Penolakan RestuSetelah meyakinkan Reva dengan pasti, bahkan membuat dia semangat. Sekarang Reva berada di dalam mobil Roy, Roy akan mengajak Reva untuk bertemu keluarganya. Terlihat Reva yang sedikit gelisah, Roy pun paham membuat dia tak menghidupkan mobilnya dari tadi.“Reva, apa yang kamu pikirkan? Aku lihat kau sejak tadi, terlihat sangat gelisah,” tanya Roy, dengan menatap wajah Reva dengan cemas.Reva berusaha untuk menstabilkan nafasnya, lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak ada apa, aku hanya gugup karena ingin bertemu keluargamu,” jujur Reva, membuat Roy menghembuskan namanya paham.“Kita berangkat sekarang, atau kamu ingin refresing? Agar tidak terlalu gelisah?” tawar Roy, dibalas gelengan oleh Reva.“Tidak perlu Roy, kita langsung saja biar tidak keburu siang.” Roy pun mengikuti Reva, dia menyalakan mobilnya dan pergi dari pekarangan rumah singgah. Roy sengaja membawa mobil, dengan kecepatan rendah. Agar Reva bisa mengatur gekisahnya, dan nanti akan baik-baik saja.Tak bu
Roy menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Ayah, cinta Roy ada kepada Reva. Kenapa kalian tidak merestuinya?” tanya Roy tak habis fikir, dia lalu menatap Reva yang hanya diam menundukan kepalanya.“Sampai kapanpun, tidak akan!”“baik Bu.” Reva mengangkat suara, dia menatap kedua orang tua Roy dengan sopan. Masih menghargai orang tua di dihadapannya, walau mereka memperlakukan Reva tidak baik.“Saya memang tidak pantas bersanding dengan anak bapak, saya juga sadar saya hanya seorang janda,” jawab Reva.Bu Werdah tersenyum dengan senang. “Baguslah jika kau sadar diri, karena kami memang menginginkan kau untuk sadar diri,” balas Bu Werdah.Roy menatap Reva. Namun Reva dengan cepat mengalihkan pandanganya.“Saya permisi, maaf suda lancang datang kemari.” Reva langsung pergi dari hadapan mereka, Roy hendak mengejar namun Bu Werdah mencegat Roy agar tidak mengejar Reva.“Mau kemana? Mau kerjar dia? Lihat! Dia sama sekali tidak memiliki sopan santun, bahkan pulang salam saja tidak!” bentak B
Reva sudah berada di rumah, dengan sangat lesu dia memasuki rumahnya dengan raut yang berbeda. Bahkan Bi Ira belum berani untuk menyapanya, melihat raut wajah Reva.Reva tak menyapa Bi Ira, dia juga langsung menaiki tangga untuk pergi ke dalam kamarnya. Dia benar hancur, tidak bisa di jelaskan dengan kata-kata saja. “Kenapa dengan Neng Reva?” Batin Bi Ira bertanya-tanya, tentang apa yang terjadi kepadanya. Namun dia tidak berani untuk bertanya, dia pun memutuskan untuk kembali melanjutkan pekerjaan dan menunggu berapa menit lagi, untuk bertanya kepada Reva.Lain halnya dengan Reva, yang langsung merebahkan diri di atas kasur. Tidak kuat menahan tangis dan sakit hati, yang dia rasakan sejak tad.“Kenapa mereka sungguh keterlaluan sekali?” kata Reva dibalik bantal, mengingat bagaimana perkataan keluarga Roy kepada dirinya.Reva benar merasa paling rendah, bahkan paling sampah di mata keluadepannya.“Aku memang seorang janda, tapi aku juga punya perasaan, hiks!” teriak Reva, dengan memu
Reva menghembuskan nafasnya, dia maish nampak bimbang untuk memikirkan semua itu. Namun bagaimana bisa, jika memang sudah soeerti itu alurnya. Hanya sampai disini saja Reva bisa bersama dengan Roy, tidak akan lagi mungkin kenangan mereka bersama nanti.“Baiklah Bi, aku mungkin akan mengikuti kata bibi,” jawab Reva, membuat Bi Ira menghembuskan nafasnya dengan lega.“Bibi suka, jika kau menurut. Sekarang ayo, kita makan. Isi energi kamu, sudah lewat siang pasti kamu belum makan,” ajak Bi Ira. Menarik tangan Reva agar mau bangkit, dan mengajaknya untuk ke meja makan.Di meja makan, sudah banyak sekali makanan yang tersedia. Lauk pauk kesukaan Reva, senuanya berada diatas meja maka. Membuat Reva benar merasakan hangatnya rumah dan sebuah keharmonisan keluarga, walau hanya dua orang tegapi Reva merasakan bagaimana kehangatan didalamnnya.“Kita makan, ya.” Setelah memberikan Reva makanan, mereka pun makan bersama. Sesekali, mereka tertawa ria mengobrol tentang hak yang mungkin bisa menjad
Pagi hari yang cerah, matahari batu bersinar menyinari bumi. Orang sudah berlalu lalang, untuk berangkat kerja dan berangkat ke sekolah.Tok! Tok! Tok! Bi Ira mengetuk pintu kamar Reva, tak lama kemudian Reva membuka kamarnya. Dia terlihat seperti baru bangun tidur.“Ada apa Bi?” Tanya Rev, sambil mengucek kedua matanya dengan tangan.“ada Den Roy dibawah, apakah kau tidak turun?”Reva melebarkan matanya. “Bilang aku sedang mandi, ya bi.” Reva langsung menutup pintunya, membuat Bi Ira menggelengkan kepalanya. Iya. Roy sudah berada di dalam rumah singgahnya, duduk di sofa dengan pakaian kantornya. Dia akan berangkat kerja, namun dia harus bisa menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu bersama dengan Reva.Bi Ira membawakan minuman kepadanya, menaruh di atas meja dengan sopan. “Neng Reva masih mandi, ditunggu saja ya Den,” ujar Bi Ira, membuat Roy menganggukan kepalanya dengan cepat.Bi Ira pergi dari hadapan Roy, Roy pun menatap di sekitar. Menghilangkan rasa bosannya, dia lalu memai
Reva melepaskan genggaman tangan dari Roy. Dia menatap Roy sambil menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku tidak akan pernah bisa setuju,” tolak Reva dengan suara yang sangat halus. Seolah Roy akan mengerti.Reva memang ingin menikah, tapi bukan ini caranya. “Aku juga ingin menikah denganmu, Roy. Namun tidak begini cara agar kita bisa bersatu,” kata Reva.Roy menghembuskan nafasnya dengan pasrah, dia sudah tahu jika Reva tidak akan pernah setuju. Namun dia juga tidak memiliki cara lain, ia diam sejenak. Memikirkan apa yang bisa dia lakukan.“Gimana kalau kawin lari?” tanya Roy, semakin membuat Reva menatapnya dengan tajam.“Roy! Aku sudah bilang, aku tidak akan menikah jika tidak ada restu dari orang tua!” Reva menjadi heran, dengan Roy.Dia juga ingin menikah dengan Roy, namun bukan dengan cara seperti ini. Bukan dengan cara yang tidak baik, harus dengan restu yang baik dan penemanan yang baik.Jika nanti menikah tanpa adanya restu, pernikahan tidak akan bertahan lama. Mereka pasti akan
Reva kaget akan penuturan Roy, dia lalu mendekati Roy yang hanya diam berdiri tak jauh darinya berada. “Apakah ini benar? Atau kau hanya mengada-ngada?” Tanya Reva memastikan, dia tidak ingin dulu bersenang hati karena takut jika itu hanya lelucon. Roy saja.Roy menganggukan kepalanya, dengan senyuman yang terus mengembang di bibirnya. “Aku serius, aku akan melamarmu. Minggu depan, aku akan ke rumahmu,” jawab Roy, semakin membuat Reva menjadi kaget“1 Minggu?” Beo Reva tak percaya, sungguh itu adalah hal yang sangat cepat. Roy mendekati Reva, dia mengelus kepala Reva dengan lembut. “Jadi kau bisa kok pulang ke kampung, dan tunggu aku di kampung satu Minggu lagi,” ucap Roy, namun Reva masih diam sejenak.“Bentar, ini dapat restu, kan?” tanya Reva. “Iya Reva, kedua orang tuaku sudah memberikan izin!”Deg;Reva kaget dengan perkataan itu, bagaimana bisa? Dirinya pulang kerumah Roy, jelas-jelas kedua orang tuanya sudah tak setuju. Dan sekarang mereka memberikan restu kepada mereka berd
“Sini, Bi. Makasih banyak,” kata Reva, mengambil alih tas yang berada di tangan Bi Ira.“Hati-hati di jalan Reva. Pak jangan membawa mobil ngelantur, ya!” pesan Bi Ira membuat Reva terkekeh pelanReva bersalaman kepada Bi Ira, lantas memasuki mobil. Sebelum berangkat, Reva melambaikan tangannya kepada Bi Ira.“Kalau sudah sampai, kabari bibi, ya.”***“Halo?”“Bi apakah Reva sudah berangkat?”“Sudah, den.”“Baik terimksih!”Tut!Roy memutuskan sambungan sepihak, dia menghembuskan nafasnya dengan pasrah. Sungguh dia sangat tidak ingin, jika Reva balik ke kampung.“Tidak apa Roy, satu Minggu lagi kita akan pulang ke rumah Reva, dan melamarnya,” gumam Roy dengan senang, senyum yang terlihat sangat senang.Roy menatap kalender kecil yang nerada diatas mejanya, dia melingkari satu tanggal. Dia tersenyum, tidak menyangka jika apa yang dia lakukan sudah berhasil dengan mulus.Lain halnya dengan Reva, ia masih berada di jalan. Reva menatap ke luar jendela, melihat pemandangan yang sangat inda
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but