkan aku, Kayn," ujar Verlyn sembari mengepalkan tangannya."Untuk apa? Kau tidak membuat salah sama sekali," balas Kayn."Aku tidak melihat waktu dan malah terus menceritakan masa kuliahku.. Kau juga pasti menjadi tidak suka padaku setelah mendengar ceritaku, kan?" tanya Verlyn sembari tersenyum kecil."Tidak–tuh." Kayn mendekat ke arah Verlyn dan mengelus lembut kepalanya."Merek
Setelah memasuki area tengah hutan dengan pohon yang besar dan rindang di malam hari, mereka memutuskan untuk beristirahat terlebih dulu dan membangun 2 tenda besar yang di bawa oleh Wallace di kereta kudanya.Cherryn sudah tertidur lebih dulu di dalam tenda dan Wallace tidur di dalam kereta kuda. Verlyn masih terjaga di luar tenda sambil memandangi langit malam dan menyandarkan tubuhnya di salah satu pohon besar.Verlyn menutup kedua matanya dan menghela napas panjang lalu merasa ada seseorang yang sudah duduk di sebelahnya setelah dia membuka matanya dan menoleh."Kau belum tidur, Kayn?"Kayn menggeleng pelan lalu menoleh ke arah Verlyn. "Kau sendiri belum tidur, Verlyn," balasnya.Verlyn tersenyum tipis lalu kembali menengadah menatap langit malam. "Aku tidak bisa tidur karena memikirkan ...""Masalah di kota?" lanjut Kayn cepat.Verlyn kembali menoleh ke arah Kayn lalu tersenyum. "Kau sudah sangat mengenal diriku, ya?"Kayn ikut tersenyum. "Entah lah. Jika di katakan kalau aku sud
Ace yang sedang menengadah ke langit biru yang sudah sedikit tercampur dengan warna jingga lalu menghela napas panjang."Ayah sama sekali belum menyentuh makanannya dan tidak keluar dari ruang kerjanya sama sekali ..." Ace menggenggam erat besi balkon dengan perasaan kesal. "Jika terus seperti ini ...""Ace ,,," lirih Selvania pelan.Ace membalikkan badannya dan menghadap ke arah Selvania yang tampak sedang gelisah dan khawatir sambil menaruh kedua tangannya di atas dada."Ace, ayah sama sekali belum keluar dari ruang kerjanya dari pagi, dan sekarang hari sudah menjelang sore, bagaimana ini?" tanya Selvania khawatir.Selvania menundukkan kepalanya. "Beliau juga tidak memakan sarapannya, terlebih setelah mendengar kabar lain bahwa Verlyn tidak ada di dalam vila ..." lanjut Selvania lesu.Ace melangkah mendekat ke arah Selvania lalu memeluknya sambil membelai rambutnya yang berwarna kuning sedikit panjang itu."Tenang lah, Nia ,,," ucap Ace lembut.Selvania memejamkan matanya dan mengan
Jersey City, Kediaman Kaze."Ace, apa kita tidak bisa melakukan apapun lagi untuk menghentikkan ibu?" tanya Selvania khawatir.Ace yang sedang duduk di sofa sambil menatap layar ponselnya hanya menghela napas panjang dan menggeleng pelan."Aku tidak tahu lagi, Nia. Aku pikir Ibu akan terus tinggal di rumah ini saat Verlyn tinggal di vila untuk sementara waktu, tapi nyatanya, Ibu yang ingin tinggal terpisah dengan kita dan tiba-tiba ... ukh ,,,"Ace memegangi kepalanya yang terasa semakin pusing daripada hari kemarin. Selvania segera menghampiri Ace dan memberikan teh kepada yang ada di meja kepadanya.Ace menerima teh itu dan meneguknya perlahan lalu memejamkan matanya sambil mengatur napas."Sebaiknya kau istirahat dulu, Ace. Jika kondisimu seperti ini, kita tidak akan bisa membantu ayah di persidangan, nanti," pinta Selvania khawatir."Aku tidak akan bisa istirahat jika sudah memikirkan masalah ayah dan ibu, Nia. Sudah dari semalam aku tidak bisa tidur dengan lelap," balas Ace denga
Hari ke-14 di Desa Fandaria."Sudah siap, Verlyn, Kayn?" tanya Cherryn.Verlyn dan Kayn mengangguk sambil menggendong tas gunung masing-masing dan membawa kantong plastik sedang yang berisi bekal untuk perjalanan mereka ke kota nanti.Mereka melangkah keluar dari rumah secara bergantian dan menuruni tangga perlahan. Para warga sudah berkumpul di depan rumah Cherryn untuk memberikan ucapan terima kasih dan doa untuk Verlyn dan Kayn sebelum pergi dari desa Fandaria.Salah satu anak menarik pelan jaket Verlyn, membuatnya menoleh ke bawah dan melihat Kila yang berada di sana bersama dengan Risa yang terlihat sudah sehat walaupun wajahnya masih terlihat sedikit pucat."Eh, Kila!" Verlyn menoleh ke arah Risa dengan senyuman yang sama. "Ada Risa juga, rupanya. Apa Risa sudah merasa lebih baik, sekarang?" tanya Verlyn.Risa mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. "Ini berkat usaha Kak Verlyn dan Kak Kayn, aku sangat berterima kasih!" jawab Risa pelan.Verlyn mengangguk lalu membelai rambut p
"Jadi, kau merasa kalung liontinmu itu menghilang setelah terjatuh ke sungai?" tanya Cherryn setelah Verlyn selesai bercerita.Verlyn mengangguk sambil menurunkan pandangannya. "Aku berpikir begitu karena aku dan yang lain tidak bisa menemukan kalung liontin itu sama sekali di rerumputan di tepi sungai, nek."Verlyn memainkan jari jemarinya. "Aku minta maaf, akibat keteledoranku sendiri kalung liontin uang berharga itu, menghilang ..." lanjut Verlyn dengan perasaan bersalah.Cherryn menyeruput tehnya perlahan dan menghela napas pelan. "Dugaanmu memang benar, Verlyn. Tapi, kalung liontin itu tidak menghilang dan jatuh ke dasar sungai," balas Cherryn.Verlyn dan Kayn kompak terkejut mendengar hal itu dan mendongak bersama ke arah Cherryn yang dengan santainya menaruh cangkir tehnya di atas meja lalu mengambil ikan Silver Fish yang tergeletak di atas meja di depannya.Cherryn membuka sedikit mulut ikan Silver Fish dan memperlihatkannya kepada Verlyn dan Kaun. "Apa kalian melihat ada bend
"Nenek belum tidur, kan?!" tanya Verlyn sambil mengatur napasnya setelah sampai di depan rumah Cherryn."Aku tidak tahu pasti, Nenek biasanya sudah tidur di kamarnya saat kita pulang ..." Kayn melirik ke arah ikan berwarna perak berkilau yang terlihat tenang tanpa air di genggaman kedua tangan Verlyn lalu kembali menatap Verlyn yang menunggu jawaban selanjutnya.Kayn menghela napas pelan. "Sebaiknya kita masuk dulu dan segera beritahukan hal ini kepada nenek," ajak Kayn.Verlyn mengangguk setuju lalu segera menaiki tanggal lebih dulu, di ikuti oleh Kayn di belakangnya. Setelah masuk ke rumah, Verlyn dan Kayn di kagetkan oleh Cherryn yang baru saja keluar dari kamar."Nenek!" kompak Verlyn dan Kayn.Cherryn menoleh dan sedikit terkejut melihat Verlyn dan Kayn yang tampak berantakan dan lusuh di dekat pintu.Cherryn melirik ke arah ikan yang sedang di bawa oleh Verlyn dan menyipitkan kedua matanya lalu berjalan ke arah Verlyn dan Kayn untuk melihat ikan itu lebih dekat lagi."Kalian ,,,
Kayn dan anak-anak lain di sana ikut membantu mencari kalung liontin merah milk Verlyn yang menghilang karena tidak sengaja terjatuh tadi di area tepi sungai."Apa kalung itu terjatuh saat aku membantumu menghindari bola karet tadi, Verlyn?" tanya Kayn."Mungkin saja? Saat pagi tadi, aku memakai kalung itu dengan terburu-buru. Jadi, aku tidak tahu apakah jeratannya kuat atau malah longgar," jawab Verlyn dengan nada lesu.Kayn menghela napas pelan lalu melanjutkan kembali pencarian kalung liontin merah itu. Perlahan, langit yang awalnya berwarna biru kini berubah menjadi jingga muda tapi mereka semua sama kali belum mendapatkan hasil."Kenapa kita tidak menemukannya setelah mencari berjam-jam, ya?" tanya Lina, teman bermain Kila.Kila menyeka keringat yang ada di dahinya lalu menggeleng pelan sambil mengatur napasnya. "Entah, Lina. Seharusnya salah satu dari kita sudah berhasil menemukannya jika terjatuh di area rerumputan di tepi sungai, tapi ini tidak."Verlyn merasa semakin tidak be
Hari ke-13 di Desa Fandaria."Ikan yang memakan berlian? Jangan konyol, Kila ..."Verlyn mengikat rambut panjangnya sambil menatap ke arah layar ponselnya. Di desa Fandaria tidak ada cermin sama sekali, sehingga Verlyn hanya bia mengandalkan kamera ponsel miliknya untuk di jadikan sebagai pengganti cermin."Jika ada ikan seperti itu, pasti hanya ada di cerita dongeng," gumam Verlyn sambil mengenakan kembali kalung liontin merah ke lehernya dengan hati-hati."Apa kau sudah selesai bersiap?" tanya Kayn tiba-tiba yang sudah berdiri di depan tirai kamarnya."Kau tahu kan hari ini kita harus bisa menemukan ikan itu? Kau tahu sekarang sudah hari ke berapa, kan?" lanjutnya.Verlyn memutar bola matanya. "Aku akan segera keluar!" balas Verlyn sedikit kesal.Sebelum Verlyn mematikan ponselnya, dia melihat tanda sinyal di bagian atas layarnya dan hanya melihat tanda silang yang mengartikan bahwa benar-benar tidak ada sinyal di tempat ia berada saat ini."Haah, ternyata benar-benar tidak ada siny
Hari ke-12 di Desa Fandaria."Kita akan langsung pergi ke sungai saja?"Verlyn mengangguk lalu melangkah keluar rumah bersama dengan Kayn. Cherryn menghampiri mereka dari arah dapur."Tunggu, Verlyn, Kayn!"Verlyn dan Kayn menghentikan langkah dan membalikkan badannya menghadap ke arah Cherryn yang sedang berjalan ke arah mereka sambil membawa beberapa kotak yang terikat oleh tali."Kalian mau ke sungai lagi, kan?" tanya Cherryn.Verlyn dan Kayn mengangguk bersama. "Iya, nek. Apa ada hal lainnya yang harus aku dan Kayn lakukan?"Cherryn menggeleng pelan sambil tersenyum lalu menyodorkan kotak di tangannya itu kepada Verlyn. "Nenek sudah tahu kalian akan pergi ke sungai, jadi nenek bawakan makanan ini untuk makan siang dan makan malam agar kalian tidak perli bolak-balik kemari."Verlyn menerima kotak tersebut dengan senang hati dan mengucapkan terima kasih, begitu juga dengan Kayn yang berdiri di sebelah Verlyn. Cherryn menatap ke arah Kayn lalu menepuk pelan pundaknya."Kayn, aku titi