hai semuanya, apa kabar? gimana bab kali ini? semoga menghibur ya!! || Perhatian!!!, novel ini hanya karangan dan imajinasi author. jadi jangan menganggap serius dan melakukan hal hal yang ada di dalam cerita ini secara sadar, karena itu akan membahayakan kamu dan orang di sekitarmu || terima kasih semuanya atas perhatiannya 😘😘😘.
Malam hari, di bengkel pandai besi yang tampak tua. Seorang kakek sedang meraba beberapa plat besi dengan seksama. Lempengan lempengan besi yang ada di hadapannya memiliki 3 kelompok warna berbeda. Yang pertama memiliki warna hitam ke abu-abuan, itu adalah besi normal yang tidak spesial namun mudah untuk di tempa. Yang kedua adalah besi dengan warna hitam dengan sedikit warna biru samar di dalamnya, itu adalah biji besi air yang lebih lentur namun tidak terlalu kuat. yang terakhir adalah lempengan besi dengan sedikit warna merah yang sulit dilihat dengan mata telanjang, itu adalah lempeng besi lilin yang panas jika dialiri energi dari benih. Pada awalnya datuk merah hanya bisa menganggap Surya seorang yang tidak berbakat menempa karena dia terlalu lama dalam menempa bijih. Namun kini dia sadar bahwa dirinya salah. Bukan saja tidak berbakat, namun anak ini sangat berbakat! Bagaimana bisa dia mengelompokan material yang sama di satu plat. Ini adalah keajaiban pemula. Dengan se
Di depan gerbang perguruan belati bengkok. “Hiyaaaaa!” teriakan semangat mulai terdengar. Sementara itu sosok anak berusia 18 tahun sedang berdiri termenung Ketika suara itu di pancarakan. Meskipun dia tau bahwa pukulan itu mengarah ke arahnya, dia hanya terkejut dan tidak berniat untuk menghindar sama sekali. Orang-orang di sekeliling tampak bersemangat, mereka jelas mengharapkan sebuah pertunjukan yang bagus. Bagaimanapun mereka adalah seorang pesilat yang haus akan rasa hormat dan nama besar. Mereka sudah lama ingin bertarung dengan siapapun, namun aturan perguruan sangat ketat untuk setiap murid yang ceroboh. Ini semua tidak bisa disalahkan kepada perguruan sendiri, sebenarnya bertarung tanpa ada aturan dan tujuan yang jelas dapat membuat kestabilan dari perguruan tersebut terancam. Ingat sekali lagi yang dipentingkan oleh perguruan agar bisa bertahan adalah nama baik di masyarakat. Kepalan tinju semakin dekat ke arah Surya. orang di sekitar sudah tersenyum puas berpikir bahwa
Di rumah gadang salah satu keluarga di kota dataran tinggi. Sosok lelaki paruh baya sedang duduk tenang sembari membaca beberapa kertas. Fokus menatap ke arah kertas kertas di hadapannya, sosok itu melai menyesap kopi dengan tarikan yang panjang. “Ahhhh.” Suara kenikmatan pun terdengar sesaat setelah sosok itu menyeruput kopinya. Meletakkan Kembali cangkir yang ada di tangannya ke meja, sosok itu melanjutkan membaca. Beberapa saat yang tenang berlalu, area itu sepi pada awalnya. Namun tiba-tiba ada suara Langkah kaki yang terdengar ricuh berlari ke arahnya. “Sumando, sumando!” teriakan memenuhi ruangan Ketika Langkah kaki semakin mendekat. Sosok yang berusia 25 tahun masuk dan menghampiri paruh baya yang sedang duduk. “Ada apa kamu ni, kenapa lari lari di rumah.” Kata paruh baya itu dengan logat minang yang khas. “I-ini, sumando si Awan lado terluka sumando ...” sosok itu berkata dengan sedikit takut. “Awan lado terluka? Yang benar saja kamu ni. Bagaimana pula bisa di terlu
Di sebuah bengkel pandai besi yang ada di kota dataran tinggi. “Tuk tuk, ini Surya bawakan lontong,” Katanya riang. “Baiklah, letakan di meja.” Kakek itu sedang sibuk menajamkan sebuah senjata di hadapannya. Itu adalah bilah pedang yang cukup panjang. Dengan maju mundur sosok datuk merah itu mengasah bilah pedang sembari sesekali membasahi pedang itu dengan sedikit air. Surya melihat sosok datuk itu dengan perlahan. Dia cukup serius ketika memperhatikan setiap Gerakan dari kakek tua itu. Setelah beberapa saat, suara gesekan pun akhirnya berhenti. Datuk merah mulai bangkit dan berkata. “Surya, mulai lah menempa sebuah pisau,” Katanya berjalan ke arah meja. “Baik tuk.” Kata Suraya dengan nurut. Datuk merah yang sudah ada di kursinya mulai tersenyum Ketika melihat sebungkus lontong dan beberapa makanan lainya di meja. Sementar itu, surya mulai menyiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk menempa. Sudah beberapa hari Surya mengamati datuk merah melakukan pekerjaannya dalam menempa
Di sebuah kedai beras, kota dataran tinggi. Tampak tiga sosok melihat satu sama lain dengan tidak percaya. Surya sedang menggenggam tangan tuan muda kedua keluarga bareh yang memiliki kelembutan yang mengerikan, sementara itu Sinta sedang melihat ke arah mereka dengan terkejut. Reflek Surya langsung menarik tangannya dari sosok lelaki cantik itu. “E—eh Sinta, sejak kapan ada di sini?” bertanya dengan patah-patah. “Baru juga sampai,” katanya memperbaiki ekspresi. Setelah jawaban itu. suasana kedai itu menjadi sunyi dengan canggung. Merasakan ketidaknyamanan yang teramat tinggi, Surya memutuskan untuk mengangkat beras yang ada di hadapannya sebelum pamit ke arah Sinta. “Oh, yaudah Sinta, aku duluan ya. Datuk merah pasti udah nunggu.” Dengan tatapan bingung, Sinta pun menjawab. “Eh iya hati-hati ya.” Dengan itu Surya bergegas menarik gerobaknya sebelum jejaknya benar-benar hilang di kejauhan. Dengan itu, sosok Sinta di tinggalkan dengan Gading dalam posisi yang canggung Ketika
Rumah gadang keluarga lado, kota dataran tinggi. Tampak sosok paruh baya sedang marah karena satu hal. Memikirkan Kembali kondisi putranya, sosok itu hanya bisa mendesah lemah. “Hehhh ...” Sosok itu adalah kepala keluarga lado, anaknya yang terbaring lemah membuatnya juga menjadi lemah. Bagaimana bisa ada orang yang berani melakukan ini semua secara langsung kepada anggota keluarganya. Ini adalah penghinaan secara terang-terangan! Meskipun kini dia sangat marah, dia masih sedikit lega karena berpikir orang-orang nya telah mengikuti sosok sombong itu. Angin tiba-tiba menerpanya, ruangan yang awalnya tenang itu kini terasa penuh meskipun tidak ada orang yang tampak memasuki ruangan itu. “Cepat bicara,” kata kepala keluarga lado. “I-ini sumando, kami kehilangan jejak bocah itu,” jawab sosok itu malu dengan prestasi nya. “Apa katamu!” berteriak marah. “T-tampaknya dia memiliki sedikit rahasia ...” mencari alasan karena ketidak kompetan dirinya. Sosok kepala keluarga itu juga men
Malam hari, salah satu sudut gunung agung. “Crak.” Suara retakan halus terdengar nyerah. Bersama dengan suara itu, sebuah batu besar hancur menjadi butiran-butiran pasir. Sementar itu sosok pemuda yang berada tepat di hadapan sebuah batu mulai tercengan. “Apa ini?” “Apakah ada yang salah dengan batu ini?” “I—ini tidak seperti apa yang aku pikirkan kan?” tanya Surya kebingungan Setelah berdebat dengan dirinya cukup lama, Surya memiliki pemikiran baru di benaknya. “Apakah itu mungkin?” Berjalan ragu ke arah sebuah batu di dekatnya. Surya mulai menunjukan posisi kuda kudanya kembali sebelum melambai. Sekali lagi tempat itu sunyi tanpa ada pergerakan apa pun di sekitar. “Ahhh, tampaknya aku terlalu berharap.” Kata Surya menghela nafas. Namun Ketika Surya hendak berbalik untuk pulang ke guanya. Suara kecil mulai terdengar. “Crack” Karena cukup familiar dengan suara itu, surya mulai berbalik kembali dan melihat sesuatu yang menakjubkan. Butiran-butiran pasir melayang dengan te
Di bengkel pandai besi milik datuk merah. Sekelompok orang sedang berdiri dengan canggung. Jelas mereka sedang dalam kondisi yang tidak nyaman. “Apakah kakek ini sungguh mengirimkan magang ini untuk bertemu dengan walikota?” Tindik hidung meledak marah dalam hati. Sementara itu temannya yang bertindik di telinga sedikit mengernyit. Dia jelas kesal terhadap perlakuan datuk merah. Namun datuk merah tidak bisa dibantah sama sekali. Dengan kepribadian datuk merah yang jujur, adil dan lugas, orang orang akan membelanya. Lagipula walikota tidak pernah di tempatkan di matanya pada awalnya. Lalu mengapa dia harus menunjukan kesopanan sekarang. Jelas datuk merah bukan orang sembarangan! Menghela nafas dalam dalam. Sosok tindik di telinga itu hanya bisa mengikuti apa yang sudah berjalan. Lagi pula mereka sudah berusaha sebaik mungkin. “Baiklah datuk merah, kami akan membawa anak ini untuk menjumpai wali kota,” kata bertindik telinga dengan pasarah. “Tapi- “ “Sudah, yang terpenting sekaran
“Argh!!!”Seorang pemuda berbadan tegap kini tengah meringkuk buruk di tanah. Sosok itu terus saja bergetar dengan hebat seolah tak terima atas rasa sakit yang dirasakannya.Badan tubuh sosok pemuda tegap itu menegang dengan warna merah merona seperti kepiting rebus yang telah dimasak dalam waktu yang lama.Urat-urat tubuhnya yang sudah menonjol sejak awal kini mulai menggeliat seperti cacing yang menginvasi daging di bawah kulitnya.Semakin lama Surya meringkuk dengan gelisah di tanah, semakin pula rasa sakit yang aneh itu menyiksa tubuhnya.Samar-samar Surya menebak bahwa hal yang telah muncul di punggung tangannya adalah sebuah masalah yang dihasilkan setelah dia bersentuhan dengan mayat milik Abar sebelumnya.Hanya pemuda itulah yang terkait dengan beruang, dengan ini, tato beruang yang muncul di punggung tangan Surya jelas berasal darinya.Dengan ini Surya sedikit merasa pahit di mulutnya, dia menyesal karena telah terlalu serakah menjarah mayat pihak lain sebelumnya.Namun meski
Surya yang telah begitu susah payah melawan kelompok organisasi kejam sebelumnya sama sekali tak ingin merugi.Pemuda yang memiliki badan kokoh itu langsung saja bergerak maju ke arah badan mayat kelompok orang yang telah dibunuhnya sebelumnya.Hal itu terus saja berlanjut hingga akhirnya Surya sampai di tubuh Abar yang tanpa kepala.Dengan pergerakan ringan, Surya langsung saja menggeledah tubuh pihak lain tanpa sedikitpun sopan santun.Pada awalnya Surya bisa mencari dengan begitu mudahnya seolah tengah melakukan hal yang remeh, namun beberapa saat kemudian, ada sebuah gejolak aneh yang muncul dari tubuh tanpa kepala milik Abar.Surya yang begitu dekat dengan tubuh pihak lain merasakan Krisis yang aneh.Pemuda itu sama sekali tak percaya bahwa mayat tanpa kepala itu bisa mengancam Surya, namun seiring berjalannya waktu, perasaan mencekam dan krisis itu teru saja menebal membuat Surya tak enak hati.Surya akhirnya menjauh karena dia ingat bahwa instingnya begitu jarang memiliki kesal
“Badum… badum… badum…” Suara detak jantung yang begitu keras terdengar di dada seorang pemuda kacau. Sosok pemuda itu tak lain adalah Abar yang tengah melihat ke arah seorang pria yang memiliki usia yang hampir sama dengannya. Abar melihat pihak lain dengan begitu takut seolah pihak lain telah menanamkan trauma mendalam kepadanya. Tubuh abar begitu layu, ingin sekali meleleh dan jatuh ke tanah meskipun dia sudah terduduk dengan kacau sekarang. “Tuk tak tuk…” Suara langkah kaki yang pelan dan ringan terdengar seperti teriakan monster di telinga Abar, pemuda kacau itu terus saja menyusut saat suara langkah kaki yang ringan itu semakin jelas di telinganya. Abar bisa melihat dengan jelas senyum hangat dari pemuda tegap yang tengah berjalan ke arahnya. Meskipun terlihat begitu bersahabat, entah mengapa Abar begitu enggan melihat senyum cerah yang ditampilkan oleh pihak lain. Hal ini terus saja membuat Abar frustasi, karena putus asa, pemuda kacau itu mulai membuka mulut untuk bersua
“Swoosh~” “Dum… dum… dum…” Suara ricuh terus saja bermunculan saat dua telapak tangan yang mirip saling berbenturan. Kedua telapak tangan dari dua belah pihak itu tampak mirip namun berbeda. Hal ini seolah telapak tangan itu milik dua orang yang bersaudara. “Bahkan kekuatannya sama!” teriak Kakhi berseru kaget. Kakhi pada awalnya berpikir bahwa dia sedang berhalusinasi. Bagaimana bisa musuh yang belum pernah ditemui bisa menggunakan serangan yang mirip bahkan hampir sama dengan serangan yang telah didapat kelompoknya. Namun sekarang, setelah kakhi melihat dengan jelas aura dan juga dampak serangan, sosok itu hanya bisa bertanya dalam hati. “Apa maksud conqu suci? Apakah kita sedang dipermainkan?” katanya kesal menatap kedepan. Kedua raksasa besar itu terus saja beradu, mereka begitu sengit karena memiliki kekuatan yang hampir sama, namun meskipun begitu tetap saja ada celah kecil antara kekuatan keduanya. Di saat seperti ini, perbedaan yang sangat kecil sekalipun bisa berdampak
Serangan demi serangan mulai bergerak dengan indah dan kacau menuju ke satu arah, bersamamaan dengan kilau-kilau yang memukau itu, sejumlah besar suara ricuh mulai mengacaukan are sekitar. Seolah sebuah badai akan terjadi, debu-debu dan pepohonan di sekitar mulai terangkat akibat momentum yang diciptakan. Sekelompok orang yang tampak menyerang dengan sembarangan itu kini membentuk sebuah pola yang rumit namun beraturan. Kelompok itu kini melakukan serangan formasi yang telah mereka latih sebelumnya, kini bahkan momentum yang ditunjukkan kelompok orang itu benar-benar seperti monster kuno yang menakutkan. Surya yang melihat hal ini dari kejauhan jelas takjub dan juga terkejut, dia tak pernah membayangkan akan melihat hal yang begitu hebat menyerang ke arahnya. Samar-samar ada gambaran seorang laki-laki putih bersih dengan sepasang sayap indah yang mulai menerjang ke arah Surya. Hal itu terlihat sangat kuat! Namun meskipun begitu, Surya sama sekali tak mengendur. Pemuda berbadan t
“Swosh!”Suara deru angin mulai terdengar saat seorang pemuda melesat dengan kencang menuju ke satu arah.Setelah beberapa saat melesat, sebuah suara benda jatuh mulai terdengar di telinga sekelompok orang di sekitar.“Pluk.”Suara itu tidak begitu besar dan juga sangat terendam, namun meskipun begitu, suara jatuhan itu bisa didengar dengan jelas oleh setiap orang.Kelompok yang sudah lama terpaku melihat ke arah belakang mereka hanya bisa menajamkan mata seolah tak percaya.Sosok yang membawa Abar di tempat ini telah benar-benar kehilangan kepala, di sebelah Abar hanya menyisakan seorang sosok tanpa kepala.“Pluk!”Seolah batu kecil yang bisa membuat seluruh gunung es menjadi longsor, suara kecil jatuhan yang baru saja terdengar itu membuat hati setiap orang yang ada di area sekitar menjadi runtuh.Suara terjatuh itu jelas berasal dari tubuh tanpa kepala sebelumnya.Abar yang juga tersadar akan hal ini hanya bisa melihat ke arah mayat tanpa kepala yang ada di dekatnya dengan tatapn t
Abar dan sosok lain yang ada di sebelahnya tampak mematung saat melihat sekelompok orang yang tengah berlari tidak jauh dari dirinya.Abar pada awalnya berpikir bahwa teriakan sebelumnya adalah kode atau semacam teriakan serangan khusus, namun setelah melihat sekelompok orang yang berlari menjauh dan tak berniat untuk menyerang, hanya membuat Abar menjadi terpana.“Apa situasinya?” Abar tanpa sadar bergumam sendiri.Sosok yang sedari tadi berada di sebelah Abar juga tampak bingung, dia juga ingin bertanya hal yang sama dengan apa yang baru saja di gumamkan Abar sebelumnya. Namun hal itu terhenti karena sebuah batu yang ada di tangannya mulai bergetar.Sosok yang memegang batu itu mulai melihat isi pesan dari batu itu dengan wajah yang aneh, seolah ada hal yang mengganggu pikirannya.Setelah beberapa saat melihat isi pesan dari batu komunikasi miliknya, sosok yang tampil dengan wajah aneh itu tiba-tiba saja merubah raut wajahnya.Sosok itu langsung saja berlari dengan gila-gilaan saat
Di sebuah area hutan yang lebat, sekelompok orang tengah berlari dengan gila-gilaan menuju ke satu arah. “Sial! Apa yang membuat orang itu sampai-sampai mengirim pesan darurat seperti ini?” tanya Kakhi saat berlari sambil melihat sebuah batu yang ada di tangannya. Beberapa saat lalu, kakhi jelas telah sepakat untuk membantu Abar berurusan dengan musuhnya, dengan ini Kakhi yang merupakan salah satu orang yang di percayai tuannya salah satu si bengis menyuruh beberapa orang untuk ikut dengan Abar. Dia berharap beberapa lusin orang itu bisa dengan mudah menjatuhkan lawannya. Namun selang beberapa saat yang singkat, sosok itu malah mendapat pesan di batu komunikasi dengan notifikasi cahaya. Biasanya batu hanya akan bergetar saat salah seorang mengirim pesan. Hal ini merupakan notifikasi umum. Dan ini sangat jelas bagi para anggota dari kelompok itu. Namun hal yang dilihatnya kali ini membuatnya sedikit panik, cahaya hanya akan keluar jika hal yang dikirimkan dalam batu komunikasi bena
Serangan yang kuat dan sejumlah orang melaju dengan cepat ke arah seorang pemuda. Kelompok orang itu begitu besemangat seolah telah di suntik oleh narkoba. Sementara itu, pemuda yang telah menjadi arah serangan itu terkejut sebentar sebelum akhirnya Kembali tenang dan tenang. Sosok Abar yang melihat ini dari kejauhan hanya bisa mencibir. “Cihhh, tidak ada gunanya berlagak keren sekarang!” Sosok Abar berkata penuh dengan kebencian pada awalnya, namun setelah beberapa saat, Surya yang awalnya mematung seolah ketakutan itu tiba-tiba saja bergerak. Dengan seuara tebasan pedang yang jelas tajam, sejumlah kepala munusia terbang kemudian jatuh dengan buruk ketanah. Setelah itu, sejumlah tubuh kaku yang jelas-jelas merupakan tubuh kelompok yang sebelumnya menyerang mulai jatuh dengan layu satu persatu. Abar yang melihat ini langsung saja menjadi negri. “Ahhh apakah dia sekuat ini? tidak mungkin! tidak mungkin” Pemuda itu dengan panik berterika. “Tidak-tidak kalian semua serang, janga