Setelah kulihat Pak Beno menjauh, aku melangkah memasuki ruangan tempatku bekerja."Firli ... kamu lama amat sih di toilet?" tanya Sinta."Emang ada apa, apa ada kabar yang aku lewatkan?" tanyaku, walaupun aku sudah mendengarnya melalui Pak Beno."Iya nih, kamu Fir kelamaan sih ngeden," ledek Ryan, teman satu divisiku juga."Sialan Lo, emangnya gue lagi setor, apa!""Hahaha ... sorry gue kira Lo lagi pup, lagian lama amat Lo di WC!""Ada angin surga nih, Pak Beno dimutasi ke cabang baru. Yeeees ... gue gak akan jadi bulan-bulanan lagi, hehehe ...!!" Ryan bersorak, dia yang paling happy dibandingkan temanku yang lain karena dialah yang paling sering dimarahi sebelum aku."Itu gue udah tahu, Yan!""Tapi kalau kabar yang ini Lo belum tahu kan?""Kabar apaan?""Yang gantiin Pak Beno, Fir Waaaaw ... Lo gak akan nahan liatnya!" Tari ikut nimbrung."Memang kenapa?" Aku ingin tahu sejauh mana kebenaran kabar mengenai pengganti Pak Beno, apa benar yang dikatakan Pak Beno tadi sama aku."Tuh pe
Dia terus mendekatiku dan berkata, "Bibir Nona kelihatannya sangat menggoda." 'Kata-katanya makin membuatku takut, bener kayaknya nih orang ada maksud jelek nih, aku harus hati-hati jangan-jangan dia memang penjahat yang suka melecehkan perempuan, hiii ...'"Maksud Tuan apa yah?" Aku mundurkan langkahku, merasa panik."Iya, saya akan bantu Nona tapi Nona harus kasih saya satu kecupan, bagaimana apa Nona mau?" Tanpa rasa malu sedikit pun dan gayanya yang begitu santai dia menyampaikan syarat yang memuakkan."Heiii ... Anda jangan kurang ajar yah, saya bukan perempuan murahan yang bisa anda lecehkan begitu saja," bentakku, aku gak terima dia minta cium begitu saja, Emangnya aku cewek apaan, baru ketemu lalu rela dicium sama dia."Loooh ... kurang ajar di mananya, saya kan mintanya baik-baik, minta izin dulu, saya gak asal nyomot bibir Nona kan?" Laki-laki itu tersenyum hingga garis bibirnya terangkat.'Ngeselin juga lama-lama nih orang, ganteng-ganteng tapi pikirannya kotor amat.'"Maa
POV William Pagi itu, aku ditugaskan Papa menjadi manager pemasaran untuk sementara menggantikan Pak Beno yang akan menempati jabatan yang sama di cabang yang baru, ini merupakan hal yang baru bagiku, pemasaran memang bukan bidangku, tapi aku akan coba tantangan dari Papa, kata Papa kalau aku bisa menguasainya aku akan diangkat menjadi direktur di cabang yang baru.Oke, Pa... aku terima tantangan Papa, siapkan kursi yang empuk di ruangan direktur nanti, hahaha ....Aku berangkat lebih pagi hari ini, karena cabang perusahaan Papa ini jaraknya lebih jauh, dan aku pun ingin memberikan kesan baik pada semua karyawan di hari pertamaku menjabat sebagai manager pemasaran.Baru setengah perjalanan, pandanganku terhenti pada sosok gadis yang terlihat kebingungandia tengah berjongkok di depan mobilnya sambil memegang obeng, mungkin dia bermaksud mengganti ban mobilnya.Kasihan juga aku melihatnya sepertinya dia sangat kesulitan mengganti ban mobilnya.Aku pun berinisiatif memberhentikan mobil
"Fir, tuh telepon kamu bunyi lagi!" kata Sinta mendengar telepon di mejaku kembali berdering.Jangan-jangan dia lagi yang menelponku. "Halo ...""Kamu ke sini sekarang, kamu belum jelasin laporan ini sama saya, jangan hanya ngasih-ngasih aja dong!""Iya Pak," jawabku tidak bersemangat.'Mau apa lagi sih, tinggal baca aja apa susahnya sih, kayaknya dia hanya ingin mengerjaiku saja nih.'"Kenapa Fir, Bos mau minta laporan bulan apa lagi?" "Gak tahu, aku cuma disuruh ke ruangannya katanya suruh jelasin laporan tadi yang aku kasih!""Heeemmm ... asyik dong, bisa berduaan lagi sama bos ganteng!" Sinta masih saja menggodaku, dia gak tahu bos macam apa yang dia puji-puji itu."Apaaan sih kamu Sin, udah yah, aku mau ke ruangan bos dulu!"Walaupun malas aku masuk ke ruangannya Pak William. "Masuk!" ujarnya dari dalam."Duduk dan sekarang jelasin sama saya!" Pak William memberikan map yang berisi laporan yang tadi aku berikan padanya."Iya." Aku menghela napasku, sebelum aku menjelaskannya."J
'Sialan! Kenapa aku harus ketemu dia di sini, kalau dia sampai tahu aku masih sendiri, dia pasti meledekku habis-habisan kayak tempo hari.'Dia makin dekat lagi, aku harus gimana ini. Dalam kegundahan hati ini, aku lirik ke arah si Bos mesum, ya sudah tampaknya tidak ada cara lain.'Oke, kali ini aku harus terlihat sedang jalan sama pacarku!' gumamku memberanikan diri menjalankan rencana nekad ini.Aku menggelayutkan tanganku di lengan lelaki kekar di sampingku ini, membuatnya tampak keheranan dengan apa yang aku lakukan."Hei, tadi gak mau digandeng, sekarang malah kamu yang agresif!" ujar Pak William sambil tersenyum meledek padaku."Diamlah dan bersikaplah seperti kekasihku yah!" tegasku sambil berbisik."Maksud kamu apa sih?" tanya Pak William, dia belum mengerti apa maksudku, sementara Aldo berjalan makin dekat, oh no!"Ikuti saja permainanku, Pak!" ujarku penuh penekanan.Tibalah si brengsek itu di depanku, dia tersenyum sinis padaku."Haaai ... Fir ... udah punya gandengan Seka
'Sungguh menyebalkan, Emangnya enak dicuekin kayak gini!' Aku terus saja menggerutu kesal sepanjang acara makan siang itu, dia terus saja berbicara berdua tanpa mempedulikan aku, dia dengan manisnya menawarkan minum pada Bu Fanny, akuuu ... malah dia cuekkan.Apa aku hanya dianggap nyamuk di sini, sial!!Aaaah ... lama-lama aku kesal dicuekkan begini mendingan aku balik aja ke kantor, jelas-jelas aku mungkin bisa menikmati makan siangku dengan tenang dan tentu saja lahap, perutku udah lapar tapi dia sama sekali tak menghiraukan aku.kasih minum kek, aduuuh ... ngomong aja terus, ini lagi Bu Fanny asyik aja ngobrol sama Pak William. Waduuuh ... dia tak berkedip gitu lihatnya, ini kayaknya sama-sama pemain kayaknya satu playboy yang satu playgirl.Aaah ... udah ah, aku mau balik aja, tingkat kesabaranku udah abis, perutku udah meronta-ronta ingin diisi.Aku pun hendak pergi, baru saja aku mau berdiri, tanganku dicekal Pak William, "Mau ke mana, Firli Sayang?" bisiknya dengan nada manja.
Aku masih belum rela kalau dia sampai datang ke rumahku dan kalau benar dia bilang gitu sama orang tuaku gimana, dia kan agak sengklek otaknya, sukanya bikin aku jengkel."Tapi Pak ..." Aku masih berusaha menolaknya."Udah gak ada tapi-tapian lagi, besok pukul tujuh kamu siap yah, chat alamat kamu! Ini ponsel saya, masukkan nomor kamu!" Dia menyerahkan ponselnya padaku.Aku paling malas memberikan nomorku pada orang lain, tapi yah gimana lagi, dia itu bosku, aku pasrah saja."Ini sudah, sekalian alamatnya juga sudah.""Oke, Firlita selamat bekerja kembali!" Dia memasuki ruangan kerjanya lagi.Teman-temanku lalu mengerubuniku, mereka mau tahu bagaimana acara makan siangku dengan Pak William yang mereka curigai sebagai acara pendekatan Pak William padaku."Gimana sukses acara PDKTnya?" tanya Sinta."Pak William nembak langsung gak?" Tari pun ikut bertanya."Kalian iiih ... semua yang kalian sangka itu salah semua, pak William itu ngajak aku makan siang itu mau ketemuan sama Bu Fanny, pe
"Kita udah sampai, ayo!" ujar Pak William setelah memberhentikan mobilnya di salah satu restoran."Loh kok ke sini, Pak? Ini kan restoran?" tanyaku heran."Ya memang ini restoran. Emangnya dikira ini apaan?""Iya maksudnya bukannya kita mau ke perusahaan iklan yah?""Ini masih pagi, saya belum sarapan temani saya sarapan dulu!"'Hadeeeuh ... udah tahu kepagian kenapa janjian jam segini, dasar bos nyusahin aja!' gumamku menggerutu sepanjang jalan memasuki restoran itu.Melangkah dengan langkah malas, menghampiri meja yang dia tunjuk."Kamu mau makan apa?" tanyanya."Saya sudah sarapan Pak. Saya beli minum sajalah!""Oh, yang sudah jangan ngences yah, kalau saya lagi makan, hahaha!" Dia seneng sekali bikin aku kesal.'Ngences, emang aku anak kecil!' gerutuku dalam hati.Berbagai makanan enak tersaji di atas meja. 'Ya ampun, masa sepagi ini dia mau makan steak, yang bener aja!'Aroma steak itu begitu menggugah selera, apalagi saosnya yang menetes dari daging panggang itu terlihat begitu
Firlita POVSebulan kemudian ... Aku tak pernah bertemu dengan Pak Willy sesuai kesepakatan. Dia memenuhi janjinya tak menggangguku hingga aku siap menerimanya lagi.Hari ini aku dipanggil oleh HRD, entah apa salahku. Padahal kinerjaku bagus kata managerku."Maaf Nona Firlita, mulai hari ini Nona dipindahkan ke bagian lain," kata Manager HRD."Saya salah apa Pak?" tanyaku, padahal aku sudah mulai nyaman di divisi ini."Nona tidak salah apa-apa, hanya saja Nona lebih dibutuhkan di bagian lain. Silahkan bawa surat ini, dan Nona pergi ke lantai 10"Lantai 10? Bukankah itu lantai khusus ruangan direktur dan direksi yah."Iya selamat yah Nona, Nona terpilih menjadi sekretaris Direktur kami yang baru."Sekretaris Direktur? Beneran ini ... Bahkan aku tidak menguasai pekerjaan sekretaris.Ya sudahlah, dari pada aku tidak bekerja. Aku terima saja."Iya terima kasih Pak, saya tidak menyangka akan dipilih menjadi sekretaris Direktur." Entah aku harus senang, ataukah bimbang ... aku tidak perna
"Apaaa ... Om Firman ini adalah ..." Belum sempat Fayra selesai dengan ucapannya, Tante Mayra langsung memotongnya, "Iya, dia ayah kandung kamu, Fayra. orang yang selalu kamu tanyakan kini sudah ada di depan kamu!"What! Pak Firman ayahnya Fayra. Waw, waw ... ini jadi makin seru!Kami semua tampak terkejut, Papa Mama pun sama, hanya Firlita saja yang tampak biasa, apa dia sudah tahu yah."Aku baru tahu kemarin!" bisiknya, seolah tahu kalau aku mau menanyakannya."Oh.""Ayaaah ....!!" Fayra langsung memeluk Pak Firman dengan mata berkaca-kaca."Pantas saja aku merasa nyaman bila dekat Om, rupanya memang ada chemistry ayah dan anak di antara kita.""Aku sangat merindukanmu, Ayah! Sejak kecil aku hanya mengetahui namamu saja, wajahmu sjaa aku tidak pernah tahu, ayah! Aku hanya ingin disayang seperti anak-anak lain yang memiliki ayah," Fayra menangis sesenggukan di pelukan Pak Firman."Maafkan aku Nak, ayahmu ini bahkan tidak pernah tahu keberadaan kamu, Mamamu menyembunyikannya dari ayah
William POVAku memilih untuk menghampiri dulu Firlita di kantor, sedangkan Papa pergi menuju kantor Pak Firman. Kita ingin semuanya clear hari ini juga, agar hidupku lebih tenang tidak terus-menerus diganggu oleh model sialan itu.Aku menuju ruangan divisi keuangan. Aku tahu ke napa dia sampai minta pindah ke sini. Pasti untuk menghindari bertemu denganku.'Itu dia, wanitaku ... sudah satu bulan lebih kamu menghindariku, aku sangat merindukannya.' Sosok perempuan cantik dengan senyum mempesona sosok gadis impianku itu tengah berjalan menuju ruangannya aku pun mengendap-endap di belakangnya.Begitu tiba di dekatnya. Aku langsung tarik tangannya."Hei apa-apaan ini Pak!" protesnya kesal, berusaha menepis tanganku, tapi tenaganya kalah kuat."Ikut saja denganku!" Aku terus menarik tangannya hingga ke depan mobil."Saya tidak mau Pa. Saya mau kerja, baru juga dua hari saya kerja. Jangan buat nama saya jelek di divisi yang baru ini dong!" bentaknya, dia menepis tanganku lagi kali ini deng
"Ayo cepat, Willy. Kita hampir terlambat!" ujarku pada William yang tengah menyetir menuju restoran yang telah ditentukan menjadi tempat pertemuan dengan orang yang telah menghubungi mereka kemarin."Sabaaar ... Pa. Ini macet banget." Willy pun kesal karena jalanan hari ini kebetulan sedang macet-macetan kami sampai terjebak di tengah-tengah.Kenapa sih, macet ini gak tahu waktu, kita lagi buru-buru ini malah macet. Aku hanya bisa berkeluh kesah karena mobil hanya maju sedikit demi sedikit.Mudah-mudahan dia mau menunggu kita. Ini sudah hampir pukul 10.00."Ini gara-gara kamu susah banget dibangunin!" makiku, karena kesal William tadi bangun jam 9.00."Maafin aku Pa, semalam aku gak bisa tidur. Aku baru tidur subuh tadi, Pa.""Kamu, Wil!" Percuma juga marahin anak itu, dia memang terkadang susah tidur mungkin memikirkan kehidupan percintaannya yang berantakan."Udah Pa, udah. Tuh mobil di depan udah maju," timpal istriku menenangkanku yang tengah kesal."Maju Wil, cepetan tuh ada jala
"Fiir ...! Firlitaaa .. !" Suara itu mengagetkanku, sudah lama aku merindukan dia memanggilku begitu."Iya Pak." Aku masih berusaha menghormatinya sebagai atasanku."Masuklah ke ruanganku. Aku ingin bicara denganmu.""Ma-maaf Pak, sebaiknya kita bicara saja di sini.""Ayolah Fir, sampai kapan kamu akan menghindariku!" Pak Willy mencekal tanganku.Dia seperti tahu saja kalau selama ini aku memang berusaha untuk menghindarinya.Aku celingukan takut ada yang lihat. "Udah masuk saja, gak usah takut gak ada siapa-siapa ini!" Pak Willy menarik tanganku menuju ruanganku."Masuk!" Pak memaksaku masuk dan mengunci pintu."Gak usah dikunci Pak! Disangka orang kita lagi ngapain lagi!" protesku sambil hendak memutar kunci yang masih menempel di lubang kunci."Fiiiir ... jangan bikin aku terus menderita, Fir ... aku putus dari kamu saja bikin hidup aku terpuruk, apalagi melihat kedekatan kamu sama laki-laki itu saja membuatku tambah tersiksa." Sebegitunyakah yang dia rasakan, bukannya seharusnya d
Firman POVMalam ini aku baru pulang dari kantor, entah kenapa setelah aku bertemu Mayra tadi siang perasaanku tidak enak.Baru masuk ke rumah aura rumah terasa sangat berbeda. Kulihat istriku hanya duduk di sofa tanpa menyambutku."Waalaikumsalam." Dia menjawab salamku dengan ekspresi datar."Sayaaang... ada apa sih, aku pulang kok cemberut?" godaku sambil mencolek pipinya yang mulus."Gak usah colek-colek segala!" ketus Arlita."Idih galak amat sih, Neng," jawabku sambil bercanda."Udah gak usah bercanda, duduk!" Arlita tampak serius, sikapnya begitu dingin. Ada apa dengan istriku ini kenapa mukanya gak ada manis-manisnya hari ini. Apa aku sudah berbuat salah yah."Pa, Mama sekarang minta Papa jujur! Kenapa Papa gak mau mempertimbangkan permintaan William untuk bersanding sama putri kita, padahal Mama yakin dia sungguh-sungguh mencintai anak kita?" Ini kenapa tiba-tiba Arlita menanyakan hal ini lagi yah? Aneh sekali."Jawab Pa, kenapa diem?""Bukannya Mama sudah tahu alasannya, k
Fayra POV"Kamu senang kan bisa bertunangan dengan pria yang kamu cintai?" tanya Mama."Tentu saja, Ma. Akhirnya aku bisa miliki dia," jawabku dengan senyuman yang lebar."Pertahankan dia Fay, jangan kayak Mama. Mama dulu terlalu mementingkan ego Mama untuk menjadi model yang terkenal. Hingga Mama kehilangan Papa kamu. Dia memilih menikah dengan wanita lain." Mama terlihat begitu sedih, mungkin itu penyesalan yang tak berujung dalam hidupnya, kehilangan cinta sejatinya.Aku tidak boleh seperti Mama, aku harus bertahan demi cintaku pada Pak Willy."Maaf Ma, aku dari dulu ingin sekali menanyakan hal ini? Apaaa... Papaku masih ada? Kenapa Mama selalu menyembunyikannya dariku?"Mungkin ini saatnya aku mendesak Mama untuk memberitahu secara mendetail soal Papaku."Maaf Fay, belum saatnya kamu tahu. Suatu hari nanti pasti Mama akan kasih tahun kamu, Fay.""Mama selalu begitu, kenapa sih Ma?" Mama tetap tak mau bilang soal Papa. Sampai hari ini hanya namanya saja yang aku tahu."Kamu kan uda
Sial banget hidupku, kenapa harus kenal sama gadis itu, padahal dari awal pun aku tidak tertarik sedikit pun sama dia. Aku harus menemui Papanya Firlita siapa tahu dia bisa membujuk Papaku untuk membatalkan pertunangan ini."Pak Firmaaaan .... Saya mohon tolong saya, saya benar-benar tidak ada hubungan apa-apa sama gadis itu. Saya hanya mencintai putri Pak Firman." Aku mengucapkannya dengan sungguh-sungguh, entah Pak Firman akan melihat kesungguhanku ini."Saya tidak yakin setelah saya mendengar ucapan gadis itu!" Pak Firman tampaknya sudah terlanjur percaya dengan ucapan gadis itu."Pak, saya sangat yakin kalau saya ini dijebak, tolong izinkan saya tetap bersama Firlita? Dan tolong bilang sama Papa saya untuk Menolak pertunangan saya dengan Fayra, Pak.""Maafkan aku Willy, aku belum seratus persen percaya sama kamu." Aku tahu ini bakalan sulit, tapi demi Firlita Aku harus terus membujuknya."Tante Arlita, saya sungguh-sungguh sama Firlita... tolong bantu saya. Saya tahu, kalau saya
Flashback on"Pak Willy tolong saya, saya disekap oleh seseorang di sebuah apartement!!" Suara Fayra terdengar panik di ujung telepon."Ka-kamu di mana Fay?" tanyaku ikut panik."Saya ada di apartement Berlian lantai 7 kamar 52, cepat Pak! Saya takut ini!"Tok! Tok! Tok !! "Wei, cepaaaat.... kalau gak saya akan mendobrak pintu kamar mandi itu!"Terdengar suara laki-laki yang berteriak sambil menggedor pintu dengan keras."Udah yah Pak, kayaknya mereka udah curiga! Pak Willy harus cepat, saya takut Paaak...!" katanya sambil berbisik dan terdengar begitu gugup.Tut! Dia mematikan sambungan telepon.Aduh, gimana ini? Aku harus menolongnya, tapii... bagaimana dengan pertunanganku.Aku melihat ke arah jam tanganku, masih ada Waktu sekitar dua jam.Aku pun bergegas makin cepat pergi, makin cepat beres urusannya dan aku bisa pergi ke pertunanganku."Lho Willy, kamu mau ke mana? Kok malah pergi acara pertunangan kamu sebentar lagi?" tanya Papa saat melihatku hendak pergi."Ada urusan sangat