"Aku adalah, temannya," jawab Verlyn cepat. Kayn langsung menoleh ke arahnya dan Verlyn hanya mengedipkan mata sebelah kirinya lalu beranjak dari kursinya. "Sellina, kau tidak perlu khawatir. Kayn bersamaku hanya untuk menemaniku berbelanja, di sini," lanjut Verlyn. 'Aku adalah calon istrinya yang baik, rendah hati, tidak sombong dan anggunly,' batin Verlyn sambil tersenyum ke arah Sellina. Sellina menatap Verlyn curiga. "Mengapa kau harus pergi bersama dengan pria yang sudah memiliki kekasih?" tanya Sellina. Verlyn tersenyum. "Kau tahu siapa ayah dan ibunya Kayn, kan? Ini adalah perintah dari mereka!" Sellina mengerutkan dahinya, seolah tidak percaya apa yang baru saja dia dengar. "Tidak mungkin, kau hanya berbicara omong kosong!" ujar Sellina kesal. Verlyn melangkah mendekati Sellina. "Jika kau berani melawan perintah sih, tidak apa-apa. Mereka tidak mengenalmu dan tidak tahu hubungan apa yang kau jalin dengan Kayn juga, sekarang." "Apa yang kau katakan, Verlyn?!" ujar Kayn t
"Kau sudah pulang, Kayn. Bagaimana harimu dengan Verlyn, hari ini?" tanya Villian setelah melihat Kayn melangkah masuk ke dalam rumah. "Ibu sudah tahu?!" Villian mengangguk dan tersenyum. "Verlyn sudah bilang pada Ibu, bahwa hari ini dia akan berbelanja bersama, denganmu. Mandi dan istirahatlah, sekarang," ujar Villian. Pandangan Villian tertuju ke arah tangan kiri Kayn, dia melihat seperti ada bekas olesan lip cream yang sudah mengering. 'Sepertinya memang ada perkembangan, ya,' batin Villian senang. Kayn melihat ke sekitarnya dan tidak melihat Khalix. "Ayah ada di mana, bu?" "Dia ada di ruangan kerjanya, nak." "Oke bu!" Kayn melangkah menaiki tangga dan pergi ke kamarnya. Setelah masuk ke dalam kamar, Kayn menaruh tas miliknya di meja kerja lalu menjatuhkan badannya ke atas kasur. "Hari ini terasa sangat panjang, karena aku menghabiskan waktu bersama dengan wanita itu hampir setengah hari penuh!" gerutu Kayn kesal. Kayn bangun dan melepas jas yang dia pakai. Dia beranjak da
"Verlyn, selama dua minggu terakhir ini. Setelah kau menyelesaikan pekerjaanmu, kau selalu langsung pergi meninggalkan, perusahaan," ujar Kaze. Verlyn mengangguk sembari mengecek laporan dan dokumen di meja kerjanya. "Iya Ayah, aku tidak membuat masalah, kok." "Ayah ingin tahu, apa alasanmu melakukan, itu?" "Aku pergi keluar hanya untuk berjumpa dengan Kayn di perusahaannya." Kaze sedikit terkejut mendengar jawaban Verlyn tadi. 'Apa sudah ada perkembangan di dalam hubungan, mereka?' "Tapi, sebagai seorang ahli waris, kau harus bertanggung jawab dan menjaga kedisiplinanmu. Ingat, banyak yang mengincar kelemahan kita, Verlyn." Verlyn merasa sedikit tersinggung dengan perkataan Kaze dan menghentikan pekerjaannya lalu menoleh ke arah Kaze. "Aku sangat tahu tentang itu, ayah. Aku bukan anak kecil lagi!" Kaze terdiam sejenak setelah mendengar perkataan Verlyn. "Ayah hanya–" "Aku juga selalu menyelesaikan beberapa hal yang seharusnya ayah sendiri yang melakukannya! Tapi ayah selalu s
"Kita pergi sekarang, Kayn?" tanya Verlyn sembari tersenyum. Kayn terdiam dan menoleh ke arah Sellina. "Sellina, aku ..." Sellina menyentuh pipi Kayn. "Tidak apa-apa, Kayn. Aku bisa pulang sendiri, kok!" Kayn menggenggam tangan Sellina. "Tidak, aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Aku akan mengantarmu, dulu." Kayn menarik Sellina melangkah keluar dari ruangan bersama. "Tunggu aku, Kayn!" teriak Verlyn segera mengikuti Kayn dari belakang. Kayn dan Sellina melangkah masuk ke dalam lift dan Verlyn juga ikut masuk ke dalam. "Kenapa kau, mengikutiku?!" tanya Kayn kesal. "Kau tidak membaca pesannya dengan teliti, ya? Ibumu bilang bahwa kita harus pergi bersama!" "Merepotkan saja!" Pintu lift tertutup dan mulai bergerak turun, membawa mereka ke lantai satu. Kayn terus menggenggam tangan Sellina, sedangkan Verlyn hanya menggenggam ponselnya saja. "Kayn, aku pulang sendiri saja, ya," ujar Sellina di sebelah kiri Kayn. "Tidak, Sellina. Aku akan mengantarmu," balas Ka
Kayn melangkah keluar dari rumah menggunakan hoodie berwarna abu-abu dan celana jogger berwarna hitam. Verlyn menoleh ke arah Kayn dan tersenyum. "Kau sudah siap, Kayn?" tanya Verlyn. Kayn mengangguk dan Verlyn menoleh kembali ke arah Villian. "Kami berangkat dulu, Ibu!" "Iya, nak. Hati-hati, ya," balas Villian. Verlyn mengangguk dan melangkah pergi bersama Kayn. "Aku yang akan mengemudi, sekarang!" ujar Verlyn bersemangat. "Tidak, aku saja," balas Kayn dingin. "Ga mau!" Verlyn langsung berlari ke arah mobil dan masuk ke dalam, membuat Kayn merasa kesal dan tidak bisa berbuat apa-apa. "Memangnya kau sudah mahir mengendarai mobil?" Verlyn melipat tangannya dan tersenyum. "Tentu saja! Aku sudah mahir mengendarai mobil sejak berusia enam belas tahun!" jawab Verlyn pamer. Kayn memutar bola matanya. "Lakukan sesukamu saja." Kayn membuka pintu mobil bagian belakang. "Hei, kenapa kau duduk di, belakang?" tanya Verlyn heran. Kayn melangkah masuk ke dalam dan menutup pintu mobil. "Ka
Verlyn melangkah keluar dari toko dan terkejut melihat Kayn duduk di kursi depan sebelah pengemudi. "Loh? Ada yang aneh ..." Verlyn segera menghampiri Kayn yang sudah berada di dalam mobil. "Kau tidak duduk di belakang lagi, Kayn?" "Tidak," jawab Kayn singkat. Verlyn tersenyum senang. "Baiklah! Tapi, kau mau aku yang mengemudi?" tanya Verlyn lagi. "Jangan banyak bertanya, kita pulang saja sekarang." Verlyn menghela napas lalu segera masuk ke dalam mobil dan menyakan mesin. "Apa kau, yakin?" tanya Verlyn memastikan sambil melajukan mobilnya untuk masuk ke area jalan raya. Kayn tidak menjawab dan sibuk memainkan ponselnya. "Baiklah, jangan menyesal, ya!" Lima belas menit kemudian. "Ibu, kami pulang!" Verlyn melangkah keluar dari mobil. Kayn ikut keluar dari mobil sembari memegangi kepalanya yang kembali pusing. "Seharusnya aku tidak membiarkanmu mengemudi lagi!" ujar Kayn menyesal. Verlyn menoleh ke arah Kayn dan tersenyum. "Kau sendiri yang mau aku mengemudi, kan?" "Tapi j
Verlyn merasa bingung ketika memilih gaun yang akan dikenakannya nanti untuk menghadiri acara pesta minum teh di rumah Villian hari ini. "Aku tanya Kayn saja, deh!" Verlyn segera mengambil ponselnya yang berada di kasur dan menelepon Kayn. Beberapa detik kemudian, panggilan di terima. "Kayn? Apa aku, mengganggu?" "Kau sedang mengganggu waktuku tahu!" "Kalau begitu tolong aku, sebentar!" Verlyn menyalakan kamera di ponselnya untuk mengajak Kayn melakukan panggilan video. "Kenapa tiba-tiba panggilan video?!" Kayn langsung mematikan kamera ponselnya. "Kau malu, ya? Haha!" "Jika tidak ada hal penting, akan aku matikan sekarang." "Oke-oke, maaf ..." Verlyn mengarahkan kameranya ke empat gaun panjang yang berwarna krem, coklat, hijau dan putih yang ada di kasurnya. "Bantu aku memilih gaun mana yang cocok untuk datang ke acara pesta minum teh ibumu!" "Kenapa harus aku yang memilih?" "Karena pilihanmu selalu tepat!" "Alasan yang tidak logis." "Masuk akal saja, bagiku. Cepat bantu a
"Villian, kursi yang kosong di sebelahmu itu, untuk siapa?" "Apa dia seseorang yang dekat denganmu?" "Apa jangan-jangan dia itu.." Villian menghela napas dan tersenyum mendapat banyak pertanyaan dari teman-temannya. "Dia adalah orang yang sangat spesial! Karena dia juga, aku membuatkan pesta ini untuk memperkenalkan dirinya kepada kalian!" jawab Villian dengan raut wajah senang. "Seharusnya dia sudah, dat–" "Ibu! Maaf aku terlambat!" Verlyn melangkah menghampiri Villian, di temani oleh Kayn di sebelahnya. Villian beranjak dari kursinya dan melangkah mendekat lalu berpelukan dengan Verlyn. "Bagaimana perjalananmu kemari, nak?" "Sangat baik, ibu!" "Syukurlah ..." Villian menoleh ke arah Kayn yang masih berada di belakang Verlyn dan mengedipkan kedua matanya lebih lama. "Aku akan kembali ke perusahaan, sekarang." Kayn membalikkan badannya dan hendak melangkah pergi, tapi Verlyn tiba-tiba menahannya. "Kayn, terima kasih untuk yang tadi, ya!" ucap Verlyn. Kayn mengangguk dan mem
Setelah memasuki area tengah hutan dengan pohon yang besar dan rindang di malam hari, mereka memutuskan untuk beristirahat terlebih dulu dan membangun 2 tenda besar yang di bawa oleh Wallace di kereta kudanya.Cherryn sudah tertidur lebih dulu di dalam tenda dan Wallace tidur di dalam kereta kuda. Verlyn masih terjaga di luar tenda sambil memandangi langit malam dan menyandarkan tubuhnya di salah satu pohon besar.Verlyn menutup kedua matanya dan menghela napas panjang lalu merasa ada seseorang yang sudah duduk di sebelahnya setelah dia membuka matanya dan menoleh."Kau belum tidur, Kayn?"Kayn menggeleng pelan lalu menoleh ke arah Verlyn. "Kau sendiri belum tidur, Verlyn," balasnya.Verlyn tersenyum tipis lalu kembali menengadah menatap langit malam. "Aku tidak bisa tidur karena memikirkan ...""Masalah di kota?" lanjut Kayn cepat.Verlyn kembali menoleh ke arah Kayn lalu tersenyum. "Kau sudah sangat mengenal diriku, ya?"Kayn ikut tersenyum. "Entah lah. Jika di katakan kalau aku sud
Ace yang sedang menengadah ke langit biru yang sudah sedikit tercampur dengan warna jingga lalu menghela napas panjang."Ayah sama sekali belum menyentuh makanannya dan tidak keluar dari ruang kerjanya sama sekali ..." Ace menggenggam erat besi balkon dengan perasaan kesal. "Jika terus seperti ini ...""Ace ,,," lirih Selvania pelan.Ace membalikkan badannya dan menghadap ke arah Selvania yang tampak sedang gelisah dan khawatir sambil menaruh kedua tangannya di atas dada."Ace, ayah sama sekali belum keluar dari ruang kerjanya dari pagi, dan sekarang hari sudah menjelang sore, bagaimana ini?" tanya Selvania khawatir.Selvania menundukkan kepalanya. "Beliau juga tidak memakan sarapannya, terlebih setelah mendengar kabar lain bahwa Verlyn tidak ada di dalam vila ..." lanjut Selvania lesu.Ace melangkah mendekat ke arah Selvania lalu memeluknya sambil membelai rambutnya yang berwarna kuning sedikit panjang itu."Tenang lah, Nia ,,," ucap Ace lembut.Selvania memejamkan matanya dan mengan
Jersey City, Kediaman Kaze."Ace, apa kita tidak bisa melakukan apapun lagi untuk menghentikkan ibu?" tanya Selvania khawatir.Ace yang sedang duduk di sofa sambil menatap layar ponselnya hanya menghela napas panjang dan menggeleng pelan."Aku tidak tahu lagi, Nia. Aku pikir Ibu akan terus tinggal di rumah ini saat Verlyn tinggal di vila untuk sementara waktu, tapi nyatanya, Ibu yang ingin tinggal terpisah dengan kita dan tiba-tiba ... ukh ,,,"Ace memegangi kepalanya yang terasa semakin pusing daripada hari kemarin. Selvania segera menghampiri Ace dan memberikan teh kepada yang ada di meja kepadanya.Ace menerima teh itu dan meneguknya perlahan lalu memejamkan matanya sambil mengatur napas."Sebaiknya kau istirahat dulu, Ace. Jika kondisimu seperti ini, kita tidak akan bisa membantu ayah di persidangan, nanti," pinta Selvania khawatir."Aku tidak akan bisa istirahat jika sudah memikirkan masalah ayah dan ibu, Nia. Sudah dari semalam aku tidak bisa tidur dengan lelap," balas Ace denga
Hari ke-14 di Desa Fandaria."Sudah siap, Verlyn, Kayn?" tanya Cherryn.Verlyn dan Kayn mengangguk sambil menggendong tas gunung masing-masing dan membawa kantong plastik sedang yang berisi bekal untuk perjalanan mereka ke kota nanti.Mereka melangkah keluar dari rumah secara bergantian dan menuruni tangga perlahan. Para warga sudah berkumpul di depan rumah Cherryn untuk memberikan ucapan terima kasih dan doa untuk Verlyn dan Kayn sebelum pergi dari desa Fandaria.Salah satu anak menarik pelan jaket Verlyn, membuatnya menoleh ke bawah dan melihat Kila yang berada di sana bersama dengan Risa yang terlihat sudah sehat walaupun wajahnya masih terlihat sedikit pucat."Eh, Kila!" Verlyn menoleh ke arah Risa dengan senyuman yang sama. "Ada Risa juga, rupanya. Apa Risa sudah merasa lebih baik, sekarang?" tanya Verlyn.Risa mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. "Ini berkat usaha Kak Verlyn dan Kak Kayn, aku sangat berterima kasih!" jawab Risa pelan.Verlyn mengangguk lalu membelai rambut p
"Jadi, kau merasa kalung liontinmu itu menghilang setelah terjatuh ke sungai?" tanya Cherryn setelah Verlyn selesai bercerita.Verlyn mengangguk sambil menurunkan pandangannya. "Aku berpikir begitu karena aku dan yang lain tidak bisa menemukan kalung liontin itu sama sekali di rerumputan di tepi sungai, nek."Verlyn memainkan jari jemarinya. "Aku minta maaf, akibat keteledoranku sendiri kalung liontin uang berharga itu, menghilang ..." lanjut Verlyn dengan perasaan bersalah.Cherryn menyeruput tehnya perlahan dan menghela napas pelan. "Dugaanmu memang benar, Verlyn. Tapi, kalung liontin itu tidak menghilang dan jatuh ke dasar sungai," balas Cherryn.Verlyn dan Kayn kompak terkejut mendengar hal itu dan mendongak bersama ke arah Cherryn yang dengan santainya menaruh cangkir tehnya di atas meja lalu mengambil ikan Silver Fish yang tergeletak di atas meja di depannya.Cherryn membuka sedikit mulut ikan Silver Fish dan memperlihatkannya kepada Verlyn dan Kaun. "Apa kalian melihat ada bend
"Nenek belum tidur, kan?!" tanya Verlyn sambil mengatur napasnya setelah sampai di depan rumah Cherryn."Aku tidak tahu pasti, Nenek biasanya sudah tidur di kamarnya saat kita pulang ..." Kayn melirik ke arah ikan berwarna perak berkilau yang terlihat tenang tanpa air di genggaman kedua tangan Verlyn lalu kembali menatap Verlyn yang menunggu jawaban selanjutnya.Kayn menghela napas pelan. "Sebaiknya kita masuk dulu dan segera beritahukan hal ini kepada nenek," ajak Kayn.Verlyn mengangguk setuju lalu segera menaiki tanggal lebih dulu, di ikuti oleh Kayn di belakangnya. Setelah masuk ke rumah, Verlyn dan Kayn di kagetkan oleh Cherryn yang baru saja keluar dari kamar."Nenek!" kompak Verlyn dan Kayn.Cherryn menoleh dan sedikit terkejut melihat Verlyn dan Kayn yang tampak berantakan dan lusuh di dekat pintu.Cherryn melirik ke arah ikan yang sedang di bawa oleh Verlyn dan menyipitkan kedua matanya lalu berjalan ke arah Verlyn dan Kayn untuk melihat ikan itu lebih dekat lagi."Kalian ,,,
Kayn dan anak-anak lain di sana ikut membantu mencari kalung liontin merah milk Verlyn yang menghilang karena tidak sengaja terjatuh tadi di area tepi sungai."Apa kalung itu terjatuh saat aku membantumu menghindari bola karet tadi, Verlyn?" tanya Kayn."Mungkin saja? Saat pagi tadi, aku memakai kalung itu dengan terburu-buru. Jadi, aku tidak tahu apakah jeratannya kuat atau malah longgar," jawab Verlyn dengan nada lesu.Kayn menghela napas pelan lalu melanjutkan kembali pencarian kalung liontin merah itu. Perlahan, langit yang awalnya berwarna biru kini berubah menjadi jingga muda tapi mereka semua sama kali belum mendapatkan hasil."Kenapa kita tidak menemukannya setelah mencari berjam-jam, ya?" tanya Lina, teman bermain Kila.Kila menyeka keringat yang ada di dahinya lalu menggeleng pelan sambil mengatur napasnya. "Entah, Lina. Seharusnya salah satu dari kita sudah berhasil menemukannya jika terjatuh di area rerumputan di tepi sungai, tapi ini tidak."Verlyn merasa semakin tidak be
Hari ke-13 di Desa Fandaria."Ikan yang memakan berlian? Jangan konyol, Kila ..."Verlyn mengikat rambut panjangnya sambil menatap ke arah layar ponselnya. Di desa Fandaria tidak ada cermin sama sekali, sehingga Verlyn hanya bia mengandalkan kamera ponsel miliknya untuk di jadikan sebagai pengganti cermin."Jika ada ikan seperti itu, pasti hanya ada di cerita dongeng," gumam Verlyn sambil mengenakan kembali kalung liontin merah ke lehernya dengan hati-hati."Apa kau sudah selesai bersiap?" tanya Kayn tiba-tiba yang sudah berdiri di depan tirai kamarnya."Kau tahu kan hari ini kita harus bisa menemukan ikan itu? Kau tahu sekarang sudah hari ke berapa, kan?" lanjutnya.Verlyn memutar bola matanya. "Aku akan segera keluar!" balas Verlyn sedikit kesal.Sebelum Verlyn mematikan ponselnya, dia melihat tanda sinyal di bagian atas layarnya dan hanya melihat tanda silang yang mengartikan bahwa benar-benar tidak ada sinyal di tempat ia berada saat ini."Haah, ternyata benar-benar tidak ada siny
Hari ke-12 di Desa Fandaria."Kita akan langsung pergi ke sungai saja?"Verlyn mengangguk lalu melangkah keluar rumah bersama dengan Kayn. Cherryn menghampiri mereka dari arah dapur."Tunggu, Verlyn, Kayn!"Verlyn dan Kayn menghentikan langkah dan membalikkan badannya menghadap ke arah Cherryn yang sedang berjalan ke arah mereka sambil membawa beberapa kotak yang terikat oleh tali."Kalian mau ke sungai lagi, kan?" tanya Cherryn.Verlyn dan Kayn mengangguk bersama. "Iya, nek. Apa ada hal lainnya yang harus aku dan Kayn lakukan?"Cherryn menggeleng pelan sambil tersenyum lalu menyodorkan kotak di tangannya itu kepada Verlyn. "Nenek sudah tahu kalian akan pergi ke sungai, jadi nenek bawakan makanan ini untuk makan siang dan makan malam agar kalian tidak perli bolak-balik kemari."Verlyn menerima kotak tersebut dengan senang hati dan mengucapkan terima kasih, begitu juga dengan Kayn yang berdiri di sebelah Verlyn. Cherryn menatap ke arah Kayn lalu menepuk pelan pundaknya."Kayn, aku titi