"Sayang, kamu sudah sadar, Nak?” Bunda Anin mendekati Sisil yang sudah membuka matanya. “Kamu masih pusing?” tanya sang bunda saat menantunya memegangi pelipisnya.
“Bunda, kok aku di sini?” tanya Sisil sambil mengedarkan pandangannya, melihat ke sekeliling ruang perawatan yang terlihat seperti kamar hotel berbintang. Ia berusaha mengingat apa yang telah terjadi padanya.
Kini Sisil sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Ia akan dirawat inap untuk beberapa hari ke depan sampai kondisinya membaik.
“Kamu istirahat di sini dulu ya, sampai kamu membaik,” jawab sang bunda sambil mengelus tangan menantunya.
“Memangnya aku kenapa? Aku sehat kok, Bun,” kata Sisil.
Ia merasa baik-baik saja, hanya sedikit pusing karena sejak pagi belum makan apa pun. Sisil belum tahu kalau di dalam perutnya ada benih cintanya bersama sang suami.
“Kamu memang baik-baik aja, Sayang,” sahut sang bunda sambil
Seminggu sudah Sisil dirawat inap di rumah sakit yang sama dengan tempat suaminya dirawat. Namun, laki-laki yang dicintainya itu belum juga sadarkan diri, walau sudah melewati masa kritisnya.Aldin masih berada di ruang ICU dengan alat-alat medis yang masih menempel di tubuhnya. Kecelakaan kedua membuat laki-laki itu terbaring lemah di ranjang rumah sakit.Hari ini Sisil sudah diperbolehkan pulang dan bisa menjenguk suaminya kembali. Setelah seminggu ia tidak bisa menemui sang suami karena kondisi kandungannya yang lemah.Dikhawatirkan akan memperburuk kondisi kesehatannya kalau wanita hamil itu terus-menerus menangis setelah melihat konsisi suaminya.Sisil masuk dengan lengkungan indah di wajahnya. Wanita hamil itu masuk ke ruangan ICU membawa harapan baru. Ia yakin kalau suaminya akan baik-baik saja."Apa kabar calon Papi?" sapa Sisil pada laki-laki yang sedang memejamkan mata itu. "Maaf, beberapa hari ini aku nggak bisa menemuimu karena De
Andin mendatangi sang dokter yang berdiri di depan pintu ruangan ICU."A-ada apa dengan saudara saya, Dok?" tanya Andin sambil meremas jemarinya.Ia begitu gugup dan waswas dengan berita yang akan disampaikan seorang laki-laki yang memakai jas putih yang berprofesi sebagai seorang Dokter."Apa anda keluarga dari Tuan Aldin?" tanya sang dokter kepada wanita yang memakai kaus berwarna hijau botol.Andin mengangguk pelan. "Iya, Dok. Saya adiknya," jawab Andin dengan suara yang bergetar menahan tangis."Silakan ikut ke ruangan saya!" titah Dokter yang menangani abangnya.Sang Dokter pun berjalan menuju ruangannya. Andin mengikuti Dokter paruh baya itu dengan langkah yang cepat mengimbangi sang dokter.Doa terus ia lafalkan dalam hati di sepanjang jalan menuju ruangan Dokter. Ia berharap sang dokter memberinya kabar baik. Berharap ada keajaiban yang menyertai abangnya.Dokter yang usianya kira-kira empat puluh tahun itu
Setelah satu bulan Aldin sadar, ia masih belum banyak berbicara karena kondisinya masih sangat lemah. Laki-laki yang masih terbaring itu bisa mendengar ucapan Sisil dan yang lainnya tapi hanya bisa merespons dengan kedipan mata.Ditubuhnya sudah tidak ada lagi alat-alat medis seperti saat masih di ruang ICU. Hanya alat bantu pernapasan dan jarum infus yang menancap di lengannya.Sejak Aldin pindah ke ruang perawatan, Sisil tidak pernah meninggalkan suaminya, ia mengundurkan diri dari Perusahaan Gilang supaya lebih fokus dengan kesembuhan suaminya."Al, kamu mau minum?" tanya Sisil pada suaminya."Nggak," jawab Aldin pelan, suaranya tidak jelas kalau Sisil tidak melihat gerakan bibirnya."Kamu nggak usah ngomong dulu ya, nanti kamu sesak. Cukup geleng, sama kedipin mata ya!" titah Sisil sembari tersenyum. "Sekarang kamu istirahat ya! Aku mau ngomong sama Bunda dulu."Sisil mengayunkan langkah mendekati mertuanya yang sedang duduk di sofa. Ia
Aldin terbangun setelah beberapa jam tertidur. Ia membuka mata karena mendengar suara istrinya.Dan benar saja ketika ia membuka mata, wajah cantik sang istri dengan dihiasi senyuman manis yang pertama kali ia lihat.Wanita hamil itu duduk di kursi yang ada di samping ranjangnya. Sementara Bunda Anin dan Ayah Rey sedang keluar setelah Sisil kembali dari rumah Andin.‘Kenapa aku masih hidup?’ gumam Aldin dalam hati sambil mengedarkan pandangannya. ‘Apa aku dibiarkan terus hidup hanya untuk menyaksikan istriku menikah lagi dengan sahabatnya? Apa ini balasan untuk aku karena terlalu sering menyakitinya,’ ucap Aldin dalam hatinya.“Al!” panggil Sisil sambil menciumi tangan suaminya, “Cepat sembuh ya! Aku punya kejutan untukmu,” ucap Sisil sambil tersenyum.Melihat perkembangan kesehatan suaminya yang sudah ada kemajuan, membuat Sisil sangat bahagia. Ia ingin secepatnya bisa melihat Papi calon anaknya seha
Hari berlalu dengan begitu cepat. Kini Aldin sudah bisa berbicara seperti biasa. Ia juga sudah bisa ke kamar mandi sendiri. Tapi, belum diperbolehkan pulang karena masih terlihat sangat lemah.Sisil jarang sekali menemaninya, ia begitu sibuk menyiapkan pesta pernikahan. Wanita hamil itu hanya sesekali menjenguk suaminya.Hari ini adalah hari pernikahan itu, Sisil sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya di rumah sakit."Al, Bunda sama Ayah harus berada dalam acara pernikahan itu. Jadi, kami nggak bisa menemani kamu. Tapi, Bunda sudah minta tolong sama Rudi untuk menemanimu selama kami tidak ada," kata sang bunda."Atau kamu mau hadir di pesta itu?" tanya sang ayah kepada putranya.Aldin menggeleng. "Aku di sini saja," jawabnya."Baiklah. Ayah dan Bunda pulang dulu ya." Ayah Rey dan Bunda Anin pergi meninggalkan Aldin berdua dengan Rudi."Al, lo udah benar-benar sehat 'kan?" tanya Rudi pada sahabatnya yang sudah lebih dari dua bu
Semua yang hadir di acara akad nikah itu menoleh pada Aldin. Mereka heran dengan kedatangan laki-laki itu."Aku masih suaminya yang sah. Pernikahan ini tidak boleh terjadi selama aku masih hidup. Sisil masih istriku!" ucapnya dengan lantang.Mendengar keributan itu, Sisil keluar menghampiri Aldin. Ia memakai kebaya berwarna abu muda dengan tatanan sanggul yang modern."Al, kamu-"Ucapan Sisil terhenti saat Aldin bersimpuh di hadapan wanita cantik itu. Ia menggenggam tangan ibu hamil itu sambil menangis."Sayang, tolong maafkan aku! Aku akan melakukan apa pun asalkan kamu tidak melanjutkan pernikahan ini! Lebih baik aku mati kalau kamu menikah lagi dengan orang lain."Ucapan Aldin membuat semua orang yang ada di acara itu tertawa, begitu pun dengan Sisil."Tolong maafkan aku! Jangan menikah dengan Nabil! Aku tidak akan sanggup melihat istriku bersanding dengan laki-laki lain."Air mata Aldin terus saja menetes. Ia memegangi tang
"Rud, kenapa lo nggak bilang kalau yang menikah bukan istri gue?" tanya Aldin sedikit emosi kepada asistennya. "Ya lo mikir aja, masa iya Sisil mau menikah lagi sebelum cerai sama lo!" balas Rudi tidak kalah tinggi volume suaranya. "Lo tahu kalau dia ke sini mau merusak acara orang lain?" Sisil menatap asisten suaminya sambil melipat tangan di bawah dadanya. "Nggak!" jawab Rudi dengan tegas. "Gue cuma menyuruh dia memperjuangkan cinta lo. Gue nggak tahu kalau dalam pikirannya, lo mau ceraikan dia gara-gara mau menikah dengan Nabil. Lagian laki lo bego banget! Masa Nabil mau menikahi istri orang." "Kenapa lo nggak mencegah gue?" Aldin marah pada sang asisten. Sejujurnya ia sangat malu dengan kejadian tadi. Tapi, ibarat nasi sudah menjadi bubur, dia hanya bisa meminta maaf kepada mempelai karena telah merusak acaranya. Rasa bahagianya lebih besar daripada rasa malunya karena telah salah paham. Jadi, ia tidak akan mengambil pusing j
"Kamu kenapa?" Sisil panik melihat kondisi suaminya.Aldin tidak menjawabnya, ia langsung berlari ke kamar mandi yang ada di belakang rumah adiknya itu.Sisil tidak menyusul suaminya, ia malah mencari Rudi untuk meminta bantuan. "Semoga dia belum pergi," gumam Sisil. Ia berjalan cepat sambil mengangkat kain batik yang melilit di tubuh bagian bawahnya."Ternyata dia sedang makan," gumamnya saat melihat asisten suaminya itu sedang menyantap hidangan di resepsi itu.Sisil dengan tergesa menghampiri temannya waktu SMA. "Rud, habis makan, kamu ke belakang lagi ya!" bisik Sisil pada laki-laki yang sedang mengunyah makanannya."Kenapa?" tanya Rudi setelah menelan makanannya."Aldin masih sakit, kita harus kembali membawanya untuk melanjutkan perawatan." Sisil berkata sangat pelan supaya tidak ada yang mendengarnya."Dia kenapa?" Rudi langsung menaruh piring makannya di atas meja. "Sekarang dia di mana?"Rudi bangun dari du
Kemudian membenamkan wajahnya di antara kedua pada sang istri. Lalu pria itu mengeluarkan jurus lidah membelah semak-semak."Mas ...." Amy menggelinjang sambil mencengkram rambut sang suami. "Ampun, Mas!"Walaupun sang istri meminta ampun, ia tidak mendengarkan ucapan istrinya. Rudi terus melanjutkan aksinya.Sentuhan lidah dan tangannya berhasil membuat Amy menjerit merasakan kenikmatan yang bergejolak di dalam tubuhnya. Kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan.Ia meninggalkan jejak-jejak cinta di tubuh sang istri. Amy menjerit saat Rudi menyesapi pusat intinya dengan rakus."Mas ... awas, aku pengin pipis."Amy mendorong wajah suaminya, berusaha menyingkirkan kepala sang suami dari daerah keramatnya."Namun, Rudi tidak mau menuruti keinginan sang istri, ia malah melakukan aksinya lebih dan lebih lagi."Mas ... aahhh...!"Napas wanita itu sudah tersengal-sengal. Ia menjerit merasakan kenikmatan yang lua
"Mas, aku tidur duluan ya." Setelah mandi dan berpakaian Amy naik ke tempat tidur.Wanita itu menyingkirkan kelopak mawar merah yang sudah kembali ditata berbentuk hati. Ia malah membersihkannya tanpa sisa. Kelopak bunga itu berserakan di lantai.Rudi hanya melongo melihat itu semua. 'Kenapa? Apa dia marah atau efek kelelahan?'"Sayang, kok bunganya dibuang?" tanya Rudi setelah naik ke tempat tidur."Memangnya kenapa? Nggak boleh ya? Emangnya itu buat apaan?"Amy malah balik bertanya kepada suaminya."Boleh," jawab Rudi cepat. "Sekarang kamu istirahat ya." Rudi mencium kening istrinya dengan mesra. Ia tidak mau membahas hal sepele yang akan memancing keributan.Amy meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu membalikkan badannya membelakangi sang suami.Terdengar bunyi ketika Amy meregangkan otot-ototnya.'Kelihatannya dia sangat lelah.' Rudi memijat bahu sang istri dengan lembut. "Kamu capek ya?"
Pasangan pengantin baru itu menunggu di depan ruang bersalin."Dari dulu sampai sekarang lo selalu merepotkan gue, Sil," gumam Rudi sambil menatap pintu ruang bersalin."Mas, nggak boleh ngomong kayak gitu! Kalau nolong tuh harus ikhlas.""Kamu tahu?" Rudi memegang bahu Amy sembari menatap wajah sang istri.Amy menggeleng pelan. "Nggak!""Oh iya, aku belum ngomong," kata Rudi sembari menyeringai. "Sejak dia nikah, yang ngurusin Sisil kalau lagi berantem sama Aldin itu aku, dari dulu sampai sekarang tuh anak dua merepotkan banget.""Kalau nggak ikhlas nolongnya nanti kamu nggak bakal dapat pahala loh, Mas. Lagian Tuan Aldin dan Mbak Sisil udah baik banget sama aku.""Iya, Sayang, maafkan aku." Rudi memeluk mesra wanita yang dinikahinya beberapa jam lalu. "Aku hanya heran aja, kenapa Aldin tidak pernah ada di saat Sisil butuh."Amy melepas pelukannya karena ia merasa malu berpelukan di tempat umum."Tadi 'kan Tuan Al
Andin mengetuk-ngetuk pintu dengan keras sembari berteriak memanggil nama sahabatnya.Beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka. "Lo kebelet juga?" tanya Sisil sembari meringis."Gue khawatir sama lo," sahut Andin. "Sil, lo baik-baik aja 'kan?"Ibu dua anak itu merasa khawatir dengan kakak iparnya yang terlihat sangat pucat."Gue mules, Din," jawab Sisil. "Tapi, dari tadi nggak keluar-keluar.""Jangan-jangan kamu mau ngelahirin." Andin segera memapah Sisil menuju ranjang pengantin."Tiduran dulu, Mbak. Aku panggil Tuan Aldin dulu." Setelah membantu Sisil berbaring di tempat tidur pengantin. Ia berlari keluar memanggil suami Sisil.Tempat tidur yang sudah dirancang untuk pengantin baru, dengan taburan kelopak bunga mawar merah yang membentuk hati, kini berantakan oleh Sisil yang sedang merasakan kontraksi."Perut lo sering kontraksi nggak?" tanya Andin pada Sisil setelah memberikan air minum kepada sahabatnya itu.
Di kediaman Amy sedang disibukkan dengan persiapan acara akad nikah yang akan dilaksanakan siang hari dan langsung dilanjut dengan resepsi.Hari ini adalah hari kebahagiaan Amy dan Rudi setelah beberapa bulan lalu Rudi melakukan lamaran dadakan.Amy menginginkan pesta yang sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga, kerabat dekat, dan beberapa rekan kerja Rudi."Amy, kamu cantik sekali," puji Sisil saat gadis manis itu selesai dirias.Amy mengenakan kebaya pengantin berwarna putih dengan bordiran bunga dan aksen-aksen mutiara melengkapi penampilannya sebagai pengantin sunda.Siger berwarna silver bertengker indah di kepalanya. Dan beberapa hiasan lainnya, seperti untaian melati yang semerbak.Hiasan daun sirih berbentuk wajik di tengah keningnya semakin mempercantik riasan wanita itu.Akad nikah berlangsung di lantai bawah, di mana resepsinya dilakukan. Sedangkan Amy berada di dalam kamar pengantin ditemani oleh Sisil.'
Hai semuanya, terima kasih terima kasih terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti cerita recehku. Maaf, atas semua hal yang mengecewakan kalian, entah dari alur, typo atau kesalahan penulisan nama tokoh. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Untuk kedepaannya aku akan belajar menulis dengan baik lagi. Maaf, kalau selama ini slow update karena kemarin aku lagi kurang sehat, tapi alhamdulilah sekarang udah sembuh dan bisa menamatkan cerita ini. Jika ada keluhan, silakan komen di bawah ini. Aku menerima kritik dan saran dari kalian semua untuk membangun aku menjadi lebih baik lagi. Love sekebon untuk kalian yang sudah mendukung aku dan cerita-cerita recehku. Sampai jumpa di cerita yang baru. Eh, Pengantin Tuan Haidar masih lanjut. Insyaallah aku akan rajin update lagi. I LOVE YOU ALL MY READERS.
Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit. Kondisi kesehatan Amy semakin membaik.Berada di tengah-tengah orang yang menyayanginya membuat Amy bersemangat untuk segera sembuh."Amy, kamu mau ke mana?" tanya Sisil ketika Amy bangun dari duduknya.Wanita hamil itu sedang berada di rumah Amy. Ia jarang sekali berada di rumahnya. Sisil selalu berkunjung ke rumah sahabat, mertua, dan juga teman barunya.Sisil pergi tidak sendiri, ia pasti ditemani Andin atau Bunda Anin. Kedua wanita itu tidak mengizinkan Sisil untuk bepergian sendiri karena kehamilannya yang semakin membesar."Saya mau ambilkan camilan untuk Mbak Sisil dan Mbak Andin," jawab Amy. "Ibu hamil pasti sering laper.""Duduk!" perintah Sisil kepada wanita yang telah menyelamatkan hidupnya. "Kamu jangan banyak gerak. Istirahat aja dulu! Lagi sakit juga nggak bisa diem.""Iya, Mbak." Amy pun kembali duduk di hadapan Sisil dan Andin."Sama kayak lo, lagi hamil
Bu Mila langsung terdiam mendengar ucapan Amy. Ia menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya."Maksud kamu apa?" Sisil meraih tangan Amy. Ia menatap bola mata gadis itu, terlihat kesedihan di dalamnya. "Terus siapa yang dicintai Rudi?""Saya nggak tahu, Nyonya karena saya nggak kenal, tapi kayaknya saya pernah melihat wajahnya. Dia cantik, sangat cantik.""Aduh Amy, jangan panggil aku Nyonya, dan jangan berbicara formal kayak gitu, aku nggak suka.""Iya, Mbak, maaf. A-aku masih belum terbiasa," ucap Amy pelan."Baiklah aku maafkan," balas Sisil dengan serius."Tapi, Nak. Rudi bilang sama Ibu kalau dia mencintaimu."Bu Mila menjadi sedih mendengar ucapan gadis yang ia harapkan menjadi menantunya itu.Amy meraih tangan Bu Mila, menatap wajah wanita tua itu yang terlihat sedih padahal awalnya terlihat sangat bahagia."Bu, terima kasih udah ngurusin saya sampai detik ini, walau saya bukan siapa-siapa, tapi Ibu begi
"Apa wanita ini kekasihnya Mas Rudi?" Amy memerhatikan wanita yang berfoto dengan sang asisten CEO itu. "Jadi, selama ini dia nggak mencintaiku? Kenapa dia sejahat itu sama aku."Amy menaruh ponselnya di atas nakas, lalu membaringkan tubuhnya, kemudian menutupi tubuh hingga wajahnya dengan selimut.Gadis itu menangis dalam diam. Hatinya terasa sakit melihat Rudi berfoto mesra dengan wanita seksi.Hampir satu jam ia menangis sampai akhirnya tertidur karena kelelahan.Pagi-pagi sekali ia sudah membuka mata. Kepalanya terasa pusing karena terlalu lama tertidur. Matanya terasa sulit untuk dibuka lebar, wajahnya masih terlihat sembab akibat menangisi Rudi."Kenapa aku nangis ngeliat dia sama wanita lain? Dia kan bukan siapa-siapa aku, toh aku juga sudah menolak cintanya." Amy menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu bangun dengan sangat hati-hati.Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Amy melihat wajahnya yang te