Ketiganya keluar dari restoran."Kak, kamu ini terlalu populer. Sekelompok orang tua itu mengerubutimu seperti fans yang mengejar bias-nya.""Bias?""Oh, maksudku idola."Arnold tertawa kecil. "Hanya karena kepentingan saja, mana ada hubungannya dengan idola?"Kelly mengendus sedikit, "Kamu minum alkohol? Apa kamu nyetir tadi?""Minum sedikit. Tapi nggak nyetir.""Pas banget. Naik mobilku saja, aku antar kamu dan Nadine pulang."Mobil Kelly berhenti di mulut gang karena tidak bisa masuk. Nadine dan Arnold pun turun di sana, lalu berjalan berdampingan ke dalam gang.Langit malam cerah dengan sedikit bintang, angin malam terasa hangat dan tenang. Gang yang sunyi hanya sesekali terdengar suara kucing yang mengeong. Arnold menginjak kantong sampah, lalu karena efek alkohol, tubuhnya sedikit goyah."Kamu baik-baik saja?""Maaf, aku minum terlalu banyak malam ini."Khawatir bau alkohol di tubuhnya akan mengganggu Nadine, Arnold dengan sengaja menjaga jarak darinya. Ucapan "maaf" itu terdenga
Untuk pertama kalinya, Nadine merasakan kekaguman yang mendalam. Dia belum tahu bahwa emosi kompleks ini disebut ... kekaguman terhadap kekuatan.....Sementara itu, setelah mengantar Arnold dan Nadine pulang, Kelly berbalik arah dan mengemudi menuju bar. Perjalanannya mulus, sampai dia tiba di depan bar dan bersiap untuk parkir ....Bam!Sebuah Maserati melesat dari samping dan menabrak bagian belakang mobilnya.Kelly langsung marah. Dia membuka pintu dengan keras, turun, dan berjalan ke arah mobil tersebut."Hei! Kamu tahu cara nyetir nggak?! Gas nggak bisa kamu lepas, ya?! Di jalan begini kamu ngebut? Ngebut oke, tapi nggak lihat jalan? Mobilku setengah badan belum masuk parkiran, kamu nggak lihat atau gimana?! Sampai bisa tabrak kayak gini?!"Pintu pengemudi Maserati terbuka, seorang pria keluar dengan senyum santai. "Hah, aku kira siapa. Cuma masalah kecil, jangan marah-marah gitu."Teddy mendekati Kelly dengan wajah penuh senyum tak berdosa."Oh, ternyata kamu, Pak Teddy ...." Ke
Wanita itu selesai berbicara, lalu berbalik dan pergi dengan langkah tegas. Sepatu hak tingginya mengetuk lantai dengan ritme yang mantap. Teddy hanya tertawa kecil, sama sekali tidak memedulikan kutukan wanita itu.Pahitnya cinta?Huh! Omong kosong!Belum lama wanita itu pergi, seorang gadis muda keluar dari bar. Dia mengenakan rok pendek, memperlihatkan sepasang kaki panjang nan putih, rambut ikalnya terurai indah, dengan riasan wajah yang sempurna."Pak Teddy ...."Gadis itu mendekat dengan percaya diri, mengira pria itu tidak akan menolak. Namun, di luar dugaannya, Teddy justru menghindar dengan cepat. Dia mengulurkan tangannya dan malah merangkul pinggang Kelly serta menariknya ke dalam pelukannya.Kelly yang tadinya sedang asyik menonton drama, langsung terkejut. Teddy menatap gadis itu dengan santai. "Maaf ya, kamu telat datang."Gadis itu menggigit bibirnya, melirik Kelly dengan kesal, lalu pergi dengan berat hati."Pakai aku sebagai tameng?" Kelly melipat tangan di depan dada
Teddy tersenyum percaya diri. "Koneksiku jauh lebih luas daripada si Jim ... apalah tadi namanya."Kelly menatapnya selama beberapa detik dengan ekspresi aneh, sebelum berkata, "Kamu yakin mau kerja sama denganku?""Tentu saja. Kenapa? Pandanganmu itu meremehkan aku, ya?"Kelly memandangnya dari atas ke bawah, lalu dari bawah ke atas lagi.Keluarga Teddy jelas tidak perlu diragukan. Salah satu dari delapan keluarga besar di Kota Juanin, mereka berada beberapa level di atas Keluarga Tanoto.Dan Teddy sendiri, meski playboy dan punya banyak skandal, dia terlihat cukup stabil secara emosional. Bahkan tadi dia tidak membalas ketika ditampar, menunjukkan bahwa dia bisa bersikap tenang dan sedikit gentleman.Meski gaya hidupnya liar, itu tidak masalah bagi Kelly. Lagi pula, dia juga hidup dengan cara yang sama! Bagus. Mereka tidak akan saling mengatur.Kalaupun bertemu di kelab malam, mereka mungkin malah bisa bersenang-senang bersama.Yang terpenting, Teddy adalah tipe pria yang bisa dengan
"Kenapa satpam belum datang juga?! Cepat tahan mereka ...."Di tengah kekacauan itu, Lupita berhenti berpura-pura sopan dan berteriak lantang, suaranya menggema di lobi. "Rebecca mana?! Siapa yang namanya Rebecca?! Aku mau bicara sama Rebecca! Suruh dia keluar sekarang juga!"Dua hari sebelumnya, Lupita dan putranya, Rocky, tiba di Kota Juanin. Begitu sampai, mereka langsung pergi menjenguk Eva yang masih dirawat di rumah sakit, lalu ....Mereka tinggal di kamar pasien itu.Lupita berkata, "Kenapa harus tinggal di hotel? Hotel kan mahal! Menurutku kamar rumah sakit ini sudah cukup bagus, luas, terang, dan yang paling penting, gratis!""Tapi cuma ada satu tempat tidur. Kamu dan Rocky ....""Kenapa? Kami ibu dan anak, apa yang perlu dipermasalahkan?"Rocky yang baru saja selesai makan siang, ikut menimpali sambil membersihkan giginya, "Iya, betul! Aku dan Ibu juga sering tidur bareng di rumah. Hemat listrik, cukup pakai satu AC."Tidak peduli seberapa keras Eva mencoba membujuk mereka, h
Keributan di luar begitu besar sehingga menarik perhatian para nyonya yang sedang berkumpul di ruang pertemuan.Ketika mereka melihat keluar, pemandangan yang mereka lihat membuat mata mereka membelalak. Rebecca dengan rambut berantakan, sedang ditarik-tarik oleh seorang wanita yang terus memakinya tanpa henti.Luar biasa! Skandal sebesar apa ini? Para nyonya saling menatap dan bertukar pandangan penuh arti. Melihat banyak orang mulai berkumpul, Lupita semakin bersemangat."Semua orang, lihat baik-baik! Ini dia wanita itu! Anaknya mempermainkan perasaan putriku, membuat putriku hamil, tapi nggak mau bertanggung jawab!""Putriku adalah gadis baik-baik, masa depannya hancur begitu saja! Bukannya meminta maaf, dia malah menghindar dan nggak mau menemui kami? Memangnya keluarga kami ini nggak punya harga diri?!"Lupita sambil berbicara mulai menggulung lengan bajunya, bersiap untuk aksi lebih lanjut."Ayo, semua rekam ini! Sebarkan videonya ke internet, biar seluruh masyarakat tahu seperti
"Di mana kamu? Kenapa selama beberapa hari ini teleponku nggak kamu angkat?! Apa sekarang kamu bahkan nggak peduli lagi sama ibumu?"Tiga pertanyaan berturut-turut. Nada bicaranya semakin tajam di setiap kalimat.Reagan menjawab dengan tenang, "Aku lagi dinas. Sibuk, jadi nggak sempat angkat telepon.""Kamu sekarang juga harus pulang! Sekarang! Kalau kamu nggak pulang, jangan pernah anggap aku sebagai ibumu lagi!"Mendengar nada bicara ibunya yang tidak seperti biasanya, Reagan tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa banyak bertanya, dia menutup telepon dan langsung menuju rumah lama keluarganya.Begitu sampai di depan pintu, dia mendengar suara pecahan vas bunga. Reagan berhenti sejenak, lalu masuk ke dalam rumah. "Ibu, aku sudah pulang."Mendengar suaranya, Rebecca muncul dari dalam. Tanpa menunggu, dia langsung memarahi Reagan habis-habisan."Orang macam apa yang kamu pilih?! Kalau Eva itu memang murahan, aku masih bisa terima, tapi keluarganya juga seperti preman pasar! Terutama i
Semua teman dekat di lingkungan pertemanan mereka tahu bahwa Nadine Wicaksono sangat mencintai Reagan Yudhistira. Saking cintanya, Nadine sampai tidak punya kehidupannya sendiri, seolah-olah ingin berada di dekatnya selama 24 jam sehari.Setiap kali mereka putus, belum sampai tiga hari saja Nadine akan kembali untuk meminta balikan. Di dunia ini, siapa pun mungkin bisa mengatakan kata "putus", kecuali Nadine. Ketika Reagan masuk sambil memeluk kekasih barunya, ruangan itu menjadi hening selama lima detik.Gerakan Nadine yang sedang mengupas jeruk terhenti, "Kenapa kalian semua diam? Kenapa pada lihat aku?""Nadine ...." Teman-temannya memandangnya dengan tatapan khawatir.Namun Reagan tetap santai memeluk wanita itu dan langsung duduk di sofa. "Selamat ulang tahun, Philip" ucapnya. Begitu terang-terangan, seolah-olah tidak terjadi apa pun.Nadine langsung berdiri. Ini hari ulang tahun Philip, jadi dia tidak ingin membuat kekacauan. "Aku ke toilet sebentar." Saat menutup pintu, dia mend
"Di mana kamu? Kenapa selama beberapa hari ini teleponku nggak kamu angkat?! Apa sekarang kamu bahkan nggak peduli lagi sama ibumu?"Tiga pertanyaan berturut-turut. Nada bicaranya semakin tajam di setiap kalimat.Reagan menjawab dengan tenang, "Aku lagi dinas. Sibuk, jadi nggak sempat angkat telepon.""Kamu sekarang juga harus pulang! Sekarang! Kalau kamu nggak pulang, jangan pernah anggap aku sebagai ibumu lagi!"Mendengar nada bicara ibunya yang tidak seperti biasanya, Reagan tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa banyak bertanya, dia menutup telepon dan langsung menuju rumah lama keluarganya.Begitu sampai di depan pintu, dia mendengar suara pecahan vas bunga. Reagan berhenti sejenak, lalu masuk ke dalam rumah. "Ibu, aku sudah pulang."Mendengar suaranya, Rebecca muncul dari dalam. Tanpa menunggu, dia langsung memarahi Reagan habis-habisan."Orang macam apa yang kamu pilih?! Kalau Eva itu memang murahan, aku masih bisa terima, tapi keluarganya juga seperti preman pasar! Terutama i
Keributan di luar begitu besar sehingga menarik perhatian para nyonya yang sedang berkumpul di ruang pertemuan.Ketika mereka melihat keluar, pemandangan yang mereka lihat membuat mata mereka membelalak. Rebecca dengan rambut berantakan, sedang ditarik-tarik oleh seorang wanita yang terus memakinya tanpa henti.Luar biasa! Skandal sebesar apa ini? Para nyonya saling menatap dan bertukar pandangan penuh arti. Melihat banyak orang mulai berkumpul, Lupita semakin bersemangat."Semua orang, lihat baik-baik! Ini dia wanita itu! Anaknya mempermainkan perasaan putriku, membuat putriku hamil, tapi nggak mau bertanggung jawab!""Putriku adalah gadis baik-baik, masa depannya hancur begitu saja! Bukannya meminta maaf, dia malah menghindar dan nggak mau menemui kami? Memangnya keluarga kami ini nggak punya harga diri?!"Lupita sambil berbicara mulai menggulung lengan bajunya, bersiap untuk aksi lebih lanjut."Ayo, semua rekam ini! Sebarkan videonya ke internet, biar seluruh masyarakat tahu seperti
"Kenapa satpam belum datang juga?! Cepat tahan mereka ...."Di tengah kekacauan itu, Lupita berhenti berpura-pura sopan dan berteriak lantang, suaranya menggema di lobi. "Rebecca mana?! Siapa yang namanya Rebecca?! Aku mau bicara sama Rebecca! Suruh dia keluar sekarang juga!"Dua hari sebelumnya, Lupita dan putranya, Rocky, tiba di Kota Juanin. Begitu sampai, mereka langsung pergi menjenguk Eva yang masih dirawat di rumah sakit, lalu ....Mereka tinggal di kamar pasien itu.Lupita berkata, "Kenapa harus tinggal di hotel? Hotel kan mahal! Menurutku kamar rumah sakit ini sudah cukup bagus, luas, terang, dan yang paling penting, gratis!""Tapi cuma ada satu tempat tidur. Kamu dan Rocky ....""Kenapa? Kami ibu dan anak, apa yang perlu dipermasalahkan?"Rocky yang baru saja selesai makan siang, ikut menimpali sambil membersihkan giginya, "Iya, betul! Aku dan Ibu juga sering tidur bareng di rumah. Hemat listrik, cukup pakai satu AC."Tidak peduli seberapa keras Eva mencoba membujuk mereka, h
Teddy tersenyum percaya diri. "Koneksiku jauh lebih luas daripada si Jim ... apalah tadi namanya."Kelly menatapnya selama beberapa detik dengan ekspresi aneh, sebelum berkata, "Kamu yakin mau kerja sama denganku?""Tentu saja. Kenapa? Pandanganmu itu meremehkan aku, ya?"Kelly memandangnya dari atas ke bawah, lalu dari bawah ke atas lagi.Keluarga Teddy jelas tidak perlu diragukan. Salah satu dari delapan keluarga besar di Kota Juanin, mereka berada beberapa level di atas Keluarga Tanoto.Dan Teddy sendiri, meski playboy dan punya banyak skandal, dia terlihat cukup stabil secara emosional. Bahkan tadi dia tidak membalas ketika ditampar, menunjukkan bahwa dia bisa bersikap tenang dan sedikit gentleman.Meski gaya hidupnya liar, itu tidak masalah bagi Kelly. Lagi pula, dia juga hidup dengan cara yang sama! Bagus. Mereka tidak akan saling mengatur.Kalaupun bertemu di kelab malam, mereka mungkin malah bisa bersenang-senang bersama.Yang terpenting, Teddy adalah tipe pria yang bisa dengan
Wanita itu selesai berbicara, lalu berbalik dan pergi dengan langkah tegas. Sepatu hak tingginya mengetuk lantai dengan ritme yang mantap. Teddy hanya tertawa kecil, sama sekali tidak memedulikan kutukan wanita itu.Pahitnya cinta?Huh! Omong kosong!Belum lama wanita itu pergi, seorang gadis muda keluar dari bar. Dia mengenakan rok pendek, memperlihatkan sepasang kaki panjang nan putih, rambut ikalnya terurai indah, dengan riasan wajah yang sempurna."Pak Teddy ...."Gadis itu mendekat dengan percaya diri, mengira pria itu tidak akan menolak. Namun, di luar dugaannya, Teddy justru menghindar dengan cepat. Dia mengulurkan tangannya dan malah merangkul pinggang Kelly serta menariknya ke dalam pelukannya.Kelly yang tadinya sedang asyik menonton drama, langsung terkejut. Teddy menatap gadis itu dengan santai. "Maaf ya, kamu telat datang."Gadis itu menggigit bibirnya, melirik Kelly dengan kesal, lalu pergi dengan berat hati."Pakai aku sebagai tameng?" Kelly melipat tangan di depan dada
Untuk pertama kalinya, Nadine merasakan kekaguman yang mendalam. Dia belum tahu bahwa emosi kompleks ini disebut ... kekaguman terhadap kekuatan.....Sementara itu, setelah mengantar Arnold dan Nadine pulang, Kelly berbalik arah dan mengemudi menuju bar. Perjalanannya mulus, sampai dia tiba di depan bar dan bersiap untuk parkir ....Bam!Sebuah Maserati melesat dari samping dan menabrak bagian belakang mobilnya.Kelly langsung marah. Dia membuka pintu dengan keras, turun, dan berjalan ke arah mobil tersebut."Hei! Kamu tahu cara nyetir nggak?! Gas nggak bisa kamu lepas, ya?! Di jalan begini kamu ngebut? Ngebut oke, tapi nggak lihat jalan? Mobilku setengah badan belum masuk parkiran, kamu nggak lihat atau gimana?! Sampai bisa tabrak kayak gini?!"Pintu pengemudi Maserati terbuka, seorang pria keluar dengan senyum santai. "Hah, aku kira siapa. Cuma masalah kecil, jangan marah-marah gitu."Teddy mendekati Kelly dengan wajah penuh senyum tak berdosa."Oh, ternyata kamu, Pak Teddy ...." Ke
Ketiganya keluar dari restoran."Kak, kamu ini terlalu populer. Sekelompok orang tua itu mengerubutimu seperti fans yang mengejar bias-nya.""Bias?""Oh, maksudku idola."Arnold tertawa kecil. "Hanya karena kepentingan saja, mana ada hubungannya dengan idola?"Kelly mengendus sedikit, "Kamu minum alkohol? Apa kamu nyetir tadi?""Minum sedikit. Tapi nggak nyetir.""Pas banget. Naik mobilku saja, aku antar kamu dan Nadine pulang."Mobil Kelly berhenti di mulut gang karena tidak bisa masuk. Nadine dan Arnold pun turun di sana, lalu berjalan berdampingan ke dalam gang.Langit malam cerah dengan sedikit bintang, angin malam terasa hangat dan tenang. Gang yang sunyi hanya sesekali terdengar suara kucing yang mengeong. Arnold menginjak kantong sampah, lalu karena efek alkohol, tubuhnya sedikit goyah."Kamu baik-baik saja?""Maaf, aku minum terlalu banyak malam ini."Khawatir bau alkohol di tubuhnya akan mengganggu Nadine, Arnold dengan sengaja menjaga jarak darinya. Ucapan "maaf" itu terdenga
Mengingat kejadian mabuk waktu itu, Kelly merasa agak canggung dan mengusap hidungnya. "Semuanya gara-gara ibuku. Dia memaksaku datang ke semacam pesta anak muda, yang sebenarnya cuma pesta kencan buta."Para pria dan wanita muda seperti barang dagangan, dipamerkan di depan semua orang untuk dipilih.Ibu Kelly sebenarnya sangat baik, hanya saja terlalu khawatir.Dia terus bicara soal pasangan yang statusnya tidak setara pasti tidak akan bahagia. Dia bilang, pengalaman hidup membuktikan bahwa cinta pada akhirnya tetap bergantung pada fondasi ekonomi, bla bla bla ....Kelly sangat kesal.Setelah pulang, dia membuat kesepakatan dengan ibunya. Dia setuju soal pasangan yang sepadan, tapi dia sendiri yang harus memilih. Sebagai gantinya, ibu Kelly tidak boleh lagi mengatur pesta kencan buta atau pertemuan serupa tanpa seizinnya.Nadine bertanya, "Milih sendiri?""Iya, selama keluarganya nggak terlalu buruk, ibuku pasti bisa menerimanya. Jadi gampang, aku pilih dari lingkungan kita saja!""Ka
"Olive?" Wilfred memanggilnya sekali lagi."Ada apa?""Tadi kamu telepon agen properti, mau cari rumah ya?"Hati Olive gelisah, takut Wilfred bertanya lebih jauh. Dengan nada ketus, dia menjawab, "Tanya banyak banget sih?! Apa urusannya sama kamu?!"Wilfred merasa sedikit terluka, tapi tidak menunjukkan perasaannya. "Aku 'kan pacarmu, tentu aku peduli.""Aku ini cari pacar, bukan cari bapak.""Kalau kamu merasa aku terlalu cerewet, ya ... aku akan lebih sedikit bicara mulai sekarang." Wilfred berkata hati-hati, takut membuat Olive semakin marah.Melihat Wilfred tidak bertanya lagi soal sewa rumah, Olive diam-diam menghela napas lega. Sikapnya pun mulai melunak. "Berikan padaku." Dia mengulurkan tangan."Apa?""Bubble tea di tanganmu itu, bukannya untukku?""Oh, iya! Hampir lupa ...." Wilfred tersenyum cerah.....Setelah berkutat di laboratorium selama seminggu penuh, akhirnya dua set data berhasil didapatkan. Pekerjaan mereka kini tidak terlalu mendesak lagi. Pada hari Sabtu, Nadine m