Karin dan Laura duduk di area lobby. Mereka duduk sembari menikmati tomato juice yang Raymond pesan untuk mereka. Frans tengah fokus berkutat dengan ipadnya, dia duduk di sebrang Karin. Sedangkan Raymond baru saja selesai menelpon assistantnya. "Laura, kenapa Marsha lama sekali?" gerutu Karin yang sudah tidak sabar. Karin melirik arloji kini sudah pukul tujuh malam. Perutnya sudah lapar sejak tadi menunggu Marsha tapi sahabatnya itu belum juga datang. "Tadi Marsha bilang sebentar lagi dia turun," jawab Laura. Karin mendengus kesal. "Lama sekali dia, memangnya dia itu tidak lapar." "Sabar Karin, mungkin kakak ku dan Marsha sedang bermesraan." Laura terkekeh pelan. Karin mendengus kesal mendengar ucapan Laura. Pandangan Karin kini melihat ke arah Frans yang terus sibuk pada ipad di tangannya. "Frans, kau ini sedang apa? Kenapa dari tadi kau hanya fokus pada ipad mu?""Aku membalas email masuk," jawab Frans tanpa mengalihkan pandangannya. "Kita ini sedang berlibur Frans. Kenapa kau
Marsha menatap cermin, menata rambut panjangnya. Kini Marsha telah bersiap-siap, hari ini William akan mengajaknya ke Las Vegas Strips. Sebenarnya Marsha ingin sekali memakai stiletto. Tapi tidak mungkin, karena dirinya sedang hamil. Jika Marsha tetap memaksa, dia yakin suaminya itu akan melemparkan tatapan tajam padanya. Cuaca di Las Vegas hari ini begitu menyejukan, musim semi salah satu musim yang Marsha sukai. Kalau saja ini musim panas, Marsha pasti tidak mau berlibur. Marsha memang pernah tinggal di Indonesia dengan iklim tropis. Namun Marsha kurang menyukai musim panas. Biasanya Jika di Kanada Marsha datang ke pantai, di saat musim semi atau musim gugur. Jika Marsha datang ke pantai saat musim panas, kulit Marsha akan memerah. Itu yang membuat Marsha kurang menyukai musim panas. Dengan cuaca yang begitu mendukung, Marsha memilih memakai outwear dan stocking hitam. Tidak lupa dengan boots yang membuat penampilannya sangat cantik dan menawan. Marsha melirik arloji kini sudah pu
William, Raymond dan Frans duduk di kafe sembari menikmati kopi. Sudah tiga jam lamanya mereka menunggu tapi Marsha, Laura dan Karin masih belum selesai berbelanja."Sebenarnya mereka itu berbelanja atau bekerja di butik? Kenapa sejak tadi mereka masih belum selesai juga?" seru Frans mulai kesal. Dia bosan harus menunggu di sini. "Kau seperti tidak tahu wanita," balas Raymond sembari menyesap kopi di tangannya. Frans membuang napas kasar. "William, kau jangan lupa malam ini kau harus bermain kasino dengan ku. Aku pastikan kau akan kalah dari ku seperti sebelumnya." "Kau yakin akan menang dari ku?" William tersenyum miring. "Lebih baik kau siapkan kekalahaan mu. Kau bisa kehilangan sebagian harta mu." "CK! Lihat saja nanti! Aku pastikan aku akan menang!" seru Frans dengan yakin. William mengedikan bahunya acuh, lalu mengambil cangkir kopi di atas meja dan mulai menyesapnya. Tidak lama kemudian, Marsha, Karin dan Laura masuk ke dalam kafe tempat dimana William, Raymond dan Frans m
Marsha tengah terlelap dalam tidurnya, namun perlahan dia mulai menggeliat dan membuka matanya. Marsha terbangun karena mulai merasakan lapar. Marsha mengerjap, dia mengambil ponsel di atas nakas menatap ke layar sekarang sudah pukul dua belas malam. Marsha menoleh ke arah William yang masih tertidur sambil memeluknya. Marsha tidak tega membangunkan William, tapi dia sangat lapar dan tidak mungkin dia menahannya. "William, bangun aku lapar.." Marsha menggoyangkan bahu William, namun suaminya itu masih tetap memejamkan matanya. Marsha mendengus kesal, suaminya itu masih terus memejamkan mata dan tidak juga bangun. Padahal, biasanya William menghina Marsha yang jika tidur seperti tidak akan pernah bangun lagi. Ternyata sama saja, William juga tidak langsung bangun. "William, bangun aku lapar.." Masha kembali mencoba membangunkan William. Dan masih sama, suaminya itu masih memejamkan mata. "William! bangun aku lapar!" suara Marsha sedikit berteriak, dia tidak memiliki cara lain sela
Keesokan hari, Marsha baru saja membersihkan diri. Dia langsung mengganti pakaiannya dengan mini dress yang nyaman. Hari ini William akan menuruti Marsha untuk pergi ke Mandalay Day Beach. Sebuah tempat yang sejak awal Marsha dan Karin ingin datangi. Marsha menatap cermin, memoles wajahnya dengan make up tipis. Marsha memilih untuk mengikat rambutnya. Model ponytail yang Marsha pilih hari ini. Setelah selesai, Marsha melangkah mendekat ke arah William yang sejak tadi menunggunya duduk di sofa, dan tengah fokus pada ipad di tangannya. "William, apa kau sibuk?" tanya Marsha. Dia langsung duduk di samping suaminya itu. Marsha mendesah pelan, William memang tidak akan pernah mungkin lepas dari pekerjaannya. Wiliam mengalihkan pandangannya, menatap istrinya yang sudah duduk di sampingnya. "Kau sudah siap? Aku tadi hanya membaca email masuk." "Sudah," jawab Marsha. "Kita breakfast dulu, aku yakin yang lainnya sudah menunggu kita." William mengangguk singkat, dia meletakan ipadnya di at
Marsha, Laura dan Karin duduk di tepi kolam sembari menikmati orange juice. William, Raymond dan Frans tengah berenang. Seperti biasa, Frans selalu menantang William. Marsha sudah tidak heran, ini memang sifat Frans. Terlihat beberapa kali William bisa mengalahkan Frans dan Raymond. Tapi beberapa kali Raymond dan Frans juga menang dari William."Frans sepertinya harus lebih banyak belajar lagi. Beberapa kali Frans kalah," keluh Karin kesal. Marsha terkekeh kecil. "Kau jangan seperti itu, tadi Frans juga menang." "Ya, hanya beberapa kali saja." Karin mendengus.Laura menggeleng pelan dan tersenyum. "Kakak itu memang hebat. Aku hampir tidak tahu apa kekurangannya. Banyak teman-teman ku yang menyukai kakak ku itu. Mereka selalu mengatakan kakak ku sempurna. Hanya ada sifat yang aku tidak suka darinya. Sifat arrogantnya itu yang membuat ku sering kesal padanya." "Apa dari banyaknya teman mu, tidak ada yang William sukai?" tanya Masha sambil menatap Laura. "Tidak," jawab Laura. "Aku me
Pagi hari, Marsha yang masih tertidur pulas harus terbangun karena sinar matahari pagi menembus jendela menyentuh wajahnya. Marsha menggeliat dan menguap. Marsha mulai membuka matanya, tangan kanannya mulai ke samping. Namun saat Marsha merasa di sampingnya sudah kosong, dengan cepat Marsha langsung menoleh. Benar saja, William sudah tidak ada. Hari ini memang hari terakhirnya di Las Vegas. Besok Marsha sudah kembali pulang ke Kanada.Marsha mendesah pelan, dia beranjak dan mengikat asal rambutnya. Pandangan Marsha kini menatap sebuah note yang ada di atas nakas. Marsha langsung mengambil note itu dan membacanya. *Aku ada urusan pagi ini. Beberapa client meminta bertemu hari ini. Sarapan mu ada di meja, aku sudah meminta pelayan mengantarkannya ke kamar. Nanti aku akan menghubungi mu. - Your Husband William.*Marsha sudah tidak terkejut mendapatkan note seperti ini. Bahkan ketika mereka berlibur pun, suaminya tetap fokus pada pekerjannya. Masrha memilih untuk langsung ke kamar mandi.
Asian Night Market, tempat yang di pilih Marsha, Laura dan Karin. Sebelumnya Marsha memang pernah mendatangi tempat ini beberapa hari lalu. Tapi hanya sebentar. Itu alasan Marsha ingin lagi datang ke sini. Awalnya William memang tidak menyukai pasar tradisional, dia takut makanan pinggir jalan tidak baik untuk kandungan Marsha. Tapi, karena paksaan Marsha, akhirnya berhasil membuat suaminya itu luluh dan menurut padanya. Seperti biasa, Marsha selalu mengatakan ini adalah keinginan anaknya. Kini William dan Marsha sudah tiba di Asian Night Market. Marsha menatap dengan mata berbinar makanan yang menggodanya. Karin sudah lebih dulu menarik Frans untuk mengelilingi food vendor. Begitu pun dengan Laura yang juga menarik tangan Raymond untuk mengelilingi food vendor. Melihat Laura dan Karin sudah mengelilingi food vendor, Marsha langsung mengulas senyuman manis di wajahnya dan memeluk lengan suaminya mengelilingi food vendor itu. William tidak ada pilihan lain selain menuruti keinginan M
Beberapa bulan kemudian... Tokyo, Japan... "Selena... Miracle... Hati-hati, jangan melempar bola salju seperti itu," seru Marsha memberikan peringatan pada kedua putrinya itu, yang tengah bermain salju. "Sean, jaga kedua adikmu. Jangan sampai mereka terluka," lanjutnya yang sedikit berteriak memperingatkan putra sulungnya itu, yang juga ikut bermain salju dengan Selena dan Miracle. "Sayang, Sean akan menjaga Selena dan Miracle dengan baik. Kau tenang saja," William merengkuh bahu Marsha seraya mengecup kening Marsha. "Lihatlah, Dominic masih tertidur pulas, meski tadi suaramu kencang. Tapi dia tetap tenang," ujarnya yang kini melihat ke arah Dominic yang tengah dalam pelukan Marsha. Marsha mendesah pelan, kemudian dia menatap Dominic yang masih tertidur pulas. Beruntung, putra bungsunya itu, tidak terbangun karena mendengar suaranya yang sedikit kencang memperingati ketiga anaknya. Ya, waktu berjalan begitu cepat. Kini Dominic berusia delapan bulan. William dan Marsha, sengaja men
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi laki-lakinya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak keempat mereka adalah laki-laki. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sesaat William menatap Marsha dengan tatapan yang begitu bahagia. Tidak pernah terpikir dalam hidup mereka, akan kembali merasakan kebahagiaan ini lagi."Dia mirip dengan Sean saat bayi," ucap William di telinga Marsha seraya memberikan banyak kecupan dipipi istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih telah memberikanku hadiah yang luar biasa."Marsha tersenyum dia terus mengusap lembut kepala bayi laki-lakinya itu. "Aku juga sangat bahagia, William. Melahirkan buah cinta kita adala
Marsha mematut cermin. Tubuhnya kini telah terbalut dress khusus wanita hamil yang membuat Marsha sangat nyaman. Ya, lagi dan lagi Marsha mengalami kenaikan berat badan cukup drastis. Berkali-kali suaminya mengatakan dirinya sangat cantik dan seksi saat hamil, namun Marsha tentu tidak akan percaya. Bagaimana tidak? Setiap kali Marsha menatap ke cermin, dia selalu melihat tubuhnya tampak begitu besar. Beruntung, kali ini adalah kehamilan yang terakhirnya. Memiliki empat anak sudah lebih dari cukup bagi Marsha. Padahal dulu, dia hanya menginginkan dua anak saja. Tapi William tidak akan pernah mau jika hanya dua anak. Bahkan hingga detik ini, William selalu meminta untuk kembali menambah anak. Marsha benar-benar tidak habis pikir dengan keinginan sang suami. "Setelah melahirkan, aku harus berolah raga. Aku tidak ingin gemuk seperti ini terus," gumam Marsha seraya mengusap perut buncitnya. "Sayang, Mommy sangat mencintaimu. Tenang saja, Mommy tidak akan menyalahkanmu karena kau membuat t
Suara teriakan yang keras membuat Laura yang baru saja menata pajangan di rumahnya, langsung terkejut. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu rumahnya. Seketika Laura mengerutkan keningnya, melihat Lea yang baru saja pulang sekolah, dengan raut wajah yang marah melangkah masuk ke dalam rumah. "Ahg! Kenapa mereka itu menyebalkan sekali! Mereka menggangguku!" seru Lea dengan suara keras kala tiba di rumah. "Sayang? Kau kenapa?" Laura mendekat ke arah Lea, dia langsung mengelus lembut pipi putrinya itu. "Tidak baik, gadis cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang kesal. Sekarang katakan pada Mommy ada apa dan di mana Ken? Kenapa Ken tidak pulang bersama denganmu?" Lea mendengus, dia mencebikan bibirnya. "Ken masih berada di sekolah. Ada khursus yag harus dia ikuti. Mommy, aku rasanya ingin pindah sekolah saja. Aku tidak mau bersekolah di sekolah yang sama dengan Ka Sean. Aku pusing, Mommy!" Laura menautkan alisnya menatap bingung Lea. "Kenapa, sayang?
"Mommy..." Seorang anak perempuan berusia empat tahun berlari menghampiri Karin yang tengah memasak di dapur. Disusul dengan anak laki-laki yang juga berusia empat tahun, ikut berlari menghampiri Karin. Karin yang baru saja selesai masak, dan hendak meletakan makanan di atas meja, dia langsung mengalihkan pandangannya kala ada yang memanggilnya. Seketika senyum di bibir Karin terukir, melihat kedua anaknya tengah menghampirinya. Dengan cepat Karin langsung membuka tangannya dan memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. "Kelvin... Charlotte... Kalian sudah pulang?" Karin memberikan banyak kecupan pada kedua anaknya itu. "Ya, Mommy. Kami sudah pulang," jawab Kelvin dan Charlotte bersamaan seraya memeluk erat tubuh Karin. "Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa kalian selalu bersama Selena dan Miracle?" tanya Karin sambil mengelus lembut pipi Kelvin dan Charlotte. Kelvin Frans Geovan dan Charlotte Frans Geovan, anak kembar dari Frans dan Karin yang berusia empat tahun ini ben
Lima Tahun Kemudian..."Astaga, Miracle. Hentikan bermain dengan pisau! Nanti kau terluka, Miracle!" Suara Marsha berseru dengan nada yang keras, agar putri kecilnya itu menghentikan bermain dengan pisau. Vanessa Miracle William Geovan, sejak kecil William mengajarkan bela diri pada Miracle, demi melindungi dirinya sendiri. Tentu William melakukan itu semua karena Miracle tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. William selalu waspada jika suatu saat ada yang berusaha mencelakai putrinya. Namun, Miracle sangat berbeda dengan Selena, saudara kembarnya yang berambut pirang, memiliki sifat yang begitu lemah lembut. Sangat sulit bagi William, mengajarkan Selena bela diri, karena berkali-kali Selena akan selalu terluka. Itu kenapa Willliam lebih memilih menjaga Selena dengan banyak pengawal yang mengikuti putrinya itu. "Mom, aku bisa melempar pisau di papan tepat sasaran. Aku hebat, kan, Mom?" Miracle tersenyum bangga, kala pisau yang dia lempar ke papan, tepat sasaran. Kemudian, dia pun
Karin menatap keindahan Canada's sugar beach. Sudah sejak beberapa hari lalu dirinya ingin pergi ke pantai ini. Tapi dia terpaksa menunda karena Frans disibukan dengan pekerjaannya. Dengan kaki telanjang, dan perut yang membuncit Karin melangkah melusuri pantai. Ya, kini kandangan Karin memasuki minggu ke tiga puluh empat. Selama kehamilan ini. Karin dilarang untuk melakukan kegiatan berat. Biasanya Karin menghabiskan waktu bersantai di rumah atau menonton film drama kesukannya. Jika Karin ingin keluar rumah, maka Frans harus ikut dengannya. Sejak hamil, sifat Frans memang begitu overprotective padanya. Dulu Karin berpikir, dia tidak akan pernah tahu bagaiamaa sifat seorang suami yang mengatasi istrinya yang tengah mengandung, tapi ternyata Tuhan begitu baik padanya, hingga memberikan kesempatan untuknya hamil. Kebahagiaan Frans dan Karin bertambah saat Dokter memberitahu dia hamil bayi kembar. Tentu Karin dan Frans begitu bahagia menyambut bayi kembar mereka. "Frans, kenapa kau tid
"Karin, pagi ini aku berangkat lebih awal. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan menggantikan William. Beberapa hari ke depan, William tidak masuk ke kantor," ucap Frans seraya memakai dasi. Karin yang tengah duduk, dia bangkit berdiri mendekat ke arah Frans, dan langsung mengambil alih Frans yang tengah memakai dasi. "Aku mengerti, William pasti sedang menemani Marsha yang baru melahirkan. Saat ini Marsha benar-benar membutuhkan William berada disisinnya." Karin menepuk pelan dada Frans kala selesai memakaikan dasi suaminya. "Terima kasih sudah mengerti," Frans menarik dagu Karin, mencium dan melumat lembut bibir Karin. "Yasudah aku berangkat sekarang. Malam ini kau tidurlah duluan. Jangan menungguku." "Hati-hati. Kabari aku jika kau sudah di kantor. Jangan lupakan makan siangmu," balas Karin mengingatkan. Frans mengangguk. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Karin, lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Karin hendak menemani Frans, namun, Frans memintanya untuk tetap di
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka adalah perempuan. Hal yang membuat William bertambah bahagia adalah saat sang Dokter mengatakan anak kembar mereka bukanlah kembar identik. Anak perempuan pertama yang lebih dulu lahir memiliki rambut pirang seperti Marsha. Sedangkan anak perempuan kedua yang lahir, memiliki rambut coklat seperti William. Sungguh, William tidak menyangka, bayi kembarnya akan lahir dengan begitu special. Kini Marsha tidak akan lagi iri, karena sekarang, Marsha memiliki satu anak yang begitu mirip dengannya. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sedangkan William d