“Astaghfirullah ... Mbak Mia, tolong bantu saya.” Risa langsung menangkap tubuh Adi yang nyaris jatuh di atas pecahan beling.“Nyonya Muda, Tuan Muda kenapa?” Mia membantu Risa menopang tubuh Adi, lalu mereka membawanya ke tempat tidur.“Sepertinya dia kebanyakan minum, lihatlah itu.” Risa mengarahkan jari telunjuknya pada pecahan beling yang berserakan.“Astaga, Tuan Muda. Nyonya Muda tunggu di sini saja, saya mau membersihkan beling-beling itu.” Mia keluar dari kamar.“Mbak, sekalian bawa air hangat sama handuk kecil,” pinta Risa.“Iya, Nyonya.” Mia menjawab dengan sedikit berteriak.Risa membenarkan posisi tidur Adi, lalu ditatapnya wajah yang terlihat begitu damai saat sedang tertidur seperti ini. Wajah tampan dengan rahang yang kokoh, serta hidung mancung dan bibir yang terlihat sangat menggoda. Tangan Risa perlahan membelai lembut pipi suaminya, ia tidak tahu perasaan apa yang muncul dalam dirinya saat ini, ia merasa ada getaran aneh saat tangannya bersentuhan dengan laki-laki
Satu tamparan keras mendarat di pipi Risa yang putih dan mulus sehingga meninggalkan bekas lima jari yang sangat kentara, bahkan sudut bibirnya pun mengeluarkan cairan berwarna merah.“Beraninya kamu menolakku! Jalang sepertimu sama sekali tidak pantas untukku,” ucap Adi dengan berapi-api, sorot matanya tajam seperti pisau yang siap menusuk jantung istrinya.“Saya bukan jalang ... kamu tidak bisa menghinaku seperti ini. Saya sudah menyelamatkan keluargamu dari aib yang begitu besar. Harusnya kamu tahu itu,” jawab Risa dengan berani karena ia benar-benar tidak terima dikatain jalang oleh suaminya sendiri.“Dasar wanita tidak tahu diri! Tidak ada seorang pun yang boleh membantah saya, apalagi wanita murahan sepertimu.” Adi menarik tangan Risa dengan kasar, lalu mendorongnya dengan sekuat tenaga.“Aaa ….” Risa berteriak saat kepalanya menghantam tembok hingga mengeluarkan darah segar. Dirabanya dahi yang terluka dan ini sudah yang ke sekian kalinya ia mendapat perlakuan kasar dari suamin
Keesokan harinya. Pagi-pagi buta, Adi sudah bangun dan mendapati tubuhnya dalam keadaan polos. Matanya menyapu ke setiap sudut tempat tidur, lalu netranya menangkap sesuatu yang terdapat di sprei putih yang sudah berantakan.“Hah? Darah,” ucap Adi. Ia kaget melihat bercak darah yang lumayan banyak pada sprei putih itu.Memori tentang kejadian tadi malam pun berputar di otaknya, ia ingat semua yang telah dilakukannya pada Risa. Ada perasaan aneh yang dirasakan pria itu saat melihat bercak darah yang terdapat pada sprei. “Apa itu artinya dia …,” ucap Adi tak percaya. “Argh, bodoh-bodoh! Kenapa jadi seperti ini?” Pria itu mengutuk dirinya sendiri.Adi benar-benar tidak menyangka bahwa dia adalah orang pertama yang merenggut kesucian Risa. Bahkan Sonya kekasihnya pun sudah tidak perawan lagi saat ia melakukan hubungan intim dengannya. Adi memang merasa ada yang aneh saat dia melakukannya bersama Risa semalam. Ia merasa ada sensasi yang berbeda dari semua perempuan yang pernah ditiduriny
Siang harinya. Adi baru saja selesai meeting bersama Andre Kusuma. Pemilik perusahaan otomotif terbesar di Jakarta, yang bekerja sama dengan perusahaan asing. Perusahaan itu juga telah memiliki cabang di beberapa kota lainnya.“Yogi, kita makan siang dulu sebelum balik ke kantor,” kata Adi sambil menoleh ke arah asisten pribadinya. Mereka berdua keluar dari perusahaan Kusuma dengan perasaan bangga karena meeting berjalan sesuai rencana.“Siap, Bos.” Yogi mengangkat satu tangannya ke atas.“Sudahlah, tidak usah terlalu formal. Kita lagi nggak di kantor,” ucap Adi seraya masuk ke dalam mobil.“Oke, Bro!” sahut Yogi.Kedua pria tampan itu pun pergi ke sebuah restoran ternama di Jakarta. Restoran itu adalah tempat favorit Adi dan Sonya. Mereka sering menghabiskan waktu berdua di sana saat akhir pekan. Namun, setelah pernikahannya batal, Adi tidak pernah lagi mengunjungi restoran itu karena ia belum bisa melupakan apa yang dilakukan mantan kekasihnya.Adi sangat mencintai Sonya, walaupun i
Matahari sudah mulai menghilang di upuk barat. Pertanda malam akan segera menjelang. Risa masih berada di rumah mertuanya hingga saat ini, rasanya ia tidak ingin kembali ke apartemen lagi. Kejadian tadi malam membuatnya trauma dan sangat membenci tempat terkutuk itu.“Risa, kamu menginap di sini saja, ya?” tawar ibu Airin, itu seperti angin syurga bagi Risa.“Mama, dia itu punya suami. Nanti kalau Adi nyariin bagaimana,” ujar Pak Arya. Risa meremas jarinya saat mendengar ucapan Pak Arya yang menyebut nama Adi dengan sebutan suami.“Biarkan saja, Pa. Nanti kalau misalnya Adi tidak bisa tidur, dia bisa ke sini untuk menyusul Risa. Pokoknya, Risa akan menginap di sini. Mama nggak mau tahu,” tandas Ibu Airin dengan tegas dan tak ingin ada penolakan. Keputusan yang dibuatnya sudah final sehingga Pak Arya tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika sudah begitu.Sama seperti Pak Arya, Risa juga tidak bisa menolak keinginan ibu mertuanya. Karena sebenarnya, ia memang tidak ingin pulang ke aparteme
Selesai makan malam, Ibu Airin membawa Risa duduk di gazebo yang terletak di pinggir taman di samping rumah. Mereka bersantai sambil menikmati suasana malam, ditemani sinar rembulan yang terlihat malu-malu menampakkan dirinya di balik awan. Secangkir teh dan beberapa cemilan yang tadi siang Risa buat bersama ibu mertuanya, menambah suasana malam menjadi lebih hangat. *** Keesokan harinya, Risa terbangun seperti biasa dan segera melaksanakan ibadah shalat subuh setelah mendengar suara adzan berkumandang. Ia bersyukur karena tidak ada satu orang pun yang mengetahui jika malam ini dia tidur di kamar tamu. Usai shalat, Risa buru-buru keluar dari kamar itu setelah merapikan tempat tidur terlebih dahulu. Ia ingin kembali ke apartemen lebih pagi agar bisa menyiapkan sarapan untuk Adi. Meskipun pria itu tidak menganggapnya sebagai istri, Risa tetap merasa berdosa jika mengabaikan tanggung jawabnya sebagai istri. “Nyonya Muda sudah bangun?” tanya Bi Ratih saat melihat Risa berjalan ke
Risa masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu bersiap-siap pergi ke sekolah, tetapi ia terus kepikiran dengan ucapan Mia.“Apa mungkin terjadi sesuatu padanya? Tidak biasanya dia seperti itu,” gumam Risa sambil merapikan penampilannya lalu keluar dari kamar.“Nyonya Muda sudah mau berangkat kerja, ya?” tanya Mia.“Iya, Mbak. Saya sudah terlambat ini,” ujar Ris sambil melirik jam di pergelangan tangannya.“Pak Dodi ... tolong antarkan Nyonya Muda!” teriak Mia ke arah balkon. Risa menutup telinga mendengar teriakannya.“Nyonya Muda sudah siap?” tanya Pak Dodi.“Iya, Pak. Bisa cepat sedikit nggak, Pak? Kasian anak-anak pasti nungguin saya,” ujar Risa.“Siap, Nyonya Muda!” sahut Pak Dodi dengan tegas dan terkesan membentak. Risa dan Mia sampai terkejut mendengarnya.“Nggak usah ngegas juga kali, Pak!” cicit Mia.“Bukan ngegas, Iyem. Itu namanya tegas,” sahut Pak Dodi, tak mau disalahkan.“Iyem pala lu peang? Nama saya bagus-bagus gini malah Bapak ganti dengan nama jelek begitu
Risa kembali ke kamar dengan membawa mangkuk berisi air di tangannya. Sementara Pak Dodi masih menunggu kedatangan dokter yang akan memeriksa kesehatan Adi.“Nyonya Muda, apa perlu kita bawa Tuan Muda ke Rumah Sakit?” tanya Pak Dodi.Risa terdiam sejenak sambil memeriksa suhu tubuh Adi, untuk memastikan apakah panasnya sudah turun atau belum.“Tidak perlu, Pak. Setelah dikompres panasnya berangsur turun. Ini sudah tidak terlalu panas lagi, kok. Kita tunggu saja sampai dia sadar,” ujar Risa sambil menempelkan handuk basah di kening Adi.Dokter yang sedang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Pak Dodi langsung memintanya untuk segera mengecek kesehatan Adi.Dengan cekatan, wanita muda itu mengeluarkan peralatan medis dari dalam tasnya lalu memeriksa keadaan Adi. “Maaf, Ibu. Sejak kapan Pak Adi demam?” tanya dokter itu sambil menatap Risa.“Ada apa, Dok?” Pak Dodi mengajukan pertanyaan balik pada dokter itu.“Sejak semalam, Dokter. Apa ada sesuatu yang mengkhawatirkan?” Risa pun me
“Astaghfirullah … apa yang sudah aku lakukan?” gumam Risa sambil menarik napas panjang.Andre juga kaget melihat Risa yang begitu emosi, ternyata wanita sangat lembut dan penyayang yang ia kenal selama ini juga bisa berkata dengan nada tinggi seperti itu.“Saya tahu kalau cara saya sedikit egois, tapi itu adalah bukti kalau saya mencintai kamu. Saya bisa mendapatkan ribuan gadis yang bersedia menjadi istri saya, tapi yang saya inginkan hanya kamu. Hanya kamu yang akan menjadi ibu dari anak-anak saya,” ujar Andre.Risa menipiskan bibir dan tersenyum tanggung, lalu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk.“Dengarkan saya baik-baik, Tuan Andre Kusuma Yang Terhormat. Saya adalah seorang istri yang sah di mata agama dan hukum yang berlaku di negara ini, saya tidak melarang Anda jatuh cinta sama saya karena itu adalah persoalan hati seseorang. Namun, maaf beribu maaf saya ucapkan. Apapun yang akan Anda lakukan tetap tidak akan merubah apapun, saya tidak akan membalas perasaan Anda!” ucap Ri
Adi keluar dari ruang ganti dengan raut wajah yang masih sama seperti saat sebelum ia masuk ke dalam ruangan tersebut.“Kamu masih ingin aku mengabulkan permintaanmu itu, Sayang? Jangan harap!” ujar Adi dengan nada ketus.Risa menghela napas berat kala melihat suaminya masih tersulut emosi setelah mendengar permintaannya untuk berbicara empat mata dengan Andre.“Please, Sayang! Izinkan aku untuk bertemu dengannya, kamu boleh ikut dan mengawasiku dari jauh. Bagaimana?” tawar Risa mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Sekali tidak, tetap tidak!” tandas Adi tanpa melihat ke arah Risa.Risa tidak putus asa meski telah ditolak berkali-kali, ia harus bisa membujuk suaminya agar mau mengabulkan keinginannya. Jika terus dibiarkan, maka masalah di antara keduanya tidak akan pernah selesai. Akar dari permasalahan di sini adalah dirinya, maka dari itu dialah yang harus turun tangan sendiri.“Ya sudah, kalau kamu bersikukuh seperti itu. Aku mau tidur di kamar sebelah,” ujar Risa sembari melangka
Setelah Bu Soraya pergi dari rumah itu, Ibu Airin membawa Risa ke kamarnya untuk membicarakan apa yang tadi disampaikan oleh Bu Soraya kepadanya.“Sayang, ayo duduk sini!” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya.“Iya, Ma.” Risa tersenyum sembari mendudukkan dirinya di samping Ibu Airin. “Apa yang ingin Mama jelaskan sama Risa?” tanyanya dengan lembut.“Kamu masih ingat kejadian saat kamu dan Adi pergi untuk menghadiri jamuan makan malam waktu itu? Soal itulah yang akan Mama sampaikan sama kamu,” ujar Ibu Airin.“Makan malam yang diadakan oleh Tuan Andre?” tanya Risa lagi.“Iya, Sayang. Yang waktu itu,” sahut Ibu Airin.“Kenapa memangnya, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.“Ternyata, dia mengadakan acara makan malam itu untuk membuat kamu keluar dari rumah ini dan menculik kamu. Nyonya Kusuma sendiri yang bilang seperti itu sama Mama. Andre meminta anak buahnya untuk mengikuti mobil kalian,” jelas Ibu Airin.“Apa, Ma?! Jadi, penyerangan pada malam itu adalah ulahnya Tu
“Nyonya mau bicara apa?” tanya Ibu Airin seraya menatap Bu Soraya dengan lekat.Bu Sora menghela napas panjang seraya memejamkan mata sebelum mengatakan apa yang akan ia sampaikan.“Maaf sebelumnya, Nyonya Airin. Mungkin ini akan sedikit mengejutkan Anda, tapi saya harap Nyonya bisa menerimanya,” ujar Bu Soraya.Perkataannya semakin membuat Ibu Airin penasaran, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh nyonya Kusuma. Sehingga ia terlihat gugup dan ketakutan seperti itu.“Katakan saja, Nyonya. Apa yang ingin Nyonya katakan sebenarnya? Kenapa Nyonya jadi tegang begitu?” tanya Ibu Airin, ia juga sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.“Putra saya ternyata mencinta menantu Anda, saya juga baru mengetahuinya. Selama ini sudah banyak perempuan yang saya kenalkan sama dia, tapi tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Mulai dari gadis kaya dan terhormat, sampai gadis biasa sudah pernah saya kenalkan. Namun, hasilnya tetap sama. Andre sama sekali tidak melirik satu pun
“Mau ketemu saya? Siapa, Mbak?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi. “Iya, Nyonya Muda. Seorang ibu-ibu sama anak kecil yang waktu itu datang ke rumah sakit,” jawab Mia dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Ayo kita lihat siapa orangnya, Sayang!” seru Ibu Airin sembari merangkul pundak Risa. “Iya, Ma.” Risa langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Ia sudah bisa menduga siapa orang tersebut. Sementara Ibu Airin penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengan menantunya. Siapa ibu-ibu yang dimaksud oleh Mia? “Di mana orangnya, Mia?” tanya ibu Airin saat sampai di ruang keluarga. “Masih di depan, Nyonya Besar. Saya tadi nyariin Nyonya Muda ke kamar, tapi Nyonya Muda nggak ada di sana,” ujar Mia. “Siapa sih, orangnya?” gumam Ibu Airin sembari berjalan menuju pintu depan. Ia tidak pernah terpikir jika orang itu adalah Indri, si gadis kecil yang sudah seperti putri bagi Risa. Sesampainya di teras depan, mereka langsung dikagetkan dengan teriakan anak kecil yang berlari ke arah Risa.
Reyhan kaget melihat Anita tiba-tiba berada di sana, apalagi setelah ia mendengar pertanyaan dokter muda itu. Ia yakin jika Anita sudah mendengar semua pembicaraannya dengan dokter Cyntia. “Dokter Anita, Anda di sini?” tanya Reyhan lalu menghentikan langkahnya saat melihat Anita menghampirinya. “Iya, Pak. Saya kebetulan baru pulang dari rumah Risa, tapi nggak nyangka bisa bertemu Pak Reyhan di sini. Tapi maaf nih, Pak. Bukan maksud saya lancang, apa benar Pak Reyhan dan Dokter Cyntia pacaran?” Anita menatap Reyhan dengan lekat, ada rasa sesak di dadanya saat mengetahui laki-laki yang ia cintai saat ini sudah menjadi kekasih wanita lain. Namun, ia berusaha menutupi rasa kecewanya. “Oh, bagaimana keadaan Risa? Apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Reyhan lagi. Ia tidak menanggapi pertanyaan Anita yang terakhir karena ia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Saat Reyhan menyebut nama Risa, darah Cyntia seakan mendidih mendengar kekasihnya menanyakan wanita lain. Terlebih lagi,
“Apa yang mau kamu jelasin? Kamu mau mengatakan kalau semua yang kamu lakukan ini karena cinta? Apa itu yang akan kamu katakan sama Mama, Andre?!” erang Bu Soraya dengan raut wajah memerah. “Ma, semua ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak mungkin mencelakai wanita yang aku cintai,” ujar Andre. “Cinta kamu bilang? Kamu bukan mencintainya, tapi kamu hanya terobsesi! Wanita itu terlalu baik untuk kamu, Andre. Jadi sekarang Mama tahu apa tujuan kamu mengadakan jamuan makan malam waktu itu, ternyata ini rencana kamu? Mama malu mengakui kamu sebagai putra dari keluarga Kusuma. Papa kamu tidak pernah berbuat curang dalam hal apapun, termasuk apa yang baru saja kamu lakukan ini. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga Kusuma, Ndre.” Bu Soraya keluar dari kamar Andre sambil menangis, ia tidak percaya jika putranya sampai senekat itu hanya demi mendapatkan wanita yang katanya begitu ia cintai. Selama ini Andre memang tidak pernah tertarik pada semua wanita yang pernah Bu Soraya ke
Satu bulan sudah berlalu. Selama itu pula Risa tidak diizinkan keluar dari rumah, bahkan untuk pemeriksaan kandungannya pun Adi sudah membuat kamar tidur mereka seperti sebuah klinik. Itu semua ia lakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan istri dan calon anaknya.Dokter Reyhan dan Cyntia sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Namun, sampai saat ini Risa belum mengetahui hal itu. Anita juga belum tahu soal itu karena Cyntia tidak pernah datang ke rumah sakit. Semua orang di rumah sakit juga tidak ada yang tahu mengenai hubungan anak pemilik rumah sakit itu dengan mantan dokter spesialis anestesi kardiovaskuler sekaligus mantan asisten dokter Reyhan di tim operasi.Reyhan bersedia menjadi kekasih Cyntia demi keselamatan Risa dan bayi yang tengah ia kandung, tetapi Reyhan juga mengajukan syarat kepada wanita itu. Cyntia dilarang menemuinya di rumah sakit, dan syarat itu pun diterima oleh wanita itu.Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Risa. Usia kandungannya sudah memasuki d
Risa keluar dari kamar mandi dan melihat Adi duduk di sofa dengan kedua tangan dijadikan penopang wajahnya. Tatapannya terlihat kosong, bahkan laki-laki itu sampai tidak menyadari jika istrinya sudah keluar dari kamar mandi. Terlihat jelas bahwa saat ini dia sedang banyak masalah. “Kamu mandi dulu sana! Setelah itu kita shalat supaya pikiran kamu lebih tenang,” ujar Risa membuyarkan lamunan Adi. “Kamu sudah selesai, Sayang? Maaf ya, aku jadi melamun. Ya sudah, aku mandi dan ambil air wudhu sebentar.” Adi masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, ada rasa bersalah yang ia rasakan terhadap istrinya. “Ya Allah, apapun masalah yang sedang ia hadapi saat ini, aku mohon permudahkanlah!” ucap Risa penuh harap. Kriet! Suara pintu kamar mandi terbuka, Adi keluar dari sana dengan handuk melilit dari tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan berwudhu. “Sebentar ya, Sayang. Aku ganti baju dulu,” ucap Adi sembari melangkah menuju tempat tidur. Pakaian gantinya sudah d