"Uhuk, uhuk, uhuk." Bu Wendah yang sedang makan tersedak mendengar ucapan putra bungsu nya. Meskipun ia kini ada di meja makan.Roy pun mendengar kalau ibunya batuk di dalam."Kalau begitu aku pun akan membantu kamu. Ini sudah perbuatan sangat kriminal," sahut Pak Toni."Iya. Kalau begitu aku pamit dulu, Yah,'' balas Roy.Bu Wendah menghampiri suaminya. "Ada apa sih?" "Reva di tusuk sama orang yang nggak dikenal. Roy mencoba mencari tahu. Apakah ibu tahu?" balas Pak Toni.Bu Wendah menaikkan bahunya dan menggeleng tanda tak tahu. Ia beralih dari tempat nya saat ini. Ia sebenarnya sedikit khawatir. Karena yang ia tahu kalau suaminya bertindak pasti akan ketahuan juga. Masalah di masa lalu dengan mudah Pak Toni ungkap meskipun sebenarnya hal itu sulit. Apalagi cuma mencari tahu siapa yang menyuruh orang untuk menusuk Reva. Itu bahkan bisa dibilang pasti akan ketahuan.Bu Wendah tahu kalau Mila sudah dibebaskan dari penjara. Sesuai permintaan nya dan Dewi juga Mila tak mengatakan apap
Roy datang ke rumah sakit. Ia membawa kabar gembira sekaligus mengejutkan untuk Reva. Ia melihat mertua dan adik iparnya sedang berada di dalam kamar rawat inap Reva."Ngapain kamu ke sini?" Sambutan Bu Ningsih sudah Roy duga. Ia tak marah kepada ibu mertuanya itu."Bu, dia kan suamiku. Jadi sudah sewajarnya dia ke sini," sahut Reva."Maaf, Bu. Saya memang mau melihat kondisi Reva. Dan sekaligus mau bicara sama Reva juga. Saya sudah mengantongi siapa yang menusuk Reva," jawab Roy.Semua mata pun tertuju pada Roy. "Yang benar kamu? Siapa?" tanya Reva."Mila," jawab Roy singkat.Mata Reva membulat sempurna. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja suaminya katakan. "Apa? Mila?""Iya, Mila. Orangnya ayah sudah mengatakan kalau Mila yang menyuruh orang untuk menusuk kamu. Itu semua drama Mila dengan berbagai tuduhan yang mengarah pada Mila. Serta orang yang menusuk kamu juga sudah ditangkap polisi dan mengatakan kalau menyuruh dia adalah Mila," jelas Roy.Dada Reva seakan sesak. Ia tak
"Iya, hati-hati!" sahut Reva."Itu ada lalapan, tadi ayahmu beli. Makan saja! Karena aku juga nggak selera mau makan," ucap Bu Ningsih menunjuk ke arah box makan yang ada di meja.Mega akhirnya memilih untuk ke kantin saja sambil jalan-jalan. Rumah sakit bagi Mega sudah akan menjadi kebiasaan. Ia yang bercita-cita jadi dokter sudah harus mulai siap melihat orang sakit. Tetapi kalau melihat kakaknya terluka seperti itu ia masih belum bisa. Itu masih ditangani oleh dokter spesialis. Sedangkan ia masih berstatus sebagai mahasiswa sarjana strata satu kedokteran.Belum sampai ke kantin tak sengaja Mega menabrak seseorang sampai ia sendiri yang terjatuh. "Aduh," keluhnya."Maaf, kamu nggak apa-apa?" tanya orang yang ditabrak oleh Mega tadi. Mega melongok melihat siapa yang ia tabrak. "Ah, Ivan? Kamu Ivan, bukan?" tanya Mega memastikan. Ia kemudian dibantu untuk berdiri."Ya, aku Ivan. Kamu Mega? Kenapa ada di sini?" balas Ivan. Ia adalah salah teman Mega di kampus. Ivan mengenakan kaos obl
"Mila katakan saja apa yang ada kalau kamu memahami disuruh orang untuk menusuk Reva! Sudah kurang apa dia sama kita?" desakan Tio. Ia merasa bersalah kalau istrinya seperti itu. Ia merasa gagal menjadi suami kalau membiarkan istrinya seperti itu."Kamu ngomong apa sih? Aku nggak melakukan apapun kok,'' kilah Mila yang tak pernah berubah sejak awal meskipun orang yang telah menusuk Reva juga sudah ditangkap. Rupanya mulut Mila ini terkunci dengan rapat sehingga ia tak goyah meskipun sudah ditangkap dua kali. Dan mungkin yang kali ini ia akan benar-benar ditahan sebagai tersangka. Hanya saja otak dalam masalah ini belum disebutkan oleh Mila.Roy merasa sangat marah tetapi ia juga harus meredam emosinya. Ia tak mungkin harus menghajar Mila. Kalau menuruti nafsu tentu ia sudah melakukan itu. Karena kalau itu terjadi justru masalah baru terjadi. Ia bisa dilaporkan dalam kasus tindak penganiayaan. Tetapi baginya Mila terlalu menyebalkan. Ia memilih untuk pulang sementara waktu. Entah kenap
"Oh, maaf. Saya Ivan. Temannya Mega. Kebetulan tadi ketemu di kantin. Dan katanya kakaknya sedang dirawat di ruang VIP jadi saya mau bertemu juga," jawab Ivan. Ia membawa parcel buah berbagai jenis."Oh, iya. Ada di dalam," jawab Roy. Karena ada teman Roy akhirnya ikut masuk ke dalam.Dari raut wajah Mega, Mega terlihat terkejut dengan kedatangan temannya itu. "Ngapain sih dia pakai ke sini?" ketus Bu Ningsih melihat kedatangan menantunya. Meskipun dalam hati ia juga penasaran dengan siapa dia datang ke sini."Ivan!" seru Mega."Iya, tadi aku mencari dimana, dan ternyata kakak iparmu sedang ada di luar, sekalian saja aku masuk," sahut Ivan. Ia lalu memberikan parcel buah tadi pada Mega. Ia juga menyapa Reva. Meskipun Reva juga tak kenal pada Ivan. Reva tahu nama teman Mega tadi saat Mega memanggil Ivan. "Siapa dia?" tanya Bu Ningsih. "Saya Ivan. Temannya Mega di kampus," jawab Ivan dengan bersalaman dengan Bu Ningsih dan Pak Haris. "Oh, jadi kamu temannya Mega. Lalu kenapa kamu ad
"Aku tahu, tapi Roy juga anaknya. Kita juga perlu menghargai perasaan nya," sahut Pak Haris."Untuk apa dihargai? Lagipula ibunya juga tak memikirkan bagaimana anak kita. Aku ibunya yang mengandung sembilan bulan, menyusui lebih dari dua tahun dengan enaknya dia menyakiti anakku. Aku nggak terima," balas Bu Ningsih tak mau kalah."Maaf, saya juga tak terima, Yah, Bu. Saya juga sayang sama istri saya. Saya rela kok kalau ibu saya dipenjara. Karena memang ibu saya salah. Jadi ini juga pelajaran untuk nya," sahut Roy. Ia tak mau ada lagi keributan. Mega hanya mendengarkan Karena memang ia juga tak mengerti apa yang terjadi. Ia hanya tak mau kalau kakaknya terluka, hanya itu saja.Reva hanya membatin kalau ibu mertuanya sangat jahat. Sudah dua kali perbuatan ibu mertuanya tak bisa ia maafkan. Apalagi ini juga masalah nyawa. Ia tak mau membalas. Ia serahkan semua pada suaminya. Ia juga tahu kalau Roy sebenarnya juga tak ingin ibunya dipenjara. Anak mana yang mau melihat ibunya di penjara.
Dewi dan Bu Wendah dicerca berbagai pertanyaan mengenai kebenaran dari bukti yang diberikan oleh Roy. Mereka berada di ruangan yang berbeda. Polisi juga masih terus mencerca keduanya. Tetapi Bu Wendah sungguh takut. Ia tak mau di penjara. Berbeda dengan Dewi yang berlagak tak takut. Ia justru berlagak sombong. Ia tetap bungkam dan tak mau mengaku. Ia bisa menyewa pengacara mahal untuk membebaskan nya hari ini juga. Lagipula polisi atau hakim baginya mudah saja untuk menyuruhnya membebaskan. Baginya uang bisa membeli segalanya."Bu Dewi tolong kerja samanya! Ini kan Anda sendiri yang bicara juga suara Anda, kenapa Anda masih tak mau mengakui?" tanya polisi mulai kesal."Saya kan punya hak untuk diam selagi pengacara saya datang. Kenapa Anda memaksa saya untuk bicara?" balas Dewi dengan tegas. Ia sama sekali tak terlihat takut di hadapan polisi tersebut. "Baik lah, tapi kami juga sudah mengantongi bukti kuat. Kalau masih mengelak itu juga urusan Anda. Apakah mau melanjutkan masalah ini
Tio sangat menyayangkan perbuatan Mila. Akibatnya Angga lah yang menjadi korban. Angga menangis ingin memeluk ibunya sebelum mendekam di penjara. Karena ada rasa iba pihak lapas pun mengizinkan hanya beberapa saat bisa memeluk Angga. Meskipun tidak sampai lama. Mila memeluk Angga dengan sama-sama menangis. Tetapi tak bisa lama dan Mila harus segera menuju ke lapas. "Maafkan aku, Mas!" ucap Mila kepada Tio. Ia merasa sangat menyesali perbuatannya. "Ya sudah, apa yang kamu lakukan harus kamu pertanggungjawabkan! Sekarang kamu ikut petugas dan semoga kamu sehat-sehat. Nanti aku akan jenguk kamu di sana,'' sahut Tio kemudian membawa Angga pergi. Dan Angga pun kembali menangis. Tio tetap membawa Angga pergi. Tak mungkin juga Angga ikut bersama dengan Mila.Roy merasa cukup puas dengan keadilan untuk Reva. Ia hanya menunggu ibunya dan Dewi yang akan dihukum. Meskipun sebenarnya kalau bisa memilih Roy tak mau memenjarakan ibunya sendiri. Tetapi akan sangat bahaya kalau Ibunya dibiarkan be