Ignacio yang telah selesai menerima laporan Adley melepas sejenak penat yang menghinggapi tubuhnya. Keluar dari van warna hitam, dia menyalakan rokok di tengah udara dingin kota London. Netranya menyeloroh melihat sekitar yang ramai dengan lalu-lalang kendaraan yang akan menuju Blue House. Kepulan asap yang berasal dari rokoknya cukup membantunya menghangatkan tubuh dan membantu melegakan pikiran serta penat tubuhnya. Tak lama kemudian, netra Ignacio teralihkan oleh gelagat tiga orang yang sedikit menyita perhatiannya. Satu wanita dan dua pria. Itulah gambaran yang dilihat oleh netra Ignacio. Wanita itu tak teriak, namun dari sikapnya Ignacio tahu jika sang wanita sedang dalam masalah. Awalnya dia hanya membiarkan kejadian itu, namun tanpa sengaja, sorot lampu jarak jauh pada mobil yang dinyalakan membuatnya tahu jika sang wanita itu adalah Adley.
Tanpa pikir panjang, Ignacio melangkahkan kakinya ke tempat Adley dan dua pemuda tadi. Mengamati dan mengawasi! Setidaknya
Blue House Club, Ruang Kerja Cleon Byur!!! Suara air jelas terdengar dari kamar mandi milik Cleon di ruang kerjanya. Kamar mandi yang berukuran cukup besar dan lux itu kini sedang digunakan sebagai tempat 'eksekusi' bagi Adley! Siraman air dingin di malam hari dirasakan oleh Adley hingga menusuk dan seakan mematahkan tulang-belulangnya, bak hipotermia, seketika tubuh Adley bergetar menggigil menahan dinginnya air yang disiramkan padanya. Bibirnya yang awalnya merah merekah, kini menjadi kebiruan dan pupil netra yang membesar serta kedua tangan yang saling mengeratkan untuk menutupi bagian depan tubuh Adley yang tertera cukup jelas. "Tu--Tuan ..." ucap Adley melihat Cleon dengan tubuh bergetar. "Ke--kenapa ... kenapa Tuan menyiram saya? Apa salah saya, Tuan?" tanya Adley lirih. "Bukankah sudah kukatakan kau akan mulai bekerja esok hari? Tapi kenapa ..." Cleon menangkupkan tangan kirinya ke wajah Adley yang mulai membiru karena dingin, "Kau malah bersam
Lyn yang melihat tanda merah di leher belakang Adley dengan segera menarik tangannya kencang dan membawanya ke tempat yang biasa dijadikan tempat bergumul para anggota. "Kenapa aku merasa sangat terganggu dengan tanda merah itu? Hah! Apa yang sudah kulakukan sebenarnya? Kenapa aku seperti orang bodoh begini!" rutuk Lyn seraya menginjak rokok yang masih tersisa setengah batang di mulutnya. Dia kemudian merogoh kantong celananya dan mengambil ponsel miliknya. Item kontak menjadi target manik birunya, tangan panjang namun berisi milik Lyn segera menekan papan tombol yang berisi angka-angka di layar ponsel sentuh miliknya. "C'mon ... kenapa tak diangkat juga!? Ke mana si brengsek ini?" gerutu Lyn yang berulang kali mencoba menelepon seseorang namun tiada jawaban. "Kurang ajar! Cari mati rupanya dia!" Kesal Lyn ingin membanting ponselnya, namun dia berusaha menahan emosinya dan berkata, "Tunggu dulu! Bukankah Adley sedang menjalankan misi di Blue House? Kenapa aku tidak .
"Selamat pagi, Tuan-tuan." Sapa dan senyum Kael menyapa dua pria tersebut. Manik Kael melihat ke arah pelayan restoran milik kakaknya dengan tatapan tajam dan menyipit seakan mengatakan 'kau bodoh!' "Maaf, jika pelayanan di restoran kami kurang menyenangkan. Apa ada yang bisa saya bantu?" ucap Kael mengembangkan senyumnya. "Apa kau manajer restoran ini?" tanya pria berbadan tinggi besar itu menghalangi pria bertopi fedora. "Benar, saya adalah manajer restoran ini. Jika ada yang bisa saya bantu, akan saya bantu." Jelas Kael menyatukan kedua tangannya sembari tersenyum hangat. "Tuanku ingin mencoba makanan di restoran ini. Karena menurut informasi, restoran ini adalah yang paling terkenal di London." ucap pria tegap itu menyilangkan kedua tangannya ke depan dengan mimik arogannya. "Ah, terima kasih atas pujian Anda, Tuan. Tapi, bolehkah saya tahu apakah Anda telah reservasi sebelumnya di restoran kami?" sopan Kael bertanya pada lak
"We'll meet again tonight! I'll be waiting waiting for you!"Entah mengapa Kael tak dapat melupakan ucapan wanita cantik yang baru saja ia temui. Pikirannya selalu terngiang pada sosok wanita ber-mini dress warna hitam nan menggoda yang saat ini masih duduk manis di restorannya. Sesekali manik coklat itu menilik ke arah wanita yang selalu mengulas senyum manisnya pada pria di sampingnya. "Ah, wake up Kael! You must be insane! What am I thinking?" gerutunya sesaat setelah dia menggantikan posisi salah satu pelayannya yang mengalami insiden tak menyenangkan."T--Tuan," salah satu pelayannya menghampiri dan membungkukkan sedikit badannya."Kau baik-baik saja? Apa kau terluka?" tanya Kael datar."Ti--tidak, Tuan. Saya baik-baik saja. Ma--maaf, Tuan. Karena saya, Tuan jadi harus menggantikan saya," jelas pelayan itu tak enak hati."It's fine. Tak apa ...."Belum sempat Kael menyelesaikan ucapannya, sesuatu yang bergetar di balik kantong cel
"Selamat pagi, apa saya melewatkan sesuatu?" Suara bariton lainnya terdengar dari luar ruang rapat GG Pharmacy. "Selamat pagi," sapa seorang pria berpakaian formal dengan kemeja warna hitam dan celana straight cut satin warna senada dengan kemeja warna ungu serta sepatu oxford yang disamakan dengan setelan pakaiannya tengah berjalan memasuki ruang rapat yang panas itu. Senyum mengembang pun terulas di wajah pria berdagu belah tengah sedikit lancip dengan kacamata bulat kecil mengikuti bentuk sang empunya netra serta gaya rambut brushed on-top miliknya. "Maaf, saya terlambat." Ucap pria itu sekali lagi sambil membungkukkan badan sebagai bentuk hormat juga permintaan maaf. "Oh, Anda datang juga, Tuan Kael." Nathan segera mengulas senyum lebar di wajahnya seakan sengaja menimbulkan konflik yang sedang panas. "Tuan Nathan, apa kabar?" Kael mengulurkan tangannya dan terlihat keakraban di antara mereka berdua. "Oh, aku tak tahu jika kalian ber
Blue House Club "Lelaki keparat! Bisa-bisanya dia lakukan ini padaku! Kenapa aku sangat bodoh hingga bisa masuk permainannya!" Cleon tak henti-hentinya mendengus kesal akan kejadian hari ini. Dirinya yang merasa diperdaya oleh Delano, sang papa meluapkan emosinya dengan menenggak langsung botol wiski yang ada di ruangannya. Pakaian yang awalnya ia kenakan rapi dan wangi beraroma Calvin Klein, kini berubah menjadi wangi wiski yang menusuk indera penciuman siapa pun yang menciumnya. "AARON!! AARON!!AARONNNNN!!!!" teriak Cleon dari dalam ruangannya. "I--iya, Tuan." Jawabnya gagap. "Apa kau tuli, hah! Kemana saja kau tak menjawab pertanyaanku!?" tanya Cleon seraya melempar botol wiski ke arah Aaron, sang penjaga club Blue House dengan kencang. "Ma--maaf, Tuan. Saya sedang berjaga di depan, seperti biasa." Jawab Aaron dengan wajah takut dan terkejut karena perilaku Cleon yang tiba-tiba berubah bak banteng yang melihat muleta (kain merah yang digunakan dala
Adley yang mengemudikan mobilnya bagai kesetanan pun langsung berhenti di sebuah daerah pinggiran kota London. Jejeran mobil yang terparkir di sisi jalan kanan-kiri memberikan ruang bagi Adley untuk memakirkan kendaraannya dan mengawasi Kael tak jauh dari ia berhenti di depan 'rumahnya' "Ckckckck! Menyusahkan sekali!" dengus Adley kemudian ia mencari tempat untuk merubah penampilannya menjadi goddess. Sementara itu, Kael yang tengah berhenti di depan sebuah rumah tanpa pagar, berpintu warna coklat menyala serta sebuah ketukan yang terbuat dari besi warna hitam yang disangkutkan di muka pintu 'rumah' Adley menambah manis depan 'rumahnya', classic namun juga elegan yang bisa Kael tangkap secara visualnya. Jemari Kael diketuk-ketukkan pada stir mobil sportnya, sesekali dia melihat ponselnya dan netra yang hampir basah karena menguap. Lama tak kunjung datang, membuat Kael kesal dan kehilangan kesabaran. "Cih, dasar wanita! Sama saja, selalu merepotkan!" dengusnya kesal d
Blue House ClubSuara nyaring dari heels milik Adley berhenti tepat di depan sebuah ruangan berpintu coklat tua dengan pencahayaan yang tak terlalu terang. Adley menarik napas panjang dan berusaha mengatur tempo detak jantungnya yang masih berdetak cukup kencang akibat 'shock therapy' yang diberikan Kael dari cara mengemudinya. Perlahan tapi pasti, Adley memeriksa kembali tiap inci penampilannya, mulai dari sepatu, gaun bodycon-nya, hingga tas clutch warna biru sparkling yang dibawanya. Tak lupa pula, lipstik 'ajaib' serta ponsel 'serbaguna' yang selalu bersamanya tiap saat dan dapat digunakan sewaktu-waktu jika terdesak. "Ok, Adley! You can do it! Jangan hilangkan kesempatan ini! A good chance will never come back for twice!" ucapnya pelan sambil meyakinkan diri.Adley segera mengetuk pintu tersebut. Suara berat bariton seorang pria terdengar dari dalam ruangan itu."Masuk!"Tanpa ragu dan buang waktu, Adley pun segera menginjakkan kakinya ke ruang
Adley yang memarkir mobilnya di sebuah taman kota tengah Kota London, langsung menyelasar tempat itu dengan teliti. Suasana yang tak begitu ramai memudahkan netranya menemukan target yang ia cari. "Bingo, gotcha!" Ucapnya langsung melangkah cepat menghampiri kerumunan sekelompok remaja yang tengah bergumul dan menenggak bir lokal sambil bernyanyi-nyanyi. "Selamat malam, Tuan-tuan. Apa aku menggangu pesta kalian?" Tanya Adley tersenyum di hadapan para pemuda tanggung tersebut. "Hey, babe. Apa kau datang ke sini untuk memanaskan malam kami?" tanya salah seorang di antara mereka sambil tertawa lebar. "Anggap saja begitu, Tuan." Jawab Adley sembari mengamati ketujuh remaja itu. "Hei, teman-teman! Sepertinya malam ini akan menjadi malam 'panas'. Hottie ini akan menjadi tungku kita." Ucap remaja itu lagi tambah tertawa lebar. Di saat para remaja tanggung itu tertawa lebar, netra Adley langsung menangkap visual salah satu di antara mereka yang berusa
"Tuan Cleon!" Seorang wanita dengan dress one-shoulder hitam di atas lutut dan ketat serta anting-anting besar di kedua telinganya menyambangi Syden dan Cleon yang tengah minum di depan meja bartender. "Sst ... sst." Senggol Syden ke siku Cleon. "Benar, ternyata ini Anda! Tuan, bagaimana kabar Anda? Sudah lama sekali Anda tak datang ke sini." Wanita itu, Mady mengulas senyumnya lebar dan sesekali melirik Syden. "Hi, Nona. Siapa nama Anda?" tanya Syden tersenyum tipis sambil menatap genit Mady. "Madeleine. Panggil saja aku Mady, Tuan ...," "Syden. Itu namaku." "Syden? Bukankah Anda model terkenal itu, Anda yang sering berada di halaman depan majalah pria, Famous Magazine? Dan juga, anak seorang perancang tas ternama, Lilith Jude?" tanya Mady terkesiap. "Itu ..." Syden hanya tertawa sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal. "Mau apa kau kemari?" Cleon menyela mereka dengan nada dingin. "S-
Kring ... kring ... kring Ponsel dengan volume dering nyaring terdengar di salah satu kantong jaket jenis hoodie milik seorang pemuda plontos dengan piercing telinga sebelah kanan. Pemuda yang tengah asyik minum dengan beberapa orang teman wanitanya di sebuah kafe pinggir Kota London mengacuhkan panggilan yang datang dari seseorang yang paling ditakutinya. "Brengsek! Bajingan! Cari mati dia!" Adley yang tampak kesal langsung menuju parkiran Blue House dan membuka pintu mobil sport merahnya. Kring ... kring ... kring Kali ini giliran ponsel Adley yang berdering. "Rupanya masih mau hidup dia, hah!" ucap Adley membuka kunci password gawainya dan matanya terbelalak ketika tahu siapa yang sedang menghubunginya. Beberapa menit Adley mendiamkan panggilan itu. Kini dia membisukan ponselnya dan hanya menggetarkannya, wajah kesal Adley semakin bertambah dengan panggilan masuk yang baru saja datang ke ponselnya. 'Mau apa orang
Wanita itu merendahkan tubuhnya, mensejajarkan tingginya dengan duduk di seberang meja Daria."A-Anda ... Nona Teonna!" serunya.Adley hanya mengulas senyum ramah. "Apa kabar? Kau kenal aku?" tanya Adley sok jual mahal."Eh, itu ...," Daria tampak tersipu malu menundukkan kepalanya."Hahaha, tenang saja. Aku hanya bercanda. Tapi, dari mana kau tahu namaku dan bagaimana kau yakin jika aku adalah Teonna?""Hanya menebak."Teonna mengulas senyumnya. Dia melihat wanita muda nan cantik dengan wajah eksotis itu terkesiap. "Kau itu cantik, apa kau tahu?" seloroh Adley menatap Daria lekat.Tersipu malu dan terkejut, dia membalas, "Terima kasih, Anda juga terlihat sangat cantik bahkan layaknya anugerah dewi Athena.""Hahaha, Athena, ya ... bijak dan adil. Tapi sayangnya, aku tak sebijak dan seadil dia." Ucap Adley tersenyum lepas. "Oh, ya ngomong-ngomong Daria, dari mana asalmu kemarin?""Uzbekistan, Nona.""Ah, ya.
"Bagaimana jika kita mainkan permainan yang kau mainkan sebelumnya?" bisik Cleon di telinga Adley."A--apa maksudmu?" Adley terkesiap dan memandangnya."Apa kau pikir aku tak tahu, hah! Kau yang akan mendapatkan keuntungan jika aku bekerja sebagai CEO di perusahaan keluarga! Sementara aku bekerja, kau bisa bebas dan leluasa bertemu dengan saudaraku!"Adley hanya terdiam, 'Kupikir dia curiga akan apa,' gumam Adley menatap datar ke arah sang suami."Kenapa diam? Benar begitu, kan?" tanya Cleon lantang.Adley menyeringai. "Kenapa kau senyum seperti itu? Apa yang lucu, hah?""Sejak kapan kau mulai memperhatikan gerak-gerikku, suamiku? Apa kau ... cemburu?" seloroh Adley."Jangan gila! Kita menikah tanpa cinta, tanpa mengenal satu sama lainnya, dan kini kau bilang aku cemburu? Sinting kau!""Benarkah? Jika kau memang tak ada rasa cemburu, berarti aku bebas mau pergi ke mana dan dengan siapa. Sekarang ... lepaskan tanganmu!" pe
"Aku menikahi Lucas karena satu alasan!" "Apa?" "Balas dendam!" "Apa!?" **** 'Jangan kau kira bisa lari dariku, Lucas! Aku tahu apa yang sedang kau lakukan di belakangku! Kali ini, aku tak akan membiarkan hal itu menimpa pada putriku! Nyawa pun akan kuberikan demi melindunginya.' Kediaman Graciano Mini dress warna hitam nan seksi dipilih Adley sebagai 'pembuka' untuk menyambut kedatangan sang 'suami'. Eyeliner yang tajam ditambah riasan nude dan pemerah bibir yang sangat mencolok, membuat Adley menunjukkan sisi yang lain dari dirinya. Kecantikan yang paripurna! Begitulah kiranya yang bisa menggambarkan sosok Adley Britta Calla. "Hmm, seharusnya ini bisa membuat pria itu 'jatuh cinta' denganku. Tapi kenapa sulit sekali menaklukkan Gunung Kilimanjaro, huh." Tin ... tin ... tin .... Adley melihat jam dinding yang terpasang di kamar utama mereka, "Pukul delapan, it's time for show!" Ucapnya setelah selesai m
"Kita akan lakukan black conspiracy!" Senyum tipis di bibir atas Cleon terlihat samar namun ekspresi yang menyiratkan 'ada sesuatu' tampak dengan jelas tergambar di wajahnya. "Maaf, Pak. Tapi apa itu black konspirasi?" tanya salah satu dari mereka. Cleon hanya terdiam menanggapi pertanyaan salah satu pegawainya. Ia malah mengambil telepon yang ada di meja kerjanya dan menghubungi Stacy. "Stacy, ke ruanganku. Sekarang!" [Baik, Pak.] Tok ... tok ... "Masuk." "Pak, Anda memanggil saya?" tanya sang asisten pribadi, Stacy berdiri di antara pegawai lelaki yang dipanggil Cleon. "Kalian, keluarlah! Ada yang ingin kubicarakan dengan asisten baruku ini," titah Cleon melirik Stacy. "Baik, Pak." Kini hanya tinggal Stacy dan Cleon yang ada di ruangan itu. Cleon berdiri menghampiri Stacy, memutarinya dan berkata, "Aku memiliki sebuah misi untukmu!" "Misi? Misi apa, Pak?" tanya wanita itu de
"Apa kau mau menggantikan posisi suamimu di perusahaaan yang ia pegang saat ini? Dan buat seakan itu sebagai suatu 'kecelakaan'?" Sebuah pernyataan yang entah dari mana atau siapa yang mengatakannya pada Kael, hingga dia bisa berkata seperti itu. Adley yang telah keluar dari Blue House dan menuju parkiran. Dirinya tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang mahasiswa hukum bisa mengatakan hal seperti itu! Jemari lentik nan panjang terawatnya mengetuk-ngetuk stir mobil yang semakin lama semakin kencang ketukannya, gemas juga cemas! Irisnya menyeloroh ke depan kaca mobilnya dan tiba-tiba, ia melihat Dangelo juga Amber keluar dari sebuah restoran yang berseberangan dengan Blue House. Dengan tawa lebar, sang wanita terus menggelayuti lengan Dangelo bagai lem kayu. Dan sang pria, tampak menikmati tawa lepas sang wanita. "Sudah kuduga! Mereka bukanlah klien 'biasa'! Siapa sebenarnya dua orang ini?" ucap Adley melihat keduanya bersiap akan meninggalkan tempat tersebut.
"Apa aku mengganggumu, Tuan Kael?" Suara bariton Dangelo membuat Kael terkejut dan segera merapikan pakaiannya. Dangelo hanya tersenyum satu garis menarik bibir atasnya melihat perbuatan Kael dengan salah satu 'kelinci putih' miliknya, Audrey. Dangelo melirik Audrey yang hanya mengenakan pakaian yang ada di bagian dalam tubuhnya dan terlihat kikuk di depan sang majikan. "Apa saya mengganggu Anda?" tanyanya sekali lagi. "Keluarlah, aku ada urusan." Perintah Kael seraya menepuk pelan bahu Audrey. Audrey dan Dangelo saling bertatap pandang, Dangelo mengangguk seakan memberi tanda padanya, "Ada apa, Tuan Dangelo? Kenapa Anda tiba-tiba datang ke sini tanpa memberitahu?" tanya Kael yang telah selesai berpakaian. "Jika saya memberitahu Anda, maka saya tak akan pernah tahu kelakuan seorang mahasiswa teladan universitas terkenal di negara ini dan juga seorang CEO dari tempat terkenal." Seloroh Dangelo dengan pandangan seakan memandang rendah Kael.