"Sama seperti Raymond, aku juga pernah mengalami kegagalan. Meski saat itu tidak mengakibatkan kerugian besar di perusahaan. Tapi bagi ku, itu sungguh memalukan. Dan aku tidak pernah mengulangi itu. Aku belajar dari apa yang telah aku lakukan di masa lalu. Dan aku tidak akan pernah mungkin melakukan kesalahan itu untuk kedua kalinya." lanjut William dengan tegas.Seketika, semua orang terdiam saat William mengatakan hal ini. Terutama Laura dan Marsha, wajah mereka begitu terkejut saat William melakukan pembelaan. Marsha menatap suaminya tidak percaya. Begitu pun dengan Laura, rasanya Laura tidak percaya dengan apa yang dia baru saja dengar ini. Bagaimana mungkin William yang terkenal arrogant dan dingin mau membela Raymond.Lukas menatap putranya yang kini melangkah mendekat ke arahnya. Kemudian Willam duduk di hadapan Lukas dan Marsha juga duduk tepat di samping suaminya. "Kenapa kau begitu yakin pada pria ini William?" Lukas bertanya terdengar begitu dingin. Tatapannya menatap leka
Marsha melangkah masuk ke dalam kamar William bersama dengan Laura. Dia menatap setiap sudut kamar milik suaminya, yang bernuansa grey. Kamar William cukup besar, tapi kamar ini tidak jauh lebih besar dengan kamarnya dengan William di rumah mereka. Pandangan Marsha kini menoleh ke dinding, senyum di bibirnya terukir saat melihat foto pernikahannya dengan William terpajang didinding kamar William. Bahkan di atas meja, penuh dengan koleksi foto berdua William dan Marsha. "Kau pasti tidak menyangka banyak foto mu dan kakak ku di sini bukan?" Laura sudah menebak raut wajah Marsha yang terlihat begitu terkejut, ketika melihat fotonya dan William sudah terpasang di kamar William.Marsha menoleh dan melihat ke arah Laura, "Ini semua kau yang meletakan atau Mama Veronica yang meletakan?" "Bukan kami," Luara menggelengkan kepalanya. "Semua ini permintaan kakak ku. Memang awalnya ada beberapa foto yang di letakan mama di kamar kakak ku. Tapi kemudian kakak ku mengirimkan banyak foto kalian be
Marsha mendongakan wajahnya dari dalam pelukan William, lalu menatap lekat wajah suaminya itu. "Kenapa foto kita di sini sangat banyak?""Bukankah sudah seharusnya foto kita terpanjang di kamar ku?" William mengelus lembut pipi istrinya.Marsha tersenyum, "Kalau begitu nanti di kamar ku, aku akan meminta Mama Clara meletakan foto kita. Seingat ku hanya foto pernikahan kita saja yang ada di kamar ku. Aku belum memberikan foto bulan madu kita saat di Turkey dan foto kita saat di Berlin waktu itu." "Tidak perlu, beberapa hari lalu aku sudah meminta Albert meletakan semua foto kita bersama di kamar mu." jawab William."Eh? kau sudah meminta Albert meletakan foto kita di kamar ku?" Marsha sedikit terkejut, suaminya sudah lebih dulu meminta Albert meletakan foto mereka di kamarnya. William mengangguk singkat, kemudian dia membawa Marsha untuk duduk di ranjang. "Aku akan meminta pelayan membawakan mu buah dan yoghurt." "Tapi aku belum ingin makan apa pun William," jawab Marsha. Dia sudah
Laura berjalan menghampiri Raymond yang duduk di balkon. Raymond menoleh dan tersenyum ketika melihat Laura berjalan menghampirinya. Kemudian Laura duduk tepat di samping Raymond. "Apa kakak ku tadi mengatakan sesuatu yang buruk pada mu?" meski Laura tahu William sudah membela Raymond, tapi tetap saja Laura yakin kakaknya itu akan tetap mengatakan sesuatu yang bisa melukai hati Raymond. Raymond tersenyum tipis, "Aku sudah menganggap perkataan William pada ku adalah perkataan yang manis. Jadi jangan khawatir, aku sudah terbiasa dengan perkataan kakak mu." "Kau benar. Kakak ku memang berbeda dari yang lainnya." Laura mengulum senyumannya, "Dan aku yakin, dia hanya bisa bersikap lembut pada istrinya." "Setidaknya William masih bersikap lembut. Meski hanya dengan Marsha," Raymond tersenyum kembali, pandangannya menatap langit yang begitu cerah. "Hem.. Raymond, bolehkah aku bertanya dengan mu?" Laura menatap lekat Raymond. Raymond mengalihkan pandangannya, lalu melihat ke arah Laura.
Keesokan hari, Kini Marsha dan Laura sudah berada di rumah Karin. Mereka sudah menyiapkan kejutan untuk menyambut Karin. Kemarin, saat Frans mengatakan hari ini Karin sudah bisa pulang ke rumah. Tentu saja Marsha menyambutnya dengan sangat bahagia. Beruntung Marsha memiliki adik ipar, segala persiapan menyambut Karin di bantu oleh Laura.Marsha juga meminta Chef Andine untuk menyiapkan makanan Indonesia kesukaan Karin. Tidak hanya makanan indonesia, tapi beberapa Italian food dan French cuisine. "Marsha, jadi Karin tinggal sendiri di sini?" tanya Laura yang masih penasaran. "Ya, Karin tinggal sendiri. Orang tuanya tinggal di Indonesia." jawab Marsha. "Aku sudah penataan rumah Karin, terlihat sangat rapih dan indah." Laura sejak tadi menatap setiap sudut rumah Karin. Rumah Karin ini memang tidak terlalu besar, namun penataannya sangat rapih. Di tambah nuansa warna biru laut membuat rumah ini terlihat begitu nyaman."Kau benar. Sejak dulu Karin memang tidak menyukai rumah yang terlal
Malam semakin larut, Marsha dan William sudah berada di rumah. Setelah makan malam di rumah Karin, Marsha memilih untuk pulang ke rumah. Tadi pagi orang tua Karin sudah kembali ke Indonesia, itu kenapa Frans sekarang memilih menginap di rumah Karin. Frans masih belum ingin meninggalkan Karin. Marsha menoleh ke arah jam dinding, kini sudah pukul sepuluh malam. Entah kenapa, Marsha belum mengantuk. Marsha duduk di ranjang dengan punggung yang besandar di kepala ranjang. Marsha mengambil novelnya di atas nakas dan memilih membaca novel sambil menunggu rasa kantuknya. Mungkin alasan Marsha tidak bisa tidur karena suaminya kini sedang berada di ruang kerja. Padahal Marsha sudah melarang William untuk bekerja, tapi suaminya itu selalu mengatakan hanya sebentar. Terdengar dering ponsel, Marsha mendesah pelan kenapa malam-malam ada yang menghubunginya. Marsha mengambil ponsel di atas nakas, lalu menatap kelayar. Kening Marsha berkerut dalam, ketika nomor tidak di kenal menghubunginya. Tanpa
Pagi itu cuaca begitu cerah, Marsha baru saja selesai berendam. Marsha melangkah masuk menuju walk in closet dan memilih dress sederhana yang biasa dia pakai ketika di rumah. Seketika senyum di bibir Marsha terukir, mengingat hari ini suaminya berjanji akan memasak ketoprak untuknya. Marsha mengulum senyumannya, suaminya itu pasti akan selalu menuruti dirinya karena sedang hamil. "William," panggil Marsha sedikit keras saat keluar dari walk in closet. "Ada apa Marsha?" William menjawab tanpa menoleh ke arah Marsha. Pandangan William menatap ipad yang berada di tangannya. Marsha mendengus kesal, dia langsung melangkah mendekat dan duduk di samping William. "Kau sudah berjanji akan membuat ketoprak untuk ku William! kau jangan lupa! kau harus membuatnya untuk ku!" "Apa kau sungguh ingin memakan makanan aneh itu? kasihan anak ku Marsha jika harus memakan makanan itu." William meletakan ipadnya di atas meja. Terdengar helaan napas berat William. "Kau yang benar saja! kenapa kau menye
Beberapa hari kemudian... Kesehatan Marsha kini sudah lebih pulih. Pagi ini Marsha sudah bersiap-siap menuju kampus. Rasanya sudah lama sekali Marsha tidak datang ke kampus. Dia sangat merindukan suasana kampus. Marsha menatap cermin, memoles make up tipis di wajahnya. Sejak hamil, Marsha sudah tidak lagi memakai heels. Setiap hari Marsha selalu memakai flat shoes. Jika Marsha berani memakai heels, sudah pasti suaminya itu akan marah padanya. Marsha melangkah keluar dari walk in closet, dia menatap William yang sudah rapih dengan pakaian kantor. Marsha berjalan mendekat ke arah William, dan langsung membantu merapihkan dasi William yang tadi terlihat sedikit berantakan. "Hari ini aku akan pulang terlambat, kau tidurlah duluan." William menangkup pipi Marsha, kemudian mengecup bibir istrinya. "Kenapa kau selalu pulang terlambat William!" Marsha mengerutkan bibirnya. Dia tidak suka jika tidur tanpa suaminya. "Sebelumnya pekerjaan ku sudah di tangani oleh Albert. Perusahaan ku masih
Beberapa bulan kemudian... Tokyo, Japan... "Selena... Miracle... Hati-hati, jangan melempar bola salju seperti itu," seru Marsha memberikan peringatan pada kedua putrinya itu, yang tengah bermain salju. "Sean, jaga kedua adikmu. Jangan sampai mereka terluka," lanjutnya yang sedikit berteriak memperingatkan putra sulungnya itu, yang juga ikut bermain salju dengan Selena dan Miracle. "Sayang, Sean akan menjaga Selena dan Miracle dengan baik. Kau tenang saja," William merengkuh bahu Marsha seraya mengecup kening Marsha. "Lihatlah, Dominic masih tertidur pulas, meski tadi suaramu kencang. Tapi dia tetap tenang," ujarnya yang kini melihat ke arah Dominic yang tengah dalam pelukan Marsha. Marsha mendesah pelan, kemudian dia menatap Dominic yang masih tertidur pulas. Beruntung, putra bungsunya itu, tidak terbangun karena mendengar suaranya yang sedikit kencang memperingati ketiga anaknya. Ya, waktu berjalan begitu cepat. Kini Dominic berusia delapan bulan. William dan Marsha, sengaja men
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi laki-lakinya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak keempat mereka adalah laki-laki. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sesaat William menatap Marsha dengan tatapan yang begitu bahagia. Tidak pernah terpikir dalam hidup mereka, akan kembali merasakan kebahagiaan ini lagi."Dia mirip dengan Sean saat bayi," ucap William di telinga Marsha seraya memberikan banyak kecupan dipipi istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih telah memberikanku hadiah yang luar biasa."Marsha tersenyum dia terus mengusap lembut kepala bayi laki-lakinya itu. "Aku juga sangat bahagia, William. Melahirkan buah cinta kita adala
Marsha mematut cermin. Tubuhnya kini telah terbalut dress khusus wanita hamil yang membuat Marsha sangat nyaman. Ya, lagi dan lagi Marsha mengalami kenaikan berat badan cukup drastis. Berkali-kali suaminya mengatakan dirinya sangat cantik dan seksi saat hamil, namun Marsha tentu tidak akan percaya. Bagaimana tidak? Setiap kali Marsha menatap ke cermin, dia selalu melihat tubuhnya tampak begitu besar. Beruntung, kali ini adalah kehamilan yang terakhirnya. Memiliki empat anak sudah lebih dari cukup bagi Marsha. Padahal dulu, dia hanya menginginkan dua anak saja. Tapi William tidak akan pernah mau jika hanya dua anak. Bahkan hingga detik ini, William selalu meminta untuk kembali menambah anak. Marsha benar-benar tidak habis pikir dengan keinginan sang suami. "Setelah melahirkan, aku harus berolah raga. Aku tidak ingin gemuk seperti ini terus," gumam Marsha seraya mengusap perut buncitnya. "Sayang, Mommy sangat mencintaimu. Tenang saja, Mommy tidak akan menyalahkanmu karena kau membuat t
Suara teriakan yang keras membuat Laura yang baru saja menata pajangan di rumahnya, langsung terkejut. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu rumahnya. Seketika Laura mengerutkan keningnya, melihat Lea yang baru saja pulang sekolah, dengan raut wajah yang marah melangkah masuk ke dalam rumah. "Ahg! Kenapa mereka itu menyebalkan sekali! Mereka menggangguku!" seru Lea dengan suara keras kala tiba di rumah. "Sayang? Kau kenapa?" Laura mendekat ke arah Lea, dia langsung mengelus lembut pipi putrinya itu. "Tidak baik, gadis cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang kesal. Sekarang katakan pada Mommy ada apa dan di mana Ken? Kenapa Ken tidak pulang bersama denganmu?" Lea mendengus, dia mencebikan bibirnya. "Ken masih berada di sekolah. Ada khursus yag harus dia ikuti. Mommy, aku rasanya ingin pindah sekolah saja. Aku tidak mau bersekolah di sekolah yang sama dengan Ka Sean. Aku pusing, Mommy!" Laura menautkan alisnya menatap bingung Lea. "Kenapa, sayang?
"Mommy..." Seorang anak perempuan berusia empat tahun berlari menghampiri Karin yang tengah memasak di dapur. Disusul dengan anak laki-laki yang juga berusia empat tahun, ikut berlari menghampiri Karin. Karin yang baru saja selesai masak, dan hendak meletakan makanan di atas meja, dia langsung mengalihkan pandangannya kala ada yang memanggilnya. Seketika senyum di bibir Karin terukir, melihat kedua anaknya tengah menghampirinya. Dengan cepat Karin langsung membuka tangannya dan memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. "Kelvin... Charlotte... Kalian sudah pulang?" Karin memberikan banyak kecupan pada kedua anaknya itu. "Ya, Mommy. Kami sudah pulang," jawab Kelvin dan Charlotte bersamaan seraya memeluk erat tubuh Karin. "Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa kalian selalu bersama Selena dan Miracle?" tanya Karin sambil mengelus lembut pipi Kelvin dan Charlotte. Kelvin Frans Geovan dan Charlotte Frans Geovan, anak kembar dari Frans dan Karin yang berusia empat tahun ini ben
Lima Tahun Kemudian..."Astaga, Miracle. Hentikan bermain dengan pisau! Nanti kau terluka, Miracle!" Suara Marsha berseru dengan nada yang keras, agar putri kecilnya itu menghentikan bermain dengan pisau. Vanessa Miracle William Geovan, sejak kecil William mengajarkan bela diri pada Miracle, demi melindungi dirinya sendiri. Tentu William melakukan itu semua karena Miracle tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. William selalu waspada jika suatu saat ada yang berusaha mencelakai putrinya. Namun, Miracle sangat berbeda dengan Selena, saudara kembarnya yang berambut pirang, memiliki sifat yang begitu lemah lembut. Sangat sulit bagi William, mengajarkan Selena bela diri, karena berkali-kali Selena akan selalu terluka. Itu kenapa Willliam lebih memilih menjaga Selena dengan banyak pengawal yang mengikuti putrinya itu. "Mom, aku bisa melempar pisau di papan tepat sasaran. Aku hebat, kan, Mom?" Miracle tersenyum bangga, kala pisau yang dia lempar ke papan, tepat sasaran. Kemudian, dia pun
Karin menatap keindahan Canada's sugar beach. Sudah sejak beberapa hari lalu dirinya ingin pergi ke pantai ini. Tapi dia terpaksa menunda karena Frans disibukan dengan pekerjaannya. Dengan kaki telanjang, dan perut yang membuncit Karin melangkah melusuri pantai. Ya, kini kandangan Karin memasuki minggu ke tiga puluh empat. Selama kehamilan ini. Karin dilarang untuk melakukan kegiatan berat. Biasanya Karin menghabiskan waktu bersantai di rumah atau menonton film drama kesukannya. Jika Karin ingin keluar rumah, maka Frans harus ikut dengannya. Sejak hamil, sifat Frans memang begitu overprotective padanya. Dulu Karin berpikir, dia tidak akan pernah tahu bagaiamaa sifat seorang suami yang mengatasi istrinya yang tengah mengandung, tapi ternyata Tuhan begitu baik padanya, hingga memberikan kesempatan untuknya hamil. Kebahagiaan Frans dan Karin bertambah saat Dokter memberitahu dia hamil bayi kembar. Tentu Karin dan Frans begitu bahagia menyambut bayi kembar mereka. "Frans, kenapa kau tid
"Karin, pagi ini aku berangkat lebih awal. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan menggantikan William. Beberapa hari ke depan, William tidak masuk ke kantor," ucap Frans seraya memakai dasi. Karin yang tengah duduk, dia bangkit berdiri mendekat ke arah Frans, dan langsung mengambil alih Frans yang tengah memakai dasi. "Aku mengerti, William pasti sedang menemani Marsha yang baru melahirkan. Saat ini Marsha benar-benar membutuhkan William berada disisinnya." Karin menepuk pelan dada Frans kala selesai memakaikan dasi suaminya. "Terima kasih sudah mengerti," Frans menarik dagu Karin, mencium dan melumat lembut bibir Karin. "Yasudah aku berangkat sekarang. Malam ini kau tidurlah duluan. Jangan menungguku." "Hati-hati. Kabari aku jika kau sudah di kantor. Jangan lupakan makan siangmu," balas Karin mengingatkan. Frans mengangguk. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Karin, lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Karin hendak menemani Frans, namun, Frans memintanya untuk tetap di
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka adalah perempuan. Hal yang membuat William bertambah bahagia adalah saat sang Dokter mengatakan anak kembar mereka bukanlah kembar identik. Anak perempuan pertama yang lebih dulu lahir memiliki rambut pirang seperti Marsha. Sedangkan anak perempuan kedua yang lahir, memiliki rambut coklat seperti William. Sungguh, William tidak menyangka, bayi kembarnya akan lahir dengan begitu special. Kini Marsha tidak akan lagi iri, karena sekarang, Marsha memiliki satu anak yang begitu mirip dengannya. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sedangkan William d