William duduk di kursi kerjanya dengan punggung yang bersandar di kursi. Sejak tadi malam William memang tidak bertanya pada Marsha. Ia tidak ingin membuat istrinya bersedih. William lebih memilih untuk mencari tahu sendiri apa yang terjadi. William menekan tombol interkom, ia langsung memerintahkan Albert segera masuk ke dalam ruang kerjanya. "Tuan," sapa Albert menundukan kepalanya saat masuk ke dalam ruang kerja William. "Albert, aku minta kau cari tahu tentang ayah mertua ku. Sekarang ayah mertua ku sedang dalam masalah. Cari tahu semuanya, aku ingin besok pagi kau sudah melaporkan yang terjadi." perintah William. "Maaf tuan, apa Tuan Mario sedang mengalami masalah dalam bisnis?" tanya Albert hati-hati. "Bukan bisnis, tapi masalah pribadi. Aku mendengar ayah mertua ku memiliki anak dari wanita lain. Aku ingin kau cari tahu semuanya dengan jelas. Besok aku sudah ingin mendengar laporan mu." ujar William degan tegas. Albert mengangguk patuh, "Baik tuan besok saya akan segera me
Marsha memarkiran mobinya di parkiran mansionnya, lalu ia melangkah masuk ke dalam rumah. Sejak bertemu dengan wanita yang bernama Agatha, Marsha tidak dengan keadaan yang baik. Membuatnya ingin langsung segera pulang ke rumah. Saat Marsha berpapasan dengan pelayan, Marsha meminta pelayan untuk membawakan ice cream ke dalam kamar. Beberapa hari ini memang Marsha tidak bisa berpikir dengan baik. Terlalu banyak masalah yang datang ke hidupnya. Padahal, dia ingin sekali bersantai tapi kenyataannya dirinya harus dihadapkan dengan masalah yang sangat berat. "Marsha? kau sudah pulang?" sapa Laura saat melihat Marsha melangkah masuk ke dalam rumah. Marsha tersenyum. "Ya, aku sudah pulang. Kau sedang apa Laura?" "Aku baru selesai melukis, bagaimana kabar mu Marsha? belakangan ini kau terlihat muram." ujar Laura, ia memang selalu memperhatikan Marsha yang sangat terlihat memiliki masalah. "Belakangan ini memang masalah selalu datang, semoga ini yang terakhir. Aku juga lelah dengan masalah
Dering ponsel, membuat William terbangun. William membuka matanya, ia mengambil ponselnya di atas nakas. Melihat ke layar ponsel tertera nama Albert assitantnya tengah menghubunginya. William menoleh ke samping, istrinya masih tertidur pulas akibat ulahnya. William menecup bahu istrinya, lalu beranjak dan memakai pakaiannya kembali yang tergeletak di lantaiWilliam berjalan menjauh dari Marsha, ia tidak ingin membangunkan istrinya yang masih tertidur pulas. William menekan tombol penerima dan langsung menempelkan ponselnya ke telinganya. "Ada apa Albert?" suara Wiliam bertanya saat panggilannya terhubung. "Tuan, maaf sayang mengganggu tuan. Tapi ada hal penting yang haru saya sampaikan." ujar Albert dari seberang line. "Apa yang ingin kau katakan?" tanya William. "Ini mengenai Tuan Mario, saya sudah mendapatkan informasi yang tuan inginkan." jawab Albert. "Katakan, aku ingin tahu semuanya." balas William. "Tuan Mario memiliki mantan kekasih bernama Belinda Moen. Suami dari Belin
Marsha memarkirkan mobilnya di parkiran kampus. Ia turun dari mobil, dan langsung melangkah masuk ke dalam kampus. Marsha melirik arloji kini sudah pukul sembilan pagi. Hari ini Marsha memiliki kelas di jam sebelas siang, ia masih memiliki waktu dua jam lagi untuk bersantai. Pikiran Marsha beberapa hari ini benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik. Tapi beruntung William selalu berada di sisinya. William selalu membantu Marsha, bahkan William mengambil alih semua hal yang membebani Marsha. Marsha memang benar-benar beruntung memiliki suami seperti William.Karin yang baru saja memarkirkan mobilnya. Ia turun dari mobil lalu menatap Marsha yang melangkah masuk ke dalam kampus. Dengan cepat Karin langsung berlari mengejar Marsha. "Marsha," suara Karin berteriak cukup keras hinggga membuat Marsha menghentikan langkahnya. "Karin! aku sudah bilang jangan berteriak! ini bukan hutan." seru Marsha kesal, ia sudah berkali-kali mengatakan jangan berteriak tapi tetap saja temannya itu tidak
Laura menatap bunga-bunga yang kini bertumbuh dengan sangat cantik. Marsha memang sangat menyukai tamannya di penuhi semua jenis bunga yang sangat indah. Angin berhembus dengan begitu menyejukan. Cuaca di Kanada begitu cerah, sehari-hari Laura lebih banyak menghabiskan waktunya di taman atau di studio lukisnya. Sudah beberapa hari ini Marsha tidak menemani dirinya, Laura mengerti saat ini Marsha sedang banyak masalah. Kandungannya kini sudah memasuki lima belas minggu. Perut Laura sudah semakin terlihat membesar. Terkadang Laura masih tidak memprcayai dirinya kini sudah mengandung. Laura tidak menyesali keadaan dimana dia harus mengandung anak dari Raymond. "Kenapa kau sendirian?" suara bariton menyapa Laura membuat Laura terkesiap, Laura langsung menoleh ke sumber suara itu dan tersenyum melihat sosok yang sangat dia kenali melangkah mendekat ke arahnya. "Raymond? kenapa bisa kau disini?" sapa Laura. Raymond melangkah mendekat dan duduk di samping Laura. "Sudah lama tidak bertemu
"Maaf, kau siapa?" tanya Marsha saat pria itu kini berada di hadapannya. Marsha sangat yakin, dirinya belum pernah bertemu dengan pria di hadapannya ini."Apa kabar Marsha? apa aku menganggu mu?" tanya pria itu dengan suara ramah."Maaf, kau siapa? apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Marsha lagi. Ia yakin tidak pernah bertemu dengan pria di hadapannya ini. Tapi kenapa pria ini mengenal dirinya. Marshan terus berusaha mengingat tapi tetap dia tidak mengenal pria dihadapannya ini. "Apa kita bisa berbicara sebentar Marsha?" kata pria itu, dia menatap lekat Marsha yang berdiri di hadapannya. "Aku tidak mungkin berbicara dengan pria asing. Aku tidak mengenal mu. Maaf aku harus segera pulang." tolak Marsha dengan suara lembut. Ia tidak mungkin berbicara dengan seorang pria asing. Pria itu tersenyum, "Aku Archie, pasti kau mengenal Agatha bukan? Agtha adalah saudara kembar ku." Tatapan Marsha berubah menunjukan tatapan tidak suka dengan pria dihadapannya ini setelah pria itu menga
William melajukan mobil Bugatti Veyron miliknya dengan kecepatan sedang menuju Moen Company. Tujuan William tentu bertemu dengan pemilik dari Moen Company. Rasanya William sangat suka jika ada orang yang bermain-main dengannya. Kini mobil milik William memasuki parkiran milik Moen Company. William turun dari mobil, dia langsung melangkah masuk ke dalam lobby perusahaan. Hari ini William datang ke Moen Company. Tentu saja William sudah tidak sabar bertemu dengan Belinda Moen. Sejak laporan dari Albert kemarin, William tidak bisa menunda lagi untuk bertemu dengan Belinda Moen. William melirik arloji, kini sudah pukul satu siang. Wiliam melangkah masuk menuju receptionist. Sudah sejak tadi orang di lobby tidak berhenti menatap William. Bagaimana tidak, William terlihat begitu dingin dan angkuh melangkah masuk ke dalam perusahaan itu. "Selamat siang tuan, ada yang bisa saya batu?" sapa seorang receptionist dengan suara lembut dan ramah. "Aku ingin bertemu dengan Belinda Moen." jawab W
Kini Marsha sudah tiba di mansion, dia melangkah masuk ke dalam rumah. Langkahnya terhenti saat dirinya berpapasan dengan Raymond. Sebelumnya memang Raymond sudah meminta izin pada dirinya untuk menemui Laura. Tentu Marsha tidak terkejut melihat Raymond berada di rumahnya. Marsha senang jika Raymond datang menemui Laura. Marsha memang tidak meminta persetujuan dari William, lagi pula dia adalah nyonya di rumah ini. Jadi Marsha berhak memperbolehkan siapa pun masuk ke dalam rumahnya."Marsha," sapa Raymond saat melihat Marsha. Marsha tersenyum. "Hi Raymond. Kau masih disini?" "Ya, aku baru saja mau pulang. Kau baru kembali dari kampus?" tanya Raymond. Marsha mengangguk. "Iya, aku baru pulang. Kau sudah makan?" "Sudah, Laura memasak untuk ku. Dan masakannya sangat enak." ucap Raymond. "Bohong! dia berlebihan," timpal Laura. Marsha mengulum senyumannya. "Kau memang pandai memasak Laura. Oh ya chef yang asal Indonesia itu apa sudah datang?" "Belum, kemungkinan dua hari lagi dia bar
Beberapa bulan kemudian... Tokyo, Japan... "Selena... Miracle... Hati-hati, jangan melempar bola salju seperti itu," seru Marsha memberikan peringatan pada kedua putrinya itu, yang tengah bermain salju. "Sean, jaga kedua adikmu. Jangan sampai mereka terluka," lanjutnya yang sedikit berteriak memperingatkan putra sulungnya itu, yang juga ikut bermain salju dengan Selena dan Miracle. "Sayang, Sean akan menjaga Selena dan Miracle dengan baik. Kau tenang saja," William merengkuh bahu Marsha seraya mengecup kening Marsha. "Lihatlah, Dominic masih tertidur pulas, meski tadi suaramu kencang. Tapi dia tetap tenang," ujarnya yang kini melihat ke arah Dominic yang tengah dalam pelukan Marsha. Marsha mendesah pelan, kemudian dia menatap Dominic yang masih tertidur pulas. Beruntung, putra bungsunya itu, tidak terbangun karena mendengar suaranya yang sedikit kencang memperingati ketiga anaknya. Ya, waktu berjalan begitu cepat. Kini Dominic berusia delapan bulan. William dan Marsha, sengaja men
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi laki-lakinya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak keempat mereka adalah laki-laki. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sesaat William menatap Marsha dengan tatapan yang begitu bahagia. Tidak pernah terpikir dalam hidup mereka, akan kembali merasakan kebahagiaan ini lagi."Dia mirip dengan Sean saat bayi," ucap William di telinga Marsha seraya memberikan banyak kecupan dipipi istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih telah memberikanku hadiah yang luar biasa."Marsha tersenyum dia terus mengusap lembut kepala bayi laki-lakinya itu. "Aku juga sangat bahagia, William. Melahirkan buah cinta kita adala
Marsha mematut cermin. Tubuhnya kini telah terbalut dress khusus wanita hamil yang membuat Marsha sangat nyaman. Ya, lagi dan lagi Marsha mengalami kenaikan berat badan cukup drastis. Berkali-kali suaminya mengatakan dirinya sangat cantik dan seksi saat hamil, namun Marsha tentu tidak akan percaya. Bagaimana tidak? Setiap kali Marsha menatap ke cermin, dia selalu melihat tubuhnya tampak begitu besar. Beruntung, kali ini adalah kehamilan yang terakhirnya. Memiliki empat anak sudah lebih dari cukup bagi Marsha. Padahal dulu, dia hanya menginginkan dua anak saja. Tapi William tidak akan pernah mau jika hanya dua anak. Bahkan hingga detik ini, William selalu meminta untuk kembali menambah anak. Marsha benar-benar tidak habis pikir dengan keinginan sang suami. "Setelah melahirkan, aku harus berolah raga. Aku tidak ingin gemuk seperti ini terus," gumam Marsha seraya mengusap perut buncitnya. "Sayang, Mommy sangat mencintaimu. Tenang saja, Mommy tidak akan menyalahkanmu karena kau membuat t
Suara teriakan yang keras membuat Laura yang baru saja menata pajangan di rumahnya, langsung terkejut. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu rumahnya. Seketika Laura mengerutkan keningnya, melihat Lea yang baru saja pulang sekolah, dengan raut wajah yang marah melangkah masuk ke dalam rumah. "Ahg! Kenapa mereka itu menyebalkan sekali! Mereka menggangguku!" seru Lea dengan suara keras kala tiba di rumah. "Sayang? Kau kenapa?" Laura mendekat ke arah Lea, dia langsung mengelus lembut pipi putrinya itu. "Tidak baik, gadis cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang kesal. Sekarang katakan pada Mommy ada apa dan di mana Ken? Kenapa Ken tidak pulang bersama denganmu?" Lea mendengus, dia mencebikan bibirnya. "Ken masih berada di sekolah. Ada khursus yag harus dia ikuti. Mommy, aku rasanya ingin pindah sekolah saja. Aku tidak mau bersekolah di sekolah yang sama dengan Ka Sean. Aku pusing, Mommy!" Laura menautkan alisnya menatap bingung Lea. "Kenapa, sayang?
"Mommy..." Seorang anak perempuan berusia empat tahun berlari menghampiri Karin yang tengah memasak di dapur. Disusul dengan anak laki-laki yang juga berusia empat tahun, ikut berlari menghampiri Karin. Karin yang baru saja selesai masak, dan hendak meletakan makanan di atas meja, dia langsung mengalihkan pandangannya kala ada yang memanggilnya. Seketika senyum di bibir Karin terukir, melihat kedua anaknya tengah menghampirinya. Dengan cepat Karin langsung membuka tangannya dan memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. "Kelvin... Charlotte... Kalian sudah pulang?" Karin memberikan banyak kecupan pada kedua anaknya itu. "Ya, Mommy. Kami sudah pulang," jawab Kelvin dan Charlotte bersamaan seraya memeluk erat tubuh Karin. "Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa kalian selalu bersama Selena dan Miracle?" tanya Karin sambil mengelus lembut pipi Kelvin dan Charlotte. Kelvin Frans Geovan dan Charlotte Frans Geovan, anak kembar dari Frans dan Karin yang berusia empat tahun ini ben
Lima Tahun Kemudian..."Astaga, Miracle. Hentikan bermain dengan pisau! Nanti kau terluka, Miracle!" Suara Marsha berseru dengan nada yang keras, agar putri kecilnya itu menghentikan bermain dengan pisau. Vanessa Miracle William Geovan, sejak kecil William mengajarkan bela diri pada Miracle, demi melindungi dirinya sendiri. Tentu William melakukan itu semua karena Miracle tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. William selalu waspada jika suatu saat ada yang berusaha mencelakai putrinya. Namun, Miracle sangat berbeda dengan Selena, saudara kembarnya yang berambut pirang, memiliki sifat yang begitu lemah lembut. Sangat sulit bagi William, mengajarkan Selena bela diri, karena berkali-kali Selena akan selalu terluka. Itu kenapa Willliam lebih memilih menjaga Selena dengan banyak pengawal yang mengikuti putrinya itu. "Mom, aku bisa melempar pisau di papan tepat sasaran. Aku hebat, kan, Mom?" Miracle tersenyum bangga, kala pisau yang dia lempar ke papan, tepat sasaran. Kemudian, dia pun
Karin menatap keindahan Canada's sugar beach. Sudah sejak beberapa hari lalu dirinya ingin pergi ke pantai ini. Tapi dia terpaksa menunda karena Frans disibukan dengan pekerjaannya. Dengan kaki telanjang, dan perut yang membuncit Karin melangkah melusuri pantai. Ya, kini kandangan Karin memasuki minggu ke tiga puluh empat. Selama kehamilan ini. Karin dilarang untuk melakukan kegiatan berat. Biasanya Karin menghabiskan waktu bersantai di rumah atau menonton film drama kesukannya. Jika Karin ingin keluar rumah, maka Frans harus ikut dengannya. Sejak hamil, sifat Frans memang begitu overprotective padanya. Dulu Karin berpikir, dia tidak akan pernah tahu bagaiamaa sifat seorang suami yang mengatasi istrinya yang tengah mengandung, tapi ternyata Tuhan begitu baik padanya, hingga memberikan kesempatan untuknya hamil. Kebahagiaan Frans dan Karin bertambah saat Dokter memberitahu dia hamil bayi kembar. Tentu Karin dan Frans begitu bahagia menyambut bayi kembar mereka. "Frans, kenapa kau tid
"Karin, pagi ini aku berangkat lebih awal. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan menggantikan William. Beberapa hari ke depan, William tidak masuk ke kantor," ucap Frans seraya memakai dasi. Karin yang tengah duduk, dia bangkit berdiri mendekat ke arah Frans, dan langsung mengambil alih Frans yang tengah memakai dasi. "Aku mengerti, William pasti sedang menemani Marsha yang baru melahirkan. Saat ini Marsha benar-benar membutuhkan William berada disisinnya." Karin menepuk pelan dada Frans kala selesai memakaikan dasi suaminya. "Terima kasih sudah mengerti," Frans menarik dagu Karin, mencium dan melumat lembut bibir Karin. "Yasudah aku berangkat sekarang. Malam ini kau tidurlah duluan. Jangan menungguku." "Hati-hati. Kabari aku jika kau sudah di kantor. Jangan lupakan makan siangmu," balas Karin mengingatkan. Frans mengangguk. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Karin, lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Karin hendak menemani Frans, namun, Frans memintanya untuk tetap di
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka adalah perempuan. Hal yang membuat William bertambah bahagia adalah saat sang Dokter mengatakan anak kembar mereka bukanlah kembar identik. Anak perempuan pertama yang lebih dulu lahir memiliki rambut pirang seperti Marsha. Sedangkan anak perempuan kedua yang lahir, memiliki rambut coklat seperti William. Sungguh, William tidak menyangka, bayi kembarnya akan lahir dengan begitu special. Kini Marsha tidak akan lagi iri, karena sekarang, Marsha memiliki satu anak yang begitu mirip dengannya. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sedangkan William d