Dodi langsung masuk ketika Feri pergi mengikuti Jessie. Ia terkejut ketika melihat Arkan sedang kesakitan karena kakinya terkena injakan sepatu fantofel milik Jessie.
"Kamu kenapa? Dan apa yang kamu lakukan, Ar!" Dodi menyelidik.
"Ahh ... bukan urusanmu!" Arkan masih dalam mode kesal.
Arkan kembali ke kursinya, sungguh ia tidak menyangka kalau Jessie akan sampai sedikit kasar padanya. Arkan menyentuh bibirnya dengan jemari, ia bisa merasakan dinginnya bibir Jessie. "Apa sebegitu takutnya dia denganku sampai tubuhnya terlihat gemetar," gumamnya dalam hati.
"Ar! Kamu nggak melakukan pelecehan, 'kan! Tadi aku lihat dia keluar seraya menutup mulutnya," tuduh Dodi menatap curiga pada Arkan.
Arkan hanya diam, ia enggan menanggapi perkataan Dodi, pikirannya masih tertuju pada Jessie. Beribu pertanyaan terus berputar di otaknya, kenapa dia tidak ingin kembali? Kenapa dia menolak?
"Apa dia sudah menikah?" Arkan bertanya-tanya dalam hati. "Jika iya, lalu ak
Tian sudah berada di depan pintu kamar Jessie, pria itu sudah diberikan nomor kombinasi untuk membuka pintu oleh gadis itu sehingga langsung bisa masuk."Jes!" pangilnya mencari keberadaan Jessie.Tian berjalan menuju kamar yang terdapat di sana, pria itu membuka pintu kemudian melihat Jessie yang berbaring dengan selimut yang membungkusnya."Jes!" panggilnya lagi seraya berjalan mendekat ke ranjang Jessie."Ti-an, kamu sudah datang!" Jessie ingin membuka matanya tapi terasa berat.Tian langsung duduk di tepian ranjang Jessie, membuka selimut dan melihat keadaan gadis itu. Pria itu melihat ruam di kedua tangan Jessie yang membuatnya mendesah kasar."Sudah kamu minum obatmu?" tanya Tian.Jessie hanya mengangguk lemah, kepalanya masih terasa berat. Tian berdiri kemudian membuka koper yang ia bawa. Bukan pakaian yang ada di sana tapi peralatan medis, seperti stetoskop, cairan infus, obat-obatan juga selang dan penunjang lainnya.T
Tian baru saja kembali dari minimarket setelah membeli beberapa buah dan sayur untuk Jessie ketika bertemu Arkan di lift basement. Tian tahu Arkan karena dia sudah melihat foto pemuda itu. Namun, untuk memberitahu tentang Jessie dia tidak berani, takut jika membuat emosi dan suasana hati Jessie memburuk dan membuat penyakitnya semakin parah."Tian, kamu dari mana?" tanya Jessie yang baru saja bisa bangun dari tempat tidur dan sudah berdiri di ambang pintu kamarnya."Membeli buah dan sayur, lemari penyimpanan makananmu isinya sangat tidak baik untuk kamu konsumsi, jadi aku membelikan bahan makanan yang aman kamu makan," jawab Tian seraya menaruh belanjaan di atas meja makan.Pria itu mendekati Jessie yang masih berdiri bersandar kusen pintu, lantas menyentuhkan punggung tangannya ke dahi gadis itu, mengecek apa demamnya masih tinggi seperti semalam."Sudah turun," ucapnya, kemudian Tian menyibakkan le
"Kamu sudah kirim semuanya?" tanya Arkan pada Dodi.Arkan meminta seluruh toko bunga yang mempunyai stok bunga tulip untuk mengirimkannya ke perusahan Jessie. Berharap jika gadis tambatan hatinya itu tersentuh dan bisa kembali padanya."Sudah, sesuai instruksimu. Bahkan kini bunga-bunga itu mungkin sudah memenuhi lobbi perusahaan itu," jawab Dodi. "Tapi, apa kamu yakin dengan cara ini dia akan tersentuh?" tanya Dodi sedikit ragu."Jika tidak berhasil, maka aku akan mencari cara lain," balasnya.Dodi hanya berdeham, ia kemudian memilih kembali fokus dengan pekerjaannya, menatap laptopnya yang sudah menyala sejak tadi.Arkan sedikit berpikir, ia berharap jika hal itu bisa sedikit meluluhkan hati Jessie. Dia tahu betul kalau gadis itu tidaklah keras kepala, malah lebih menjurus kepada gadis yang berhati lembut dan hatinya mudah terenyuh. Dalam lamunan membayangkan reaksi Jessie, Arkan tersadar ketika s
Sudah sejak pertemuan terakhirnya dengan Arkan di perusahaan, kini Jessie bisa sedikit tenang karena Arkan tidak mengiriminya bunga lagi, atau sekedar mencarinya.Gadis itu sedang fokus dengan beberapa dokumen, Tian sang kakak sepupu sedang keluar untuk pergi ke Rumah sakit menemui temannya. Sedangkan Feri ditugaskan untuk mengurus pabrik setelah pinjaman itu cair."Halo," jawab Jessie ketika sebuah panggilan masuk ke nomor ponselnya."Jes, ada dokumen yang lupa aku bawa. Ada di mejaku, bisa nggak kamu antar atau suruh orang antar?" tanya Feri yang sekarang memang lebih akrab ketika memanggil gadis itu."Oh, oke! Aku akan mengantarkannya sendiri," jawab Jessie yang langsung berdiri dari kursinya.Gadis itu mengambil dokumen yang di maksud oleh Feri, kemudian segera mungkin turun ke basement untuk menuju mobilnya.--
"Hei, Nona! Siapa kamu? Arkan saja tidak mengenalmu, bagaimana bisa kamu menyuruh-nyuruh melepaskan tangan kami darinya!" balas salah satu gadis itu tidak mau kalah garang dari Jessie."Cih ... jika besok mau wajah kalian masuk ruang operasi, ayo! aku bisa menghadapi kalian secara bersamaan!" Tantang Jessie seraya menggulung kedua lengan kemejanya secara asal-asalan.Arkan menganggukkan kepala ke arah kedua gadis itu, memberi isyarat kepada keduanya untuk pergi. Tanpa bertanya, kedua gadis itu menuruti isyarat yang diberikan Arkan.Kini hanya ada Arkan dan Jessie di sana, Jessie masih memicingkan mata kepada kedua gadis yang berlalu pergi, tidak menyadari jika Arkan tengah bersidekap seraya menatapnya."Kau belum menjawabku, apa kita saling mengenal?" tanya Arkan lagi masih menatap Jessie.Jessie kini memicingkan mata ke arah Arkan, ia tidak mengerti dengan sikap pemuda itu. Beberapa hari yang lalu, Arkan masih terus berharap padanya, tapi hari ini
"Apa penyakit itu tidak bisa diobati?" tanya Arkan. "Belum ada obatnya, tapi bisa dihindari agar tidak semakin parah," jawab Tian. Arkan berdiri, rasa ingin untuk memeluk serta mendekapnya agar bisa memberikan kekuatan dan mengatakan jika ia bersedia berada di sisinya saat sakit pun muncul, pemuda itu ingin sekali bertemu dengan Jessie. "Mau kemana?" tanya Tian santai. "Menemuinya, apalagi?" "Kamu yakin jika dia mau menemuimu? Yang ada dia akan melakukan penolakan," ucap Tian yang membuat Arkan bimbang, karena yang dikatakan oleh Tian memang benar. "Aku tahu betul bagaimana sifatnya, meski kau mengirimkan bunga yang ada di seluruh dunia, atau memberikan berlian sebesar kepala, dia tidak akan terenyuh, yang ada malah akan semakin menjauhkanmu darinya," imbuh Tian. Arkan kembali duduk, menatap pria yang mengaku jika memahami gadis tambatan hatinya. "Memangnya kamu punya cara agar dia mau menerimaku?" tanya Arkan.
Apa itu lupus?Lupus Eritematosus adalah penyakit Autoimun kronis yang menyebabkan peradangan di beberapa bagian tubuh. Dalam kasus tubuh yang normal, imun akan memperbaiki sel atau jaringan tubuh dengan sendirinya saat kita terluka, terbentur atau yang lainnya. Namun, dalam kasus lupus, di mana sistem imun justru menyerang sel, jaringan dan organ tubuh yang sehat.Gejala lupus: Nyeri dan kaku di sendi, ruam di kulit, kelelahan yang tidak jelas, kulit sensitif jika terkena sinar matahari, penurunan berat badan, demam, pucat di ujung jemari tangan dan kaki, juga sariawan.Sampai saat ini, Lupus belum ada obatnya. Namun, masih bisa dihindari agar tidak kambuh dengan cara: Menjaga gaya hidup, mengatur pola makan yang benar, olahraga, hindari terpapar sinar matahari secara langsung, jangan minum minuman beralkohol.--Jessie tertidur di pelukan Arkan, karena ruam yang kembali
Arkan menutup pintu kamarnya sepelan mungkin agar Jessie tidak terjaga. Ia lantas segera berlari menuju pintu utama, Arkan langsung membuka pintu utama. Namun, bukannya mempersilahkan Alesha masuk, malah ia yang keluar membuat wanita itu kebingungan."Ada apa ini?" tanya Alesha sedikit memicingkan mata, menatap curiga pada adiknya itu."Tidak ada," dustanya berdiri di depan daun pintu yang ia tutup."Ar, kamu nyembunyiin apa? Jangan bohong!" bentak Alesha gemas dengan sikap adiknya itu."Tidak ada, Kak! Serius!" dustanya meyakinkan."Cih ... memang aku percaya! Kamu mengganti pasword-nya kemudian menghalangiku masuk. Jangan-jangan kamu-." Alesha menjeda ucapannya dengan bola mata yang membulat lebar."Ar! Kamu nggak aneh-aneh, 'kan! Jangan bilang kamu bawa wanita ke apartemen. Kamu main apa, hah! Dasar nggak ada moral!" tuduh Alesha yang sebagiannya benar.
Dani diminta tinggal di apartemen Arkan, ia menyediakan segala kebutuhan bocah kecil itu, tidak lupa Arkan memberikan pendidikan yang terbaik untuk bocah yang sudah resmi menjadi bagian dari keluarganya.Arkan sendiri masih tinggal di rumah Alesha, tapi ia sesekali tetap menengok Dani di apartemen. Arkan menunggu Chloe benar-benar bisa diurus sendiri, ia tidak ingin jika kesibukannya membuat Chloe kurang perhatian.Kini hari-hari Arkan mulai berwarna, Chloe yang sudah bertambah usianya semakin lucu dan menggemaskan. Bahkan saat berumur satu tahun, Chloe bisa sudah bisa mengucapkan beberapa kata meski belum jelas."Pi, Pi!" Chloe berceloteh di dalam kamar, ia terlihat memainkan kakinya dengan sesekali menggigit jempol kaki lalu tertawa renyah.Alesha yang menyadari jika sang keponakan sudah berbicara pun merekamnya, ia mengirimkan video pada Arkan yang berada di kantor.Arkan seda
Arkan langsung mengambil Chloe dari gendongan Alesha begitu sampai di rumah, bayi mungil itu langsung berhenti menangis begitu tangan Arkan menyentuhnya."Hah, dia maunya sama kamu, Ar!" seloroh Alesha begitu Chloe diam."Dia 'kan sayang sama papinya, iya 'kan sayang!" Arkan mengecup kening Chloe.Alesha tersenyum, kemudian menatap kotak yang dibawa Arkan, ia membuka kotak itu untuk melihat isi di dalamnya."Apa ini Ar?" tanya Alesha.Arkan yang mendengar pertanyaan Alesha pun langsung menoleh ke arah wanita itu, kemudian Arkan menjawabnya, "Itu buatan tangan Jessie untuk Chloe, saat itu dia dengan sepenuh hati membuatnya."Alesha mengulas senyumnya, ia mengambil apa yang ada di dalam kotak dan mengamatinya dengan seksama."Ini sangat cantik, Jessie ternyata begitu pandai," ucap Alesha mengagumi hasil karya Jessie.Arkan mengulas senyumnya, ia kembali memperhatikan Chloe yang sedang minum. Ada rasa yang tidak bisa dideskripsikan dalam
Siang itu Arkan kedatangan tamu, Jihan dan Shelly tampak mengunjungi suami temannya untuk melihat keadaan Arkan juga bayinya."Maaf, kami tidak tahu dengan keadaan Jessie hingga akhirnya dia pergi," ucap Jihan penuh penyesalan, bagaimanapun Jessie dan Jihan sudah berteman semenjak mereka sekolah dasar.Arkan tersenyum masam, ia kemudian berkata, "Tidak apa-apa, lagi pula memang semuanya terjadi begitu cepat. Aku sendiri masih merasa jika Jessie belum pergi."Jihan menatap Arkan, melihat betapa kusutnya wajah pria itu. Shelly sendiri tidak berkata apa-apa, wanita itu juga merasa kehilangan teman yang selalu bisa membuatnya tertawa dan marah, kini semuanya tinggal kenangan semata yang hanya bisa disimpan dalam hati."Jessie adalah teman yang baik. Ia selalu bisa menghibur kami ketika dalam keadaan sedih. Bagiku, Jessie sudah seperti adik, meski kami sering bertengkar, tapi dia tidak pernah menganggapnya serius. Aku me
'Semilir angin membelai kalbu. Kudapati hati yang membeku.Terlalu lama kamu diam membisuSebab engkau telah terbujur kaku'Arkan menatap Chloe yang tidur di baby box, melihat betapa lucunya bayi itu. Arkan mengulurkan tangan, mengusap pipi Chloe dengan jari telunjuk."Apa mami menemuimu? Jika iya, katakan padanya kalau Papi rindu," ucapnya pada bayi mungil itu.Chloe masih memejamkan mata, bibir bayi itu hanya terlihat sesekali menyesap sesuatu dalam lelapnya. Arkan mendekatkan wajahnya, ia mengecup kening Chloe sebelum pada akhirnya meninggalkan bayi mungil itu.Arkan kembali ke kamar, untuk sementara ia memang tinggal di rumah Alesha karena belum bisa mengurus Chloe sendirian.Arkan berbaring di atas tempat tidur, ia menatap langit-langit kamar hingga akhirnya ia memiringkan tubuhnya, menatap sisi kosong ranjang itu. Keheningan menemani dirinya, rasa lelah, pedih, sakit, dan juga keke
Alesha langsung masuk begitu saja ke kamar Arkan tanpa mengetuk pintu, ia melihat adiknya yang hanya duduk tanpa melakukan apapun. Alesha melihat cambang tumbuh di wajah tampan adiknya, bahkan kini bulu halus itu mulai menutup dan menghilangkan wajah tampan Arkan."Ar!" panggil Alesha.Arkan menoleh, ia menatap pada gendongan Alesha. Seakan enggan melihat bayi itu, Arkan kembali memalingkan wajah."Kenapa bawa dia ke sini?" tanya Arkan.Alesha menghela napas kasar, ia menidurkan bayi mungil itu di atas tempat tidur Arkan."Kamu tidak akan mendapatkan apa-apa dengan terus meratapi kepergiannya, yang ada kamu akan melewatkan banyak hal dan kesempatan yang ada," ujar Alesha dengan tatapan yang masih tertuju pada bayi mungil yang kini tertidur pulas.Alesha mengalihkan tatapan pada Arkan, ia bisa melihat sikap tak acuh adiknya itu."Bayi ini tidak bersalah, Ar! Dia juga
Hari itu menjadi hari terkelam bagi Arkan, hujan seakan tahu kesedihan yang tengah dirasakan pria itu. Begitu tanah menutup makam Jessie dan pusara ditancapkan dengan sempurna, langit menumpahkan genangan air yang sudah tersimpan membentuk awan hitam dilangit.Arkan masih berdiri di depan pusara mendiang istrinya, ketika semua orang berlari mencari tempat berlindung. Hujan menyamarkan air mata yang kembali tumpah, Arkan menatap nama yang tertera di pusara itu, benar-benar nama yang akhirnya ikut terkubur dalam hatinya.'Jika cinta bisa membawa sebuah kebahagiaan, maka cinta juga bisa memberikan sebuah penderitaan'Arkan melangkahkan kakinya meninggalkan pemakaman itu, setiap langkah begitu terasa berat. Beberapa bulan kebersamaan kini hanya sebuah kenangan yang ikut terkubur dengan kepergian sang istri.___Lala menatap Arkan yang baru saja kembali dari pema
Selagi Arkan masuk melihat keadaan Jessie, Alesha dan Alvin memilih melihat keadaan keponakannya. Mereka diantar perawat menuju ruangan khusus tempat perawatan bayi itu."Karena prematur, bayi ini harus masuk inkubator sampai kondisi tubuhnya mencapai batas normal bayi pada umumnya," ujar perawat itu.Alesha mengangguk mengerti dan berterima kasih pada perawat itu. Alesha menatap bayi Jessie yang sangat kecil karena berat badannya hanya satu koma lima kilogram dengan beberapa alat penunjang pada tubuhnya. Alesha menyentuhkan tangan di atas kaca bagian atas yang menutup dan melindungi bayi itu."Dia sangat mungil dan lucu," ucap Alesha yang tidak bisa mengalihkan tatapan dari bayi Jessie, matanya terlihat berbinar bahagia menyambut kehadiran keponakannya di dunia."Iya, lihat pipinya yang merah." Alvin yang berdiri di belakang sang istri menimpali ucapan Alesha, pria itu ikut menatap bayi mungil yang masih memejamkan mata."Hidungnya sangat mirip Arkan,
Arkan duduk menatap pintu ruang operasi, kedua telapak tangannya tampak menutup sebagian wajah, matanya terlihat merah karena menahan amarah dan rasa sakit serta kekecewaan."Berikan kami keajaiban, aku mohon berikan kami keajaiban!" Arkan terus bergumam dengan kedua kaki yang digerakkan untuk menutupi rasa gugup.Alesha menatap adiknya, ia tahu jika Arkan benar-benar sedang berada dalam kebimbangan. Ia ikut berdoa untuk adik iparnya, semoga saja bayi dan Jessie bisa keluar ruangan dengan keadaan selamat dan sehat.Lampu indikator pada pintu ruang operasi terlihat menyala berwarna hijau, menandakan jika tindakan operasi telah selesai. Arkan langsung berdiri dan menghampiri dokter yang baru saja keluar, ia benar-benar merasa cemas dengan keadaan sang istri."Bagaimana keadaannya?" tanya Arkan langsung.Dokter itu menatap Arkan, kemudian menatap anggota keluarga lainnya. Sepertinya pria itu membawa kabar buruk dan baik bagi Arkan."Kami sudah
Jessie melirik pada Arkan yang sedang berjongkok di samping ranjang, ia tengah membersihkan sesuatu di sana. Karena kondisi Jessie yang lemah membuatnya harus menggunakan selang untuk buang air kecil, kini Arkan sedang membersihkan kantung yang sudah penuh. Jessie merasa malu dengan hal itu, bagaimanapun sudah seharusnya dirinya yang melayani suaminya, tapi kini dirinyalah yang dilayani oleh Arkan."Ar, itu pasti menjijikkan," kata Jessie lirih, ia sampai memejamkan matanya ketika bicara.Arkan menengok ke atas dengan seutas senyum, ia kemudian membalas ucapan istrinya, "Tidak juga, bukankah ini yang namanya hidup semati, aku akan ikut merasakan kesusahan yang sedang kamu alami. semua kita tanggung bersama. Ingat itu!"Arkan berdiri kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membuang apa yang baru saja dikeluarkan dari kantung. Arkan keluar dari kamar mandi setelah benar-benar membersihkan tangan sebelum menyentuh Jessie, bagaimanapun kebersihan sangat diutam