Waktu semakin cepat berlalu, Sudah hampir dua bulan Arkan dan Jessie menjalin kembali hubungan mereka, memupuk rasa cinta agar bisa terus tumbuh. Sejak ada Jessie, Alesha tidak pernah lagi mengantar sarapan atau sekedar membetulkan dasi adiknya karena Arkan melarang wanita itu datang. Sudah dipastikan jika Arkan bergantung pada Jessie tiap pagi.
Jessie sendiri kini tinggal bersama Arkan, ia menempati kamar kosong yang terdapat di unit apartemen pemuda itu. Arkan senantiasa mencemaskan kesehatan Jessie setiap waktu, karena itu Arkan meminta agar Jessie tinggal bersamanya agar bisa terus memantau dan mengawasi keadaan kekasihnya.
"Bagaimana perusahaanmu? Apa semua berjalan dengan lancar?" tanya Arkan di sela sarapan.
"Ya, terima kasih. Berkat pinjaman dari perusahan, kondisi pabrik kini sudah berjalan lancar lagi," jawab Jessie mengulas senyum.
Pagi ini Arkan sarapan roti panggang dengan daging cincang, sedangkan Jess
"Jika masih diberi kesempatan, maka aku ingin sekali melihat senyum hangatnya lagi. Menebus kesalahanku dua tahun lalu. Tuhan, izinkan aku melihatnya lagi, biarkan aku hidup untuk membahagiakannya meski hanya sekejap, aku mohon."Pergi tanpa mengucapkan sepatah kata kepada orang yang dicintai adalah hal terberat yang harus dilakukan. Dalam alam bawa sadarnya, Jessie mengalami pergulatan batin, ingin rasanya ia melepas belenggu yang membuatnya tidak bisa bangun. Mengharapkan sebuah uluran tangan untuk menariknya dari jurang yang gelap dan dingin."Jes, saat kamu sadar mari menikah. Aku sudah menyiapkan segalanya, agar kelak saat kamu menutup atau membuka mata, aku akan selalu ada di hadapanmu dengan senyum hangat yang hanya untukmu, sesuai dengan janjiku."Suara Arkan seakan sedang menembus alam bawah sadar Jessie, memberikan setitik cahaya putih yang menembus gelapnya langit."Arkan!"Jessie melihat
Arkan dan Jessie menoleh ke arah pintu secara bersamaan, Jessie terlihat termangu ketika melihat siapa yang datang. Arkan yang menyadari perubahan ekpresi Jessie pun berusaha menebak."Jessie," lirih wanita itu."Mom."Wanita itu terlihat bingung bagaimana seharusnya bersikap pada Jessie, putri yang ia abaikan enam tahun terakhir ini hanya demi keegoisan sesaatnya."Mom!" panggil Jessie.Meski Jessie pernah merasa sakit hati karena ibunya itu tidak memikirkan dirinya. Namun, saat ini ia butuh dukungan dari banyak orang untuk tetap bertahan. Jessie mencoba memaafkan kesalahan ibunya dan berniat menerima wanita itu.Jessie mengulurkan tangannya, membukanya lebar untuk menerima kedatangan wanita itu. Ibu Jessie langsung menghampiri gadis itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca, ia berpikir jika Jessie akan menolak dan mengusirnya. Namun, siapa sangka jika Jessie memiliki hati yang lapa
Begitu melihat Jessie sudah datang, Alesha langsung menghampiri calon adiknya itu."Jessie, ikut Kakak, ya!" pinta Alesha langsung menggandeng tangan Jessie.Jessie yang masih dalam keadaan bingung hanya menurut, wanita satu anak itu mengajak Jessie ke salah satu kamar yang ada di sana.Dua orang perias sudah menunggu, bahkan sebuah gaun pengantin sederhana tampak tergantung siap untuk dikenakan."Kak, ini apa?" tanya Jessie yang benar-benar tidak bisa merespon dengan apa yang terjadi."Pernikahan kalian, agar seterusnya bisa bersama tanpa ada yang menghalangi," jawab Alesha mengulas senyum, ia mendudukkan Jessie di kursi depan meja rias.Jessie tidak berkata apa-apa lagi, ada rasa bahagia juga takut. Bahagia karena Arkan benar-benar akan menikahinya, takut jika dia tidak bisa membahagiakan pemuda itu.Setelah satu jam, akhirnya Jessie sudah dirias dan memakai gaun pengantin yang dipilihkan Arkan.Alesha menuntun Jessie keluar menuju r
Jessie merangkum kedua sisi wajah Arkan, ia mendaratkan bibir ke bibir pemuda yang kini sudah sah menjadi suaminya. Meski awalnya Arkan menolak, tapi begitu merasa jika Jessie berinisiatif memulai duluan, akhirnya ia pun membalas, ia merengkuh tubuh Jessie yang berada di atasnya.Arkan menjatuhkan tubuh Jessie ke ranjang, kini posisinya berada di atas. Ia menyesap hingga sesekali melumat daging tak bertulang nan manis milik Jessie. Lidahnya merangsek ke dalam rongga mulut, mengabsen deretan gigi hingga membelitkan lidah. Satu tangannya mulai masuk ke dalam piyama, mengusap lembut pundak hingga bukit kembar milik istrinya.Jessie memejamkan mata, merasakan desiran berkali-kali lipat dalam aliran darahnya ketika kulit Arkan terus menyentuh tubuh. Rongga dadanya bergemuruh tatkala lidah Arkan mulai turun dan mengabsen setiap jengkal kulit mulus Jessie.Arkan mendongakkan kepala, menatap wajah Jessie yang mulai bersemu merah. "Jes, kamu
Setelah pernikahan sederhana mereka, Arkan dan Jessie kembali ke apartemen milik Arkan. Kini Jessie tak perlu lagi mengurus perusahaan yang membuatnya terlalu lelah karena Finlay sudah mengambil alih sepenuhnya."Ar, nanti aku mau pergi sama Jihan, ya! Mau jenguk Shelly." Jessie tengah memakaikan dasi pada kerah Arkan."Sudah melahirkan, ya?" tanya Arkan seraya menatap Jessie yang sedang fokus mengikat dasi.Jessie hanya mengangguk, ia merapikan dasi Arkan kemudian mengusap perlahan agar tidak kusut."Sudah," gumamnya seraya menepuk perlahan kemeja bagian depan.Jessie mendongak menatap Arkan, ia tersenyum manis pada suaminya itu hingga akhirnya Arkan mendaratkan kecupan di kening."Apa mau aku antar?" tanya Arkan menawari.Jessie menggelengkan kepala, ia menggandeng lengan suaminya dan berjalan menuju meja makan untuk sarapan. Seperti biasanya, Jessie hanya makan oatmeal dan susu sedangkan Arkan memakan menu yang memang disiapkan khusus ole
Begitu sampai di apartemen, Arkan langsung mengambilkan minum agar Jessie bisa mengkonsumsi obatnya. Arkan begitu khawatir karena ruam di kulit tangan Jessie mulai muncul lagi."Kenapa tadi tidak menghindar saja, lihat sekarang penyakitmu malah kambuh." Arkan duduk di sebelah Jessie dengan air muka penuh kecemasan.Jessie mengulas senyum setelah selesai meminum obatnya, ia menatap Arkan penuh kasih sayang karena tahu jika suaminya itu begitu sangat mencemaskan dirinya."Aku nggak apa-apa kok, Ar! Lagian tadi aku yang salah, bagaimana bisa aku menghindar," ujar Jessie.Arkan menggenggam telapak tangan Jessie, mengangkatnya dan mendekatkan ke bibir, ia mengecup punggung tangan istrinya dengan penuh kelembutan."Baiklah, tapi lain kali tolong hindari kejadian seperti itu, oke! Aku khawatir itu mempengaruhi kondisi tubuhmu," kata Arkan yang kemudian merengkuh tubuh Jessie dalam pelukan.
Arkan menatap wajah Jessie yang sudah tertidur pulas dalam pelukannya, ia sesekali membelai surai Jessie serta mengecup keningnya, Arkan tersenyum ketika mengingat kedua kalinya ia bertemu dengan Jessie hingga akhirnya memilih melakukan long distance relationship.Setelah bertemu dengan Jessie di Mall tempatnya bekerja, Arkan tidak bisa menghilangkan senyum Jessie dari ingatannya. Ia merasa gelisah setiap waktu dan berharap agar bisa bertemu lagi dengan gadis yang membuat hatinya bergetar, dan melupakan gadis yang sempat ia cintai.Setelah dua hari tidak tahu siapa nama gadis yang membuat hatinya gelisah, serta menerka akankah bisa bertemu lagi. Siang itu senyum merekah tampak terpajang di wajah Arkan, ia melihat gadis yang sudah mengganggu tidurnya ternyata satu kampus dengannya, gadis yang tak lain adalah Jessie, tampak sedang berjalan menuju area parkir dengan kedua temannya.Arkan mengambil langkah lebar, ia tidak akan menyia-ny
Arkan langsung duduk, menatap Jessie yang masih sesekali menyeka ingusnya, ia begitu penasaran kenapa gadis yang mampu menggetarkan hatinya itu menangis."Kenapa nangis?" tanyanya penuh kelembutan.Jessie masih menyeka ingusnya, ia kemudian terlihat mengatur napasnya lalu sedikit menggeser tubuhnya menghadap Arkan."Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan, sebenarnya tidak penting. Tapi, karena kamu temenku, jadi lebih baik aku bilang," ucap Jessie sedikit bertele-tele karena bingung cara menyampaikannya."Teman?" Arkan mengangkat satu sudut alisnya."Iya, tentu saja teman." Jessie tersenyum canggung melihat ekspresi Arkan yang tampaknya tidak senang."Aku pikir kamu berpikir lebih," ujar Arkan yang membuat Jessie bingung sampai mengerjapkan mata berkali-kali."Ma-maksudnya?"Arkan menarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan, membuat Jessie semakin bingung dengan sikap dan reaksi pemuda itu."Aku suka sama kamu," ungkapnya bic
Dani diminta tinggal di apartemen Arkan, ia menyediakan segala kebutuhan bocah kecil itu, tidak lupa Arkan memberikan pendidikan yang terbaik untuk bocah yang sudah resmi menjadi bagian dari keluarganya.Arkan sendiri masih tinggal di rumah Alesha, tapi ia sesekali tetap menengok Dani di apartemen. Arkan menunggu Chloe benar-benar bisa diurus sendiri, ia tidak ingin jika kesibukannya membuat Chloe kurang perhatian.Kini hari-hari Arkan mulai berwarna, Chloe yang sudah bertambah usianya semakin lucu dan menggemaskan. Bahkan saat berumur satu tahun, Chloe bisa sudah bisa mengucapkan beberapa kata meski belum jelas."Pi, Pi!" Chloe berceloteh di dalam kamar, ia terlihat memainkan kakinya dengan sesekali menggigit jempol kaki lalu tertawa renyah.Alesha yang menyadari jika sang keponakan sudah berbicara pun merekamnya, ia mengirimkan video pada Arkan yang berada di kantor.Arkan seda
Arkan langsung mengambil Chloe dari gendongan Alesha begitu sampai di rumah, bayi mungil itu langsung berhenti menangis begitu tangan Arkan menyentuhnya."Hah, dia maunya sama kamu, Ar!" seloroh Alesha begitu Chloe diam."Dia 'kan sayang sama papinya, iya 'kan sayang!" Arkan mengecup kening Chloe.Alesha tersenyum, kemudian menatap kotak yang dibawa Arkan, ia membuka kotak itu untuk melihat isi di dalamnya."Apa ini Ar?" tanya Alesha.Arkan yang mendengar pertanyaan Alesha pun langsung menoleh ke arah wanita itu, kemudian Arkan menjawabnya, "Itu buatan tangan Jessie untuk Chloe, saat itu dia dengan sepenuh hati membuatnya."Alesha mengulas senyumnya, ia mengambil apa yang ada di dalam kotak dan mengamatinya dengan seksama."Ini sangat cantik, Jessie ternyata begitu pandai," ucap Alesha mengagumi hasil karya Jessie.Arkan mengulas senyumnya, ia kembali memperhatikan Chloe yang sedang minum. Ada rasa yang tidak bisa dideskripsikan dalam
Siang itu Arkan kedatangan tamu, Jihan dan Shelly tampak mengunjungi suami temannya untuk melihat keadaan Arkan juga bayinya."Maaf, kami tidak tahu dengan keadaan Jessie hingga akhirnya dia pergi," ucap Jihan penuh penyesalan, bagaimanapun Jessie dan Jihan sudah berteman semenjak mereka sekolah dasar.Arkan tersenyum masam, ia kemudian berkata, "Tidak apa-apa, lagi pula memang semuanya terjadi begitu cepat. Aku sendiri masih merasa jika Jessie belum pergi."Jihan menatap Arkan, melihat betapa kusutnya wajah pria itu. Shelly sendiri tidak berkata apa-apa, wanita itu juga merasa kehilangan teman yang selalu bisa membuatnya tertawa dan marah, kini semuanya tinggal kenangan semata yang hanya bisa disimpan dalam hati."Jessie adalah teman yang baik. Ia selalu bisa menghibur kami ketika dalam keadaan sedih. Bagiku, Jessie sudah seperti adik, meski kami sering bertengkar, tapi dia tidak pernah menganggapnya serius. Aku me
'Semilir angin membelai kalbu. Kudapati hati yang membeku.Terlalu lama kamu diam membisuSebab engkau telah terbujur kaku'Arkan menatap Chloe yang tidur di baby box, melihat betapa lucunya bayi itu. Arkan mengulurkan tangan, mengusap pipi Chloe dengan jari telunjuk."Apa mami menemuimu? Jika iya, katakan padanya kalau Papi rindu," ucapnya pada bayi mungil itu.Chloe masih memejamkan mata, bibir bayi itu hanya terlihat sesekali menyesap sesuatu dalam lelapnya. Arkan mendekatkan wajahnya, ia mengecup kening Chloe sebelum pada akhirnya meninggalkan bayi mungil itu.Arkan kembali ke kamar, untuk sementara ia memang tinggal di rumah Alesha karena belum bisa mengurus Chloe sendirian.Arkan berbaring di atas tempat tidur, ia menatap langit-langit kamar hingga akhirnya ia memiringkan tubuhnya, menatap sisi kosong ranjang itu. Keheningan menemani dirinya, rasa lelah, pedih, sakit, dan juga keke
Alesha langsung masuk begitu saja ke kamar Arkan tanpa mengetuk pintu, ia melihat adiknya yang hanya duduk tanpa melakukan apapun. Alesha melihat cambang tumbuh di wajah tampan adiknya, bahkan kini bulu halus itu mulai menutup dan menghilangkan wajah tampan Arkan."Ar!" panggil Alesha.Arkan menoleh, ia menatap pada gendongan Alesha. Seakan enggan melihat bayi itu, Arkan kembali memalingkan wajah."Kenapa bawa dia ke sini?" tanya Arkan.Alesha menghela napas kasar, ia menidurkan bayi mungil itu di atas tempat tidur Arkan."Kamu tidak akan mendapatkan apa-apa dengan terus meratapi kepergiannya, yang ada kamu akan melewatkan banyak hal dan kesempatan yang ada," ujar Alesha dengan tatapan yang masih tertuju pada bayi mungil yang kini tertidur pulas.Alesha mengalihkan tatapan pada Arkan, ia bisa melihat sikap tak acuh adiknya itu."Bayi ini tidak bersalah, Ar! Dia juga
Hari itu menjadi hari terkelam bagi Arkan, hujan seakan tahu kesedihan yang tengah dirasakan pria itu. Begitu tanah menutup makam Jessie dan pusara ditancapkan dengan sempurna, langit menumpahkan genangan air yang sudah tersimpan membentuk awan hitam dilangit.Arkan masih berdiri di depan pusara mendiang istrinya, ketika semua orang berlari mencari tempat berlindung. Hujan menyamarkan air mata yang kembali tumpah, Arkan menatap nama yang tertera di pusara itu, benar-benar nama yang akhirnya ikut terkubur dalam hatinya.'Jika cinta bisa membawa sebuah kebahagiaan, maka cinta juga bisa memberikan sebuah penderitaan'Arkan melangkahkan kakinya meninggalkan pemakaman itu, setiap langkah begitu terasa berat. Beberapa bulan kebersamaan kini hanya sebuah kenangan yang ikut terkubur dengan kepergian sang istri.___Lala menatap Arkan yang baru saja kembali dari pema
Selagi Arkan masuk melihat keadaan Jessie, Alesha dan Alvin memilih melihat keadaan keponakannya. Mereka diantar perawat menuju ruangan khusus tempat perawatan bayi itu."Karena prematur, bayi ini harus masuk inkubator sampai kondisi tubuhnya mencapai batas normal bayi pada umumnya," ujar perawat itu.Alesha mengangguk mengerti dan berterima kasih pada perawat itu. Alesha menatap bayi Jessie yang sangat kecil karena berat badannya hanya satu koma lima kilogram dengan beberapa alat penunjang pada tubuhnya. Alesha menyentuhkan tangan di atas kaca bagian atas yang menutup dan melindungi bayi itu."Dia sangat mungil dan lucu," ucap Alesha yang tidak bisa mengalihkan tatapan dari bayi Jessie, matanya terlihat berbinar bahagia menyambut kehadiran keponakannya di dunia."Iya, lihat pipinya yang merah." Alvin yang berdiri di belakang sang istri menimpali ucapan Alesha, pria itu ikut menatap bayi mungil yang masih memejamkan mata."Hidungnya sangat mirip Arkan,
Arkan duduk menatap pintu ruang operasi, kedua telapak tangannya tampak menutup sebagian wajah, matanya terlihat merah karena menahan amarah dan rasa sakit serta kekecewaan."Berikan kami keajaiban, aku mohon berikan kami keajaiban!" Arkan terus bergumam dengan kedua kaki yang digerakkan untuk menutupi rasa gugup.Alesha menatap adiknya, ia tahu jika Arkan benar-benar sedang berada dalam kebimbangan. Ia ikut berdoa untuk adik iparnya, semoga saja bayi dan Jessie bisa keluar ruangan dengan keadaan selamat dan sehat.Lampu indikator pada pintu ruang operasi terlihat menyala berwarna hijau, menandakan jika tindakan operasi telah selesai. Arkan langsung berdiri dan menghampiri dokter yang baru saja keluar, ia benar-benar merasa cemas dengan keadaan sang istri."Bagaimana keadaannya?" tanya Arkan langsung.Dokter itu menatap Arkan, kemudian menatap anggota keluarga lainnya. Sepertinya pria itu membawa kabar buruk dan baik bagi Arkan."Kami sudah
Jessie melirik pada Arkan yang sedang berjongkok di samping ranjang, ia tengah membersihkan sesuatu di sana. Karena kondisi Jessie yang lemah membuatnya harus menggunakan selang untuk buang air kecil, kini Arkan sedang membersihkan kantung yang sudah penuh. Jessie merasa malu dengan hal itu, bagaimanapun sudah seharusnya dirinya yang melayani suaminya, tapi kini dirinyalah yang dilayani oleh Arkan."Ar, itu pasti menjijikkan," kata Jessie lirih, ia sampai memejamkan matanya ketika bicara.Arkan menengok ke atas dengan seutas senyum, ia kemudian membalas ucapan istrinya, "Tidak juga, bukankah ini yang namanya hidup semati, aku akan ikut merasakan kesusahan yang sedang kamu alami. semua kita tanggung bersama. Ingat itu!"Arkan berdiri kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membuang apa yang baru saja dikeluarkan dari kantung. Arkan keluar dari kamar mandi setelah benar-benar membersihkan tangan sebelum menyentuh Jessie, bagaimanapun kebersihan sangat diutam