William tersenyum kala melihat video dan foto yang dikirimkan istrinya. Tampak putranya, Sean begitu tampan dan menggemaskan dalam video dan foto itu. Terlebih pesan Marsha yang mengatakan Sean selalu bertanya 'Apa aku sudah mirip dengan Daddy?' Sebuah kalimat yang membuat hati William menghangat mendengarkan semua itu. Sejak dulu, Sean selalu ingin menjadi dirinya. Itu yang membuat William benar-benar merasakan menjadi seorang ayah dalah hal yang paling membahagiakan didunia ini. Terdengar suara interkom masuk, membuat William yang tengah melihat video Sean diponselnya, langsung mengalihkan pandangannya ke telepon yang tak kunjung reda itu. Kemudian dia menekan tombol hijau untuk menerima panggilan lalu menjawab dengan nada dingin, "Ada apa, Aluna? Bukannya meeting dua jam lagi? Kenapa kau menggangguku?" "Tuan William, maaf mengganggu waktu anda. Tapi di luar Ada Tuan Antonio Leonardo De Luca, beliau ingin menemui anda, Tuan," ujar Aluna, sang sekretaris dari seberang line. "Persi
Suara ketukan pintu terdengar bersamaan dengan teriakan membuat Wiliam dan Marsha yang masih tertidur pulas, langsung membuka mata mereka. Marsha langsung bangkit dari ranjang dan mengikat asal rambutnya. Kini terdengar begitu jelas, suara teriakan Sean memanggil Marsha dan William. Dengan cepat, Marsha berjalan membuka pintu kamarnya. "Mommy...." Sean langsung memeluk Marsha saat pintu terbuka."Sayang? Kenapa kau di sini? Di mana Bibi Ruth?" tanta Marsha sambil mengusap pelan rambut putranya. "Aku ingin di sini dengan Mommy and Daddy. Hari ini Daddy and Mommy akan bersama mengantarku ke sekolah,kan?" Sean mendongakan kepalanya, menatap Marsha dengan bibir yang berkerut. Marsha mengulum senyumannya, dia mencium hidung Sean gemas. "Iya, sayang. Mommy and Daddy hari ini akan mengantar Sean ke sekolah. Yasudah, Mommy akan membantu Sean bersiap-siap." Sean mengangguk antusias. "Ya, Mommy..."Kemudian Marsha membawa Sean masuk ke dalam kamar. Ketika Sean masuk ke dalam kamar, dia lan
"Marsha, apa Sean sudah tidur?" William melangkah masuk ke dalam kamar, dia menatap sang istri yang tengah duduk di sofa sembari membaca novel. Dia langsung duduk di samping istrinya. Marsha mengalihkan pandangannya, ketika William sudah duduk di sampingnya. Kemudian dia meletakan novel yang dia pegang ke atas meja, lalu menjawab, "Sudah, tadi dia ditemani Ruth. Hari ini kau mmebawanya ke restorna kesukannya. Dia makan begitu banyak, kau tidak dengar tadi apa kata Sean? Dia bertanya padaku, Mommy kenapa aku gemuk?" Marsha mengulum senyumannya, ketika mengingat ucapan polos putranya itu. Ya, hari ini sepulang sekolah, dia dan William memang membawa Sean ke restoran perancis kesukaan Sean. Sejak dulu Sean selalu menyukai daging angsa olahan masakan Perancis. William pun tersenyum, seraya menggelengkan kepalanya. "Dia sangat menggemaskan. Dia mirip denganmu, sayang..." William menarik tangan Marsha, membawanya masuk ke dalam pelukannya—memberikan kecupan bertubi-tubi di puncak kepala i
Marsha mematut cermin, dia memoles wajahnya denga make up tipis dengan rambut pirangnya tergerai indah. Kini, tubuhnya sudah terbalut oleh dress formal dengan blazer berwarna hitam yang sangat pas ditubuhnya. Tidak lupa dengan high heels yang membuat kaki jenjangnya tampak begitu indah, menyempurnakan penampilannya. Ya, pagi ini setelah suami dan anaknya berangkat sekolah, Marsha harus bersiap-siap ke perusahaan keluarganya. Meski disibukan dengan perusahaan keluarganya, tapi Marsha tetap mengutamakan anak dan suaminya. Marsha akan berangkat bekerja, setelah anak dan suaminya berangkat lebih dulu. Tentu karena dia harus memastikan, kebutuhan anak dan suaminya sudah terpenuhi. Setelah memastikan penampilannya sempurna, Marsha mengambil tas dan ponselnya yang terletak di atas meja, lalu berjalan meninggalkan kamar menuju mobil. Beruntung, Marsha sudah diperbolehkan mengemudikan mobil. Jika dulu, Marsha ketika hamil Sean, dia tidak pernah diberikan izin untuk mengemudikan mobil, sekaran
Kini William dan Marsha sudah tiba di rumah mereka, setelah makan siang bersama, William dan Marsha memutuskan untuk kembali pulang. Ya, tentu mereka ingin lebih banyak mengabiskan waktu untuk Sean, putra mereka. Meski mereka berdua disibukan dengan banyaknya pekerjaan, tapi mereka tidak akan pernah mengabaikan tumbuh kembang putra mereka."Sean.." Marsha memanggil putranya dengan sedikit keras. Tidak lama kemudian, tampak Sean yang mengenakan celama pendek biru dan kaos bergambar Teddy bear berwarna putih, berlari ke arah William dan Marsha. Seperti biasa Sean akan memekik berteriak 'Mommy, Daddy.'William langsung menunduk, dia mengulurkan tanganya dan langsung menggendong Sean. Marsha yang berada di samping William, dia langsung mencium seluruh wajah putranya itu dengan gemas. Begitupun dengan William yang juga mencium seluruh wajah putranya. "Daddy... Mommy... Kalian sudah pulang?" Sean mengaitkan tangannya ke leher Wiliam sembari menempelkan pipinya pada pipi William. "Sudah, b
Suara dering ponsel terdengar, Marsha yang baru saja selesai mandi dan masih memakai bathrobe, langsung menuju pada ponselnya yang terus berdering itu. Kemudian, dia mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas—menatap ke layar, tertera nomor Laura yang menghubunginya. Tanpa menunggu lama, Marsha langsung menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan, sebelum kemudian meletakan ke telinganya. "Ya, Laura?" jawab Marsha saat panggilan terhubung. "Marsha, apa aku mengganggumu? Kau di mana?" tanya Laura dari seberang line. "Tidak, Laura. Aku baru saja selesai mandi. Ada apa?" "Marsha, aku dan Raymond sudah di Toronto, apa kau bisa hari ini ke rumah Mama? Aku dan Raymond hari ini ke rumah Mama." "Kau sudah pulang? Bukannya kau akan pulang besok?" "Tidak, aku dan Raymond memajukan kepulangan kami. Jadi apa kau hari ini bisa datang ke rumah Mama?""Jam berapa kau ke sana?" "Jam sepuluh nanti kalau kakakku tidak bisa ikut, tidak apa-apa, kau saja dengan Sean." "Baiklah aku akan k
Marsha melangkah masuk ke dalam kamar William. Kamar yang dulu William sebelum mereka menikah. Entah kenapa, Marsha ingin berada di kamar lama milik William. Kini Marsha duduk di tepi ranjang. Tatapannya, teralih pada foto dirinya dan Sean yang terletak di atas nakas. Marsha langsung mengambil bingkai foto itu, dia menatap wajah putranya yang sekarang sudah tumbuh besar. Ingatan Marsha mengingat, kala Sean masih bayi, sejak dulu putranya itu sudah begitu menggemaskan. Di saat Marsha tengah menatap foto dirinya dan Sean, dia kembali mengingat tanpa terasa pernikahannya dnegan William hampir empat tahun. Dan selama itu juga dirinya masih belum memberikan adik untuk Sean. Marsha mendesah pelan, tadi Laura memberikan kabar bahagia, bahwa telah hamil. Tentu Masha begitu bahagia mendengar kabar itu. Dia sangat senang, melihat adik iparnya memiliki kehidupan yang sempurna. Lea akan segera memiliki seorang adik. Pikiran Marsha mengingat permintaan Sean yang ingin segera memiliki seorang adik
"Kalian nikmatilah liburan. Pergilah berbulan madu, nanti Dokter bisa menemani kalian. Ini waktunya kalian menikmati hidup kalian. Masalah perusaahan, biar aku semua yang menanganinya. Setelah Sean berulang tahun nanti, aku akan menyiapkan liburan untuk kalian berdua," ujar William sambil menatap kedua orang tuanya.Veronica dan Lukas sama-sama tersenyum. "Ya, kami percaya, kau bisa mengatasi perusahaan dengan baik," jawab Lukas.Kemudian, tatapan Veeronica teralih pada Marsha yang duduk di samping Wiliam. "Marsha, Mama ingin membahas hal penting..""Ada apa, Ma?" Marsha mengerutkan keningnya, menatap bingung Ibu mertuanya."Ini tentang hadiah ulang tahun, Sean," balas Veronica. Marsha mendesah lega, ternyata mertuanya membahas tentang ulang tahun Sean. Dia berpikir, Ibu mertuanya akan memaksa dirinya agar hamil. Mengingat sudah cukup lama dia menikah dengan William, namun hanya memiliki satu orang putranya. Marsha benar-benar bersyukur memiliki mertua yang begitu pengertian dan meny
Beberapa bulan kemudian... Tokyo, Japan... "Selena... Miracle... Hati-hati, jangan melempar bola salju seperti itu," seru Marsha memberikan peringatan pada kedua putrinya itu, yang tengah bermain salju. "Sean, jaga kedua adikmu. Jangan sampai mereka terluka," lanjutnya yang sedikit berteriak memperingatkan putra sulungnya itu, yang juga ikut bermain salju dengan Selena dan Miracle. "Sayang, Sean akan menjaga Selena dan Miracle dengan baik. Kau tenang saja," William merengkuh bahu Marsha seraya mengecup kening Marsha. "Lihatlah, Dominic masih tertidur pulas, meski tadi suaramu kencang. Tapi dia tetap tenang," ujarnya yang kini melihat ke arah Dominic yang tengah dalam pelukan Marsha. Marsha mendesah pelan, kemudian dia menatap Dominic yang masih tertidur pulas. Beruntung, putra bungsunya itu, tidak terbangun karena mendengar suaranya yang sedikit kencang memperingati ketiga anaknya. Ya, waktu berjalan begitu cepat. Kini Dominic berusia delapan bulan. William dan Marsha, sengaja men
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi laki-lakinya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak keempat mereka adalah laki-laki. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sesaat William menatap Marsha dengan tatapan yang begitu bahagia. Tidak pernah terpikir dalam hidup mereka, akan kembali merasakan kebahagiaan ini lagi."Dia mirip dengan Sean saat bayi," ucap William di telinga Marsha seraya memberikan banyak kecupan dipipi istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih telah memberikanku hadiah yang luar biasa."Marsha tersenyum dia terus mengusap lembut kepala bayi laki-lakinya itu. "Aku juga sangat bahagia, William. Melahirkan buah cinta kita adala
Marsha mematut cermin. Tubuhnya kini telah terbalut dress khusus wanita hamil yang membuat Marsha sangat nyaman. Ya, lagi dan lagi Marsha mengalami kenaikan berat badan cukup drastis. Berkali-kali suaminya mengatakan dirinya sangat cantik dan seksi saat hamil, namun Marsha tentu tidak akan percaya. Bagaimana tidak? Setiap kali Marsha menatap ke cermin, dia selalu melihat tubuhnya tampak begitu besar. Beruntung, kali ini adalah kehamilan yang terakhirnya. Memiliki empat anak sudah lebih dari cukup bagi Marsha. Padahal dulu, dia hanya menginginkan dua anak saja. Tapi William tidak akan pernah mau jika hanya dua anak. Bahkan hingga detik ini, William selalu meminta untuk kembali menambah anak. Marsha benar-benar tidak habis pikir dengan keinginan sang suami. "Setelah melahirkan, aku harus berolah raga. Aku tidak ingin gemuk seperti ini terus," gumam Marsha seraya mengusap perut buncitnya. "Sayang, Mommy sangat mencintaimu. Tenang saja, Mommy tidak akan menyalahkanmu karena kau membuat t
Suara teriakan yang keras membuat Laura yang baru saja menata pajangan di rumahnya, langsung terkejut. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu rumahnya. Seketika Laura mengerutkan keningnya, melihat Lea yang baru saja pulang sekolah, dengan raut wajah yang marah melangkah masuk ke dalam rumah. "Ahg! Kenapa mereka itu menyebalkan sekali! Mereka menggangguku!" seru Lea dengan suara keras kala tiba di rumah. "Sayang? Kau kenapa?" Laura mendekat ke arah Lea, dia langsung mengelus lembut pipi putrinya itu. "Tidak baik, gadis cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang kesal. Sekarang katakan pada Mommy ada apa dan di mana Ken? Kenapa Ken tidak pulang bersama denganmu?" Lea mendengus, dia mencebikan bibirnya. "Ken masih berada di sekolah. Ada khursus yag harus dia ikuti. Mommy, aku rasanya ingin pindah sekolah saja. Aku tidak mau bersekolah di sekolah yang sama dengan Ka Sean. Aku pusing, Mommy!" Laura menautkan alisnya menatap bingung Lea. "Kenapa, sayang?
"Mommy..." Seorang anak perempuan berusia empat tahun berlari menghampiri Karin yang tengah memasak di dapur. Disusul dengan anak laki-laki yang juga berusia empat tahun, ikut berlari menghampiri Karin. Karin yang baru saja selesai masak, dan hendak meletakan makanan di atas meja, dia langsung mengalihkan pandangannya kala ada yang memanggilnya. Seketika senyum di bibir Karin terukir, melihat kedua anaknya tengah menghampirinya. Dengan cepat Karin langsung membuka tangannya dan memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. "Kelvin... Charlotte... Kalian sudah pulang?" Karin memberikan banyak kecupan pada kedua anaknya itu. "Ya, Mommy. Kami sudah pulang," jawab Kelvin dan Charlotte bersamaan seraya memeluk erat tubuh Karin. "Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa kalian selalu bersama Selena dan Miracle?" tanya Karin sambil mengelus lembut pipi Kelvin dan Charlotte. Kelvin Frans Geovan dan Charlotte Frans Geovan, anak kembar dari Frans dan Karin yang berusia empat tahun ini ben
Lima Tahun Kemudian..."Astaga, Miracle. Hentikan bermain dengan pisau! Nanti kau terluka, Miracle!" Suara Marsha berseru dengan nada yang keras, agar putri kecilnya itu menghentikan bermain dengan pisau. Vanessa Miracle William Geovan, sejak kecil William mengajarkan bela diri pada Miracle, demi melindungi dirinya sendiri. Tentu William melakukan itu semua karena Miracle tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. William selalu waspada jika suatu saat ada yang berusaha mencelakai putrinya. Namun, Miracle sangat berbeda dengan Selena, saudara kembarnya yang berambut pirang, memiliki sifat yang begitu lemah lembut. Sangat sulit bagi William, mengajarkan Selena bela diri, karena berkali-kali Selena akan selalu terluka. Itu kenapa Willliam lebih memilih menjaga Selena dengan banyak pengawal yang mengikuti putrinya itu. "Mom, aku bisa melempar pisau di papan tepat sasaran. Aku hebat, kan, Mom?" Miracle tersenyum bangga, kala pisau yang dia lempar ke papan, tepat sasaran. Kemudian, dia pun
Karin menatap keindahan Canada's sugar beach. Sudah sejak beberapa hari lalu dirinya ingin pergi ke pantai ini. Tapi dia terpaksa menunda karena Frans disibukan dengan pekerjaannya. Dengan kaki telanjang, dan perut yang membuncit Karin melangkah melusuri pantai. Ya, kini kandangan Karin memasuki minggu ke tiga puluh empat. Selama kehamilan ini. Karin dilarang untuk melakukan kegiatan berat. Biasanya Karin menghabiskan waktu bersantai di rumah atau menonton film drama kesukannya. Jika Karin ingin keluar rumah, maka Frans harus ikut dengannya. Sejak hamil, sifat Frans memang begitu overprotective padanya. Dulu Karin berpikir, dia tidak akan pernah tahu bagaiamaa sifat seorang suami yang mengatasi istrinya yang tengah mengandung, tapi ternyata Tuhan begitu baik padanya, hingga memberikan kesempatan untuknya hamil. Kebahagiaan Frans dan Karin bertambah saat Dokter memberitahu dia hamil bayi kembar. Tentu Karin dan Frans begitu bahagia menyambut bayi kembar mereka. "Frans, kenapa kau tid
"Karin, pagi ini aku berangkat lebih awal. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan menggantikan William. Beberapa hari ke depan, William tidak masuk ke kantor," ucap Frans seraya memakai dasi. Karin yang tengah duduk, dia bangkit berdiri mendekat ke arah Frans, dan langsung mengambil alih Frans yang tengah memakai dasi. "Aku mengerti, William pasti sedang menemani Marsha yang baru melahirkan. Saat ini Marsha benar-benar membutuhkan William berada disisinnya." Karin menepuk pelan dada Frans kala selesai memakaikan dasi suaminya. "Terima kasih sudah mengerti," Frans menarik dagu Karin, mencium dan melumat lembut bibir Karin. "Yasudah aku berangkat sekarang. Malam ini kau tidurlah duluan. Jangan menungguku." "Hati-hati. Kabari aku jika kau sudah di kantor. Jangan lupakan makan siangmu," balas Karin mengingatkan. Frans mengangguk. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Karin, lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Karin hendak menemani Frans, namun, Frans memintanya untuk tetap di
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka adalah perempuan. Hal yang membuat William bertambah bahagia adalah saat sang Dokter mengatakan anak kembar mereka bukanlah kembar identik. Anak perempuan pertama yang lebih dulu lahir memiliki rambut pirang seperti Marsha. Sedangkan anak perempuan kedua yang lahir, memiliki rambut coklat seperti William. Sungguh, William tidak menyangka, bayi kembarnya akan lahir dengan begitu special. Kini Marsha tidak akan lagi iri, karena sekarang, Marsha memiliki satu anak yang begitu mirip dengannya. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sedangkan William d