Gavin berdiri dengan gagah dan tampan mengenakan seragam dinasnya. Sedangkan Sena tampil cantik mengenakan gaun pilihannya yang dipadukan dengan anting-anting mewah berliontin berlian serta sebuah mahkota kecil yang tersemat di atas kepalanya. Lagi, Gavin menatap Sena terpesona yang bak putri dari negri dongeng.
Pesta pernikahan Gavin dan Sena sangatlah megah, dekorasi yang di penuhi bunga putih dan hijau menambah kesan elegan pada ruangan itu. Banyak tamu undangan dari kalangan para pejabat dan pembinis menghadiri pernikahan putra sulung pembisnis Arkana Elvaro Aditama tersebut.
Acara prosesi pedang pora pun di mulai, acara Pedang Pora merupakan acara yang di lakukan oleh Perwira untuk melepas masa lajang dan upacara ini hanya di lakukan satu kali seumur hidup. Kini seluruh pandangan tamu undangan tertuju pada Gavin dan Sena. Para undangan menatap takjub Gavin dan Sena karena mereka pasangan suami istri yang serasi. Gavin dan Sena berja
Sebuah sentuhan di pundak Gavin menyadarkannya dari lamunan. Sudah beberapa kali Sena memanggil namanya namun tidak kunjung ada respon dari Gavin. Sena telah menyelesaikan kegiatan mandinya dan berniat memanggil Gavin untuk bergantian dengannya. “Mas melamun? Apa yang Mas lakukan dengan ponselku?” Sena menatap Gavin penuh curiga setelah Gavin tertanggkap basah sedang menggenggam ponselnya. “Ah tidak. Hanya saja ponsel kamu terus berbunyi, saya pikir ada sesuatu yang penting. Makanya saya berniat mengangkatnya, namun ketika akan saya angkat, telfon itu sudah mati,” balas Gavin mencoba tenang saat tatapan curiga Sena. “Baiklah. Aku sudah selesai mandinya Mas. Sekarang gantian Mas untuk mandi,” perintah Sena yang di angguki oleh Gavin. Wanita itu kini sedang membuka lemari pakaian, di carinya mukena untuk Sena sholat. Sena melakukan sholat dengan khusyuk. Menurutnya dengan sholat, Sena merasakan
Membutuhkan waktu tiga jam untuk sampai di Bogor dari hotel tempat mereka menginap. Sena yang masih terlelap akhirnya di bangunkan Gavin. Dengan sedikit tepukan dibahunya sudah cukup membangunkan Sena dari tidurnya. Sepanjang perjalanan Sena memang sering tidur untuk memulihkan badannya. Sebelumnya, Sena terlebih dahulu meminta ijin pada Gavin untuk beristirahat. Dengan pengertian, Gavin memaklumi istrinya tersebut karena badan Sena kurang fit. “Kita sudah sampai, ayo turun,” ajak Gavin pada Sena yang terlihat sedang mengumpulkan separuh nyawanya. Sena mengucek mata agar penglihatannya lebih jelas. Setelah di rasa cukup, Sena turun dari mobil. Pengelihatan Sena seketika segar dengan pemandangan alam yang memanjakan. Kabut yang turun dan mengenai kulit, membuat hawa dingin yang menusuk. Meskipun begitu, Sena sangat menyukainya. Tidak jauh berbeda dengan Sena, Gavin memandang pemandangan sekitar. Rasa ten
Sena menatap mata Gavin cukup lama. Ia mencari kebohongan pada mata itu. Namun pencarian itu tidak menemukan kebohongan pada mata Gavin. Tatapan Gavin tegas dan yakin dengan apa yang Gavin ucapkan sehingga perkataannya bisa di terima oleh Sena.“Mengapa diam? Apa kamu keberatan?” tanya Gavin karena Sena tidak kunjung membalas perkataannya.“Bukan. Hanya saja aku masih ragu dengan perasaan kamu Mas,” Sena menghindari tatapan tajam Gavin. Entah mengapa tatapan Gavin membuatnya tidak percaya diri mengatakannya.“Ragu? Apa yang membuat kamu ragu?” kening Gavin mengkerut seolah heran dengan keraguan Sena.“Pertemuan tempo hari, saat aku datang ke rumah. Wanita itu mantan kekasih kamu bukan? Rasanya tidak semudah itu kamu melupakan dia,” tebak Sena mengetahui isi hati Gavin.“Benar itu mantan kekasih saya. Dan sangat mustahil untuk
Tak terasa hari semakin sore, Sena dan Gavin kini sedang berbelanja di salah satu supermarket yang tak jauh dari Vilanya. Disela-sela mereka obrolan tadi, Sena menawarkan agar makan malam mereka, Sena yang memasak. Ide tersebut dapat di terima dan disetujui oleh Gavin. Kebetulan memang Gavin lebih menyukai masakan rumahan dari pada makan di luar.Kebutuhan masak yang Sena butuhkan tidak tersedia di kulkas Villa, sehingga mereka memutuskan untuk berbelanja. Tidak banyak mereka belanja, hanya keperluan untuk memasak malam dan besok pagi. Obrolan mereka di waktu berbelanja cukup ada peningkatan, di lihat dari cara bicara Gavin yang mulai ingin tahu tentang kehidupan Sena meskipun ada sedikit gengsi yang menguasai dirinya.Selesai belanja, mereka langsung pulang menuju Vila. Sena bergegas menuju dapur untuk memulai meracik bumbu. Wanita itu berencana membuat sup sapi, ayam goreng kampung dan sambal tomat. Makanan yang dibuat Sena memang terbilan
Dengan setengah terpaksa, Sena memberikan ponselnya pada Gavin. Mau tidak mau, Sena menuruti permintaan Gavin karena Sena tidak mau durhaka dengan suaminya. Gavin menerima ponsel Sena dengan muka tidak terbaca. Dengan cekatan, Gavin menulis nomor mantan tunangan Sena tersebut.Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya masakan Sena kini sudah matang. Harum sedap menyelimuti ruangan dapur tersebut. Gavin yang sibuk dengan gawainya kini mengadahkan kepalanya saat mencium masakan Sena. Di lihatnya Sena yang sedang memindahkan makanan itu ke meja makan. Sudah tidak sabar Gavin ingin mencicipi masakan istrinya tersebut.“Boleh saya bantu?” tanya Gavin berinisiatif membantu Sena.“Tidak usah Mas, sudah hampir selesai. Mas duduk aja dulu.” senyum Sena membuat Gavin mengalah lalu duduk di meja makan.Sedari tadi mata Gavin tidak berhenti mengawasi gerak gerik Sena. Setelah Sena selesai
Matahari kini sudah menunjukkan wujudnya, sinaran matahari menjadi sesuatu yang di nantikan Gavin kala pagi di puncak. Sinar yang berpadu dengan kabut menjadi pemandangan menakjubkan yang jarang di temui di kota. Agenda mereka hari itu ingin menikmati suasana di puncak. Sebelum memulai kegiatannya, mereka tidak lupa mengisi perut dengan sarapan terlebih dahulu. Menu sarapan saat itu sangatlah sederhana, hanya dengan roti yang sudah di beri olesan selai. Setelah selesai sarapan dan mempersiapkan diri, mereka siap berangkat. Gavin dan Sena sepakat untuk berjalan kaki menuju kebun teh karena lokasinya yang tidak begitu jauh dari Vila. Setiap perjalanan mereka di suguhi oleh pemandangan cantik dan udara sejuk. Tidak heran mereka merasa tidak begitu lelah berjalan kaki meskipun jalannya banyak yang menanjak. Tiba di kebun teh mereka mengabadikan kenangan tersebut dengan berfoto bersama. Sebetulnya bukan mereka namun Sena yang memaksa Gavin un
Amarah Gavin memuncak ketika melihat kejadian itu. Nafasnya memburu dengan rahang yang mengeras. Sorot matanya mengisyaratkan dendam kepada pria yang membawa istrinya. Kaki panjang Gavin mulai berlari kencang untuk mengejar Sena. Sekuat tenaga Gavin berlari agar tidak kehilangan jejak mereka.Beruntung Sena yang terus memberontak, membuat pria tersebut kesulitaan dan langkah mereka tidak begitu cepat. Gavin yang sudah dekat, dengan gerakan cepat menarik baju pria tersebut dari belakang. Secara otomatis pria itu tertarik oleh tangan Gavin dan di lepasnya tangan Sena. Merasa ada pertolongan, Sena menyingkir dengan badan yang bergemetar. Di lihat suaminya yang brutal sedang meninju wajah pria itu sampai dia jatuh tersungkur.“Bukankah kamu laki-laki yang tempo hari saya hajar bukan? Ternyata kamu berani membuat masalah,” Gavin ikut berjongkok di depan peneror tersebut.“Aku tidak pernah takut dengan siapa
Mobil mewah yang tengah ditumpangi Gavin dan Sena kini sudah tiba di kediaman Aditama. Kepulangan mereka secara mendadak menjadi pertanyaan besar dari keluarganya. Sebelum Gavin menceritakan kejadian yang menimpa Sena, Gavin mengantar istrinya ke kamarnya untuk beristirahat. Untuk kali pertama Sena masuk ke dalam kamar Gavin, pandangan Sena menelusuri tiap sudut isi kamar tersebut. Terdapat beberapa hiasan dinding yang elegan. Kamar yang mewah seperti kebanyakan orang kaya pada umumnya. Kamar itu berukuran besar dengan nuasa putih dan abu-abu. Pandangan Sena kini tertuju pada jendela besar yang meyuguhkan pemandangan tumbuhan hijau samping rumah. Kamar yang benar-benar menyejukkan mata Sena dan membuat hatinya tentram. Kamar seorang laki-laki dewasa yang sangat rapi, Sena merasa nyaman berada di kamar itu. Setelah mengantar Sena, kini Gavin berada di ruangan keluarga untuk menceritakan kejadian yang menimpa Sena pada Papa dan Mamanya. Se
Tidak lama kemudian mereka telah sampai di lataran makam. Gavin memakirkan mobilnya lalu mengambil bunga di kursi belakang yang sebelumnya mereka beli saat di perjalanan. Mereka pun turun dan berjalan menuju makam keluarga Sena. Sesampainya di gerbang makam, langkah Sena terhenti dan mendekat pada Gavin lalu menggengam lengan Gavin dengan erat.Dengan spontan Gavin melihat ke arah Sena karena genggaman itu semakin erat. Wajah Sena terlihat ketakutan dengan sorot matanya yang tidak lepas dari satu titik. Gavin yang penasaran pun melihat ke arah Sena tuju. Dalam penglihatan Gavin, ada seorang laki-laki yang duduk di sebuah makam sambil tertunduk.“Sena, apakah ada sesuatu yang membuat kamu terganggu?” Gavin yang tidak mengerti dengan situasi itu akhirnya menanyakannya pada Sena.“Mas itu Bagas,” balas Sena terlihat panik dan mengeluarkan suara yang dapat di dengar oleh Bagas. Melihat Bagas, Sena merasa trauma dan takut jika Bagas akan menculiknya lagi.“Apa kamu tidak salah lihat?” tany
“Mas, apakah perkataanku membuat kamu merajuk?” ujar Sena sambil berbalik mengusap pipi Gavin dengan lembut. Sena ingin malam itu adalah malam di mana mereka saling mengutarakan perasaan.Pertanyaan Sena sama sekali tidak di hiraukan oleh Gavin. Pria itu justru berbalik badan sehingga membelakangi Sena. Sena yang mengetahui situasi itu hanya tersenyum melihat kelakuan suaminya.“Mas, aku memang sempat ragu tentang pernikahan kita. Namun sikap yang selama ini kamu tunjukkan, membuat keraguanku semakin memudar dan aku sangat bersyukur Tuhan mengirimkan kamu untukku. Maaf jika kata-kataku tadi telah menyakiti hatimu,” tambah Sena mengatakan isi hatinya dengan tulus.“Aku percaya padamu mas. Berbalik badanlah, sikap kamu sangat lucu seperti anak kecil saja,” ujar Sena meledek Gavin sambil memberi sedikit sentuhan menggelitik di perutnya.“Apa yang kamu katakan itu tidak berbohong?” ujar Gavin yang belum mengubah posisi badannya. Gavin terlihat sedikit ragu dengan perkataan Sena,“Apakah k
Sudah beberapa tempat sudah Gavin telusuri namun tidak juga menemukan istrinya. Gavin sangat menyesal, Sena meninggalkan pesta pernikahan itu pasti semua itu karena ulahnya. Sembari Gavin berjalan untuk menemukan Sena, pria itu mengambil benda pipih disakunya. Gavin mencoba menghubungi ponsel Sena sambil pandangan matanya selalu awas.Sudah sekian kalinya Gavin menelfon Sena namun tidak kunjung diangkat. Gavin semakin khawatir dengan Sena karena belum juga mendapatkan kabar darinya. Gavin yang tidak ingin menyerah, terus mencoba menghubungi Sena.“Hallo,” akhirnya Sena mengangkat telfon Gavin. Terdengar suara lembut itu dari seberang telfon.“Sena, kamu dimana?” tanya Gavin yang masih cemas dengan Sena.“Aku dimobil mas sama papa dan mama,” jawab Sena.“Saya segera menyusul,” Gavin mematikan telefon dan berlari kecil untuk menyusul Sena. Gavin sudah tidak sabar untuk menjelaskan tentang kejadian dirinya bertemu dengan Kinar pada Sena. Chika yang sedari tadi mengikuti Gavin di belakang
Setelah beberapa langkah wanita itu membawa Gavin di tempat yang lebih sepi. Setelah mereka berhenti, wanita itu berbalik badan menghadap pada Gavin. Setelah Gavin benar-benar melihat dan memastikan bahwa wanita itu adalah Kinar, Gavin menepis tangannya yang masih di genggam oleh Kinar.“Gavin tolong dengarkan penjelasan aku, aku mohon,” ujar Kinar yang akhirnya mengeluarkan sepatah kata untuk berbicara dengan Gavin. Kinar kembali berusaha untuk menyakinkan Gavin untuk percaya padanya. Dan Kinar berusaha agar Gavin bersedia untuk kembali padanya.“Bicaralah,” beberapa kata Gavin menolak untuk bicara dengan Kinar pasti hasilnya akan tetap sama, Kinar pasti akan memaksanya untuk terus mendengarkan penjelasannya. Dengan sikap tenang dan santai Gavin mempersilahkan Kinar untuk membela diri.“Kamu tau Gavin, semenjak kita pisah aku sama sekali tidak semangat untuk menjalani kehidupan aku sehari-hari. Waktuku terasa hampa ketika kamu pergi menjauh dari hidup aku. Seandainya waktu itu kamu p
Hari semakin larut dan mereka sudah menyelesaikan makanan tanpa ada sisa. Kedua pasutri itu akhirnya pulang ke rumah. Dalam perjalanan, Gavin di temani oleh cerewetnya Sena. Istrinya banyak sekali bicara malam itu. Gavin sudah mulai terbiasa dengan ocehan istrinya tersebut dan Gavin mendengarkannya dengan senyum, menurutnya cerita Sena lucu. Namun tidak jarang Gavin juga bercerita tentang kehidupan masa lalunya pada Sena. Hubungan yang semakin membaik dan dekat setelah beberapa bulan mengenal.Kurang lebih setengah jam mereka telah sampai di kediaman keluarga Aditama. Gavin dan Sena saling membantu untuk menurunkan barang bawaan mereka. Kedatangan Gavin dan Sena di sambut hangat oleh keluarga Aditama. Kepergian singkat mereka ternyata membuat rumah itu menjadi sunyi. Mereka kehilangan sosok yang mampu membuat rumah itu banyak kegiatan.“Akhirnya anak mama pulang juga,” sambut bu Dila sambil memeluk Gavin dan Sena secara bergantian.“Apa terjadi macet, sampai kalian pulang larut malam
Sudah beberapa baju Sena coba saat itu. Kini badannya sudah mulai lelah. Dengan memasang wajah kasihan, Sena berusaha membujuk Gavin agar menyudahi menjajal baju lain.”Mas aku lelah. Tolong sudahi untuk mencoba baju lain,” ucap Sena berharap. Membeli baju baru memang menyenangkan namun jika terlalu banyak seperti yang Gavin tunjuk, membuat Sena tidak sanggup.“Baiklah,” ujar Gavin tidak tega melihat wajah Sena yang sudah terlihat lemas.“Mbak, saya akan membeli semua baju yang sudah di coba istri saya,” ucap Gavin pada pelayan itu. Dengan senyum ramah pelayan itu mengangguk lalu memberikan arahan untuk Gavin dan Sena menuju kasir.“Mas itu telalu banyak, pilih satu saja,” tolak Sena. Dalam keadaan yang sudah lelah Sena masih saja berdebat dengan keinginan Gavin untuk membelikan sejumlah baju dan tas. “Tidak mengapa, kamu sudah menjadi bagian hidup saya jadi sudah kewajiban saya membahagiakan kamu,” jelas Gavin lalu berjalan menuju kasir untuk membayar.Pipi Sena merona tak kala men
Tak terasa waktu menonton telah selesai, kurang lebih satu jam Gavin dan Sena menikmati pemutaran film tersebut. Film komedi yang menarik untuk di tonton karena dapat membuat mood seseorang menjadi bagus. Setelah Gavin dan Sena keluar dari bioskop, kini mereka sedang berjalan-jalan keliling mall untuk menikmati dan melihat seisi mall itu.“Tadi filmnya seru ya Mas?” celetuk Sena bertanya pada Gavin. Sena ingin mengetahui kesan Gavin menonton film itu. Di lihat dari jalannya pemutaran film, seharusnya Gavin akan memuji kelucuan film itu.“Iya lumayan,” jawab Gavin. Jawaban Gavin tidak sesuai dengan dugaan Sena. Seperti biasa, Gavin menjawabnya dengan wajah yang datar.“Lumayan tapi sepanjang pemutaran film kamu tertawa terus mas,” goda Sena sambil singkutnya menyenggol badan Gavin. Godaan Sena membuat sikap Gavin berubah kikuk. Karena salah tingkahnya, Gavin tidak menjawab dan memilih u
Lomba hari kedua telah selesai dengan menyenangkan. Kejadian lucu selama lomba berlangsung membuat banyak gelak tawa terukir pada wajah perserta. Lomba bersama ibu-ibu memang memunculkan beragam ekspresi unik. Untuk lomba kali ini di menangkan oleh kelompok tiga, meskipun kelompok Sena tidak memenangkan lomba, itu tidak masalah untuknya. Yang terpenting baginya dengan lomba ini membuat dirinya dan bu Ulfa saling mengenal. Menurut Sena tidaklah buruk akrab bu Ulfa, mendekati bu Ulfa hanya perlu pendekatan dan juga perhatian.Saat ini Gavin tengah keluar ruangan untuk mencari udara segar setelah menyelesaikan pekerjaannya. Badannya kala itu terasa sangat pegal karena sepanjang hari selalu berhadapan dengan laptop dan berkutat dengan tumpukan kertas. Rasa lelahnya sedikit terobati ketika mendapati istrinya sedang beristirahat. Kegiatan lomba yang melelahkan itu membuat keringat Sena bercucuran di area sekitar wajah dan leher.Untuk merasakan an
Pagi itu Sena awali dengan bangun lebih awal, wanita itu memulai memasak untuk sarapan pagi. Sebelum menginap di asrama, Gavin sudah mempersiapkan kebutuhan sehari-hari. Sehingga Sena tidak perlu lagi keluar rumah untuk membelinya. Gavin yang sudah cocok dengan masakan istrinya, meminta Sena untuk memasak dan tidak ingin membeli makanan di luar rumah.Tangan lihai Sena membuat masakannya cepat matang dan siap di hidangkan. Selesai memasak ia membersihkan diri karena pagi ini akan mengikuti acara senam bersama dan lomba sesama ibu Persit. Sena sangat antusias mengikuti acara itu, berbaur dengan ibu Persit membuat harinya tidak jenuh. Dengan bergegas Sena mempersiapkan dirinya supaya tidak terlambat. Sena juga tidak ingin dianggap kurang disiplin apalagi menyandang status istri Kapten.“Mas sarapannya sudah aku siapkan di meja makan,” ucap Sena sedikit berteriak. Sena masih sibuk memoles wajahnya dengan make up tipis.