William terus menatap Marsha yang masih menutup mata. Dia mengecupi punggung tangan Marsha. Untungnya dokter mengatakan jika Marsha hanya memar dan kondisi Marsha pingsan karena benturan keras. Perlahan Marsha mulai membuka matanya. Dia menatap ruangan putih. Tatapan Marsha kini melihat ke samping. Senyum di bibir Marsha terukir ketika melihat William berada di sampingnya. "Sayang, kau sudah sadar?" William yang melihat Marsha sudah sadar, dia langsung mengecupi puncak kepala Marsha. "Maaf sayang.. Maafkan aku.." Marsha tersenyum, dia mengelus rahang William. "Apa lukamu sudah diobati?" "Ini hanya luka kecil." William tidak henti mengecupi puncak kepala Marsha, dia bersyukur tidak terjadi sesuatu pada istrinya itu. Marsha mendengus. "Meski luka kecil, tapi tetap saja harus diobati.""Nanti aku akan mengobatinnya," jawab William. "Aku sungguh mengkhawatirkanmu." Marsha mendekatkan dirinya ke arah William, lalu menyandarkan kepalanya di pangkuan suaminya itu. "Aku tidak apa-apa, W
Marsha akhirnya menuruti perkataan Wiliam. Kini Marsha sudah tidak lagi magang di perusahaan milik Melvin. Selama dua minggu, William membebaskan Marsha boleh datang ke kantor atau hanya di rumah saja. Sebenarnya Marsha ingin ke kantor, tapi jika Marsha datang ke kantor sama saja. Semua staff di sana akan takut saat melihat Marsha. Tentu mereka tahu, karena Marsha adalah istri dari William.Sedangkan Karin kali ini tidak mengikuti Marsha. Dia lebih memilih untuk menyelesaikan masa magangnya di Stefano Company. Karena hanya tinggal dua minggu lagi. Karin memilih untuk menyelesaikan masa magangnya. Marsha berjalan keluar kamar menuju ruang kerja William. Hari ini William tidak berangkat ke kantor. Wiliam memilih untuk bekerja dari rumah. Marsha merasa senang karena tidak merasakan kesepian jika William berada di rumah. "William," panggil Marsha saat melangkah masuk ke dalam ruang kerja William. "Kemarilah." William menepuk pahanya agar Marsha mendekat. Lalu Marsha berjalan mendekat k
Wiliam menghentikan ciumannya saat menyadari Albert sudah membuka pintu ruang kerjanya."M-Maafkan saya, Tuan," Albert langsung menundukan kepalanya melihat William dan Marsha tengah berciuman.Marsha yang melihat ada Albert berdiri di ambang pintu, dia langsung menudukan kepalanya. Sungguh, Marsha sangat malu karna Albert melihat dirinya berada di pangkuan William dan berciuman dengan William.Saat Marsha hendak bangun, tangan William menahan pinggang Marsha menahan gara Marsha tetap berada dipangkuannya."Ada apa Albert?" tanya William dingin."Saya ingin melaporkan hasil test DNAnya, Tuan." Albert menjawab seraya menundukan kepalanya."Katakan Albert. Aku sudah menunggunya. Biarkan istriku mendengar semuanya," tukas William dingin. Dia sengaja tetap menahan Marsha, dia ingin istrinya itu juga mendengarkan hasil dari test itu. "Tuan, sebelumnya saya sudah curiga Nona Alice akan menukar hasil test DNA itu. Saya berpura-pura untuk tidak mengetahui rencananya. Nona Alice tidak menyada
Sinar matahari pagi menembus jendela kamar, perlahan Marsha mulai membuka kedua matanya. Dia menggeliat dan menguap. Saat Marsha meraba ke samping ternyata William sudah tidak ada di sampingnya. Marsha melihat tubuh polosnya hanya terbalut oleh selimut. Dia tersenyum ketika mengingat tadi malam menghabiskan sepanjang malam bercinta dengan William. "Sayang? Kau sudah bangun?" William berjalan keluar dari walk- in closet, tatapanya kini menatap Marsha yang sudah bangun. Dia mendekat, lalu duduk di samping istrinya itu. "Kau lebih dulu bangun? Maaf aku kesiangan." Marsha menundukan kepalanya. Dia sungguh malu, suaminya lebih dulu bangun darinya. Ini semua karena ulah William yang membuat Marsha baru tidur jam empat pagi. Bahkan dia masih mengantuk. Tubuhnya remuk karena tadi malam William terus meminta lagi dan lagi.William menarik dagu Marsha, mencium dan melumat lembut bibir istrinya. "Tidak apa-apa, sayang." Marsha mengerutkan bibirnya. "Tapi ini karenamu aku jadi bangun terlamba
Pagi hari Marsha dan William sudah bersiap menuju bandara, Kemarin, Anneta assistant Marsha sudah datang. Beruntung ada Anneta yang membereskan semua keperluan Marsha dan William. Namun, tidak sepenuhnya disiapkan oleh Anneta. Beberapa barang pribadi William, disiapkan langsung oleh Marsha. Kini Marsha melangkah keluar dari walk-in closet milikmya. Hari ini penampilan Marsha sungguh menawan. Dengan mini skrit dan crop top berwarna merah membuatnya sangat cantik. Lipstik merah dan rambut tergerai indah membuat Marsha sangat seksi. Serta High heels 12 cm membuat kaki jenjangnya semakin indah. "William kau sudah siap?" Marsha mendekat ke arah William yang tengah duduk di sofa. Kemudian dia duduk di samping suaminya itu. William mengalihkan pandangannya ke samping, dia tersenyum saat melihat istrinya sudah duduk si sampingnya. Dia langsung memeluk pinggang Marsha dan mengecup bibir Marsha. "Kenapa hari ini kau sangat cantik dan seksi hm? Ini membuatku tidak bisa meninggalkan kamar, bis
Istanbul, Turkey. William dan Marsha kini sudah tiba di Istanbul. Kali ini William benar-benar beruntung, jika biasanya Marsha selalu tertidur pulas. Tapi tidak kali ini, saat pesawat mendarat di bandara Marsha sudah tersenyum lebar. Menatap dari jendela akhirnya dia bisa ke Turkey. Sebelumnya Marsha sulit mendapatkan izin dari Mario ayahnya. Padahal Marsha pergi dengan Karin. Tapi Mario memang terkenal overprotective pada putri tunggalnya ini. William menggenggam tangan Marsha turun dari pesawat. Anneta mengikuti William dan Marsha dari belakang. Semua barang-barang telah diurus oleh Anneta. Marsha sudah tidak perlu lagi memikirkannya. William sudah meminta Annetha untuk mengurus sopir dan juga mobil selama William dan Marsha pergi berbulan madu. William sengaja menyewa mobil dan sopir, karena dia tidak ingin dibuat susah. William sendiri tidak terlalu mengingat jalan Istanbul. Selama ini William datang ke Istanbul hanya satu kali. Itu pun karena perjalanan bisnis beberapa tahun l
Marsha mendengus kesal, kemudian William kembali menarik dagu Marsha mencium dan melumat kembali bibir Marsha. Marsha mengalungkan tangannya ke leher William. Dia mulai membalas ciuman William, mengikuti setiap lumatan yang di berikan William. "Aku sangat menginginkanmu Marsha," bisik William serak, tangan William meremas dada Marsha.Tidak lama kemudian William dan Marsha membilas tubuh mereka. William langsung membopong tubuh polos Marsha, hingga membuat Marsha terkesiap. Lalu dia memagut bibir Marsha. Dia terus melumat bibir istrinya. Meletakan tubuh Marsha di ranjang. Kilat mata William memuja tubuh indah istrinya yang mulus dan putih. William naik ke atas Marsha, dia kembali mencium bibir istrinya. Marsha mengalungkan tangannya di leher William. Napas Marsha mulai memburu saat William tidak henti mencium bibirnya. William memang pencium yang hebat. Bahkan Marsha sulit untuk mengimbanginya. William melepaskan ciumannya, kilat matanya menatap dalam mata Marsha. "Kau tahu? Aku se
Hari ini William akan membawa Marsha ke Galata Bridge. Sebenarnya, Marsha ingin ke Capadoccia tapi William menundanya. William memutuskan untuk membawa Marsha ke Galata Bridge. Cuaca cerah di Istanbul, membuat Marsha memilih memakai mini skrit yang sangat seksi dan kaos lengan pendek warna hitam. Di padukan dengan sepatu kets, Penampilan Marsha terlihat kasual namun tetap sangat menawan. Marsha mengikat rambutnya ke atas. Memperlihatkan leher indahnya. tanda merah yang di karena ulah William di lehernya terpaksa harus ditutupi oleh fondation. Marsha mematut cermin, melihat penampilannya sudah sempurna. Memeriksa lehernya sudah tertutup oleh fondation. Untunglah Marsa cukup cerdas dalam make up. Jadi dia bisa menutupi ini kiss mark di lehernya itu. Tatapan Marsha kini teralih pada William yang baru saja selesai mengganti bajunya. "William."William menoleh ke arah Marsha dan menjawab, "Ada apa, sayang?" Marsha mendekat ke arah William, lalu berkata dengan nada kesal, "Malam ini kau
Beberapa bulan kemudian... Tokyo, Japan... "Selena... Miracle... Hati-hati, jangan melempar bola salju seperti itu," seru Marsha memberikan peringatan pada kedua putrinya itu, yang tengah bermain salju. "Sean, jaga kedua adikmu. Jangan sampai mereka terluka," lanjutnya yang sedikit berteriak memperingatkan putra sulungnya itu, yang juga ikut bermain salju dengan Selena dan Miracle. "Sayang, Sean akan menjaga Selena dan Miracle dengan baik. Kau tenang saja," William merengkuh bahu Marsha seraya mengecup kening Marsha. "Lihatlah, Dominic masih tertidur pulas, meski tadi suaramu kencang. Tapi dia tetap tenang," ujarnya yang kini melihat ke arah Dominic yang tengah dalam pelukan Marsha. Marsha mendesah pelan, kemudian dia menatap Dominic yang masih tertidur pulas. Beruntung, putra bungsunya itu, tidak terbangun karena mendengar suaranya yang sedikit kencang memperingati ketiga anaknya. Ya, waktu berjalan begitu cepat. Kini Dominic berusia delapan bulan. William dan Marsha, sengaja men
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi laki-lakinya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak keempat mereka adalah laki-laki. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sesaat William menatap Marsha dengan tatapan yang begitu bahagia. Tidak pernah terpikir dalam hidup mereka, akan kembali merasakan kebahagiaan ini lagi."Dia mirip dengan Sean saat bayi," ucap William di telinga Marsha seraya memberikan banyak kecupan dipipi istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih telah memberikanku hadiah yang luar biasa."Marsha tersenyum dia terus mengusap lembut kepala bayi laki-lakinya itu. "Aku juga sangat bahagia, William. Melahirkan buah cinta kita adala
Marsha mematut cermin. Tubuhnya kini telah terbalut dress khusus wanita hamil yang membuat Marsha sangat nyaman. Ya, lagi dan lagi Marsha mengalami kenaikan berat badan cukup drastis. Berkali-kali suaminya mengatakan dirinya sangat cantik dan seksi saat hamil, namun Marsha tentu tidak akan percaya. Bagaimana tidak? Setiap kali Marsha menatap ke cermin, dia selalu melihat tubuhnya tampak begitu besar. Beruntung, kali ini adalah kehamilan yang terakhirnya. Memiliki empat anak sudah lebih dari cukup bagi Marsha. Padahal dulu, dia hanya menginginkan dua anak saja. Tapi William tidak akan pernah mau jika hanya dua anak. Bahkan hingga detik ini, William selalu meminta untuk kembali menambah anak. Marsha benar-benar tidak habis pikir dengan keinginan sang suami. "Setelah melahirkan, aku harus berolah raga. Aku tidak ingin gemuk seperti ini terus," gumam Marsha seraya mengusap perut buncitnya. "Sayang, Mommy sangat mencintaimu. Tenang saja, Mommy tidak akan menyalahkanmu karena kau membuat t
Suara teriakan yang keras membuat Laura yang baru saja menata pajangan di rumahnya, langsung terkejut. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu rumahnya. Seketika Laura mengerutkan keningnya, melihat Lea yang baru saja pulang sekolah, dengan raut wajah yang marah melangkah masuk ke dalam rumah. "Ahg! Kenapa mereka itu menyebalkan sekali! Mereka menggangguku!" seru Lea dengan suara keras kala tiba di rumah. "Sayang? Kau kenapa?" Laura mendekat ke arah Lea, dia langsung mengelus lembut pipi putrinya itu. "Tidak baik, gadis cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang kesal. Sekarang katakan pada Mommy ada apa dan di mana Ken? Kenapa Ken tidak pulang bersama denganmu?" Lea mendengus, dia mencebikan bibirnya. "Ken masih berada di sekolah. Ada khursus yag harus dia ikuti. Mommy, aku rasanya ingin pindah sekolah saja. Aku tidak mau bersekolah di sekolah yang sama dengan Ka Sean. Aku pusing, Mommy!" Laura menautkan alisnya menatap bingung Lea. "Kenapa, sayang?
"Mommy..." Seorang anak perempuan berusia empat tahun berlari menghampiri Karin yang tengah memasak di dapur. Disusul dengan anak laki-laki yang juga berusia empat tahun, ikut berlari menghampiri Karin. Karin yang baru saja selesai masak, dan hendak meletakan makanan di atas meja, dia langsung mengalihkan pandangannya kala ada yang memanggilnya. Seketika senyum di bibir Karin terukir, melihat kedua anaknya tengah menghampirinya. Dengan cepat Karin langsung membuka tangannya dan memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. "Kelvin... Charlotte... Kalian sudah pulang?" Karin memberikan banyak kecupan pada kedua anaknya itu. "Ya, Mommy. Kami sudah pulang," jawab Kelvin dan Charlotte bersamaan seraya memeluk erat tubuh Karin. "Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa kalian selalu bersama Selena dan Miracle?" tanya Karin sambil mengelus lembut pipi Kelvin dan Charlotte. Kelvin Frans Geovan dan Charlotte Frans Geovan, anak kembar dari Frans dan Karin yang berusia empat tahun ini ben
Lima Tahun Kemudian..."Astaga, Miracle. Hentikan bermain dengan pisau! Nanti kau terluka, Miracle!" Suara Marsha berseru dengan nada yang keras, agar putri kecilnya itu menghentikan bermain dengan pisau. Vanessa Miracle William Geovan, sejak kecil William mengajarkan bela diri pada Miracle, demi melindungi dirinya sendiri. Tentu William melakukan itu semua karena Miracle tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. William selalu waspada jika suatu saat ada yang berusaha mencelakai putrinya. Namun, Miracle sangat berbeda dengan Selena, saudara kembarnya yang berambut pirang, memiliki sifat yang begitu lemah lembut. Sangat sulit bagi William, mengajarkan Selena bela diri, karena berkali-kali Selena akan selalu terluka. Itu kenapa Willliam lebih memilih menjaga Selena dengan banyak pengawal yang mengikuti putrinya itu. "Mom, aku bisa melempar pisau di papan tepat sasaran. Aku hebat, kan, Mom?" Miracle tersenyum bangga, kala pisau yang dia lempar ke papan, tepat sasaran. Kemudian, dia pun
Karin menatap keindahan Canada's sugar beach. Sudah sejak beberapa hari lalu dirinya ingin pergi ke pantai ini. Tapi dia terpaksa menunda karena Frans disibukan dengan pekerjaannya. Dengan kaki telanjang, dan perut yang membuncit Karin melangkah melusuri pantai. Ya, kini kandangan Karin memasuki minggu ke tiga puluh empat. Selama kehamilan ini. Karin dilarang untuk melakukan kegiatan berat. Biasanya Karin menghabiskan waktu bersantai di rumah atau menonton film drama kesukannya. Jika Karin ingin keluar rumah, maka Frans harus ikut dengannya. Sejak hamil, sifat Frans memang begitu overprotective padanya. Dulu Karin berpikir, dia tidak akan pernah tahu bagaiamaa sifat seorang suami yang mengatasi istrinya yang tengah mengandung, tapi ternyata Tuhan begitu baik padanya, hingga memberikan kesempatan untuknya hamil. Kebahagiaan Frans dan Karin bertambah saat Dokter memberitahu dia hamil bayi kembar. Tentu Karin dan Frans begitu bahagia menyambut bayi kembar mereka. "Frans, kenapa kau tid
"Karin, pagi ini aku berangkat lebih awal. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan menggantikan William. Beberapa hari ke depan, William tidak masuk ke kantor," ucap Frans seraya memakai dasi. Karin yang tengah duduk, dia bangkit berdiri mendekat ke arah Frans, dan langsung mengambil alih Frans yang tengah memakai dasi. "Aku mengerti, William pasti sedang menemani Marsha yang baru melahirkan. Saat ini Marsha benar-benar membutuhkan William berada disisinnya." Karin menepuk pelan dada Frans kala selesai memakaikan dasi suaminya. "Terima kasih sudah mengerti," Frans menarik dagu Karin, mencium dan melumat lembut bibir Karin. "Yasudah aku berangkat sekarang. Malam ini kau tidurlah duluan. Jangan menungguku." "Hati-hati. Kabari aku jika kau sudah di kantor. Jangan lupakan makan siangmu," balas Karin mengingatkan. Frans mengangguk. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Karin, lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Karin hendak menemani Frans, namun, Frans memintanya untuk tetap di
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka adalah perempuan. Hal yang membuat William bertambah bahagia adalah saat sang Dokter mengatakan anak kembar mereka bukanlah kembar identik. Anak perempuan pertama yang lebih dulu lahir memiliki rambut pirang seperti Marsha. Sedangkan anak perempuan kedua yang lahir, memiliki rambut coklat seperti William. Sungguh, William tidak menyangka, bayi kembarnya akan lahir dengan begitu special. Kini Marsha tidak akan lagi iri, karena sekarang, Marsha memiliki satu anak yang begitu mirip dengannya. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sedangkan William d