Devan mengarahkan wajahnya semakin dekat ke wajah Nadya. Dan Nadya saat ini memejamkan matanya, seolah dia menunggu Devan untuk semakin mendekat. Wajah Devan hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah Nadya, ketika tiba-tiba telepon genggam milik Nadya berdering.Nadya membuka matanya dan meringis kesal ketika dering telepon genggamnya menggagalkan niat mereka. Begitu juga dengan Devan yang terlihat kesal, karena niatnya untuk mencium Nadya gagal total akibat dering telepon itu.“Sial,” umpat Devan kesal.Nadya meraih telepon genggamnya yang dia letakkan di atas nakas. Dia melihat nama ayahnya terpampang di layar telepon genggamnya. Tidak perlu menunggu lama lagi, Nadya langsung mengangkat panggilan telepon itu.“Halo, Pa!” sapa Nadya.“Halo, Nad. Bagaimana, apa sudah ada kabar tentang adikmu?” tanya Indra di seberang sana.“Belum, Pa. Nanti kalau sudah ada kabar tentang Amelia aku akan langsung kabari Papa, ya,” sahut Nadya.“Ok, Papa tunggu. Oh ya, kamu sendiri di sana bagaimana?
“Suka?” tanya Devan saat mereka menikmati menu makan malam yang menggugah selera.“Iya, suka sekali. Terima kasih atas makan malam yang...” Nadya menghentikan ucapannya. Dia malu saat akan mengutarakannya, mengingat mereka bukan lagi sepasang kekasih.“Yang apa?” tanya Devan mengernyitkan dahinya. Dia bingung saat melihat Nadya tiba-tiba salah tingkah dan mengulum senyumnya.“Yang apa sih, Nad?” tanya Devan lagi. Dia semakin bingung karena Nadya belum mau bicara dan masih menggantung ucapannya tadi.“Yang romantis, Mas.” Nadya tertawa kecil saat mengucapkannya. “Ini Mas Devan memang pesan candle light dinner, ya?”Devan terkekeh saat mendengar ucapan Nadya dan raut wajah wanita itu yang kini merona. Dan hal itu membuat Devan ingin mengecup pipi Nadya, tapi dia urungkan niatnya itu karena status mereka saat ini yang bukan sepasang kekasih lagi.“Aku senang kalau kamu suka dengan makan malam ini,” ucap Devan. Dia tersenyum dan menatap wanita cantik yang sedang mengunyah makanan dengan
"Selama dua tahun ini kita tidak saling berhubungan, lalu Mas Devan ngapain aja?" tanya Nadya menatap wajah Devan dengan tatapan menyelidik."Aku kerja lah, Nad!" sahut Devan yang kini terkekeh melihat Nadya seperti seorang istri, yang tengah menginterogasi suaminya yang pulang terlambat."Bukan itu maksudku, Mas!" ucap Nadya gemas mendengar jawaban Devan."Lalu apa?" Devan bertanya di sela tawanya."Maksudku, selama dua tahun ini Mas Devan berhubungan sama siapa?" tanya Nadya mencoba santai. Dia tahu saat ini sepertinya Devan berusaha untuk menggodanya."Sama Doni," jawab Devan polos. Dia mengulum senyumnya dan menatap wajah Nadya lekat.Nadya seketika membulatkan matanya mendengar jawaban Devan yang asal."Mas, bukan itu maksudku! maksudku selama dua tahun ini Mas berhubungan sama cewek bukan Doni. Eh, tapi apa selama dua tahun ini orientasi Mas berubah?" Pertanyaan Nadya yang baru saja tercetus seketika membuat Devan tersedak."Uhuk...uhuk." Devan segera menepuk dadanya untuk mered
Devan dan Nadya turun dari mobil dan masuk ke dalam hotel tempat mereka menginap. Namun naluri Devan mengatakan kalau mereka ada yang mengikuti semenjak mereka turun dari mobil. Dia kemudian menoleh ke belakang, tapi dia tidak melihat orang yang patut di curigai. Devan kemudian menggandeng tangan Nadya menuju lift, yang akan membawa mereka menuju ke lantai tempat kamar mereka berada.“Ada apa, Mas?” tanya Nadya yang merasakan gelagat Devan terlihat tidak seperti biasanya.“Tidak ada apa-apa,” sahut Devan. Dia tersenyum untuk mengalihkan rasa curiga Nadya.“Tapi kok sepertinya Mas Devan terlihat lebih waspada. Tanganku langsung digenggam seperti takut kalau aku akan hilang. Padahal sudah sampai di hotel.” Nadya memperhatikan Devan yang kini wajahnya berubah menjadi serius. Nadya terdiam sambil melirik ke arah Devan. Dia tidak berbicara lagi karena takut akan menggangu konsentrasi pria itu.Ting.Pintu lift segera terbuka. Devan kemudian membawa Nadya masuk ke dalam kabin lift. Namun, d
“Kita membawa pakaian seperlunya saja, Nad. Dan dijadikan satu, di ransel ini. Pakaian kita yang lain ditaruh di sini saja. Nanti kalau sudah ketemu Amelia, kita kemari lagi untuk mengambil pakaian dan check out sebelum kembali ke Jakarta,” ujar Devan yang hanya ditanggapi dengan anggukan kepala dari Nadya.Nadya memang masih merajuk pagi ini. Hal itu karena dia merasa kalau Devan menyembunyikan sesuatu darinya.Devan yang merasakan kalau Nadya masih dalam mode ngambek, segera mendekati gadis itu untuk membujuknya.“Masih ngambek, hm? jangan lama-lama dong ngambeknya. Kita mau pergi sama-sama masak kamu cuekin aku nanti di sepanjang perjalanan,” bujuk Devan.“Sudah tahu mau pergi bareng, tapi masih ada rahasia segala,” sahut Nadya kesal. Dia lalu mengerucutkan bibirnya yang membuat Devan gemas.Devan yang semakin gemas melihat Nadya yang tengah merajuk, melangkah mendekati wanita itu. Kemudian berhenti tepat di hadapan Nadya.“Kamu yakin mau tahu? dan setelah tahu, apa nggak akan berp
“Ayo, jalan menuju mobil itu!” ucap seorang pria yang menodongkan sesuatu, yang ternyata adalah senjata tajam di pinggang Devan.Devan menoleh ke arah orang yang memerintah dirinya. Dan ternyata ada dua orang di belakang mereka. Pria yang yang menodongkan senjata tajam pada Devan dan yang satunya lagi, berdiri di belakang Nadya. Pria yang di belakang Nadya juga tengah menodongkan senjata tajam pada gadis itu.“Kenapa aku harus menuruti kalian?” tanya Devan dingin.“Sudah lah Pak Kayden, jangan banyak tanya! sekarang jalan ke mobil itu!” titah pria yang ada di belakang Nadya.Devan mengerutkan keningnya. Dia bingung dengan ucapan pria itu, yang memanggil dirinya dengan sebutan nama yang sama sekali tidak dia kenal.‘Kayden,’ batin Devan.Nadya menoleh ke arah Devan yang tengah mengerutkan keningnya. Dia juga bingung, kenapa pria itu memanggil Devan dengan sebutan nama orang lain?“Ayo jalan!” titah pria yang satunya lagi.“Ok, aku akan turuti kemauan kalian, tapi jelaskan dulu ada apa
Suittt...Pria yang sedang memegang telepon genggam milik Devan seketika menghentikan aktivitasnya. Dia lalu berjalan ke arah sumber suara. Dia menghentikan langkahnya ketika dia melihat pintu ruangan sedikit terbuka. Dia lalu mengeluarkan senjata tajam dari balik jaket-nya dan dengan perlahan dia melangkah keluar ruangan.Tepat pada saat dia berada di ambang pintu, tiba-tiba sebuah pukulan yang keras mengenai hidungnya. Dalam sekejap hidung pria itu mengeluarkan darah segar. Dia terhuyung ke belakang beberapa langkah sambil memegang hidungnya yang terasa perih. Dia berusaha untuk berdiri tegak, namun sebuah pukulan yang cukup keras kembali mengenai tubuhnya yang gempal dan akhirnya tubuh pria itu tersungkur di lantai.“Nad! cepat ambil telepon genggam-ku di atas meja itu!” titah Devan. Dia terus menghajar wajah pria yang tersungkur di lantai itu bertubi-tubi, hingga pria itu jatuh pingsan.Nadya dengan cepat meraih telepon genggam milik Devan yang tergeletak di atas meja. Kemudian di
“Maaf. Aku tidak bisa mengendalikan diriku jika berada di dekat kamu, Nad.” Devan mengaku jujur dan menatap wajah Nadya yang kini merona. “Dua tahun nggak ketemu kamu membuat aku tersiksa. Dua tahun terasa seperti dua abad lamanya.”“Aku nggak nyangka kalau kamu jago ngegombal juga ya, Mas. Aku pikir kamu hanya jago beladiri karena kamu dulu tentara dari pasukan elit yang handal.” Nadya tertawa kecil melihat Devan yang membulatkan matanya.“Ini aku nggak ngegombal, Nad. Selama dua tahun aku seperti nggak ada semangat. Kerja hanya karena kewajiban saja, rasanya datar. Beda dengan sekarang, aku ketemu sama kamu lagi rasanya hidupku kembali bersemangat, Sayang.” Devan mengungkapkan isi hatinya dengan tatapan serius ke arah Nadya.Wajah Nadya kembali merona ketika saat ini dia mendengar Devan memanggilnya sayang. Nadya mengulum senyumnya dan dia merasa hatinya kembali berbunga-bunga.“Mas, masak sampai segitu sih dua tahun seperti dua abad, hidup nggak bersemangat karena nggak ketemu aku.
Mengetahui hal itu, Devan segera berantisipasi dengan selalu ada di dekat istrinya itu. Dia cuti selama lima hari kerja, sehingga masih bisa menemani istrinya di rumah.“Kamu tenang aja, Sayang. Kamu nggak sendiri, kok. Ada Mas dan baby sitter yang akan membantu kamu nanti untuk mengurus bayi kembar kita. Mama juga akan siap membantu kok. Jadi jangan panik, ya. Kamu pasti bisa,” hibur Devan.Nadya menganggukkan kepalanya dan tersenyum menatap sang suami. Dia lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dan memejamkan matanya. Namun, tak lama terdengar tangisan Deny. Nadya kemudian membuka kembali kelopak matanya seraya berkata, “Bawa kemari, Mas. Sini aku kasih ASI.”Devan tersenyum dan meraih bayi laki-lakinya dari baby crib, lalu menyerahkan pada Nadya. Bayi laki-laki yang tampan itu kemudian menyusu dengan lahap. Hingga setelah beberapa menit, bayi itu selesai menikmati ASI sang mama. Belum sempat Nadya menutup kembali pakaiannya, Dendy pun menangis. Hal itu membuat Nadya mengusap
“Congratulations!!”Nadya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi ditemani oleh Devan, terkejut ketika membuka pintu kamar mandi. Mereka disambut oleh Kayden dan Carissa.Mereka membawa satu kotak kue dan bunga untuk Nadya. Carissa segera memeluk dan mencium pipi Nadya kiri dan kanan bergantian. Sedangkan Kayden hanya bersalaman dengan Nadya.“Terima kasih, ya. Kalian jadi repot bawain kue dan bunga segala,” sahut Nadya terharu.“Anak kalian ganteng-ganteng dan cantik. Mudah-mudahan aku dan Carissa cepat diberi momongan juga,” ucap Kayden sambil mengedipkan sebelah matanya pada Carissa, yang seketika menjadi tersipu.“Aamiin. Semoga doa kamu dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa,” sahut Devan.“Nadya, aku salut sama kamu yang sudah menjadi ibu dari ketiga bayi yang lucu dan menggemaskan ini. Bagaimana hamil anak kembar tiga?” tanya Carissa penasaran.“Rasanya sudah pasti senang, tapi saat perut sudah membesar berat juga bawa perutnya,” sahut Nadya.“Tenang saja, Sayang. Nanti kalau kam
Kini hanya ada Nadya dan Devan di ruang rawat inap itu. Setelah Runi pulang, Devan pun memberitahu mertuanya tentang Nadya yang sudah melahirkan. Laura, ibu Nadya sangat senang mendengar kalau anaknya sudah melahirkan. Beberapa bulan yang lalu anak bungsunya sudah memberinya seorang cucu. Kini Nadya memberikan tiga cucu sekaligus padanya. Hati Laura pun begitu bahagia. Dia mengatakan pada Devan, akan segera ke rumah sakit.Tangan Nadya kini berada dalam genggaman tangan Devan. Seluruh wajahnya pun sudah dihujani kecupan oleh suaminya yang tampak bahagia itu.“Nad, terima kasih. Terima kasih, kamu sudah berjuang untuk melahirkan anak-anak kita. Kamu seorang wanita yang hebat. Aku bahagia, Nad,” bisik Devan di telinga Nadya.“Aku juga bahagia, Mas. Rasanya aku menjadi wanita yang sempurna setelah melahirkan ketiga anak kita.” Nadya menarik wajah Devan untuk dia cium dengan penuh kasih sayang.Telapak tangan Nadya mengusap rahang kokoh Devan dengan lembut. Dia merasa hidupnya terasa leng
Runi dengan dibantu Mang Ujang memapah tubuh Nadya menuju mobil yang sudah siap sedia. Nadya dan Runi berada di kursi penumpang bagian belakang.“Bibi...nanti kalau suami saya pulang dari main golf, katakan kalau saya membawa Nadya ke rumah sakit. Nadya mau melahirkan,” ucap Runi yang diangguki oleh asisten rumah tangganya.“Iya, Bu,” titah si Bibi patuh.Setelah itu, Mang Ujang mengemudikan mobil keluar dari halaman rumah dengan kecepatan agak tinggi.Sementara itu, Runi tetap melakukan panggilan telepon pada Devan, hingga akhirnya panggilan teleponnya diangkat juga oleh anaknya itu.“Halo, Mama. Maaf aku baru angkat teleponnya, tadi habis meeting dan telepon genggam aku tertinggal di meja kerjaku,” ucap Devan di seberang sana.“Keenan...saat ini Mama sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mama mengantar Nadya ke sana karena perut Nadya sudah mulai mulas terus dari tadi. Sepertinya akan melahirkan,” sahut Runi.“Ok, Ma. Aku akan menyusul ke sana. Tolong jaga istri aku ya, Ma. Aku tu
Enam bulan kemudian.Devan menghujani perut istrinya dengan kecupan. Telapak tangannya yang lebar pun mendarat di sana.“Hey, kalian capek habis bermain tadi, ya?” tanya Devan sambil terus mengelus perut istrinya yang telah kembali seperti semula, tidak ada tonjolan di sana-sini.“Mereka istirahat dulu lah, Mas. Mungkin mereka kasihan sama Mamanya, karena perut Mamanya jadi sakit akibat gerakan mereka,” timpal Nadya.Devan terus meraba-raba perut Nadya, berharap kalau ada gerakan dari dalam sana karena merasakan sentuhannya.“Ya sudah deh, kalian istirahat dulu. Tapi, kalian bertiga yang akur, ya, di dalam sana. Kalian akur di dalam perut Mama saat ini, dan nanti kalian juga harus akur saat sudah lahir, ok,” ucap Devan yang kembali menghujani perut sang istri dengan kecupan.Tak lama setelah Devan mengecup perut sang istri, wajah Devan terasa ada yang menendang dari dalam perut Nadya. Hal itu tentu saja membuat Devan dan Nadya tertawa senang.“Mereka merespon ucapan dan sentuhan aku,
Dua bulan kemudian.Tiba saatnya pernikahan antara Kayden Carissa dilangsungkan. Pernikahan itu sendiri digelar di salah satu hotel bintang lima, di Jakarta. Tampak pengamanan yang cukup ketat dari aparat kepolisian, maupun dari pihak keamanan hotel. Hal itu agar pernikahan tersebut berjalan dengan kondusif.Di salah satu ruang di hotel itu, yang di jadikan ruang ganti pengantin, tampak Carissa melihat tampilan dirinya di cermin saat dia sudah selesai dirias oleh seorang make-up artis. Runi, Ibunda Kayden itu memilihkan busana pengantin untuk Carissa dan Kayden di butik sahabatnya, tempat dimana Devan dan Nadya dulu menggunakan busana pengantin dari butik tersebut. Ibunda Carissa menatap takjub wajah anaknya yang kini tampil memukau. Wajah cantik Carissa semakin cantik dengan riasan sempurna dari make-up artis tersebut. Tubuh ramping Carissa berbalut kebaya warna putih dan kain batik coklat yang menyempurnakan penampilan gadis itu di hari bahagianya, pada hari ini.“Anak Mama cantik s
Kini mereka sudah ada di dalam mobil Kayden, yang akan mengantar Carissa pulang ke rumah. Tidak ada percakapan yang tercipta selama beberapa menit mereka di dalam mobil. Hingga akhirnya Kayden membuka suara.“Kamu pakai make-up, ya?” tanya Kayden menoleh sekilas ke arah Carissa, lalu dia menatap kembali ke arah jalan raya.“Eh, pakai make-up? Nggak kok, Kak. Aku hanya pakai bedak bayi. Di tas aku cuma ada bedak bayi saja. Aku juga nggak pernah pakai lipstik. Penampilanku selalu seperti ini saat kerja juga. Aku tergolong orang yang nggak bisa dandan,” jawab Carissa yang seketika pipinya memanas kala Kayden tiba-tiba bertanya demikian, yang artinya pria itu tengah memperhatikannya.Sementara itu, Kayden merutuki mulutnya yang seenaknya bertanya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa mulutnya sangat lancang bicara, padahal dirinya bukan sekali ini bertemu dengan Carissa. Sudah dua kali! Pertama kalinya ketika gadis itu menemani ibunya datang ke rumah orangtuanya, dan yang kedua, tadi malam s
“Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya mengganti pakaian kamu yang kotor yang terkena muntahan kamu. Semalam kamu mabuk berat. Kamu bilang padaku saat masih setengah sadar, kalau kamu tidak mau diantar pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Sehingga aku membawa kamu ke apartemenku. Di sini tidak ada pakaian wanita, jadi aku memakaikan kamu kaos milikku sebagai ganti pakaian kamu yang kotor.” Kayden menatap wajah cantik Carissa yang kini tengah merona.“Jadi kakak lihat semuanya, dong,” ucap Carissa lirih. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia merasa risih mengetahui Kayden melihat bagian dalam tubuhnya.“Iya. Nggak apa-apa juga kali, Ris. Kita juga nantinya akan menikah,” sahut Kayden santai. Dia tersenyum geli melihat Carissa yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Kayden melihat gadis cantik ini memang masih polos. Kayden menilai kalau usia gadis ini sekitar pertengahan dua puluhan. Semalam gadis ini bilang padanya saat masih tersadar kalau kemarin dia tengah ber-ula
“Ayo pulang, Rissa!” ajak Kayden setelah pria yang mengganggu Carissa pergi meninggalkan mereka. Kayden memapah tubuh Carissa yang seringan kapas baginya. “Kak, jangan bawa aku pulang! aku takut Mama sama Papa akan marah kalau melihat aku seperti ini.” Carissa lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Kayden. “Kenapa kamu sampai mabuk? lalu kamu kemari bawa mobil?” tanya Kayden sambil terus berjalan keluar klub itu dengan tangan kanannya menahan tubuh Carissa agar tidak terjatuh.“Aku hari ini berulang tahun. Teman-temanku mengajak aku ke klub itu untuk merayakan ulang tahunku. Dua temanku menjemput ke rumah jadi aku nggak bawa mobil. Mereka membawa aku ke klub karena aku sebelumnya memang tidak pernah masuk dan minum di klub malam, jadi mereka bilang akan mengajari aku supaya tidak ketinggalan jaman. Aku langsung mabuk setelah menghabiskan satu setengah gelas minuman beralkohol itu.” Carissa berbicara sambil tersenyum. Dalam pandangannya orang-orang di sekitarnya termasuk Kayden t