Hari begitu cepat berlalu, tanpa terasa Tanka sudah hampir satu minggu berada di desa itu. Desa yang secara tidak sengaja memberinya pelajaran yang sangat berharga. Juga sebuah petunjuk yang sulit terpecahkan.
"Kakek, terima kasih atas tumpangannya," ucap Tanka setelah ia menyatakan niatnya untuk pulang.
"Jangan sungkan, Non. Bila ada waktu mampirlah di pondokku lagi" jawab kakek sambil menyerahkan sekardus oleh-oleh yang berisi singkong dan pisang.
Setelah berpamitan gadis itu meninggalkan desa dan melajukan mobilnya menuju rumah Tony. Tempat ia tinggal selama ini.
Hampir seharian ia melakukan perjalanan untuk cepat sampai di rumah, jika berhenti pun hanya untuk makan lalu tancap gas lagi.Tepat pukul 8 malam, Tanka akhirnya sampai di rumah.
Setelah melakukan ritual mandinya, gadis ayu itu mengenakan piama dan merebahkan badan sambil mendengarkan musik relaksasi.Namun tak lama berselang terdengar suara seseorang memanggil dari luar.kemudian lari tunggang langgang menjauhi Tanka. Sedangkan gadis itu hanya tersenyum dan berlalu pergi meninggal kan taman. Di kejauhan, nampak seseorang mengawasi adegan perkelahian tersebut dari dalam mobil sembari menyesap rokok yang berulang kali disulutnya. "Gadis yang tangguh, cantik dan cerdas. Membuat aku semakin menggilai dan tidak mungkin bisa melupakannya," ucapnya kagum. Lelaki itu kemudian turun dari mobil, sesaat setelah orang suruhannya mulai mendekat. "Maaf, Bos. Kami gagal," ucap salah satu orang suruhannya yang mulai kehabisan tenaga. "Kenapa bisa begitu?" tanya Si Bos. "Gadis itu sungguh kuat, Bos." Kedua pemuda itu pun menunduk, tak berani menatap wajah Si Bos. "Ok, tak apa. Tapi lain kali kalian tidak boleh gagal lagi," ucap lelaki itu sambil masuk mobil dan berlalu pergi meninggalkan kedua suruhannya. "Dasar Bos Billy aneh, kenapa dia selalu mengincar gadis itu? Apa yang dia rencanakan
Si masa Paman Jo disandera.Byuurr!Aku langsung gelagapan. Bagaimana tidak, satu ember air mengguyur tubuhku yang belum 100% sadar. Kuusap air pada wajahku, mencoba berdiri, tapi tak bisa. Yah, tentu saja karena kedua kakiku terikat."Si--siapa kalian? Beraninya main keroyokan," umpatku pada mereka."Katakan, apa maksudmu mengikuti jejakku? Mau jadi jagoan? Hah!" Lelaki bertopeng itu bangkit dari duduknya.Lelaki bertopeng itu mulai mendekatiku, lalu dengan keras kaki kekarnya terayun ke perutku.Tiada perlawanan berarti dariku, hanya lenguhan dan suara mengaduh yang bergantian karena sakitnya pukulan."Jawab pertanyaanku, bedebah!" serunya seraya terus menendang seluruh badanku.Aku hanya diam, tak ada sedikitpun info yang mereka dapat.Aku tidak akan mengkhianati gadis malang itu, Tanka adalah pemegang saham terbesar di perusahahaan karet yang dikelola ayahnya. Aku harus melindungi semua aset
Kay mengayunkan tangan ke arah Willy lalu menunjuk ke arah tembok yang tertutup dedaunan nan rimbun. Willy mengangguk, dia mendekat lalu berjongkok untuk menjadi tumpuan teman-temannya. Yah, karena hanya Willy yang memiliki tubuh yang lumayan berisi dibandingkan yang lainnya.Kay menatap jony, dia menyuruh temannya itu untuk memanjat duluan, setelah Jony mendarat tanpa kendala, Kay pun membantu Tanka untuk ikut memanjat tembok setinggi dua meter tersebut. Kemudian disusul Rasya, Kay dan Willy.Suasana yang remang kurang pencahayaan membuat mereka leluasa bergerak. Aneh bila dirasa, di bagian depan dan belakang rumah nampak puluhan penjaga dengan persenjataan yang lengkap.Sementara di samping cuma ada segelintir penjaga saja.Kay sebagai ketua regu begitu sangat hati-hati. Dia akan memantau suasana sebelum menyuruh anak buahnya bergerak.Seperti saat ini, lelaki bertubuh tinggi, kekar dan berwajah tampan bak bintang film ternama, Jo
"Jony ...." Willy berteriak sekerasnya. Lelaki itu tidak kuasa melihat sahabatnya mati mengenaskan dengan puluhan peluru bersarang di tubuh.Namun saat Willy hendak meraih tubuh Jony, tiba-tiba Rasya menarik tubuh kekar Willy menjauhi arena.Rasya segera membawa Willy ke tempat yang lebih aman.Sementara Tanka dan Kay segera menyusul kedua temannya. Kemudian Kay mendekati Willy, mencoba menenangkan."Kenapa tidak kau biarkan aku meraih tubuh Jony!" teriak Willy seraya mengusap kasar wajahnya."Jangan bodoh, Will! Itu sama saja kamu mencari mati!" Kay memegang kedua pundak Willy, mencoba menenangkan."Lalu bagaimana dengan Jony? Dia pasti tengah menanti kita," ucap Willy di antara isak tangisnya."Jony sudah menang dalam misi ini, dan sekarang giliran kita. bagaimana caranya agar bisa keluar dari tempat ini secepatnya"Kay lalu menarik tubuh Willy dalam pelukannya. Setelah situasi mulai terkendali, mereka b
Hari pun semakin petang. Usai menyelesaikan masakannya Tanka segera menyiapkan semua di atas meja makan lalu beranjak menuju kamar di mana tamunya berada. "Hi ... gaes! Makanan sudah siap, tapi lebih baik kalian mandi dulu sebelum makan. Nanti biar Kay aku yang urus," ucap gadis itu sebelum berlalu dari kamar. "Siap," teriak Willy yang kemudian bangkit menuju kamar mandi. Demikian pula dengan Tanka. Usai menyelesaikan ritual mandinya gadis itu menuju dapur, mengambil piring lalu menyendok sedikit nasi juga lauknya sekalian, dan ia pun beranjak menuju kamar di mana Kay berada. "Loh, kenapa kalian masih di sini. Emang gak laper, toh?" tanya gadis itu yang kemudian duduk di sebelah Kay. "Aku mau dong, dilayani juga," ledek Rasya sembari melirik ke arah Kay, sahabatnya. "Jangan ngaco, deh. Aku mah ogah, dilayani tapi badan sakit semua," timpal Willy kemudian. "Hemh," protes Kay, membuat kedua temannya berlalu tanpa menung
Usai mendengar apa kemauan dari Si Abang. Billy pun langsung berlalu dan mengajak beberapa anak buahnya untuk menyambangi rumah yang Tanka tempati saat ini.Tidak tanggung-tanggung tiga mobil sedan sekaligus melaju cepat membawa Billy beserta sepuluh anak buahnya. Sementara itu di lain tempat, Kay sedang mempersiapkan langkah selanjutnya untuk membantu gadis yang lumayan mengusik hatinya saat ini. Kay menulis sesuatu pada selembar kertas dan diberikan pada gadis di depannya. (Kita harus berhati-hati mulai saat ini, bisa saja bos besar merencanakan sesuatu) Tanka mengerutkan dahinya dan menatap pria di depannya penuh tanya, yang dibalas anggukan oleh Kay. "Berikan kertas itu pada yang lainnya!" Kay menatap gadis itu lalu tersenyum. Memberi kode agar tetap waspada. Tanpa berfikir panjang gadis itu langsung menuju tempat di mana Willy dan Rasya berada. "Gaes, ini ada pesan dari Kay." Tanka
"Apa-apaan ini! Mengejar empat tikus saja kamu gagal, apa keahlianmu hanya mengejar wanita, hah!" Sang Abang menggebrak meja kuat, membuat Billy beserta kesemua anak buahnya ketakutan."Maafkan aku, Bang! Semua di luar dugaanku," jawab Billy dengan suara bergetar."Lalu?" Lelaki angkuh itu mendelik ke arah Billy sambil melipat kedua tangannya di depan dada."Aku janji akan segera menemukan mereka." Billy mendekat kemudian berbisik pada lelaki yang ditakutinya itu, "Aku akan membawa wanita itu padamu, segera."Si Abang yang dikenal dengan sebutan Mr. X itu mengangguk tanda setuju."Baiklah, Aku tunggu kabar baik darimu, secepatnya." Mr. X kemudian berlalu meninggalkan Billy beserta anak buahnya."Hah ... aku terpaksa harus mencari anak buah yang baru," ujar Billy sambil mondar-mandir mencari solusi."Bubar kalian! Besok kita mulai bergerak lagi."
Senja mulai menampakkan pesonanya, kuning keemasan.Begitu pun dengan Kay, wajahnya sungguh terlihat sumringah, membuat ketampanannya terpancar sempurna.Ya tentu saja, siapa sih yang enggak bahagia bila hati tengah berbunga-bunga, merasakan getaran cinta yang menggelora.Yang tentu membuat Rasya dan Willy merasa iri akan nasip baik sahabatnya, tapi walaupun begitu mereka tetap professional dalam persaingan dalam mengejar cinta Sang Dewi."Kay, apa kau benar cintakan dia?" tanya Willy pada sahabatnya yang tengah serius mencuri pandang ke arah Tanka."Iya. Emange ngopo?" jawab Kay dengan gaya jual mahalnya."Tulus kagak loe ama tu cewek?" timpal Rasya yang mendengar perbincangan kedua sahabatnya itu."Aku belum tau, tapi yang jelas aku merasa nyaman dengannya." Kay menatap Tanka sambil senyam senyum bak orang yang sudah tidak waras lagi.
Malam ini Bik Ijah melakukan tugas dari majikannya, meski enggan untuk menuruti semua kemahuan lelaki yang sekarang menjadi semakin dingin, tidak seperti dahulu waktu pertama kali mereka bertemu.Bik Ijah, dia bukan hanya orang yang dituakan di dalam kediaman Mr. X.Dia juga bukan bawahan seperti yang mereka tahu. Ia adalah tempat lelaki dingin itu mencurahkan semua keluh kesahnya, pengganti orang tuanya yang lama tiada.Siapa sebenarnya Bik Ijah?Kenapa wanita itu menjadi spesial di antara yang lainnya?Apakah hubungan mereka hanya sebatas itu? Anak yang haus akan kasih sayang orang tua."Non, jangan bersedih lagi! Biarlah semua berjalan seiring waktu yang akan membawa pangeranmu kelak, ke sini, membawamu pergi dengan kuda hitamnya," ucap Bik Ijah menghibur.Tanka hanya terdiam, gadis itu enggan untuk menjawab.Pikirannya menerawang pada ketiga sahabatnya yang tak kunjung datang menolongnya.Mu
Di kediaman Mr. X.Di rumah mewah itu, tepatnya di kamar nomor dua dari samping, lantai dua. Terlihat sosok gadis cantik dengan penampilan berantakan, bisa dibilang sangat tidak terawat.Gadis malang itu meringkuk, memeluk lututnya di sudut kamar.Matanya terlihat sembab karena terlalu lama menangis.Rambutnya acak-acakan, mungkin mulai stres memikirkan nasib baik yang tidak kunjung berpihak padanya.Terdengar suara pintu yang dibuka dari luar. Nampak seorang lelaki dengan topeng yang selalu setia melekat di wajahnya. Sementara dua orang penjaga senantiasa berjaga di setiap sisi pintu masuk."Panggil Bik Ijah! Cepat!" Tangan lelaki itu terangkat lalu dikibaskan ke arah penjaga agar cepat bergerak. Dan dijawab dengan anggukkan.Tidak lama Bik Ijah datang bersama seorang penjaga di belakangnya.Menghampiri lelaki itu kemudian menoleh ke ujung kamar mengikuti telunjuk lelaki itu terarah.Kaget, s
"Bangun!"Suara yang disertai hentakkan kaki itu berhasil membangunkan Kay yang tertidur meringkuk dengan badan masih terikat pada kursi.Perlahan matanya mengerjap, mencari asal suara tersebut.Terlihat samar olehnya, wajah seorang gadis yang hatinya masih terluka. Senyum sinis menyambut pandangan pertamanya."Tolong lepaskan aku!" pinta Kay memelas. Yang tentu ditanggapi dengan makian kebencian."Haruskah aku menuruti permintaanmu? Hah!" sahut Inez geram."Aku hanya menjalankan tugasku secara profesional," jawab Kay meyakinkan."Meski membunuh sekalipun?" Gadis itu bangkit, mendekati lelaki tak berdaya di depannya.Kay lalu menjawabnya lirih, bahkan hampir tak terdengar."Berjanjilah kau akan membantuku membalaskan dendam pada orang yang telah membayarmu." Inez menatap wajah lelaki yang kini penuh luka, berharap ada kepastian di sana."Aku janji,"
Kay tidak menduga akan mengingat kembali kejadian itu, di mana dia melakukan misi rahasia dari seseorang yang sangat berpengaruh di perusahahaan David Kavandra Saka. Yang mengharuskannya melenyapkan nyawa satu keluarga sekaligus. Semua itu bermula dari satu kesalahan fatal. Hari itu, tepatnya tujuh tahun lalu. Malam gelap dengan derai hujan yang lebat menghiasi sebelah barat batas kota. Sebuah mobil jep berhenti di depan rumah mewah nan megah. Tidak berselang lama, pintu mobil terbuka, memperlihatkan beberapa orang dengan baju serba hitam dengan senjata api di tangan. Mereka turun, mempersiapkan senjata lalu memakai penutup wajah sebelum melangkah menuju rumah besar itu. *Sementara itu di dalam rumah.Tuan Gorge beserta keluarganya berkumpul di ruang tengah, melihat film komedi bersama istri dan kedua putrinya. Mereka tertawa dan bercanda, melepas lelah akibat bekerja seharian. Gorge Mahendra Putra. adala
Sementara itu di kontrakkan sederhana yang terletak di urutan ke-2 dari gang, terlihat dua orang pria yang mondar-mandir gelisah menunggu seseorang.Terlihat rona kecemasan dari wajah mereka masing-masing. "Will, apa tidak seharusnya kita samperin aja tu anak. Sudah jam segini kok belum juga balik." Rasya terlihat resah. Memikirkan sahabatnya yang belum juga pulang. "Kita tunggu sebentar lagi! Kalau belum juga pulang. Kita cari dia." usul Willy. Kembali menyesap kopi di depannya. Rasya kembali menatap jam di tangannya, tertera angka 02: 47 dengan detikan yang terus berjalan.Harinya resah, memikirkan Kay yang tak kunjung pulang.Perlahan dia bangkit lalu menghampiri Willy yang tengah tertidur pulas di ata sofa. "Will, bangun!" Rasya menggoyangkan tubuh sahabatnya yang berisi. "Umhhh, kenapa, Sya?" "Ayok, kita cari Kay!" ajak Rasya sembari menarik tangan sahabatnya untuk bangkit. Me
Aarrhh ...!Suara teriakan mereka terdengar hingga menggema memenuhi seisi rumah. Sontak Kay pun bangkit dan berhambur keluar tanpa melihat ke sana ke mari. Yang ada hanya rasa takut menguasai diri. Meninggalkan dua makhluk yang kemudian mengikuti jejaknya.Kay yang merasa diikuti terus berlari tunggang langgang tanpa arah, meski terdengar suara seseorang meneriakinya. Menyuruhnya berhenti."Kay ... berhenti!" Suara orang itu memanggil.Karena begitu paniknya, membuat Kay tidak menyadari panggilan tersebut. Lelaki yang terbiasa memegang berbagai senjata itu, tetap lari hingga nafasnya tak beraturan lagi.Tanpa disadari, saat Kay melewati jalan yang menanjak, ada seseorang yang juga tengah berjalan berlawanan arah dengannya.Kemudian.Buk!Alhasil mereka bertabrakan lalu jatuh bergulingan dengan posisi saling berpelukan. Mereka terus bergulingan cukup jauh lalu terhenti pada jalanan yang sudah
Dari jauh terlihat dua orang wanita tengah berlari pontang-panting.Baju gamis yang terlihat kebesaran diangkatnya tinggi-tinggi sambil terus berteriak sepanjang jalan. Semua orang yang melihatnya tertawa terbahak-bahak bak melihat atraksi gratisan. Bukanlah pertolongan yang mereka dapatkan, melainkan tawa lelucon yang begitu menjengkelkan.Tanpa berfikir panjang akhirnya kedua wanita itu menceburkan diri ke dalam sungai yang terdapat di pinggir jalan. Sementara anjing yang mengejar mereka hanya bisa menggonggong dari daratan tanpa bisa menjamah mangsanya. Kedua wanita itu tak lain adalah Rasya dan Willy.Mereka terpisah jauh dengan sahabatnya, Kay.Setelah menyelam cukup jauh, dan anjing-anjing pelacak itu pergi, mereka pun naik ke daratan dengan baju yang basah kuyup. "Akhirnya selamat juga kita." Willy melepaskan baju gamis yang dipakainya lalu berjemur di bawah sinar matahari. "Untong ada sungai ini
Dilihatnya Bik Ijah, pelayan itu tengah membersihkan kamar mandi. Tanka pun tersenyum hendak meneruskan niatnya untuk kabur. Diliriknya seorang penjaga yang berdiri di ambang pintu.Gadis itu berjalan mendekat, menghampiri penjaga yang tengah berdiri di ambang pintu kamar.Dengan satu gerakan Tanka mampu melumpuhkan penjaga itu dan mengikatnya di bawah meja makan.Melihat situasi yang aman terkendali, gadis itu langsung lari melewati beberapa ruang lalu turun ke lantai satu. Namun, saat dia hendak menuju pintu keluar, seorang penjaga memergokinya dan menghadang gadis itu.Akhirnya perkelahian pun tak bisa terelakkan. Membuat beberapa penjaga yang lain mulai berdatangan. Perkelahian yang tidak seimbang membuat gadis ayu itu kewalahan dan mulai terdesak."Bawa gadis itu kembali ke kamarnya." Suara itu menggema dari lantai atas."Siap, Tuan." sahut beberapa penjaga bersamaan."Tidak ...! Lepaskan A
Perlahan desiran itu semakin nyata dan indah. Dia pun mulai menikmatinya. Namun, kala ada sesuatu yang mulai mengganjal di antara selakangannya, gadis itu tiba-tiba mendorong tubuh lelaki yang kini tengah menindihnya.Bukk!Tidak disangka tubuh lelaki itu langsung terpental hingga jatuh ke lantai. Tubuhnya yang jatuh terlentang membuat juniornya terpampang sempurna tanpa sehelai benang pun. Membuat Tanka tiba-tiba berteriak sambil menutupi matanya."Dasar gadis bodoh," sentak lelaki itu pelan. Lalu dia bangkit dan kembali menghampiri gadis yang tengah berbaring memunggunginya.Lelaki itu semakin gemas, kala melihat Tanka yang tengah menutup matanya, seakan menunggu serangan berikutnya.Lelaki yang hanya diketahui sebagai Mr. X itu mulai menyingkap sedikit demi sedikit gaun malam yang dikenakan gadis di depannya.Matanya berkilat nakal, sementara tangannya naik turun membelai paha mulus gadis itu seraya menci