Kini Marsha dan Karin tengah berada di CF Toronto Eaton Centre. Hari ini mereka tidak terlalu lama bertemu dengan dosen. Karena memang Marsha dan Karin hanya menunggu hari kelulusan mereka. Sesuai dengan janji Marsha pada Laura, hari ini Marsha dan Karin akan menemani Laura berbelanja. "Marsha, dimana Laura?" tanya Karin yang sejak tadi menatap setiap sudut area lobby tapi tidak menemukan Laura. "Laura bilang dia ada di kafe sekitar lobby," jawab Marsha. "Itu Laura," Marsha menunjuk salah satu kafe yang di area lobby. Terlihat Laura memakai dress berwarna kuning."Yasudah, kita ke sana." Karin dan Marsha langsung berjalan menghampiri Laura yang sudah memberi tanda jika dia duduk di ujung jauh dari keramaian. "Hi Marsha, Karin.." sapa Laura saat melihat Marsha dan Karin mendekat ke aarahnya."Laura maaf aku terlambat," balas Marsha. Dia langsung duduk di hadapan Laura. "Aku juga minta maaf karena membuat mu menunggu," sambung Karin. "Tidak, kalian tidak terlambat. Aku juga baru d
Marsha berjalan keluar dari walk in closet. Dia baru saja mengganti pakaiannya dengan gaun tidur berwarna putih bermotif brenda. Marsha melangkah menuju ranjang, dia duduk di ranjang dengan punggung yang bersandar di kepala ranjang. Menatap ke jam dinding kini sudah pukul delapan malam. Marsha tidak ingin tidur, dia memilih untuk menunggu William pulang. Marsha masih belum tenang karena William mendiamkannya. Marsha mengambil novel di atas nakas dan mulai membaca novel.Sudah sejak tadi William berdiri di ambang pintu. Dia menatap lekat Marsha yang tengah membaca novel. Terkahir Marsha memang mengirimkan pesan padanya, tapi memang William tidak membalas pesan istrinya itu. Hingga kemudian William melangkah masuk ke dalam. Marsha terkejut melihat William melangkah masuk ke dalam kamar. Marsha meletakan novel ke tempat semula. Marsha beranjak dan berjalan menghampiri William. "Kau sudah pulang?" seperti biasa Marsha membantu William membuka jas dan dasi suaminya. "Ya," jawab William s
Keesokan hari, Marsha sudah terbangun. Kini Marsha menatap cermin memoles moisturizer ke wajahnya. Meski dirinya tengah hamil, Marsha selalu merawat kulitnya agar tetap sehat dan cerah. Hanya saja, Marsha tidak sembarangan memilih produk kecantikan. Marsha selalu memakai dokter kulit khusus untuknya. Bagi Marsha, merawat kecantikan kulit adalah bagian penting dalam hidupnya.William yang baru saja selesai menerima telepon, dia menatap istrinya di depan cermin. William melangkah mendekat ke arah Marsha dan langsung mengecup puncak kepala istrinya. "Hari ini kau tidak ke kampus?" tanya Willliam. "Tidak," Marsha menggeleng pelan. "Aku sudah menyelesaikan penelitian ku. Hanya tinggal menunggu hari kelulusan ku nanti." "Kapan kelulusan mu?" tanya Wiliam lagi. "Bulan depan," jawab Marsha. "Kau harus datang dan membawakan ku hadiah karena aku lulus cepat!" William tersenyum, kemudian menangkup pipi istrinya. Mengecup dengan lembut bibir Marsha. "Aku pasti akan memberikan hadiah untuk mu
Marsha melangkah masuk ke dalam ruang kerja William. Dia menatap suaminya tengah fokus pada laptop. Marsha menghela napas dalam. Meski bekerja di rumah, William tetap akan sibuk dengan pekerjaannya. "William," panggil Marsha mendekat ke arah suaminya itu. William mengalihkan pandangannya, lalu menatap Marsha yang mendekat ke arahnya. "Kau ingin membahas tentang liburan lagi?" suara William terdengar begitu dingin.Marsha mendengus kesal, dia langsung duduk di pangkuan William. "Laura sudah menghubungi Dokter Fiona untuk datang memeriksa kandungan ku dan Laura. Minggu lalu Dokter Fiona mengatakan kandungan ku sudah kuat." "Itu bukan artinya kau tetap bisa berangkat pergi jauh Marsha," jawab William yang mulai lelah dengan perdebatan dengan istrinya itu. "CK! William tapi Dokter Fiona akan datang. Dia akan memeriksa kandungan ku. Kau harus mendengarkannya," balas Marsha yang tetap memaksa. Marsha akan terus berusaha membujuk suaminya itu.William membuang napas kasar. "Berikan aku a
Marsha memasukan barang-barang yang akan di bawa oleh dirinya dan William untuk berlibur. Besok mereka akan berangkat. Marsha hanya mengemasi barang-barang pentingnya. Untuk beberapa pakaian sudah di kemasi oleh pelayan. Marsha tahu, William akan marah jika Marsha mengemasi barang-barang sendiri. Itu kenapa Marsha meminta pelayan mengemasi pakaiannya. Setalah memastikan semuanya telah di bawa, Marsah menutup koper dan meminta pelayan meletakanya di dekat jendela. Marsha tersenyum bahagia, akhirnya dia bisa berlibur. Terlebih banyaknya masalah yang datang di kehidupannya membuat Marsha sudah lama tidak berlibur. Terakhir Marsha pergi berlibur yaitu ke Turkey bersama dengan William. Marsha melangkah menuju sofa, dia duduk di sofa. Tidak lama kemudian pelayan mengatarkan chocolate cake dan ice cream untuknya. Seperti biasa, Marsha memang menyukai makanan manis. Terkadang Marsha memang ingin makanan pedas tapi William selalu melarang. Terpaksa Marsha menurut, jika tidak pasti dirinya ak
Pagi hari, Marsha sudah bersiap-siap menuju bandara. Marsha menatap cermin, memastikan penampilannya hari ini. Mini dress berwarna mustard di padukan dengan leather jacket membuat penampilan Marsha terlihat cantik dan anggun. Kemudian Marsha berjalan keluar dari walk in closet dan menatap William yang tengah sibuk dengan ipad. Marsha melangkah mendekat ke arah William. "William," panggil Marsha. "Apa kau masih sibuk?" William mengalihkan pandangannya, menatap Marsha yang berada di hadapannya. "Kau sudah siap?" "Sudah, apa barang-barang sudah di bawa semua?" tanya Marsha balik."Aku sudah meminta pelayan membawa barang-barang kita," jawab William. "Lebih baik kita berangkat sekarang." Marsha mengangguk setuju. Marsha mengambil tasnya, lalu memeluk lengan William. Kini mereka berjalan meninggalkan kamar. Saat Marsha dan William tiba di depan, mereka melihat Laura yang juga baru saja keluar."Laura, apa Raymond nanti menjemput mu?" tanya Marsha. "Tidak Marsha," jawab Laura. "Aku m
Las Vegas - Nevada.Kini William dan Marsha sudah tiba di Las Vegas. Marsha memeluk lengan William berjalan keluar dari bandara. Sama seperti Marsha, Laura dan Karin juga bersama dengan Raymond dan Frans berjalan keluar dari bandara. Barang-barang mereka telah di bawa oleh pelayan. William memang sengaja membawa pelayan, dia tidak ingin istrinya harus mengemasi barang-barang sendirian. Itu kenapa William membawa beberapa pelayan yang khusus untuk membawa barang-barang mereka. "William, apa kau memiliki cabang perusahaan di sini?" tanya Marsha yang sejak tadi penasaran."Ya, aku memilikinya," jawab William singkat. Marsha mendesah pelan. "Kenapa setiap kita berlibur kau selalu memiliki perusahaan cabang di setiap negara yang kita datangi?" "Kau tahu jawabannya," tukas William. Tidak lama kemudian, mobil Limousine mulai memasuki lobby. Marsha menoleh ke arah mobil yang memasuki lobby. "William, apa itu yang mobil itu menjemput kita?" tanya Marsha. "Ya," jawab William. "Kita masuk
Karin dan Laura duduk di area lobby. Mereka duduk sembari menikmati tomato juice yang Raymond pesan untuk mereka. Frans tengah fokus berkutat dengan ipadnya, dia duduk di sebrang Karin. Sedangkan Raymond baru saja selesai menelpon assistantnya. "Laura, kenapa Marsha lama sekali?" gerutu Karin yang sudah tidak sabar. Karin melirik arloji kini sudah pukul tujuh malam. Perutnya sudah lapar sejak tadi menunggu Marsha tapi sahabatnya itu belum juga datang. "Tadi Marsha bilang sebentar lagi dia turun," jawab Laura. Karin mendengus kesal. "Lama sekali dia, memangnya dia itu tidak lapar." "Sabar Karin, mungkin kakak ku dan Marsha sedang bermesraan." Laura terkekeh pelan. Karin mendengus kesal mendengar ucapan Laura. Pandangan Karin kini melihat ke arah Frans yang terus sibuk pada ipad di tangannya. "Frans, kau ini sedang apa? Kenapa dari tadi kau hanya fokus pada ipad mu?""Aku membalas email masuk," jawab Frans tanpa mengalihkan pandangannya. "Kita ini sedang berlibur Frans. Kenapa kau
Beberapa bulan kemudian... Tokyo, Japan... "Selena... Miracle... Hati-hati, jangan melempar bola salju seperti itu," seru Marsha memberikan peringatan pada kedua putrinya itu, yang tengah bermain salju. "Sean, jaga kedua adikmu. Jangan sampai mereka terluka," lanjutnya yang sedikit berteriak memperingatkan putra sulungnya itu, yang juga ikut bermain salju dengan Selena dan Miracle. "Sayang, Sean akan menjaga Selena dan Miracle dengan baik. Kau tenang saja," William merengkuh bahu Marsha seraya mengecup kening Marsha. "Lihatlah, Dominic masih tertidur pulas, meski tadi suaramu kencang. Tapi dia tetap tenang," ujarnya yang kini melihat ke arah Dominic yang tengah dalam pelukan Marsha. Marsha mendesah pelan, kemudian dia menatap Dominic yang masih tertidur pulas. Beruntung, putra bungsunya itu, tidak terbangun karena mendengar suaranya yang sedikit kencang memperingati ketiga anaknya. Ya, waktu berjalan begitu cepat. Kini Dominic berusia delapan bulan. William dan Marsha, sengaja men
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi laki-lakinya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak keempat mereka adalah laki-laki. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sesaat William menatap Marsha dengan tatapan yang begitu bahagia. Tidak pernah terpikir dalam hidup mereka, akan kembali merasakan kebahagiaan ini lagi."Dia mirip dengan Sean saat bayi," ucap William di telinga Marsha seraya memberikan banyak kecupan dipipi istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih telah memberikanku hadiah yang luar biasa."Marsha tersenyum dia terus mengusap lembut kepala bayi laki-lakinya itu. "Aku juga sangat bahagia, William. Melahirkan buah cinta kita adala
Marsha mematut cermin. Tubuhnya kini telah terbalut dress khusus wanita hamil yang membuat Marsha sangat nyaman. Ya, lagi dan lagi Marsha mengalami kenaikan berat badan cukup drastis. Berkali-kali suaminya mengatakan dirinya sangat cantik dan seksi saat hamil, namun Marsha tentu tidak akan percaya. Bagaimana tidak? Setiap kali Marsha menatap ke cermin, dia selalu melihat tubuhnya tampak begitu besar. Beruntung, kali ini adalah kehamilan yang terakhirnya. Memiliki empat anak sudah lebih dari cukup bagi Marsha. Padahal dulu, dia hanya menginginkan dua anak saja. Tapi William tidak akan pernah mau jika hanya dua anak. Bahkan hingga detik ini, William selalu meminta untuk kembali menambah anak. Marsha benar-benar tidak habis pikir dengan keinginan sang suami. "Setelah melahirkan, aku harus berolah raga. Aku tidak ingin gemuk seperti ini terus," gumam Marsha seraya mengusap perut buncitnya. "Sayang, Mommy sangat mencintaimu. Tenang saja, Mommy tidak akan menyalahkanmu karena kau membuat t
Suara teriakan yang keras membuat Laura yang baru saja menata pajangan di rumahnya, langsung terkejut. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu rumahnya. Seketika Laura mengerutkan keningnya, melihat Lea yang baru saja pulang sekolah, dengan raut wajah yang marah melangkah masuk ke dalam rumah. "Ahg! Kenapa mereka itu menyebalkan sekali! Mereka menggangguku!" seru Lea dengan suara keras kala tiba di rumah. "Sayang? Kau kenapa?" Laura mendekat ke arah Lea, dia langsung mengelus lembut pipi putrinya itu. "Tidak baik, gadis cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang kesal. Sekarang katakan pada Mommy ada apa dan di mana Ken? Kenapa Ken tidak pulang bersama denganmu?" Lea mendengus, dia mencebikan bibirnya. "Ken masih berada di sekolah. Ada khursus yag harus dia ikuti. Mommy, aku rasanya ingin pindah sekolah saja. Aku tidak mau bersekolah di sekolah yang sama dengan Ka Sean. Aku pusing, Mommy!" Laura menautkan alisnya menatap bingung Lea. "Kenapa, sayang?
"Mommy..." Seorang anak perempuan berusia empat tahun berlari menghampiri Karin yang tengah memasak di dapur. Disusul dengan anak laki-laki yang juga berusia empat tahun, ikut berlari menghampiri Karin. Karin yang baru saja selesai masak, dan hendak meletakan makanan di atas meja, dia langsung mengalihkan pandangannya kala ada yang memanggilnya. Seketika senyum di bibir Karin terukir, melihat kedua anaknya tengah menghampirinya. Dengan cepat Karin langsung membuka tangannya dan memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. "Kelvin... Charlotte... Kalian sudah pulang?" Karin memberikan banyak kecupan pada kedua anaknya itu. "Ya, Mommy. Kami sudah pulang," jawab Kelvin dan Charlotte bersamaan seraya memeluk erat tubuh Karin. "Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa kalian selalu bersama Selena dan Miracle?" tanya Karin sambil mengelus lembut pipi Kelvin dan Charlotte. Kelvin Frans Geovan dan Charlotte Frans Geovan, anak kembar dari Frans dan Karin yang berusia empat tahun ini ben
Lima Tahun Kemudian..."Astaga, Miracle. Hentikan bermain dengan pisau! Nanti kau terluka, Miracle!" Suara Marsha berseru dengan nada yang keras, agar putri kecilnya itu menghentikan bermain dengan pisau. Vanessa Miracle William Geovan, sejak kecil William mengajarkan bela diri pada Miracle, demi melindungi dirinya sendiri. Tentu William melakukan itu semua karena Miracle tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. William selalu waspada jika suatu saat ada yang berusaha mencelakai putrinya. Namun, Miracle sangat berbeda dengan Selena, saudara kembarnya yang berambut pirang, memiliki sifat yang begitu lemah lembut. Sangat sulit bagi William, mengajarkan Selena bela diri, karena berkali-kali Selena akan selalu terluka. Itu kenapa Willliam lebih memilih menjaga Selena dengan banyak pengawal yang mengikuti putrinya itu. "Mom, aku bisa melempar pisau di papan tepat sasaran. Aku hebat, kan, Mom?" Miracle tersenyum bangga, kala pisau yang dia lempar ke papan, tepat sasaran. Kemudian, dia pun
Karin menatap keindahan Canada's sugar beach. Sudah sejak beberapa hari lalu dirinya ingin pergi ke pantai ini. Tapi dia terpaksa menunda karena Frans disibukan dengan pekerjaannya. Dengan kaki telanjang, dan perut yang membuncit Karin melangkah melusuri pantai. Ya, kini kandangan Karin memasuki minggu ke tiga puluh empat. Selama kehamilan ini. Karin dilarang untuk melakukan kegiatan berat. Biasanya Karin menghabiskan waktu bersantai di rumah atau menonton film drama kesukannya. Jika Karin ingin keluar rumah, maka Frans harus ikut dengannya. Sejak hamil, sifat Frans memang begitu overprotective padanya. Dulu Karin berpikir, dia tidak akan pernah tahu bagaiamaa sifat seorang suami yang mengatasi istrinya yang tengah mengandung, tapi ternyata Tuhan begitu baik padanya, hingga memberikan kesempatan untuknya hamil. Kebahagiaan Frans dan Karin bertambah saat Dokter memberitahu dia hamil bayi kembar. Tentu Karin dan Frans begitu bahagia menyambut bayi kembar mereka. "Frans, kenapa kau tid
"Karin, pagi ini aku berangkat lebih awal. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan menggantikan William. Beberapa hari ke depan, William tidak masuk ke kantor," ucap Frans seraya memakai dasi. Karin yang tengah duduk, dia bangkit berdiri mendekat ke arah Frans, dan langsung mengambil alih Frans yang tengah memakai dasi. "Aku mengerti, William pasti sedang menemani Marsha yang baru melahirkan. Saat ini Marsha benar-benar membutuhkan William berada disisinnya." Karin menepuk pelan dada Frans kala selesai memakaikan dasi suaminya. "Terima kasih sudah mengerti," Frans menarik dagu Karin, mencium dan melumat lembut bibir Karin. "Yasudah aku berangkat sekarang. Malam ini kau tidurlah duluan. Jangan menungguku." "Hati-hati. Kabari aku jika kau sudah di kantor. Jangan lupakan makan siangmu," balas Karin mengingatkan. Frans mengangguk. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Karin, lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Karin hendak menemani Frans, namun, Frans memintanya untuk tetap di
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka adalah perempuan. Hal yang membuat William bertambah bahagia adalah saat sang Dokter mengatakan anak kembar mereka bukanlah kembar identik. Anak perempuan pertama yang lebih dulu lahir memiliki rambut pirang seperti Marsha. Sedangkan anak perempuan kedua yang lahir, memiliki rambut coklat seperti William. Sungguh, William tidak menyangka, bayi kembarnya akan lahir dengan begitu special. Kini Marsha tidak akan lagi iri, karena sekarang, Marsha memiliki satu anak yang begitu mirip dengannya. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sedangkan William d