Setelah sesi pemakaman Willy selesai, Marsha, Felix, Putra, Hugo, Ishak, dan Bayu pamit untuk pulang terlebih dahulu. Mereka mengucapkan rasa belasungkawa kepada ibu Willy dan mendoakan Willy agar ditempatkan di tempat terbaik pilihan Tuhan. Marsha juga tidak lupa untuk memberi bingkisan berupa barang-barang yang ia beli di Swiss untuk keluarga Willy sebagai ungkapan perpisahan. Mereka pun saling bertukar nomor telepon agar tetap bisa menjalin hubungan meskipun dalam jarak jauh. Marsha juga berjanji pada ibu Willy akan mengunjunginya lagi di lain waktu jika ada kesempatan.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam yang artinya langit sebentar lagi akan berubah menjadi gelap. Mereka berenam kini sudah berada di dalam perjalanan pulang menuju ke Jakarta. Butuh waktu sekitar tiga sampai empat jam untuk sampai kecuali jalanan tidak ramai dan macet. Bayu menawarkan diri untuk menjadi sopir pertama kemudian setengah jalan nanti akan dilanjutkan oleh Ishak. Kedua laki-laki itu masing
Akhirnya rombongan Marsha telah sampai di Jakarta pada pukul satu malam. Ishak yang kini menjadi sopir segera menjalankan mobil ke rumah Felix karena titik awal keberangkatan mereka dimulai dari rumah Felix. Selain itu, motor yang mereka bawa juga dititipkan di rumah Felix. Marsha yang sudah sepenuhnya sadar kini sedang mengirimkan pesan pada kedua orangtuanya untuk menjemputnya di rumah Felix. Namun, pesan yang dikirim oleh Marsha belum juga dibaca oleh ayah maupun ibunya. Maklum saja, saat ini sudah masuk waktu dini hari dan pastinya kedua orangtuanya sudah tidur. Bodohnya, Marsha lupa untuk memberitahu pada kedua orangtua jika ia akan pulang malam ini."Ca, nanti gue balik ke indekosnya Bang Bayu. Lo dijemput sama siapa?" ucap Ishak. Baru saja terlintas di otak Marsha jika di sini juga ada tetangga sebelah rumahnya. Akan tetapi, ternyata sang tetangga tidak pulang menuju ke rumahnya melainkan ke rumah kakak tingkatnya. Marsha pun mengangguk dan menjawab, "Santai aja, Kak.
Libur kenaikan kelas telah usai setelah dua minggu berlalu. Marsha yang awalnya berada di tingkat kelas 11 kini sudah berada di tingkat akhir dalam SMA yang artinya sebentar lagi ia akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Perempuan itu juga kini sudah tidak tinggal bersama dengan kedua orangtuanya. Sang ayah memutuskan untuk melatih kemandirian anak semata wayangnya untuk hidup sendiri. Kedua orangtuanya membelikan unit apartemen yang berada di tengah kota dan juga dekat dengan sekolah Marsha.Awalnya sang ibu menolak jika anak perempuannya harus tinggal sendiri di apartemen terlebih lagi berada di tengah kota. Ibu mana yang tidak khawatir melihat anak perempuannya tinggal sendiri di Kota Jakarta yang terkenal dengan kata Jakarta keras tersebut. Akan tetapi, sang ayah berhasil meyakinkannya dan percaya bahwa anak perempuannya akan menjaga dirinya sendiri dengan baik.Marsha sendiri sudah tinggal di apartemen tersebut selama tiga hari. Hari pertama ia
Waktu istirahat Marsha menjadi berkurang akibat adanya jadwal yang sangat padat. Mulai dari pagi hari, Marsha harus berangkat sekolah untuk belajar hingga pukul satu siang. Kemudian dilanjutkan dengan tambahan belajar yang diadakan oleh sekolah setelah pulang sekolah sampai dengan pukul empat sore. Setelah itu, dilanjut dengan bimbingan belajar yang Marsha ikuti di luar sekolah mulai dari pukul empat sore sampai tujuh malam. Belum lagi Marsha harus belajar sendiri untuk mempersiapkan ujian masuk ke perguruan tinggi pada malam hari. Jika ditotal, Marsha bisa menghabiskan waktu lebih dari dua belas jam untuk belajar tanpa istirahat.Untungnya, Marsha melakukan semua hal itu dengan penuh semangat. Meskipun terkadang ia masih mengeluh akan tugas sekolah yang diberikan oleh gurunya. Marsha sebisa mungkin berusaha untuk menjalani kewajibannya sebagai pelajar. Ia selalu mengingat kalimat yang diberikan oleh sang ibu "usaha yang keras akan mendapatkan hasil yang setimpal". Begitulah
Baru saja memasuki tingkat di kelas 12, para murid sudah disibukkan oleh berbagai tugas dan try out. Sekolah akan mengadakan try out pada Senin minggu kedua sejak mereka berangkat sekolah pada tahun pelajaran baru. Meskipun hanya try out, tetapi Marsha juga harus menyiapkan materi yang akan ia pelajari untuk try out besok. Marsha bahkan tidak menyempatkan dirinya untuk pergi ke kantin hanya sekadar membeli makanan ringan. Seperti saat ini, ia masih sibuk mencatat materi pelajaran yang baru saja selesai padahal jam istirahat sudah dimulai sejak sepuluh menit yang lalu."Serius nggak mau ikut ke kantin?" tanya Lia di sebelah Marsha. Ia lantas mengangguk dengan cepat sambil tetap mencatat di buku tulisnya."Tadi pagi udah sarapan belum?" tanya Lia lagi. Setidaknya ia harus peduli dengan sahabatnya yang kini sudah hidup mandiri di apartemen."Belum," timpal Marsha singkat.Lia lantas berdecak mendengar jawaban dari Marsha.
Sejak kejadian kemarin di mana Lia melihat Felix secara langsung sedang mengendarai motor dengan perempuan selain dirinya, Lia hari ini menjadi lebih pendiam. Bahkan sejak perempuan itu masuk ke dalam kelas pada pagi hari, Lia tidak menyapa Marsha seperti apa yang ia lakukan biasanya. Hal itu membuat Marsha menjadi khawatir karena sejak tadi Lia tidak mengajaknya berbicara. Marsha juga bersimpati pada Lia dan ia bisa merasakan jika sahabatnya kini sedang marah dan sedih dalam waktu yang bersamaan. Marsha pun mencari cara agar bisa membuat sahabatnya yang sedang bersedih ini agar menjadi ceria seperti biasanya."Lia, kok diem aja daritadi. Udah sarapan belum?" ucap Marsha pada Lia yang kini sedang menelungkupkan kepalanya di atas meja. Lia hanya menggelengkan kepalanya tanpa berniat menjawab pertanyaan Marsha."Makan, Li. Nanti lo bisa sakit," ujar Marsha lagi.Lia lantas mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Marsha yang berada di sebela
"Lia kemarin lihat lo waktu pulang sekolah boncengin perempuan lain."Di sinilah Marsha dan Felix berada. Setelah selesai dengan bimbingan belajarnya pada malam hari, Marsha mengajak Felix untuk berbicara terkait masalah antara Felix dengan Lia. Marsha dan Felix berhenti terlebih dahulu menuju ke sebuah kafe yang terletak di pinggir jalan. Untung saja Felix menerima ajakan Marsha. Sebelum itu, Marsha pun sudah memberitahu kepada Haris jika ia akan pergi ke kafe sebentar bersama dengan Felix untuk membantu menyelesaikan masalah di antara sahabatnya dan Felix. Haris pun juga sudah diberitahu oleh Marsha terkait masalah antara Lia dan Felix. Laki-laki itu tentu saja mengizinkan kekasihnya."Oh, shit. Pantesan aja," cerca Felix setelah mengetahui alasan sebenarnya mengapa Lia mengabaikannya."So, what is the truth?" tanya Marsha."The girl that go home with me just my neighbor. Just it," jelas Felix dengan singkat.Mars
Lia harus segera berterima kasih kepada sahabatnya, Marsha. Karena perempuan itu, hubungannya dengan Felix pun kini telah membaik. Felix sengaja mengajak Lia untuk berangkat sekolah lebih gasik dari biasanya. Laki-laki itu mengajak Lia untuk sarapan bersama terlebih dahulu sebelum menuju ke sekolah. Lia yang tidak tahan mengabaikan Felix terlalu lama pun menyudahi aksi untuk mengabaikannya. Ia menerima ajakan Felix untuk sarapan bersama sebelum berangkat sekolah. Kini, kedua insan yang sedang dimabuk cinta pun sedang duduk berhadapan sambil menunggu menu sarapan pada pagi hari yang mereka pesan datang."Kok tumben ngajakin sarapan pagi-pagi kayak gini?" tanya Lia membuka obrolan."There is something that I have to tell you, Lia," ujar Felix. Lia yang paham dengan apa yang akan Felix bicarakan pun mengangguk. "Go ahead.""Aku mau jelasin tentang kesalahpahaman kamu sama aku terkait kejadian waktu pulang sekolah tempo hari. Kamu pasti ngira perem
Haris kini sudah berada di unit apartemen milik Marsha. Begitu menekan tombol sandi di depan pintu masuk, Marsha mempersilakan Haris untuk masuk ke dalam unit miliknya. Apartemen yang tidak terlalu kecil tetapi tidak terlalu luas sangat cocok untuk ukuran pelajar seperti Marsha. Begitu masuk ke dalam, Marsha mempersilakan Haris untuk duduk di ruang tamu sekaligus ruang tengah di mana terdapat smart tv dengan lebar layar 50 inci memenuhi dinding di ruangan tersebut. Di sebelah ruang tengah, terdapat satu kamar luas di mana kamar tersebut adalah milik Marsha. Lalu ketika masuk ke dalam lagi terdapat dapur beserta ruang makan yang langsung berbatasan dengan balkon luar kamar.Ini adalah pertama kalinya Haris berkunjung ke apartemen milik Marsha. Sebelumnya Haris belum pernah berkunjung ke apartemen milik Marsha karena keterbatasan tangannya yang masih sakit dan dibalut dengan gips sehingga ia tidak diberikan kebebasan oleh kedua orangtua untuk bepergian meskipun hanya berkunjung