“Kepergian menimbulkan kehilangan dan kehilangan membawa kerinduan. Namun, rindu pada seseorang yang suda tidak ada adalah hal yang paling menyakitkan.”
Semenjak kejadian itu Qila menjadi gadis yang benar-benar pemurung, Qila menjadi gadis yang dingin dan tidak pernah tersenyum, kepergian Dave seakan membawa separuh jiwa Qila. Tidak ada lagi Qila yang cerewet, periang dan murah senyum seperti dulu. Semua hilang, pergi bersama dengan kepergian Dave. Sudah satu tahun kepergian Dave, namun Qila masih merasa bahwa Dave hanya pergi ke Ausie, dan akan kembali ketika penyakitnya sudah sembuh. Qila selalu menyakinkan dirinya bahwa Dave akan pulang. Qila tidak pernah menerima siapapun yang datang karena Qila selalu berpikir bahwa dia harus menjaga hatinya untuk Dave yang sedang berjuang untuk melawan penyakitnya. Orang tua Qila sangat sedih melihat keadaan Qila yang sudah 1 tahun ini tidak pernah berubah, selalu menunggu Dave dan menantikan kehadiran Dave. Orangtua Qila sudah beberapa kali mencoba menyadarkan Qila bahwa Dave sudah tidak ada dan tidak akan pernah kembali. Namun Qila masih bersikeras dengan pikirannya bahwa Dave akan pulang dan melamarnya. Sudah 1 tahun berlalu dan bayang-bayang Dave selalu menghantui Qila, kata-kata Dave masih terngiang jelas di telinganya. Kata-kata yang menyatakan bahwa Dave sangat mencintainya dan ingin melamarnya.
Sudah beberapa banyak orang yang mencoba membangkitkan keterpurukan Qila, namun tidak ada satupun yang berhasil. Orangtua Qila sudah tidak tau lagi harus berbuat apa agar putri semata wayangnya kembali ceria dan bisa menjalani hari-harinya dengan penuh kebahagiaan. Hingga akhirnya orang tua Qila berpikir untuk membuat Qila sibuk dengan pendidikannya. Orang tua Qila memilih agar Qila kuliah di luar negeri dan melupakan masa lalunya disini. Masa lalunya bersama Dave. Qila yang begitu terpukul akan kepergian Dave, terus mengurung diri, Qila tidak pernah mau keluar kecuali ada sesuatu yang mendesak. Orangtua Qila yang sangat khawatir akan kesehatan putrinya, memutuskan untuk pindah rumah ke luar kota. Qila yang enggan untuk pergi dan meninggalkan semua kenangannya bersama Dave menolak untuk pindah. Dengan segala macam cara, orangtua Qila membujuk Qila. Hingga akhirnya Qila menyetujui untuk pindah dan berusaha move on. Qila berpikir bahwa benar kata teman-teman juga sahabatnya bahwa Qila harus menjalankan hidupnya dengan baik, agar Dave bahagia melihatnya bahagia.
“Aku harus bangkit, aku harus bisa menjalani kehidupanku dengan normal. Kita memang telah berbeda dunia, namun aku yakin perasaan kita sama. Aku merindukanmu Dave.”
Qila melihat foto yang terletak di atas nakas, Qila tersenyum beserta air mata yang jatuh. Qila memeluk foto itu erat hingga akhirnya memasukan foto itu pada koper untuk dibawanya pergi ke luar kota.
“Dave, aku berharap kita akan tetap bersama selamanya.”
“Aku yakin bahwa kamu adalah cinta terakhirku, Iaa.”
Qila menyandarkan pundaknya pada bahu Dave. Qila menatap langit yang terlihat sangat cerah malam itu.
“Dave langitnya bagus ya, apalagi bintangnya bertaburan sangat banyak.”
“Semua keindahan itu, tidak mampu mengalahkan keindahanmu Aqila. Senyummu yang membuat candu, tawamu yang membuat rindu dan kehangatanmu yang membuatku nyaman berada disampingmu.”
“Aku sangat menyayangimu Dave, kamu jangan pernah ninggalin aku ya.”
“Iya aku gak akan ninggalin kamu.”
“Janji ya Dave.”
“Tapi, aku tidak bisa janji dengan sesuatu yang belum pasti bisa aku lakukan.”
“Maksudmu Dave? Kau akan meninggalkanku?”
“Kita tidak tau apa yang akan terjadi beberapa menit kedepan, bahkan satu menit kedepanpun kita tidak mengetahuinya, semua misteri. Aku tidak tau bagaimana Tuhan menuliskan takdir tentang kita ia, aku tidak tau, apakah aku akan terus seperti ini bersamamu ataukah pergi dan meninggalkanmu. Aku tidak tau.”
“Tapi Dave,,”
“Tidak ada tapi ia, semua sudah Tuhan gariskan. Apapun yang terjadi nanti, kau harus bisa menerimanya dan mengambil hikmahnya. Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hambanya. Dan Tuhan juga tidak akan memberikan sesuatu yang buruk untuk hambanya. Semua yang Tuhan berikan adalah hal terbaik untuk hidup kita, namun terkadang kita sebagai makhluk lemah tidak mampu melihat apa kebaikan yang Tuhan titipkan lewat kesakitan yang kita rasakan.”
“Dave, aku tidak yakin, bisa tersenyum seperti sekarang. Jika seandainya suatu hari tiba. Aku tidak bisa memandangmu lagi seperti ini.”
“Jangan kau menggantungkan sesuatu padaku ia, karena jika kau menggantungkan sesuatu pada seseorang yang lemah sepertiku, kau akan kecewa. Gantungkan semua harapanmu pada Tuhan. Karena Tuhan mampu melakukan apapun untukmu. Dia tidak akan mengecewakanmu.”
“Iya,, udah ah jadi mellow nih.”
“Kamu sih mancing-mancing.” Dave tertawa dan menatap Qila dengan tatapan yang sulit di artikan.
“Udah ah, jangan liatin aku seperti itu. Aku malu,” Seru Qila dan wajahnya berubah memerah karena malu.
“Yaudah mending sekarang kita nyanyi yuk, aku main gitar kamu nyanyi oke.”
“Nggak mau, kan suara aku cempreng mending kamu aja yang nyanyi.”
“Oke, kamu dengerin baik-baik ya.”
Menatap indahnya senyuman di wajahmu
Membuatku terdiam dan terpaku
Mengerti akan hadirnya cinta terindah
Saat kau peluk mesra tubuhku,,
Banyak kata,,,
Yang tak mampu ku ungkapan
Kepada dirimu,,,,
Aku ingin engkau selalu
Hadir dan temani aku,,
Disetiap langkah yang meyakiniku
Kau tercipta untukku,,,
Meski waktu akan mampu
Memanggil seluruh ragaku
Ku ingin kau tau,,
Kau selalu milikku, yang mencintaimu
Sepanjang hidupku,,
Qila tidur di bahu Dave, Dave yang melihat itu hany tersenyum dan mengusap pucuk kepala Qila.
Qila menatap sendu taman belakang yang menjadi saksi kebersamaan Qila dengan Dave. Jika saja Qila tau bahwa ucapan Dave 2 tahun yang lalu adalah sebuah pertanda untuk kepergiannya. Qila tidak akan menyia-nyiakan waktu yang dimilikinnya bersama Dave. Jika saja Qila tau bahwa Dave akan pergi untuk selamanya, Qila tidak akan pernah membuat Dave berjuang sendiri atas kesakitannya.
“Aku merindukanmu Dave.”
Qila menghapus air matanya dan tersenyum melihat rembulan yang sangat cerah.
“Aku baik-baik saja Dave, kamu tidak perlu khawatir akan keadaanku. Aku akan menjalankan hidupku dengan baik sesuai pesanmu padaku. Maafkan aku Dave, karena aku sempat hilang kendali dan terpuruk sangat lama atas kepergianmu. Aku tau jika kau ada disini bersamaku dan melihat keadaanku yang sekarang. Aku yakin kau akan memarahiku dan bahkan membenciku karena aku telah menyakiti diriku sendiri. Padahal dulu kau bilang “Jangan dulu mencintai orang lain jika kau tidak mampu mencintai dirimu sendiri.” Aku memang bodoh Dave, maafkan aku.”
Qila memejamkan matanya dan merasakan hembusan angin yang dengan lembut membelai wajahnya.
“Aku yakin aku bisa Dave. Dunia kita memang berbeda tapi ku yakin rasa kita tetaplah sama.”
Qila menutup pintu balkon dan beranjak tidur. Qila harus merefress tubuhnya untuk perpindahannya besok ke Bandung.
Pagi tiba, Qila sudah siap dengan semua barang yang ingin dibawa. Qila memandang rumahnya, matanya melihat semua titik yang pernah ada kenangan Dave. Qila diam dan tersenyum.
“Selamat tinggal masa lalu, kenanganmu akan selalu ada dalam hatiku. Kukunci dengan rapat agar tak rusak, tenanglah kau disana, aku tidak akan melupakanmu.”
“Ayo Aqila, ini sudah siang. Nanti jalanannya macet.”
“Iya mah, sebentar.”
Qila memandang lagi tempat terakhir kebersamaannya dengan Dave, Qila melambaikan tangannya, matanya terus memandang kedepan, seakan di depannya ada Dave dan juga Qila yang sedang bercanda 2 tahun yang lalu.
“Aqila,,,”
“Iyah mah,” Sahut Qila sembari berlari menghampiri mamahnya yang sudah lama menunggunya.
Perjalan dari Jakarta menuju Bandung cukup membuat Aqila dan keluarganya kelelahan. Sesampainya di rumah yang baru, Qila dan juga orangtuanya langsung beristirahat. Qila membaringkan tubuhnya di kasur yang ada di kamarnya, Qila melihat langit-langit kamar yang sudah penuh dengan riasan bintang dan rembulan. Qila tersenyum dan berdecak kagum dengan desain kamar yang diperuntukkan untuknya.
“Kok, bisa ya ini rumah. Kamarnya dengan desain langit malam, kesukaan aku.”
“Nggak usah kaget gitu dek, abang tau kok kamu suka banget sama langit malam.”
“Jadi abang yang buat ini semua?” Qila berlari dan memeluk abangnya. “makasih yah bang, Qila suka banget.”
Reihan tersenyum, karena baru kali ini. Reihan benar-benar melihat kembali senyum Qila yang sudah lama tertutup dengan kesedihan. Reihan semakin mengeratkan pelukannya dan mencium pucuk kepala Qila.
“Gue harap lo selalu bahagia dek.” Reihan melepaskan pelukannya dan meninggalkan Aqila.
Qila terdiam, dia baru sadar bahwa kesedihannya membuat orang-orang yang dia sayangi tersakiti.
“Maaf,,” Ucap lirih Qila saat Reihan menutup pintu kamar Qila. Reihan mengerti bahwa Qila baru menyadari bahwa kesedihannya membuat orang-orang yang menyayanginya juga tersakiti.
“Gue harap setelah ini, lo bisa bangkit dek. Lo bisa kembali menjadi Aqila, adek gue yang bawel, ngeselin dan selalu buat gue marah dengan tingkah-tingkah konyol lo. Meski lo sering buat gue darah tinggi karena tingkah lo, tapi itu nggak masalah buat gue dek. Karena melihat lo bahagia, gue juga bahagia. Lo harus tau, bahwa kesedihan lo membuat gue benar-benar sakit.”
Reihan meninggalkan Qila dan berjalan keluar bertemu dengan teman-temannya. Reihan memiliki banyak teman di Bandung, karena Reihan menempuh sekolah SMA di Bandung. Reihan tinggal bersama neneknya dan menemani neneknya hingga beliau tutup usia. Rumah yang kini di tempati oleh keluarga Reihan adalah rumah peninggalan neneknya dulu. Reihan mengajak orangtuanya untuk pindah ke Bandung dan menempati rumah neneknya, karena Reihan sudah tidak sanggup merasakan sakit yang dirasakannya ketika melihat adik yang sangat dia sayangi terus menerus terpuruk dan terpukul dengan kenyataan yang tidak mampu diterimanya. Reihan berharap dengan pindah ke Bandung, mampu membuat Qila perlahan-lahan bangkit dan menerima semuanya.
“Gimana bro, desainnya bagus gak?” tanya Fajar
“Bagus banget, ade gue suka, thank’s ya bro. Udah mau bantuin gue.”
“Calm aja Han.” Sambil menepuk pundak Reihan
“Oh iya, gue belum pernah tuh liat ade lo. Kenapa nggak lo kenalin aja ke kita? Kali aja dia bisa sedikit-sedikit mengubur masa lalunya,” ucap Devan
“Belum saatnya gue kenalin dia. Gue tau banget, ade gue nggak bakal mudah nerima orang baru untuk saat ini meski hanya untuk teman main.”
“Bukannya kejadiannya udah 1 tahun yang lalu ya Han,”
“Iya, tapi ade gue bener-bener nggak bisa nerima orang baru saat ini, apalagi laki-laki. Gue juga udah sering nyoba deketin dia ke temen-temen gue yang ada di Jakarta, tapi lo tau apa respons ade gue? Dia hanya diam dan langsung pergi.”
“Segitunya dia setia sama pacarnya yang udah meninggal itu?”
“Begitulah Van.”
“Beruntung ya orang yang dapetin cinta ade lo.”
Reihan tertawa dan mengalihkan pembicaraan agar tidak membahas adiknya. Reihan nongkrong di depan rumahnya bersama dengan ke 3 temannya yaitu Fajar, Devan dan Yogi.
Mereka memainkan gitar dan sesekali tertawa. Qila yang sedang berada di balkon, melihat abangnya sedang tertawa bersama dengan teman-temannya. Qila tersenyum dan rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya. Qila bahagia melihat abangnya yang kini tertawa lepas. Qila benar-benar baru sadar, bahwa semenjak Qila terpuruk, Qila tidak pernah melihat abangnya tertawa sangat lepas seperti sekarang. Qila mengusap memejamkan matanya dan bergumam
“Aku nggak akan buat abang kembali sakit, aku berjanji aku akan bangkit dan kembali hidup dengan baik.”
Qila masuk dan menutup pintu balkon. Qila mematikan lampu kamarnya dan melihat ke atas langit-langit kamarnya. Bintang berkerlap-kerlip dan rembulan yang bersinar dengan indahnya. Qila kembali tersenyum dan dia benar-benar bahagia saat ini. Qila tidur dengan kebahagiaan dan kehangatan yang dia rasakan.
“Memang susah untuk memulai semuanya dari awal lagi, namun tidak akan ada usaha yang mengkhianati hasil. Kau boleh terpuruk namun jangan lupa untuk bangkit.” Qila memulai kembali semuanya dari awal, Qila tidak mau melihat orang-orang yang disayanginya tersakiti karena kesedihan dirinya. Qila melanjutkan pendidikannya di Universitas UIN BANDUNG. Qila mengambil jurusan psikologi. Qila berharap dengan jurusan yang di ambilnya, Qila mampu lebih mengenali semua yang terjadi pada dirinya. Qila juga ingin lebih memahami orang lain, oleh karena itulah Qila mengambil jurusan psikologi. Seminggu kemudian, Qila sudah mulai bisa bersosialisasi dengan lingkungan barunya. Qila mulai bisa sedikit demi sedikit melupakan kesedihannya. “Aqila, nanti malem ada pesta topeng, lo ikut kan?” “Kayaknya nggak deh, gue juga nggak terlalu suka sama keramaian.” “Lo ikut ya, mungkin aja dengan ikutan itu lo bisa melupakan kesedihan lo dan
“Tatapanmu membuatku terpaku dan garis lurus wajahmu mengingatkanku akan dia yang telah tiada” “Elo....” “Elo...” “Ngapain lo disini?” tanya Qila yang kaget melihat orang yang ada di hadapannya. “Harusnya gue yang nanya, lo ngapain disini?” “Kok lo malah balik nanya sih.” “Emang harusnya pertanyaannya gitu, lo ngapain disini? Kalau gue, iya karena ini memang acara angkatan gue.” Seru Devan dengan senyum sinis. Aqila bingung harus menjawab apa, karna memang iya Qila harusnya tidak datang ke pesta ini. Pesta yang tisak diperuntukan untuknya ataupun angkatannya. Qila bingung dan terus mencari alasan yang pas. “Kenapa lo, kok malah diem, nggak bisa jawab kan.” “Apa sih lo, nyebelin tau.” “Kok nyebelin, kenapa?” “Lo tuh tadi ajak-ajak gue dansa, padahal ya kalau gue tau yang ada di balik topeng itu lo. Nggak bakal mau tuh gue dansa sama lo.” “Emang kenapa sih lo itu sinis banget sama
“Langit mendung ketika sang mentari terhalang oleh kabut juga awan yang menggumpal.”Devan menggerak-gerakan tubuh Qila, dan menepuk-nepuk lembut pipi Qila. Devan seamkin bingung harus bagaimana. Devan merasakan tangan Qila dingin dan wajah Qila juga dingin. Devan melepaskan jaket yang dikenakannya dan memakaikannya pada Qila yang kini tidak sadarkan diri.Waktu sudah sangat malam, suasana di jalan buah batu semakin sepi dan udara kian dingin. Angin berhembus dengan lembut mencoba memeluk tubuh Devan dalam dinginnya udara malam. Devan sudah berulangkali mencoba menelepon taksi, namun sudah 30 menit dia menunggu, taksi tak kunjung datang.Melihat wajah Qila yang masih tidak sadarkan diri di atas kursi, membuatnya semakin khawatir akan keadaan Qila. Wajahnya yang pucat dan bibirnya membiru. Tangan dan wajah Qila semakin dingin karena angin yang terus menerus berembus.Dengan berat hati, Devan memutuskan untuk meng
“Setelah sekian lama mencari tanpa titik temu, akhirnya titik terang itu datang.”“Kak, punggung kakak sakit ya karena gendong Qila.”“Sedikit, tapi nggak papa kok.” Devan tersenyum dan berlaga seolah punggungnya tidak sakit.Qila mendekati Devan dan berjalan kebelakang tubuh Devan, Qila menempelkan tangannya ke pundak Devan dan memijitnya pelan.“Lo ngapain, nggak usah. Kondisi lo juga lagi nggak baik-baik aja.”“Gue nggak papa.”Devan tersenyum dan merasakan sentuhan demi sentuhan tangan Qila yang memijat pundaknya dengan lembut. Waktu sudah sangat malam namun Devan dan Qila belum ada niat untuk beranjak. Melihat keindahan langit yang begitu cerah malam ini membuat mereka betah untuk berlama-lama.Reihan terus mencari Qila namun sudah hampir 30 menit, Reihan tidak menemukan Qila. Reihan bingung harus mencari Qila kemana, Reihan juga khawatir aka
“Kata sederhana namun memiliki banyak makna.”“Kak...”Devan menenggok dan melihat siapa yang memanggilnya. Dalam hati Devan sudah senang karena yang memanggilnya pasti Qila.“Cie, yang baper. Lo kira Qila ya?” Reihan tertawa terbahak-bahak karena melihat wajah Devan yang sumringah namun berubah menjadi kesal.Devan tidak menghiraukan ejekan Reihan dan kembali melanjutkan langkahnya. Namun, lagi-lagi ada yang memanggilnya.“Kak Devan..”Devan terus melangkah tanpa menghiraukan yang memanggilnya. Devan yakin pikiran Devan sekarang sedang tidak fokus karena mengira suara Reihan sebagai suara Qila.“Kak Devan.” Teriak suara itu sekali lagi dan lebih kencang.Devan yang kesal memutar tubuhnya dan menghadap yang memanggilnya.“Apa sih Han?” teriak Devan marah.Qila yang sudah berdiri di hadapan Devan dengan secangkir cokelat panas, kaget d
“Mentari sudah bangun dari tidurnya, burung sudah bernyanyi dengan riangnya dan angin juga sudah berlomba dengan hembusan lembutnya, lalu mengapa bidadariku masih terdiam dan menutup diri dari dunia yang mulai ramai.”“Devan Triyansyah”Devan yang akan memetik senar gitar, menghentikan aksinya ketika melihat Reihan yang mulai berjalan mendekat kearahnya. Sebelum Reihan benar-benar mengganggu aksinya. Devan berkata,“Lo di luar aja oke, biar gue yang bangunin Qila.”“Lo nggak bisa bangunin Qila dengan suara gitar itu Devan Triyansyah, yang ada Qila bukan bangun tapi malam makin nyenyak.’“Udahlah Han, lo percaya sama gue.”Reihan yang sebal dengan tingkah Devan, membalikan tubuhnya dan keluar dari kamar Qila.Devan yang melihat Reihan sudah keluar, langsung melakukan aksinya. Devan memetik senar demi senar gitar yang kini ada di pangkuannya. Devan mengalunkan
“Hadirmu membawa warna baru di kehidupanku, mengganti warna hitam kelam yang dua tahun ini menyelimutiku.”Qila terus menggerutu di dalam kamar melihat tingkah Devan.“Dasar cowok nyebelin, ngeselin, sok cool, sok tampan.”Qila membanting-banting bantal yang sudah dia rapikah sebelum keluar kamar. Qila tidak tahu mengapa dirinya kini sangat sebal pada Devan. Cowok yang dengan rela menggendongnya sejauh 2km.Untuk menghilangkan kekesalannya, Qila mengambil pena juga buku diary yang biasa dipakainya untuk menuliskan semua hal yang terjadi dalam hidupnya.Qila melihat bahwa sudah lama dirinya tidak menulis, terakhir tulisan yang ada dalam lebar buku diary itu, tercatat pada tanggal 27 Mei 2019. Hari dimana Qila begitu bahagia karena Dave akan melamarnya. Qila menutup lembaran itu dan membuka lembaran kosong yang baru.Dear Diary27 Mei 2021Alammu dan alammku sud
“Hai bro, sorry gue telat,” seru Reihan “Iya maaf ya telat”, seru Raisa dengan senyumannya. Fajar yang berada tepat di hadapan mereka langsung menimpali “Kita juga baru nyampe kok, ya kan guys”“Bohong tuh, kita udah habis kopi 5 nih, lama banget lo,” teriak Devan yang duduk lumayan jauh“Hahaha bener tuh, jadi buat hukumannya lo harus traktir kita semua ya kan guys?” seru Yogi yang tak kalah keras. Cinta, Meli dan Madya hanya tersenyum dan mengangguk menyetujui saran Yogi. “Oke gue traktir, kalian boleh pesen apapun sesuka kalian.”“lo serius Han, tumben banget lo traktir kita sepuasnya biasanya juga hanya kopi satu per orang.”“Udahlah gi, mungkin Reihan lagi baik atau dapat gaji lebih ya kan.”“Bener tuh kata Fajar Gi, syukuri aja ye kan”, tambah DevanSudah hampir 15 menit Qila berada di toilet, dia merasa gugup untuk bertemu dengan kawan-kawan abangnya. Qila bukan tidak bisa beradaptas
Mentari menyapa bumi dengan cahaya indahnya, langit berbisik pada awan dengan biru warnanya. Burung-burung bernyanyi bak musik yang tenang menyambut macam-macam orang yang kini memiliki berbagai kesibukan.Devan sudah sejak pagi tadi menghidupkan motornya dan menyiapkan dirinya untuk kembali mencari Qila. Devan berjalan dan menghampiri Reihan yang kini sedang menyiapkan barang-barangnya.“berangkat sekarang? Kita mau kemana?”“gue juga nggak tahu mau kemana Van, yang penting hari ini gue harus bisa nemuin Qila”“oke kita cari dia ke kampusnya dulu, mungkin aja bener kan dia nginep di rumah temennya”“lo ini gimana sih Van, bukannya lo bilang Madya ngasih info sama lo kalau Qila di culik” Devan menepuk jidatnya dan baru ingat bahwa semalam Madya mengabarinya tentang penculikan Qila.Sudah dari pagi sekali Meli bangun dan menyiapkan sarapan untuk mereka, Meli menyiapkan nasi goreng spesial untuk Qila sebagai permintaan maafnya.“kak”, Qila datang dan menyapa Meli yang kini sedang sibuk
Setelah Meli memikirkan semuanya, Meli akhirnya memutuskan untuk kembali ke gudang kosong itu di temani dengan Madya dan Cinta.“Lo yakin malem ini kita kesana?” ragu Madya“Iya Mel ini udah malem, mana lokasinya lumayan jauh lagi”“Iya guys, gue nggak mungkin biarin dia sendiri disana ditambah dia juga tidak memiliki salah apapun, gue ngerasa bersalah banget karena udah lakuin itu”“kalau lo kekeh dengan pendirian lo, kita akan nemenin lo kesana.”Meli, Madya dan Cinta akhirnya pergi dengan mobil yang dibawa Meli tadi pagi dari rumahnya. Sebenarnya Meli orang yang berada dan rumahnya tidak terlalu jauh dari tempat kerjanya, namun karena ingin hidup mandiri dan hidup bersama sahabat-sahabatnya, Meli memutuskan untuk ngekos bareng dengan Madya dan Cinta.Meli memasuki mobil dan di ikuti oleh kedua sahabatnya, Meli melajukan mobilnya sedikit kencang hingga membuat kedua sahabatnya berteriak histeris.“Biasa aja kali lo bawa mobilnya, lo nggak akan bawa kita mati bareng kan Mel” u
Meli sampai di kos an nya cukup malam sehingga menbuat kedua sahabatnya khawatir.“Mel, gue minta lo nggak usah kayak gini” ucap Madya yang membukakan pintu untuk Meli“Gue emang ngedukung lo buat deketin Devan dan dapetin Devan Mel tapi nggak gini juga caranya, lo bisa nyakitin orang lain.”“Terus gue harus gimana agar Devan mau nerima gue?”“Lo belum pernah ungkapin perasaan lo sama dia Mel, gimana dia akan tahu kalau lo suka sama dia?”“Tapi dya, Devan udah jadian sama cewek itu dan gue nggak bisa terima hal itu.”“Tapi...” cinta mencoba untuk kembali berbicara namun di potong dengan perkataan Meli“Udah, gue cape, gue mau tidur.”Meli meninggalkan kedua sahabatnya dan berjalan ke kamar untuk bersih-bersih dan istirahat.Setelah selesai bersih-bersih, Meli membaringkan tubuhnya di kasur kecil yang tersedia di kamar kos itu. Meli menatap langit-langit dan berpikir “apa gue salah?” Meli mengacak rambutnya dan berteriak prustasi. Meli adalah gadis baik yang terbutakan oleh rasa cintan
Devan dan Reihan terus mencari keberadaan Qila. Hingga akhirnya ponsel mereka berdua bergetar menandakan ada notifikasi. Reihan dan Devan membuka ponsel mereka masing-masing dan melihat pesan yang ternyata dari Qila.Devan dan Reihan yang mendapat pesan itu langsung lega ketika tahu bahwa Qila ternyata ada di rumah temannya. Namun, sepersekian detik kemudian mereka saling tatap “Siapa teman Aqila?” Devan yang mendapat pertanyaan itu dari Reihan menggeleng karena memang tidak tahu siapa teman Aqila yang bisa membuat Aqila berani untuk menginap di rumahnya. Reihan sangat tahu bahwa Aqila tidak akan menginap di rumah orang lain meskipun ada kerja kelompok yang di kerjakan sampai malam. Qila akan berusaha pulang dan menyuruhnya untuk menjemput.Devan yang memang belum terlalu lama mengenal Qila, namun Devan tahu bahwa Qila sungkan sekali berada di rumah orang lain apalagi orang itu belum terlalu dekat dengan Qila, dan yang Devan ketahui, Qila tidak memiliki teman dekat di kampusnya selain
Setelah mereka selesai sarapan, mereka langsung bergegas untuk ke kampus. Devan mengantarkan Qila ke kampus dengan menggunakan taksi yang tadi di sewanya.Sesampainya di kampus, Devan pamit pada Qila dan berpesan untuk menghubunginya jika akan pulang.Setelah Devan hilang dengan mobilnya yang di telan tikungan, Qila berjalan gontai memasuki kampus. Qila sudah menyiapkan semua pembelajaraan untuk hari ini.1 jam berlaluQila sudah selesai belajar dan berniat untuk pulang. Qila mengabari Devan dan memberitahukan Devan bahwa dia akan mampir ke toko buku biasanya. Qila menunggu balasan pesan dari Devan namun tidak ada.Qila mencoba menelpon Devan dan ternyata ponsel Devan tidak aktif, tanpa menunggu lama, Qila langsung ke halte bus dan menunggu bus yang akan di tumpanginya. Saat bus datang, Qila langsung naik dan memasangkan earphone ke telinganya.Qila duduk dan menyandarkan badannya pada badan kursi. Qila menatap pepohonan yang bergerak karena mengikuti gerakan bus yang di tumpanginya.
1 minggu berlalu hubungan Qila dan Devan semakin harmonis. Perlakuan-perlakuan kecil yang Devan berikan kepada Qila membuat Qila sangat bahagia. Qila merasakan seperti ratu jika sedang bersama dengan Devan.Memang benar adanya “Seorang wanita akan dijadikan ratu oleh laki-laki yang tepat”Pagi ini Qila sudah siap untuk pergi ke kampus dengan di antar Devan. Qila menunggu Devan dengan bekal yang sudah disiapkannya untuk mereka sarapan bersama. Qila menunggu di depan rumah sambil memainkan ponselnya.“Lama banget kemana sih tuh anak, tumben telat”, gerutu Qila Setelah hampir 30 menit Qila menunggu Devan di depan akhirnya ponsel Qila berdering dan Devan mengabarinya bahwa dia tidak bisa mengantarkan Qila ke kampus karena ban motor Devan bocor dan kemungkinan akan lama untuk memperbaikinya. Devan berkata bahwa dia sudah menyiapkan taksi untuk menggantikannya.Jahilnya aku· Aku gak bisa nganterin kamu ban motor aku bocor, kamu naik taksi aja ya.· Bentar lagi taksinya nyampe ke depan ruma
1 jam di perjalanan akhirnya Devan dan Qila sampai di rumah Qila. Reihan yang khawatir pada adik semata wayangnya menunggu Qila di luar sambil memainkan gitar.“Maaf kemaleman bro, tadi macet”, Ucap Devan pada Reihan“Qila masuk ya bang.”Qila masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Reihan juga Devan di depan rumah.“it’s okay, selama lo bisa menjaga dia dan bahagiain dia gue nggak akan marah apalagi bunuh lo.” Ucap Reihan tanpa melihan DevanDevan yang mendengar ucapan Reihan kaget.“Emang lo berani bunuh gue?”“Beranilah masa nggak”, Ucap Reihan yang langsung menyimpan gitarnya dan menghadap ke arah DevanDevan dengan sigap menerima tatapan Reihan yang kini seakan mengintimidasinya. Reihan menyingkirkan kursi yang di dudukinya dengan kakinya sehingga menimbulkan suara “BRAK” Qila yang baru saja sampai ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya kaget mendengar suara itu.“Ada apa ya, kok seperti ada ribut-ribut gitu.”Qila memastikan suara ribut itu dan mengeceknya keluar. Qila melihat tida
Waktu sudah mulai sore dan awan mulai terlihat mendung. Gumpalan hitam mulai terlihat menggulung di langit, kilatan-kilatan cahaya menambah keanggunan langit yang terlihat akan turun hujan. Suara petir mulai menggelegar menembus cakrawala.Qila mengeratkan pelukannya pada Devan. Qila takut dengan suara petir yang menggelegar apalagi kini dia sedang berada di luar tepatnya di tengah perjalanan menuju lembang. Jalanan menuju lembang macet karena biasanya memang banyak sekali wisatawan yang mengunjunginya. Apalagi kini ada tempata wisata yang baru yaitu ASIA AFRIKA bukan KAA tapi ASIA AFRIKA yang mana di dalamnya terdapat banyak monumen mengenai negara lain. Dimana di tempat itu kita bisa menikmati suasana 7 negara tanpa harus mendatangi negaranya langsung.Qila sempat membacanya di internet saat Devan memutuskan untuk mengajaknya ke daerah Lembang. Dulu semasa Qila masih di Jakarta, Qila selalu berharap bisa tinggal di Bandung dan berjalan-jalan mengelilingi kota Ban
Qila dan Devan menghabiskan waktu beberapa jam di Gramedia, mereka membaca-baca buku dan juga membeli beberapa buku. Karena waktu yang sudah siang, Devan mengajak Qila untuk melanjutkan perjalanan. Masih banyak tempat yang ingin Devan tunjukan pada Qila. Devan yang merupakan orang Bandung asli begitu mengetahui tempat-tempat wisata di daerah Bandung. Bandung adalah kota yang terkenal sebagai paris Van java, kota yang menyimpan banyak kenangan dan juga kota dengan seribu keindahan. Banyak wisatawan yang berburu untuk mengunjunginya. Suasana alam yang masih asri dan juga sejuknya udara yang masih murni membuat banyaknya wisata yang menginginkan tinggal di daerah Bandung. Namun kini sudah banyak sekali bangunan menjulang tinggi yang memenuhi kota Bandung sehingga membuat banyak sekali polusi yang tercipta tapi mau bagaimanapun Bandung tetaplah kota sejuta keindahan. Jika kalian tidak percaya datanglah kesini agar kalian bisa menikmati bagaimana indahnya kotaku. Hhe