Episode 5
Tanka mematikan mesin mobilnya sebelum masuk rumah Tony. Dengan langkah yang lesu lemas dia menuju dapur dan membuat teh hangat untuk mengembalikan semangat yang hilang. Tak ada yang bisa ia lakukan selain mengiklaskan rumah miliknya.Yah, dia tidak tahu-menahu, tentang harta peninggalan dari orang tuanya. Semua diurus oleh pengacara kepercayaan David, ayah Tanka. Namun pada kenyataannya rumah itu sekarang telah berpindah kepemilikan.
Sudah hampir satu bulan lamanya ia hanya berdiam diri di rumah Tony, tanpa sesuatu yang berarti.
Hingga gadis itu ingat akan tawaran dari Paman Jo tempo hari. Tanpa berfikir panjang ia langsung menekan nomor yang tertera pada daftar kontaknya dan menghubungi nomor tersebut."Hallo!" Tanka menyapa seseorang dari ponselnya.
"Bisakah saya berbicara dengan Paman Jo?"
"Maaf, Paman. Saya Tanka. Bisakah kita bertemu di tempat biasa?" tanya gadis itu sebelum mematikan sambungan ponselnya.
Tanka bergegas mandi dan bersiap untuk menuju cafe yang biasa dia sambangi. Langkahnya mantap tanpa keraguan. Cepat dia menstater mobilnya, tak ingin menghancurkan semangat yang telah tercipta.
Akhirnya gadis itu pun sampai juga, setelah melakukan perjalanan yang lamban karena macet. Terlihat suasana ramai pengunjung sehingga cukup sulit baginya untuk menemukan Paman Jo di sana.
Tak lama dari sudut ruangan nampak seorang pria berbadan; tinggi, kurus, rambut ikal dan giginya yang sedikit menonjol tengah melambaikan tangan padanya. Tanka dengan cepat melangkah menuju meja di ujung ruangan, tempat Paman Jo berada."Hi! Paman. Maaf telat." Tanka meraih tangan Paman Jo dan segera duduk di seberang meja yang memposisikannya duduk saling berhadapan.
"Mau pesan apa?" tanya Paman Jo setelah melambaikan tangan pada salah satu pelayan cafe.
"Umh, orange jus saja," jawab Tanka tanpa mengalihkan perhatian dari foto yang telah disodorkan Paman Jo pada dirinya.
Setelah pelayan itu pergi, Paman Jo kembali fokus pada permasalahan awal dan menjelaskannya pada Tanka. "Namanya Parman, dia bekerja di salah satu club sebagai pelayan." Paman Jo menunjukan mimik wajah yang sendu setelah menjelaskan.
"Aku ingin kamu menyelidikinya, sudah beberapa kali aku memergoki mereka tengah bercengkrama di club yang sama," imbuh Paman Jo kemudian.
Tanka memperhatikan foto di tangannya dengan seksama, sosok pria yang cukup tampan dengan tinggi yang ideal, kulit bersih, otot pada tubuhnya terlihat menggoda dengan senyuman yang menawan. Pantas saja istri Paman Jo menggilainya, jauh bila dibandingkan dengan Paman Jo yang kerempeng.
Sekilas Tanka tersenyum saat membandingkan kedua pria tersebut.
"Ok, Paman. Besok saya akan mulai penyelidikan. Tapi saya minta uang mukanya sekarang, lagi kere soalnya." Tanka nyengir usai menjawabnya, memamerkan jajaran gigi yang bersih dan terawat.
Paman Jo hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala, kemudian ia menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat dan meninggalkan selembar foto seorang wanita cantik, yang tak lain adalah istri dari Paman Jo sendiri.
"Jangan bertindak sendiri. Setelah semua bukti terkumpul, aku yang akan menentukan langkah apa yang akan kita ambil selanjutnya, mengerti?" Paman Jo bangkit dan meninggalkan Tanka yang masih mencerna perkataan Paman Jo barusan.
Tanka menatap dua lembar foto tersebut secara bergantian. Menyayangkan tindakan mereka yang mengundangnya untuk menjadi mengintai yang mematikan. Usai menghabiskan minum, Tanka bangkit dan beranjak meninggalkan cafe menuju club yang akan menjadi tempat mengintaian selanjutnya.
Gadis itu melangkah menuju halaman tempat mobilnya terparkir.
"Maafkan aku, tante," ujarnya setelah mobil itu melaju pesat membelah ramainya jalanan kota.
Gadis itu menghentikan mobil tepat di depan bangunan yang bertuliskan "KAVANDRA CLUB".Kenapa nama ayahnya bisa tersemat di sana?
Apa hubungan antara ayah Tanka dengan club tersebut? Semua masih menjadi rahasia untuk Tanka.Lama gadis itu terdiam, asik bermain dengan pikirannya sendiri. Hingga sebuah pesan berhasil membuyarkan lamunan. Dibukanya pesan singkat dari Paman Jo yang berisi info, bahwa nanti malam si Tante akan bertemu dengan Parman, pelayan tampan.
Setelah membaca pesan tersebut. Gadis ayu itu pun menyalakan kembali mesin mobil dan berbalik arah, pulang. Sesampainya di rumah, gadis itu langsung menuju kamar mandi dan membersihkan badan dari debu jalanan.
Usai melakukan ritual mandinya, dia langsung menyiapkan baju yang akan ia kenakan nanti malam, juga camera mini yang akan dipergunakan untuk merekam kegiatan yang dilakukan oleh targetnya.
Tepat pukul delapan malam, Tanka keluar dari rumah. Dia terlihat cantik dengan balutan mini dress berwarna hitam dan high heels dengan warna senada. Tak lupa camera mini terselip pada tas kecil yang dibawanya. Perlahan mobil sedan merah itu keluar dari garasi dan meluncur membarengi kendaraan yang lainnya. Suasana di dalam club sungguh mengasyikkan, lampu yang temaram dan musik yang dapat menghilangkan penat sesaat. Pantas saja banyak orang yang tertarik dengan tempat semacam ini. Minuman yang siap menghilangkan stress hingga para wanita cantik yang siaga menemani setiap tamu yang datang.Tanka memesan red wine dan mencari tempat duduk di pojok ruangan. Matanya menelisik setiap sudut tempat itu , mencari target penyelidikan.
Sayup terdengar suara desahan seseorang dari arah samping.
Membuat gadis itu risih dan berniat untuk berpindah tempat. Namun seketika dia urungkan kala melihat ke arah sumber suara tersebut.Dua insan yang tengah berpelukan dan bercumbu mesra tanpa menghiraukan keadaan sekitar. Mereka tak lain adalah tante Sandra dan Parman.
Tidak ingin kehilangan moment yang langka itu, Tanka langsung mengarahkan camera pada tante Sandra dan pasangan mesumnya.
Adegan panas mereka terekam dengan jelas dan sangat apik.Saat Tanka tengah fokus mengarahkan camera pengintai, tiba-tiba dia didatangi seorang pria tampan yang tak asing baginya. Dia adalah pria yang mengaku telah membeli rumahnya.
"Hi! Sendirian saja?" tanya pria itu yang kemudian duduk di sampingnya.
"Umh ... iya. Kamu sendiri?" tanya Tanka sembari mengamankan tasnya yang berisi camera pengintai.
"Seperti yang kamu lihat, cantik," jawab pria itu yang dengan cepat mencium bibir Tanka.
Sontak Tanka kaget mendapatkan perlakuan itu secara tiba-tiba.
Semakin dia melawan, tangan itu semakin kuat saja memeluk tubuhnya. Hingga akhirnya Tanka larut dalam permainan pria tersebut.Lumatan bibir itu membuat dia lupa akan tujuan awal kedatangannya.
Hingga tiba pada suatu adegan yang mengingatkannya akan masa lalu yang kelam. Cepat Tanka mendorong pria itu hingga terjungkal ke belakang.Seketika Tanka sadar akan tujuan awal kedatangannya dan saat dia menoleh ke arah target. Mereka sudah tidak ada di tempatnya.
"Sial!" umpat Tanka.
Segera ia membalik badan dan melayangkan satu tamparan hangat di pipi pria itu."Katakan! siapa kamu sebenarnya?"
Tanka menarik kerah baju pria itu dan menjatuhkannya kasar."Aku adalah orang yang kamu cari."
Tanka terdiam sejenak, menatap pria itu tajam dan pergi begitu saja.
Episode 6"Sial ...!" Tanka berteriak lalu melempar tasnya di atas sofa."Siapa pria itu sebenarnya? Kenapa harus ada dia." Tanka menghempaskan tubuhnya pada sofa dan mengambil tas yang ada di sampingnya."Untung saja tas ini aman terkendali. Kalau tidak ... hancur reputasiku sebagai detektif." Tanka terkekeh. Dia membuka tas dan mengambil camera mini yang terselip di sana."Ah, saat nya melihat adegan panas." Gadis itu memasukkan memori dan memutar vidio yang telah direkamnya.Buk ...Gadis ayu itu langsung membanting ponselnya. Matanya merah dan tangannya mengepal kuat. Nampak emosinya memuncak."Arrrhhh." Tanka menyambar ponselnya yang tengah berbunyi karena ada panggilan masuk. Di sana tertera sebuah nama "Cungkring". Alih-alih bingung harus menjawab apa, gadis itu meninggalkan ponselnya begitu saja dan pergi mandi.Pagi pun menjelang.Tanka bersiap pergi menemui Paman Jo usai menghabiskan sarapannya.
Tanka segera pergi ke dapur untuk mengemasi beberapa belanjaan. Usai menyusun semua barang pada tempatnya, gadis itu beranjak perlahan mendekati kamar mandi dan membersihkan badannya terlebih dulu sebelum tidur.Tanka keluar dengan mengenakan baju tidur sementara handuk kecil melilit rambutnya yang basah. Gadis itu segera menyambar camera mini yang tergeletak di atas nakas lalu berbaring di ranjang. Dia memutar kembali rekaman vidio mesranya.Rasa penasaran yang besar membuatnya ingin segera menguak keganjilan yang ada. Namun saat gadis itu tengah berselancar dengan pikirannya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Perlahan ia pun meletakkan camera kemudian meraih ponsel itu kemudian menekan tombol berwarna hijau.Tanka seketika terbelalak, tangan kanannya membekap mulut, pelan. Matanya mulai mengembun siap meluncurkan bulir-bulir beningnya. Nampak jelas dari layar ponsel, sesosok tubuh tergeletak lemas di atas lantai dengan luka-luka di sekujur tubu
itu. "Aku terpaksa." Dony meremas rambutnya, frustasi. "Wanita itu tengah mengandung benih bosmu." Kakek itu menunduk lagi dan mengusap air matanya kasar. Derry dan Dony saling pandang. Mereka tidak mengira semua akan sejauh ini. "Mungkinkah sosok yang hadir sebelum kecelakaan itu--?" ucapan Derry menggantung. Dia melihat ke arah Dony dan Abah secara bergantian. "Wanita itu?" tanya Dony kemudian. "Jangan ngaco kamu, semua itu tidak mungkin. Aku tidak percaya dengan adanya hantu dan apalah itu," sanggah Dony lagi. "Siapa yang telah membocorkan keberadaan wanita itu?" tanya kakek. Lelaki tua itu mulai berdiri lalu duduk di kursi yang ada di sampingnya. "James," ucap Derry. Tanka terkejut mendengar percakapan mereka.Dia tidak menyangka mantan kekasihnya itu turut andil dalam sebuah pembunuhan. "Apa ini? Siapa yang mereka bicarakan sebenarnya? Apa ada kaitannya dengan lukisan itu?" Tanka bermon
Flash back **** " mengiyakan. Pikirannya menerawang jauh di mana saat dia tengah melukis Yara. "Saat itu malam buta, Kakek kedatangan tamu dari kota. Sepasang kekasih, kononnya mereka tidak direstui oleh ayah angkat pemuda itu." Kakek terdiam sesaat, menarik nafas dan menghembuskannya pelan. "Pemuda itu menitipkan kekasihnya yang bernama Yara. Namun baru beberapa hari Yara tinggal di sini, ada segerombolan orang dari kota datang bersama seseorang yang sangat tampan dan gagah. Sepertinya itu bosnya." Lanjut kakek lagi. "Setelah kedatangan mereka ke rumah ini, semua berubah tidak terkendali. Anak-anakku menjadi gila harta dan terjadilah hal yang tidak seharusnya." Kakek menghentikan ceritanya. Menyesap wedang kopi yang mulai dingin. "Siapa pemuda yang bersama Yara, Kek? Apakah dia tidak kembali lagi ke rumah Ini?" tanya Tanka penasaran. "Entahlah, semua berjalan begitu cepat. Hingga aku lupa menanyakan n
Hari begitu cepat berlalu, tanpa terasa Tanka sudah hampir satu minggu berada di desa itu. Desa yang secara tidak sengaja memberinya pelajaran yang sangat berharga. Juga sebuah petunjuk yang sulit terpecahkan. "Kakek, terima kasih atas tumpangannya," ucap Tanka setelah ia menyatakan niatnya untuk pulang. "Jangan sungkan, Non. Bila ada waktu mampirlah di pondokku lagi" jawab kakek sambil menyerahkan sekardus oleh-oleh yang berisi singkong dan pisang. Setelah berpamitan gadis itu meninggalkan desa dan melajukan mobilnya menuju rumah Tony. Tempat ia tinggal selama ini.Hampir seharian ia melakukan perjalanan untuk cepat sampai di rumah, jika berhenti pun hanya untuk makan lalu tancap gas lagi. Tepat pukul 8 malam, Tanka akhirnya sampai di rumah.Setelah melakukan ritual mandinya, gadis ayu itu mengenakan piama dan merebahkan badan sambil mendengarkan musik relaksasi.Namun tak lama berselang terdengar suara seseorang memanggil dari luar.
kemudian lari tunggang langgang menjauhi Tanka. Sedangkan gadis itu hanya tersenyum dan berlalu pergi meninggal kan taman. Di kejauhan, nampak seseorang mengawasi adegan perkelahian tersebut dari dalam mobil sembari menyesap rokok yang berulang kali disulutnya. "Gadis yang tangguh, cantik dan cerdas. Membuat aku semakin menggilai dan tidak mungkin bisa melupakannya," ucapnya kagum. Lelaki itu kemudian turun dari mobil, sesaat setelah orang suruhannya mulai mendekat. "Maaf, Bos. Kami gagal," ucap salah satu orang suruhannya yang mulai kehabisan tenaga. "Kenapa bisa begitu?" tanya Si Bos. "Gadis itu sungguh kuat, Bos." Kedua pemuda itu pun menunduk, tak berani menatap wajah Si Bos. "Ok, tak apa. Tapi lain kali kalian tidak boleh gagal lagi," ucap lelaki itu sambil masuk mobil dan berlalu pergi meninggalkan kedua suruhannya. "Dasar Bos Billy aneh, kenapa dia selalu mengincar gadis itu? Apa yang dia rencanakan
Si masa Paman Jo disandera.Byuurr!Aku langsung gelagapan. Bagaimana tidak, satu ember air mengguyur tubuhku yang belum 100% sadar. Kuusap air pada wajahku, mencoba berdiri, tapi tak bisa. Yah, tentu saja karena kedua kakiku terikat."Si--siapa kalian? Beraninya main keroyokan," umpatku pada mereka."Katakan, apa maksudmu mengikuti jejakku? Mau jadi jagoan? Hah!" Lelaki bertopeng itu bangkit dari duduknya.Lelaki bertopeng itu mulai mendekatiku, lalu dengan keras kaki kekarnya terayun ke perutku.Tiada perlawanan berarti dariku, hanya lenguhan dan suara mengaduh yang bergantian karena sakitnya pukulan."Jawab pertanyaanku, bedebah!" serunya seraya terus menendang seluruh badanku.Aku hanya diam, tak ada sedikitpun info yang mereka dapat.Aku tidak akan mengkhianati gadis malang itu, Tanka adalah pemegang saham terbesar di perusahahaan karet yang dikelola ayahnya. Aku harus melindungi semua aset
Kay mengayunkan tangan ke arah Willy lalu menunjuk ke arah tembok yang tertutup dedaunan nan rimbun. Willy mengangguk, dia mendekat lalu berjongkok untuk menjadi tumpuan teman-temannya. Yah, karena hanya Willy yang memiliki tubuh yang lumayan berisi dibandingkan yang lainnya.Kay menatap jony, dia menyuruh temannya itu untuk memanjat duluan, setelah Jony mendarat tanpa kendala, Kay pun membantu Tanka untuk ikut memanjat tembok setinggi dua meter tersebut. Kemudian disusul Rasya, Kay dan Willy.Suasana yang remang kurang pencahayaan membuat mereka leluasa bergerak. Aneh bila dirasa, di bagian depan dan belakang rumah nampak puluhan penjaga dengan persenjataan yang lengkap.Sementara di samping cuma ada segelintir penjaga saja.Kay sebagai ketua regu begitu sangat hati-hati. Dia akan memantau suasana sebelum menyuruh anak buahnya bergerak.Seperti saat ini, lelaki bertubuh tinggi, kekar dan berwajah tampan bak bintang film ternama, Jo
Malam ini Bik Ijah melakukan tugas dari majikannya, meski enggan untuk menuruti semua kemahuan lelaki yang sekarang menjadi semakin dingin, tidak seperti dahulu waktu pertama kali mereka bertemu.Bik Ijah, dia bukan hanya orang yang dituakan di dalam kediaman Mr. X.Dia juga bukan bawahan seperti yang mereka tahu. Ia adalah tempat lelaki dingin itu mencurahkan semua keluh kesahnya, pengganti orang tuanya yang lama tiada.Siapa sebenarnya Bik Ijah?Kenapa wanita itu menjadi spesial di antara yang lainnya?Apakah hubungan mereka hanya sebatas itu? Anak yang haus akan kasih sayang orang tua."Non, jangan bersedih lagi! Biarlah semua berjalan seiring waktu yang akan membawa pangeranmu kelak, ke sini, membawamu pergi dengan kuda hitamnya," ucap Bik Ijah menghibur.Tanka hanya terdiam, gadis itu enggan untuk menjawab.Pikirannya menerawang pada ketiga sahabatnya yang tak kunjung datang menolongnya.Mu
Di kediaman Mr. X.Di rumah mewah itu, tepatnya di kamar nomor dua dari samping, lantai dua. Terlihat sosok gadis cantik dengan penampilan berantakan, bisa dibilang sangat tidak terawat.Gadis malang itu meringkuk, memeluk lututnya di sudut kamar.Matanya terlihat sembab karena terlalu lama menangis.Rambutnya acak-acakan, mungkin mulai stres memikirkan nasib baik yang tidak kunjung berpihak padanya.Terdengar suara pintu yang dibuka dari luar. Nampak seorang lelaki dengan topeng yang selalu setia melekat di wajahnya. Sementara dua orang penjaga senantiasa berjaga di setiap sisi pintu masuk."Panggil Bik Ijah! Cepat!" Tangan lelaki itu terangkat lalu dikibaskan ke arah penjaga agar cepat bergerak. Dan dijawab dengan anggukkan.Tidak lama Bik Ijah datang bersama seorang penjaga di belakangnya.Menghampiri lelaki itu kemudian menoleh ke ujung kamar mengikuti telunjuk lelaki itu terarah.Kaget, s
"Bangun!"Suara yang disertai hentakkan kaki itu berhasil membangunkan Kay yang tertidur meringkuk dengan badan masih terikat pada kursi.Perlahan matanya mengerjap, mencari asal suara tersebut.Terlihat samar olehnya, wajah seorang gadis yang hatinya masih terluka. Senyum sinis menyambut pandangan pertamanya."Tolong lepaskan aku!" pinta Kay memelas. Yang tentu ditanggapi dengan makian kebencian."Haruskah aku menuruti permintaanmu? Hah!" sahut Inez geram."Aku hanya menjalankan tugasku secara profesional," jawab Kay meyakinkan."Meski membunuh sekalipun?" Gadis itu bangkit, mendekati lelaki tak berdaya di depannya.Kay lalu menjawabnya lirih, bahkan hampir tak terdengar."Berjanjilah kau akan membantuku membalaskan dendam pada orang yang telah membayarmu." Inez menatap wajah lelaki yang kini penuh luka, berharap ada kepastian di sana."Aku janji,"
Kay tidak menduga akan mengingat kembali kejadian itu, di mana dia melakukan misi rahasia dari seseorang yang sangat berpengaruh di perusahahaan David Kavandra Saka. Yang mengharuskannya melenyapkan nyawa satu keluarga sekaligus. Semua itu bermula dari satu kesalahan fatal. Hari itu, tepatnya tujuh tahun lalu. Malam gelap dengan derai hujan yang lebat menghiasi sebelah barat batas kota. Sebuah mobil jep berhenti di depan rumah mewah nan megah. Tidak berselang lama, pintu mobil terbuka, memperlihatkan beberapa orang dengan baju serba hitam dengan senjata api di tangan. Mereka turun, mempersiapkan senjata lalu memakai penutup wajah sebelum melangkah menuju rumah besar itu. *Sementara itu di dalam rumah.Tuan Gorge beserta keluarganya berkumpul di ruang tengah, melihat film komedi bersama istri dan kedua putrinya. Mereka tertawa dan bercanda, melepas lelah akibat bekerja seharian. Gorge Mahendra Putra. adala
Sementara itu di kontrakkan sederhana yang terletak di urutan ke-2 dari gang, terlihat dua orang pria yang mondar-mandir gelisah menunggu seseorang.Terlihat rona kecemasan dari wajah mereka masing-masing. "Will, apa tidak seharusnya kita samperin aja tu anak. Sudah jam segini kok belum juga balik." Rasya terlihat resah. Memikirkan sahabatnya yang belum juga pulang. "Kita tunggu sebentar lagi! Kalau belum juga pulang. Kita cari dia." usul Willy. Kembali menyesap kopi di depannya. Rasya kembali menatap jam di tangannya, tertera angka 02: 47 dengan detikan yang terus berjalan.Harinya resah, memikirkan Kay yang tak kunjung pulang.Perlahan dia bangkit lalu menghampiri Willy yang tengah tertidur pulas di ata sofa. "Will, bangun!" Rasya menggoyangkan tubuh sahabatnya yang berisi. "Umhhh, kenapa, Sya?" "Ayok, kita cari Kay!" ajak Rasya sembari menarik tangan sahabatnya untuk bangkit. Me
Aarrhh ...!Suara teriakan mereka terdengar hingga menggema memenuhi seisi rumah. Sontak Kay pun bangkit dan berhambur keluar tanpa melihat ke sana ke mari. Yang ada hanya rasa takut menguasai diri. Meninggalkan dua makhluk yang kemudian mengikuti jejaknya.Kay yang merasa diikuti terus berlari tunggang langgang tanpa arah, meski terdengar suara seseorang meneriakinya. Menyuruhnya berhenti."Kay ... berhenti!" Suara orang itu memanggil.Karena begitu paniknya, membuat Kay tidak menyadari panggilan tersebut. Lelaki yang terbiasa memegang berbagai senjata itu, tetap lari hingga nafasnya tak beraturan lagi.Tanpa disadari, saat Kay melewati jalan yang menanjak, ada seseorang yang juga tengah berjalan berlawanan arah dengannya.Kemudian.Buk!Alhasil mereka bertabrakan lalu jatuh bergulingan dengan posisi saling berpelukan. Mereka terus bergulingan cukup jauh lalu terhenti pada jalanan yang sudah
Dari jauh terlihat dua orang wanita tengah berlari pontang-panting.Baju gamis yang terlihat kebesaran diangkatnya tinggi-tinggi sambil terus berteriak sepanjang jalan. Semua orang yang melihatnya tertawa terbahak-bahak bak melihat atraksi gratisan. Bukanlah pertolongan yang mereka dapatkan, melainkan tawa lelucon yang begitu menjengkelkan.Tanpa berfikir panjang akhirnya kedua wanita itu menceburkan diri ke dalam sungai yang terdapat di pinggir jalan. Sementara anjing yang mengejar mereka hanya bisa menggonggong dari daratan tanpa bisa menjamah mangsanya. Kedua wanita itu tak lain adalah Rasya dan Willy.Mereka terpisah jauh dengan sahabatnya, Kay.Setelah menyelam cukup jauh, dan anjing-anjing pelacak itu pergi, mereka pun naik ke daratan dengan baju yang basah kuyup. "Akhirnya selamat juga kita." Willy melepaskan baju gamis yang dipakainya lalu berjemur di bawah sinar matahari. "Untong ada sungai ini
Dilihatnya Bik Ijah, pelayan itu tengah membersihkan kamar mandi. Tanka pun tersenyum hendak meneruskan niatnya untuk kabur. Diliriknya seorang penjaga yang berdiri di ambang pintu.Gadis itu berjalan mendekat, menghampiri penjaga yang tengah berdiri di ambang pintu kamar.Dengan satu gerakan Tanka mampu melumpuhkan penjaga itu dan mengikatnya di bawah meja makan.Melihat situasi yang aman terkendali, gadis itu langsung lari melewati beberapa ruang lalu turun ke lantai satu. Namun, saat dia hendak menuju pintu keluar, seorang penjaga memergokinya dan menghadang gadis itu.Akhirnya perkelahian pun tak bisa terelakkan. Membuat beberapa penjaga yang lain mulai berdatangan. Perkelahian yang tidak seimbang membuat gadis ayu itu kewalahan dan mulai terdesak."Bawa gadis itu kembali ke kamarnya." Suara itu menggema dari lantai atas."Siap, Tuan." sahut beberapa penjaga bersamaan."Tidak ...! Lepaskan A
Perlahan desiran itu semakin nyata dan indah. Dia pun mulai menikmatinya. Namun, kala ada sesuatu yang mulai mengganjal di antara selakangannya, gadis itu tiba-tiba mendorong tubuh lelaki yang kini tengah menindihnya.Bukk!Tidak disangka tubuh lelaki itu langsung terpental hingga jatuh ke lantai. Tubuhnya yang jatuh terlentang membuat juniornya terpampang sempurna tanpa sehelai benang pun. Membuat Tanka tiba-tiba berteriak sambil menutupi matanya."Dasar gadis bodoh," sentak lelaki itu pelan. Lalu dia bangkit dan kembali menghampiri gadis yang tengah berbaring memunggunginya.Lelaki itu semakin gemas, kala melihat Tanka yang tengah menutup matanya, seakan menunggu serangan berikutnya.Lelaki yang hanya diketahui sebagai Mr. X itu mulai menyingkap sedikit demi sedikit gaun malam yang dikenakan gadis di depannya.Matanya berkilat nakal, sementara tangannya naik turun membelai paha mulus gadis itu seraya menci