"William, kau sudah datang?" Suara Antonio berseru, kala melihat William melangkah masuk ke dalam ballroom. William tersenyum tipis. "Antonio, maaf aku sedikit terlambat." "Tidak, tentu kau tidak terlambat. Terima kasih kau sudah meluangkan waktumu," ujar Antonio kemudian tatapannya teralih pada sosok wanita cantik yang berdiri di samping William. "Ini istri dan anakmu?" tanyanya.William mengangguk singkat. "Perkenalkan ini Marsha Geovan istriku, dan putraku bernama Sean.." "Selamat datang Nyonya Marsha," Antonio mengulurkan tangannya—Marsha langsung menyambut jabatan tangan Antonio dengan senyuman ramah. "Cukup panggil namaku saja," jawab Marsha. Antonio tersenyum. Kemudian tatapannya kini menatap Orina dan putranya melangkah mendekat ke arahnya. "William, Marsha, perkenalkan itu adalah anak dan istriku. Orina Leonardo De Luca dan Mateo Leonardo De Luca," tunjuk Antonio pada Orina yang kini semakin mendekat ke arahnya. "Selamat malam Tuan William dan Nyonya Marsha...." Sapa Or
Kini Marsha tengah berada di dapur, menyiapkan pancake untuk putranya. Tanpa terasa sudah hampir satu minggu dia dan William berada di Jakarta. Dua hari terakhir, suaminya sudah tidak lagi disibukan dengan pekerjaannya. William telah mempercayakan pada Allbert untuk segera memproses pembelian tempat yang akan dibangun menjadi hotel. Tentu hal ini membuat Marsha sangat bahagia, dua hari terakhir dia dan sang suami bersama Sean menikmati kota Jakarta. Setidaknya, Marsha bersyukur, William masih meluangkan waktu untuknya dan Sean ditengah-tengah kesibukannya. Tidak hanya berjalan-jalan, tapi kemarin Marsha juga membawa William menemui keluarganya. Dia memberikan oleh-oleh yang telah William siapkan saat di Toronto untuk keluarganya. "Mommy...." Sean berlari masuk ke dalam dapur, dia langsung memeluk Marsha yang tengah membuat pancake. Masha tersenyum, dia menundukan tubuhnya—mencium seluruh wajah putranya itu. "Kau sudah mandi rupanya?" Dia terus mencium tubuh putranya yang harum aroma
Keesokan hari, Marsha tengah menyiapkan barang-barang yang akan diperlukan William dan Sean. Setelah satu minggu berada di Jakarta, akhirnya William bisa meluangkan waktu untuk berlibur dengannya dan Sean. Jujur saja, Marsha masih tidak menyangka William akan secepat ini menyelesaikan pekerjaannya. "Marsha..." William yang berdiri di ambang pintu, dia mentap sang istri sedang mengemasi barang-barang pribadi miliknya dan Sean, dia langsung melangkah mendekat ke arah Marsha. "William? Kau dari mana?" Marsha mengalihkan pandanganya, menatap sang suami yang berdiri di sampingnya. "Tadi Albert menghubungiku, dia melaporkan tentang pembelin lahan milik Bimo Sanjaya," jawab William sembari duduk di ranjang. Marsha mengangguk paham. "Lalu bagaimana? Apa semuanya berjalan lancar?" "Ya, semuanya berjalan lancar," balas William. "Mungkin dua atau tiga bulan lagi, pembangunan hotel akan di mulai. Aku masih menunggu hasil design untuk pembangunan hotel itu." "Kau sungguh akan membangun salah
Pesawat yang membawa William dan Marsha telah mendarat di Bandara Udara Internasional Ngurah Rai, Bali. Setelah menempuh perjalanan satu jam empat puluh menit, akhirnya William, Marsha serta yang lainnya telah tiba di Bali. Selama perjalanan menuju Bali, Sean dan Lea sama sekali tidak mengantuk. Kedua anak kecil itu bahkan sejak tadi terus bermain ketika berada di pesawat. Kini William dan Marsha melangkah menuju lobby, menuju sopir yang telah menunggu. Laura, Raymond serta Frans dan Karin pun mengikuti William dan Marsha yang berjalan menuju lobby. Sean tengah berada digendongan Frans. Sedangkan Lea, berada digendongan Karin. Sebelumnya, Mario telah menyiapkab sopir untuk William dan Marsha selama, mereka berada di bali. Tatapan Marsha teralih pada seorang sopir yang menundukan kepala, kala melihat dirnya. Marsha mengulas senyum hangat di wajahnya saat melihat sopir itu. "Selamat datang di Bali, Tuan dan Nyonya..." Sang sopir itu menyapa William, Marsha serta yang lainnya. "Terim
Keesokan hari, Marsha tengah bersiap-siap, dia mengganti pakaiannya dengan dress bermotif flower dengan bahan yang sangat nyaman. Kemudian, dia memoles wajahnya dengan make up tipis. Hari pertamanya di Bali, Marsha mengajak William pergi ke Pantai Nusa Dua. Beruntung, William mengikuti keinginannya"Mommy...." Sean berteriak, dia berlari masuk ke dalam kamar—memeluk erat Marsha.Senyum di bibir Marsha terukir saat melihat putranya. Dia langsung menundukan tubuhnya dan memberikan banyak kecupan di seluruh wajah putranya itu. "Sayang? Kau sudah siap?" Sean mengangguk antusias. "Sudah, Mommy. Tadi saat aku ingin ke kamar Mommy, aku bertemu Bibi laura dan Bibi Karin. Mereka bilang aku sangat tampan." Marsha mengulum senyumannya, dia langsung mencium pipi Sean gemas. "Bibi Laura dan Bibi Karin benar. Sean sangat tampan." "I'am.." Sean menjawab dengan bangga. Marsha langsung terkekeh geli, dan kembali mencium wajah putranya itu. "Mommy, Daddy di mana? Kenapa aku tidak melihat Daddy?" ta
"Apa yang dikatakan Marsha benar, Laura. Kau memang sangat cantik," sambung Karin yang menyetujui ucapan Marsha. "Yasudah, lebih baik kita temui William, Frans dan Raymond. Pasti mereka menunggu kita."Marsha dan Laura mengangguk setuju, mereka langsung melangkah keluar meninggalkan ruang ganti, menemui suami mereka. Seketika para pria yang ada di sana, mengalihkan pandangannya ke arah Marsha, Laura dan Karin yang tampak begitu cantik dan seksi dengan balutan bikini yang menutup tubuh putih dan mulus mereka. Dari kejauhan tampak William, Frans dan Raymond, menatap tajam para pria yang melihat istri mereka. Terutama William, dia begitu menatap tajam dan penuh peringatan pada pria yang melihat istrinya itu."Mommy.... Mommy sangat cantik..." seru Sean antusias, saat melihat Marsha keluar dari ruang ganti. Sean melompat kegirangan—dia langsung memeluk Marsha begitu erat. Marsha tersenyum, dia pun membalas pelukan anaknya seraya memberikan banyak kecupan di puncak kepala Sean. Raymond la
Suara dering ponsel terdengar, membuat Marsha yang tengah tertidur pulas harus terbangun. Marsha mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu dia mengalihkan pandangannya, ternyata ponsel William yang terus berdering. Marsha menoleh ke samping—William sudah tidak ada di ranjang. Namun, Marsha mendengar suara gemericik air dari kamar mandi, itu berarti sang suami sedang mandi. Kemudian Marsha mengikat asal rambutnya, lalu mengangkat ponsel William yang terletak di atas nakas—dia menatap ke layar tertera nama Albert yang muncul di layar ponselnya. Tanpa menunggu lama, Marsha menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan, sebelum kemudian meletakan ke telinganya. "Albert, ada apa?" Marsha menjawab saat panggilan terhubung. "Selamat pagi, Nyonya, maaf mengganggu. Apa Tuan William sedang sibuk, Nyonya?" tanya Albert dari seberang line."William sedang mandi, kau bisa menyampaikan padaku, ada apa, Albert?""Nyonya, saya hanya ingin melaporkan perkembangan proses pembelian lahan milik Sanjay
Breeze at The Samaya Seminyak adalah restoran yang dipilih William untuk makan siang bersama keluarganya. Restoran berkonsep al fresco di pinggir pantai ini memiliki atmosfer romantis dan menyajikan menu modern. Hal itu yang membuat William memilih restoran ini. Tidak hanya asian food, tapi restoran ini juga menyajikan menu makanan western food. Kini William dan Marsha serta yang lainnya masuk ke dalam restoran yang sudah William pilihkan. Sean tampak kegirangan saat masuk ke dalam restoran. Sedangkan Marsha tersenyum manis, restoran ini begitu romantis. Sang pelayan langsung mengatarkan William, Marsha serta yang lainnya menuju tempat yang telah disiapkan. Kemudian mereka duduk, di sebuah tempat dengan makanan yang telah terhidang di atas meja. Beberapa western food dan asian food, termasuk makanan khas Bali juga ada di sana. Marsha yang duduk di samping William, dia mengambil alih Sean yang berada di pangkuan William. Seperti biasa, dia ingin menyuapi putranya itu. "Sean? Kau ingi
Beberapa bulan kemudian... Tokyo, Japan... "Selena... Miracle... Hati-hati, jangan melempar bola salju seperti itu," seru Marsha memberikan peringatan pada kedua putrinya itu, yang tengah bermain salju. "Sean, jaga kedua adikmu. Jangan sampai mereka terluka," lanjutnya yang sedikit berteriak memperingatkan putra sulungnya itu, yang juga ikut bermain salju dengan Selena dan Miracle. "Sayang, Sean akan menjaga Selena dan Miracle dengan baik. Kau tenang saja," William merengkuh bahu Marsha seraya mengecup kening Marsha. "Lihatlah, Dominic masih tertidur pulas, meski tadi suaramu kencang. Tapi dia tetap tenang," ujarnya yang kini melihat ke arah Dominic yang tengah dalam pelukan Marsha. Marsha mendesah pelan, kemudian dia menatap Dominic yang masih tertidur pulas. Beruntung, putra bungsunya itu, tidak terbangun karena mendengar suaranya yang sedikit kencang memperingati ketiga anaknya. Ya, waktu berjalan begitu cepat. Kini Dominic berusia delapan bulan. William dan Marsha, sengaja men
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi laki-lakinya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak keempat mereka adalah laki-laki. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sesaat William menatap Marsha dengan tatapan yang begitu bahagia. Tidak pernah terpikir dalam hidup mereka, akan kembali merasakan kebahagiaan ini lagi."Dia mirip dengan Sean saat bayi," ucap William di telinga Marsha seraya memberikan banyak kecupan dipipi istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih telah memberikanku hadiah yang luar biasa."Marsha tersenyum dia terus mengusap lembut kepala bayi laki-lakinya itu. "Aku juga sangat bahagia, William. Melahirkan buah cinta kita adala
Marsha mematut cermin. Tubuhnya kini telah terbalut dress khusus wanita hamil yang membuat Marsha sangat nyaman. Ya, lagi dan lagi Marsha mengalami kenaikan berat badan cukup drastis. Berkali-kali suaminya mengatakan dirinya sangat cantik dan seksi saat hamil, namun Marsha tentu tidak akan percaya. Bagaimana tidak? Setiap kali Marsha menatap ke cermin, dia selalu melihat tubuhnya tampak begitu besar. Beruntung, kali ini adalah kehamilan yang terakhirnya. Memiliki empat anak sudah lebih dari cukup bagi Marsha. Padahal dulu, dia hanya menginginkan dua anak saja. Tapi William tidak akan pernah mau jika hanya dua anak. Bahkan hingga detik ini, William selalu meminta untuk kembali menambah anak. Marsha benar-benar tidak habis pikir dengan keinginan sang suami. "Setelah melahirkan, aku harus berolah raga. Aku tidak ingin gemuk seperti ini terus," gumam Marsha seraya mengusap perut buncitnya. "Sayang, Mommy sangat mencintaimu. Tenang saja, Mommy tidak akan menyalahkanmu karena kau membuat t
Suara teriakan yang keras membuat Laura yang baru saja menata pajangan di rumahnya, langsung terkejut. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu rumahnya. Seketika Laura mengerutkan keningnya, melihat Lea yang baru saja pulang sekolah, dengan raut wajah yang marah melangkah masuk ke dalam rumah. "Ahg! Kenapa mereka itu menyebalkan sekali! Mereka menggangguku!" seru Lea dengan suara keras kala tiba di rumah. "Sayang? Kau kenapa?" Laura mendekat ke arah Lea, dia langsung mengelus lembut pipi putrinya itu. "Tidak baik, gadis cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang kesal. Sekarang katakan pada Mommy ada apa dan di mana Ken? Kenapa Ken tidak pulang bersama denganmu?" Lea mendengus, dia mencebikan bibirnya. "Ken masih berada di sekolah. Ada khursus yag harus dia ikuti. Mommy, aku rasanya ingin pindah sekolah saja. Aku tidak mau bersekolah di sekolah yang sama dengan Ka Sean. Aku pusing, Mommy!" Laura menautkan alisnya menatap bingung Lea. "Kenapa, sayang?
"Mommy..." Seorang anak perempuan berusia empat tahun berlari menghampiri Karin yang tengah memasak di dapur. Disusul dengan anak laki-laki yang juga berusia empat tahun, ikut berlari menghampiri Karin. Karin yang baru saja selesai masak, dan hendak meletakan makanan di atas meja, dia langsung mengalihkan pandangannya kala ada yang memanggilnya. Seketika senyum di bibir Karin terukir, melihat kedua anaknya tengah menghampirinya. Dengan cepat Karin langsung membuka tangannya dan memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. "Kelvin... Charlotte... Kalian sudah pulang?" Karin memberikan banyak kecupan pada kedua anaknya itu. "Ya, Mommy. Kami sudah pulang," jawab Kelvin dan Charlotte bersamaan seraya memeluk erat tubuh Karin. "Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa kalian selalu bersama Selena dan Miracle?" tanya Karin sambil mengelus lembut pipi Kelvin dan Charlotte. Kelvin Frans Geovan dan Charlotte Frans Geovan, anak kembar dari Frans dan Karin yang berusia empat tahun ini ben
Lima Tahun Kemudian..."Astaga, Miracle. Hentikan bermain dengan pisau! Nanti kau terluka, Miracle!" Suara Marsha berseru dengan nada yang keras, agar putri kecilnya itu menghentikan bermain dengan pisau. Vanessa Miracle William Geovan, sejak kecil William mengajarkan bela diri pada Miracle, demi melindungi dirinya sendiri. Tentu William melakukan itu semua karena Miracle tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. William selalu waspada jika suatu saat ada yang berusaha mencelakai putrinya. Namun, Miracle sangat berbeda dengan Selena, saudara kembarnya yang berambut pirang, memiliki sifat yang begitu lemah lembut. Sangat sulit bagi William, mengajarkan Selena bela diri, karena berkali-kali Selena akan selalu terluka. Itu kenapa Willliam lebih memilih menjaga Selena dengan banyak pengawal yang mengikuti putrinya itu. "Mom, aku bisa melempar pisau di papan tepat sasaran. Aku hebat, kan, Mom?" Miracle tersenyum bangga, kala pisau yang dia lempar ke papan, tepat sasaran. Kemudian, dia pun
Karin menatap keindahan Canada's sugar beach. Sudah sejak beberapa hari lalu dirinya ingin pergi ke pantai ini. Tapi dia terpaksa menunda karena Frans disibukan dengan pekerjaannya. Dengan kaki telanjang, dan perut yang membuncit Karin melangkah melusuri pantai. Ya, kini kandangan Karin memasuki minggu ke tiga puluh empat. Selama kehamilan ini. Karin dilarang untuk melakukan kegiatan berat. Biasanya Karin menghabiskan waktu bersantai di rumah atau menonton film drama kesukannya. Jika Karin ingin keluar rumah, maka Frans harus ikut dengannya. Sejak hamil, sifat Frans memang begitu overprotective padanya. Dulu Karin berpikir, dia tidak akan pernah tahu bagaiamaa sifat seorang suami yang mengatasi istrinya yang tengah mengandung, tapi ternyata Tuhan begitu baik padanya, hingga memberikan kesempatan untuknya hamil. Kebahagiaan Frans dan Karin bertambah saat Dokter memberitahu dia hamil bayi kembar. Tentu Karin dan Frans begitu bahagia menyambut bayi kembar mereka. "Frans, kenapa kau tid
"Karin, pagi ini aku berangkat lebih awal. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan menggantikan William. Beberapa hari ke depan, William tidak masuk ke kantor," ucap Frans seraya memakai dasi. Karin yang tengah duduk, dia bangkit berdiri mendekat ke arah Frans, dan langsung mengambil alih Frans yang tengah memakai dasi. "Aku mengerti, William pasti sedang menemani Marsha yang baru melahirkan. Saat ini Marsha benar-benar membutuhkan William berada disisinnya." Karin menepuk pelan dada Frans kala selesai memakaikan dasi suaminya. "Terima kasih sudah mengerti," Frans menarik dagu Karin, mencium dan melumat lembut bibir Karin. "Yasudah aku berangkat sekarang. Malam ini kau tidurlah duluan. Jangan menungguku." "Hati-hati. Kabari aku jika kau sudah di kantor. Jangan lupakan makan siangmu," balas Karin mengingatkan. Frans mengangguk. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Karin, lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Karin hendak menemani Frans, namun, Frans memintanya untuk tetap di
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka adalah perempuan. Hal yang membuat William bertambah bahagia adalah saat sang Dokter mengatakan anak kembar mereka bukanlah kembar identik. Anak perempuan pertama yang lebih dulu lahir memiliki rambut pirang seperti Marsha. Sedangkan anak perempuan kedua yang lahir, memiliki rambut coklat seperti William. Sungguh, William tidak menyangka, bayi kembarnya akan lahir dengan begitu special. Kini Marsha tidak akan lagi iri, karena sekarang, Marsha memiliki satu anak yang begitu mirip dengannya. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sedangkan William d