Setelah Adi pergi ke kantor, Risa bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Ia juga telah menyiapkan makanan yang akan dibawa ke rumah sakit. Mia juga akan ikut dengannya, untuk itu Risa memilih menyetir sendiri hari ini.“Mbak Mia, sudah siap belum? Ayo, kita pergi sekarang!” seru Risa sembari menuruni anak tangga.“Iya, Nyonya Muda. Ini sudah siap semuanya,” sahut Mia dengan memperlihatkan rantang makanan yang ada di tangannya.“Ya sudah, ayo!” Risa berjalan keluar rumah menuju garasi mobil.“Selamat pagi, Nyonya Muda. Saya yang akan mengantarkan Anda ke rumah sakit, Tuan Muda telah berpesan agar tidak mengizinkan Nyonya Muda menyetir sendiri,” kata Pak Dodi seraya membukakan pintu mobil untuk Risa.“Maaf, Pak Dodi. Tapi hari ini saya mau bawa mobil sendiri,” jawab Risa sambil berlalu melewati sang sopir. Mia tersenyum geli melihat Risa menolak tawaran dari Pak Dodi.“Tapi, Nyonya Muda. Nanti Tuan Muda akan marah jika tahu Anda menyetir sendiri,” ujar Pak Dodi.“Pak Dodi bisa ikuti m
Cyntia tersenyum melihat siapa yang datang menemuinya, harapannya untuk bertemu dengan laki-laki itu sebelum meninggalkan Indonesia akhirnya terwujud. Jika ia yang datang ke rumah sakit akan memakan waktu yang lama, sedangkan dia sudah tidak punya banyak waktu.“Reyhan!” Cyntia melepas kopernya, berlari menghampiri laki-laki itu sembari menyeka air matanya.“Saya ke sini cuma mau memberikan ini,” ujar Reyhan seraya menyerahkan amplop berwarna coklat ke tangan Cyntia.“Apa ini, Reyhan?” tanya Cyntia dengan mengerutkan dahinya.“Itu adalah hak kamu, saya tidak ingin menahan hak orang lain. Terima kasih karena kamu telah menjadi partner yang baik selama ini,” ucap Reyhan dengan tatapan sendu.“Aku tidak butuh ini, Reyhan. Aku butuh kamu!” pungkas Cyntia langsung pada intinya, tidak ingin terlalu banyak basi-basi seperti yang sudah-sudah.“Maaf, kamu pasti sudah tahu apa jawaban saya. Jadi saya tidak perlu mengulanginya lagi,” jawab Reyhan, berusaha bersikap biasa meski di hatinya ada ras
Sampai di rumah sakit, Adi bergegas masuk dengan langkah panjangnya. Ia sudah tidak sabar ingin memberitahu semua orang bahwa pelaku yang menabrak ibunya telah tertangkap dan sudah mendekam di balik jeruji besi bersama dalangnya juga.Adi masuk ke ruang rawat ibunya tanpa mengetuk pintu, dan saat sampai di dalam ruangan itu ia mendapati seorang anak kecil berada dalam pangkuan istrinya.“Selamat siang semuanya!” sapa Adi dengan nada datar sembari melangkah menuju ranjang pasien yang ditempati Ibu Airin.“Adi, kamu ke sini? Bagaiman meetingnya?” tanya Pak Arya sembari menghampiri putranya.“Aku wakilkan sama Yogi, Pa.” Adi melihat sekilas ke arah Pak Arya.“Wakilkan? Kenapa?” Pak Arya mengerutkan dahi setelah mendengar perkataan Adi.“Iya, Pa. Aku dari kantor polisi, pelaku yang menabrak Mama sudah ditangkap dan sudah berada di dalam penjara. Bukan itu saja, dalangnya ternyata salah satu dokter di rumah sakit ini,” jelas Adi, tatapannya terfokus pada gadis kecil yang ada di pangkuan Ri
“Kita sudah sampai, Sayang. Ayo, kita masuk! Pasti oma kamu sudah nungguin di dalam,” ujar Risa sambil tersenyum ceria, sedangkan Adi hanya mengikutinya sembari melihat ke sekeliling.“Ini pertama kalinya saya masuk ke pekarangan rumah keluarga Kusuma,” gumam Adi sambil terus melanjutkan langkahnya menyusul Risa dan Indri.Di depan pintu rumah mewah itu terlihat tiga orang perempuan berpakaian seragam seperti pelayan tengah berdiri untuk menyambut nona muda Kusuma. Salah satu di antara mereka menghampiri Indri sembari membungkukkan badan.“Selamat siang, Mbak. Saya mau antar Indri,” kata Risa sambil tersenyum ramah kepada ketiga pelayan itu.“Siang, Nyonya. Terima kasih, Nyonya! Anda sudah bersedia mengantar Non Indri sampai ke sini,” ucap salah satu pelayan yang menghampiri Risa.“Sama-sama, Mbak.” Risa tersenyum sembari merangkul pundak Indri, ia juga senang bisa menghabiskan waktu bersama gadis kecil itu.“Non Indri, Nona sudah ditunggu sama oma. Mari, Non!” ujar pelayan sembari me
Sampai di mobil, Adi menghempaskan tubuhnya di kursi kemudi seraya memejamkan mata. Ia masih terlihat emosi karena kejadian di dalam restoran, Risa pun membiarkan saja dan menunggu sampai emosi suaminya sedikit meredam.“Kenapa kamu melarang saya untuk memberikan pelajaran kepada wanita itu?” tanya Adi dengan ketus sembari mengalihkan pandangan pada Risa, tetapi yang ditanya hanya menanggapi dengan senyuman.“Apa yang akan kamu dapatkan dengan melakukan itu?” tanya Risa dengan lembut sembari membalas tatapan suaminya.“Aku akan menghancurkan dia! Itu akan memberikan kepuasan bagiku karena dia telah berani menghinamu,” jelas Adi dengan lantang, membuat Risa menggelengkan kepala mendengarnya.Risa menggenggam tangan Adi dengan erat sambil menatapnya dengan tatapan sendu, ia tidak ingin suaminya terus bersikap kasar seperti itu yang nantinya hanya akan mengundang masalah baru dalam rumah tangga mereka.Adi kaget melihat sikap Risa yang seperti itu, ia terkejut dan juga bahagia akan hal i
Adi mendongak untuk melihat ekspresi Risa setelah ia mengutarakan isi hatinya, ia tidak berharap balasan dari ungkapan perasaannya. Adi hanya ingin Risa tahu tentang perasaannya, karena ia sudah tidak bisa memendamnya lebih lama lagi.“Aku rasa kamu tidak perlu mendengar jawaban dariku, kamu pasti sudah tahu jawabannya. Seorang istri akan selalu tunduk pada suaminya. Aku adalah milikmu, kamu berhak segalanya atas diriku. Bangunlah! Kamu tidak perlu melakukan itu. Seburuk apapun perilaku seorang suami, derajatnya tetap lebih tinggi dari seorang istri.” Risa merangkul pundak Adi, memintanya untuk berdiri.“Aku berjanji akan selalu menjaga kamu dan calon anak kita,” kata Adi sambil mengelus perut Risa yang sudah terlihat membuncit.“Iya, aku percaya itu. Sekarang kita harus pergi, Anita pasti sudah menunggu.” Risa menyambar tasnya dan bersiap keluar dari kamar, tetapi Adi kembali menarik tangannya dengan tiba-tiba hingga membuat tubuhnya hilang keseimbangan dan jatuh menimpa suaminya den
“Larangan apa? Memangnya ada, ya, Nit?” tanya Risa dengan polosnya. Anita rasanya ingin tertawa mendengar pertanyaan yang diajukan sahabatnya itu. Sementara Adi justru merasa gemas mendengar pertanyaan yang diajukan istrinya, ia pikir Risa mengerti maksud dari pertanyaannya dan tidak perlu dijabarkan. Jika seperti ini, Adi malah menyesal telah mengajukan pertanyaan itu kepada dokter Anita.“Tanyakan saja sama suami kamu, Ris. Larangan apa yang dia maksud,” ujar Anita sambil menahan tawa yang nyaris meledak, ia tidak menyangka Risa sepolos dan selugu itu.“Sudahlah, bukan larangan apa-apa. Tidak usah kamu pikirkan,” kata Adi sembari menatap Risa yang masih terlihat bingung.“Tidak apa-apa, di sini saya akan jelaskan. Tidak ada larangan untuk melakukan hubungan suami istri selama masa kehamilan, apalagi ini sudah memasuki trimester kedua, tapi tetap harus hati-hati, ya,” ujar Anita sambil menatap Risa, lalu mengedipkan matanya.Adi merasa lega setelah mendengar penjelasan dari dokter A
Di saat yang bersamaan, ada sebuah truk kontainer datang dari arah depan. Adam berusaha mengelak dengan membanting setir, tetapi karena laju kendaraannya sudah di atas rata-rata membuat ia kesulitan untuk mengendalikan kecepatan mobil itu.“Adam awas!” teriak Sonya dengan kencang saat melihat mobil mereka akan menghantam truk yang ada di depan.“Sonya, kamu lompat sekarang! Cepat!” perintah Adam sambil berusaha mengendalikan laju kendaraannya, tetapi sayangnya sudah terlambat.BRAKK!“Tidak, Sayang! Aaaaa … Adam!” pekik Sonya saat truk kontainer menghantam mobil mereka.Kecelakaan pun tak terhindari, mobil yang Adam kendarai dihantam oleh truk kontainer hingga terpental beberapa meter. Sopir truk itu pun tak bisa mengontrol kendaraannya hingga menghantam pembatas jalan.“Astaghfirullah … laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil azhiim!” ucap Risa seraya menutup matanya.Risa sangat syok melihat kecelakaan terjadi tepat di depan matanya, Adi jadi lupa jika saat ini istrinya tenga
“Astaghfirullah … apa yang sudah aku lakukan?” gumam Risa sambil menarik napas panjang.Andre juga kaget melihat Risa yang begitu emosi, ternyata wanita sangat lembut dan penyayang yang ia kenal selama ini juga bisa berkata dengan nada tinggi seperti itu.“Saya tahu kalau cara saya sedikit egois, tapi itu adalah bukti kalau saya mencintai kamu. Saya bisa mendapatkan ribuan gadis yang bersedia menjadi istri saya, tapi yang saya inginkan hanya kamu. Hanya kamu yang akan menjadi ibu dari anak-anak saya,” ujar Andre.Risa menipiskan bibir dan tersenyum tanggung, lalu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk.“Dengarkan saya baik-baik, Tuan Andre Kusuma Yang Terhormat. Saya adalah seorang istri yang sah di mata agama dan hukum yang berlaku di negara ini, saya tidak melarang Anda jatuh cinta sama saya karena itu adalah persoalan hati seseorang. Namun, maaf beribu maaf saya ucapkan. Apapun yang akan Anda lakukan tetap tidak akan merubah apapun, saya tidak akan membalas perasaan Anda!” ucap Ri
Adi keluar dari ruang ganti dengan raut wajah yang masih sama seperti saat sebelum ia masuk ke dalam ruangan tersebut.“Kamu masih ingin aku mengabulkan permintaanmu itu, Sayang? Jangan harap!” ujar Adi dengan nada ketus.Risa menghela napas berat kala melihat suaminya masih tersulut emosi setelah mendengar permintaannya untuk berbicara empat mata dengan Andre.“Please, Sayang! Izinkan aku untuk bertemu dengannya, kamu boleh ikut dan mengawasiku dari jauh. Bagaimana?” tawar Risa mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Sekali tidak, tetap tidak!” tandas Adi tanpa melihat ke arah Risa.Risa tidak putus asa meski telah ditolak berkali-kali, ia harus bisa membujuk suaminya agar mau mengabulkan keinginannya. Jika terus dibiarkan, maka masalah di antara keduanya tidak akan pernah selesai. Akar dari permasalahan di sini adalah dirinya, maka dari itu dialah yang harus turun tangan sendiri.“Ya sudah, kalau kamu bersikukuh seperti itu. Aku mau tidur di kamar sebelah,” ujar Risa sembari melangka
Setelah Bu Soraya pergi dari rumah itu, Ibu Airin membawa Risa ke kamarnya untuk membicarakan apa yang tadi disampaikan oleh Bu Soraya kepadanya.“Sayang, ayo duduk sini!” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya.“Iya, Ma.” Risa tersenyum sembari mendudukkan dirinya di samping Ibu Airin. “Apa yang ingin Mama jelaskan sama Risa?” tanyanya dengan lembut.“Kamu masih ingat kejadian saat kamu dan Adi pergi untuk menghadiri jamuan makan malam waktu itu? Soal itulah yang akan Mama sampaikan sama kamu,” ujar Ibu Airin.“Makan malam yang diadakan oleh Tuan Andre?” tanya Risa lagi.“Iya, Sayang. Yang waktu itu,” sahut Ibu Airin.“Kenapa memangnya, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.“Ternyata, dia mengadakan acara makan malam itu untuk membuat kamu keluar dari rumah ini dan menculik kamu. Nyonya Kusuma sendiri yang bilang seperti itu sama Mama. Andre meminta anak buahnya untuk mengikuti mobil kalian,” jelas Ibu Airin.“Apa, Ma?! Jadi, penyerangan pada malam itu adalah ulahnya Tu
“Nyonya mau bicara apa?” tanya Ibu Airin seraya menatap Bu Soraya dengan lekat.Bu Sora menghela napas panjang seraya memejamkan mata sebelum mengatakan apa yang akan ia sampaikan.“Maaf sebelumnya, Nyonya Airin. Mungkin ini akan sedikit mengejutkan Anda, tapi saya harap Nyonya bisa menerimanya,” ujar Bu Soraya.Perkataannya semakin membuat Ibu Airin penasaran, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh nyonya Kusuma. Sehingga ia terlihat gugup dan ketakutan seperti itu.“Katakan saja, Nyonya. Apa yang ingin Nyonya katakan sebenarnya? Kenapa Nyonya jadi tegang begitu?” tanya Ibu Airin, ia juga sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.“Putra saya ternyata mencinta menantu Anda, saya juga baru mengetahuinya. Selama ini sudah banyak perempuan yang saya kenalkan sama dia, tapi tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Mulai dari gadis kaya dan terhormat, sampai gadis biasa sudah pernah saya kenalkan. Namun, hasilnya tetap sama. Andre sama sekali tidak melirik satu pun
“Mau ketemu saya? Siapa, Mbak?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi. “Iya, Nyonya Muda. Seorang ibu-ibu sama anak kecil yang waktu itu datang ke rumah sakit,” jawab Mia dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Ayo kita lihat siapa orangnya, Sayang!” seru Ibu Airin sembari merangkul pundak Risa. “Iya, Ma.” Risa langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Ia sudah bisa menduga siapa orang tersebut. Sementara Ibu Airin penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengan menantunya. Siapa ibu-ibu yang dimaksud oleh Mia? “Di mana orangnya, Mia?” tanya ibu Airin saat sampai di ruang keluarga. “Masih di depan, Nyonya Besar. Saya tadi nyariin Nyonya Muda ke kamar, tapi Nyonya Muda nggak ada di sana,” ujar Mia. “Siapa sih, orangnya?” gumam Ibu Airin sembari berjalan menuju pintu depan. Ia tidak pernah terpikir jika orang itu adalah Indri, si gadis kecil yang sudah seperti putri bagi Risa. Sesampainya di teras depan, mereka langsung dikagetkan dengan teriakan anak kecil yang berlari ke arah Risa.
Reyhan kaget melihat Anita tiba-tiba berada di sana, apalagi setelah ia mendengar pertanyaan dokter muda itu. Ia yakin jika Anita sudah mendengar semua pembicaraannya dengan dokter Cyntia. “Dokter Anita, Anda di sini?” tanya Reyhan lalu menghentikan langkahnya saat melihat Anita menghampirinya. “Iya, Pak. Saya kebetulan baru pulang dari rumah Risa, tapi nggak nyangka bisa bertemu Pak Reyhan di sini. Tapi maaf nih, Pak. Bukan maksud saya lancang, apa benar Pak Reyhan dan Dokter Cyntia pacaran?” Anita menatap Reyhan dengan lekat, ada rasa sesak di dadanya saat mengetahui laki-laki yang ia cintai saat ini sudah menjadi kekasih wanita lain. Namun, ia berusaha menutupi rasa kecewanya. “Oh, bagaimana keadaan Risa? Apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Reyhan lagi. Ia tidak menanggapi pertanyaan Anita yang terakhir karena ia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Saat Reyhan menyebut nama Risa, darah Cyntia seakan mendidih mendengar kekasihnya menanyakan wanita lain. Terlebih lagi,
“Apa yang mau kamu jelasin? Kamu mau mengatakan kalau semua yang kamu lakukan ini karena cinta? Apa itu yang akan kamu katakan sama Mama, Andre?!” erang Bu Soraya dengan raut wajah memerah. “Ma, semua ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak mungkin mencelakai wanita yang aku cintai,” ujar Andre. “Cinta kamu bilang? Kamu bukan mencintainya, tapi kamu hanya terobsesi! Wanita itu terlalu baik untuk kamu, Andre. Jadi sekarang Mama tahu apa tujuan kamu mengadakan jamuan makan malam waktu itu, ternyata ini rencana kamu? Mama malu mengakui kamu sebagai putra dari keluarga Kusuma. Papa kamu tidak pernah berbuat curang dalam hal apapun, termasuk apa yang baru saja kamu lakukan ini. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga Kusuma, Ndre.” Bu Soraya keluar dari kamar Andre sambil menangis, ia tidak percaya jika putranya sampai senekat itu hanya demi mendapatkan wanita yang katanya begitu ia cintai. Selama ini Andre memang tidak pernah tertarik pada semua wanita yang pernah Bu Soraya ke
Satu bulan sudah berlalu. Selama itu pula Risa tidak diizinkan keluar dari rumah, bahkan untuk pemeriksaan kandungannya pun Adi sudah membuat kamar tidur mereka seperti sebuah klinik. Itu semua ia lakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan istri dan calon anaknya.Dokter Reyhan dan Cyntia sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Namun, sampai saat ini Risa belum mengetahui hal itu. Anita juga belum tahu soal itu karena Cyntia tidak pernah datang ke rumah sakit. Semua orang di rumah sakit juga tidak ada yang tahu mengenai hubungan anak pemilik rumah sakit itu dengan mantan dokter spesialis anestesi kardiovaskuler sekaligus mantan asisten dokter Reyhan di tim operasi.Reyhan bersedia menjadi kekasih Cyntia demi keselamatan Risa dan bayi yang tengah ia kandung, tetapi Reyhan juga mengajukan syarat kepada wanita itu. Cyntia dilarang menemuinya di rumah sakit, dan syarat itu pun diterima oleh wanita itu.Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Risa. Usia kandungannya sudah memasuki d
Risa keluar dari kamar mandi dan melihat Adi duduk di sofa dengan kedua tangan dijadikan penopang wajahnya. Tatapannya terlihat kosong, bahkan laki-laki itu sampai tidak menyadari jika istrinya sudah keluar dari kamar mandi. Terlihat jelas bahwa saat ini dia sedang banyak masalah. “Kamu mandi dulu sana! Setelah itu kita shalat supaya pikiran kamu lebih tenang,” ujar Risa membuyarkan lamunan Adi. “Kamu sudah selesai, Sayang? Maaf ya, aku jadi melamun. Ya sudah, aku mandi dan ambil air wudhu sebentar.” Adi masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, ada rasa bersalah yang ia rasakan terhadap istrinya. “Ya Allah, apapun masalah yang sedang ia hadapi saat ini, aku mohon permudahkanlah!” ucap Risa penuh harap. Kriet! Suara pintu kamar mandi terbuka, Adi keluar dari sana dengan handuk melilit dari tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan berwudhu. “Sebentar ya, Sayang. Aku ganti baju dulu,” ucap Adi sembari melangkah menuju tempat tidur. Pakaian gantinya sudah d