Pemandangan langit ternyata sangat menyeramkan pada malam hari. Mataku hanya menangkap gelap dan sesekali kilauan cahaya diikuti suara gemuruh yang sangat keras. Aku bisa merasakan getaran benda di sekitarku.
Aku melihat Allura sedang duduk sendirian disebuah batu besar, apa yang sedang dia lakukan malam ini aku pun tidak tahu, "Boleh aku duduk disebelahmu?" tanyaku.
"Silahkan!" Sekarang pandangannya sedikit menunduk. Suasana sempat kembali hening.
“Apakah kau marah padaku?” Ucapku Allura memberikan seringai anehnya.
Pandanganku masih terus menatapnya yang mulai termakan gelap. Tapi bukan hanya dirinya, semua terang di sekitarku juga ikut termakan dan digantikan oleh gelap.
“Kenapa kau ke sini?” Allura malah balik bertanya.
"Tempat ini terasa asing untukku, walaupun sebenarnya aku sudah terbiasa dengan keasingan ini!?"
"Maksudmu apa, aku tidak mengerti apa yang kau katakan!?" tanya Allura yang sekara
Setelah hampir dua jam perjalanan aku memutuskan untuk beristirahat sebentar untuk memikirkan kemana arah yang ingin aku pilih, karena tempat yang aku cari belum juga kutemui. Pikiranku bertanya tanya dimana aku berada sekarang? Suasana tempat itu memang terlihat biasa. Langit senja yang berwarna jingga disertai awan dengan warna senada. Matahari senja dengan cahaya jingganya terlihat dari sela-sela pohon. Serta hembusan angin sepoi sepoi seakan rerumputan menari bersamaku. Tetapi, entah kenapa aku merasa aneh dengan suasana ini. Walaupun saat itu yang ada dipandangan ini hanya terlihat pepohonan yang amat rimbun.Di sebuah pohon besar tempat aku melamun, mengkhayal tentang segala hal yang aku inginkan.“konyol!?” ya, memang sangat konyol keinginanku ini.“mustahil!?” itu memang benar, keinginanku ini memang sangat mustahil untuk terjadi. Tapi memang benar-benar aku sangat ingin keinginan yang sering menjadi judul dalam khayalanku itu terjadi
Lolongan binatang malam mulai terdengar sayup suara angin senja pun mulai hilang,sekarang aku menurunkan pundakku hampir tidak percaya sampai saat ini juga aku belum bisa menemukan petunjuk apa pun dari tempat yang aku cari, benar-benar frustasi dengan semua yang kulakukan ini.Apakah semua ini hanya akan menjadi kesia-siaan saja. Sedari tadi yang kutemui hanya keputusasaan, dimana sekarang aku berada sebenarnya pun aku tidak tahu.Aku sempat berpikir kalau batu kristal itu sebenarnya tidak ada, atau bahkan sudah didapatkan oleh komlpotan profesor Azura. Sehingga peejalananku ditempat ini hanyalah sia-sia saja.Tak lama Allura muncul setelah aku terlihat berputus asa di dalam perjalananku, "Kau masih ingin melanjutkan perjalanan ini Akira!?" cetus Allura."Apa maksudmu, tentu saja aku harus mencari kristal itu!" elak aku, sebenarnya aku juga mulai tak yakin dengan apa yang kulakukan ini."Sebaiknya kau menyerah saja Akira! mungkin kau tidak a
Aku terbang ke udara mengendarai papan terbangku, tapi tiba-tiba saja sang naga muncul menerobos pepohonan yang rimbun dan kemudian mengejarku sambil terus menyerang dengan semburan apinya itu, aku semakin panik lalu mencepatkan pelarianku darinya. Beberapa kali aku bisa menghindari semburan api yang keluar dari mulutnya itu. Tapi apa daya tubuhku semakin lelah dengan pelarian ini, saat ia sekali lagi menyerangku dengan semburannya, api itu hampir terkena bagian tubuhku dan aku pun tidak dapat mengendalikan diri lagi, keseimbanganku tergoyahkan sehingga membuatku terjatuh dari atas papan terbangku menyusur melewati pepohonan pada akhirnya tergeletak ditanah. "Arrrgh!!"Cahaya keemas-emasan menembus selaput meniadakan gelap itu, cahayanya mengantar ke dalam ruang dimensi semu. Putih, hampa, luas sejauh mata memandang. Ada pergerakan yang berdesir deras di rongga telinga, ia melaju sangat cepat dan lurus namun tak terlihat apapun. Menghimpit secara perlahan, ada insting yang me
Setelah melewati ruang waktu, aku benar-benar terkejut saat itu. Tidak percaya dengan apa yang telah terjadi, aku seperti tidak mengenali tempatku berpijak sekarang. Begitu asing. "Apa yang sudah terjadi!?" Rumah profesor sudah rata tak nampak lagi bentuknya, seperti habis terkena serangan. Hatiku begitu cemas saat itu, aku memalingkan mata keseliling tempat tersebut hancur semuanya, "Dimana mereka semua, Belinda!" tubuhku seketika lemas hingga bersimpuh ditanah. "Arrrggghh!!!!" teriak aku dengan tangan terkepal memukul ketanah.Malam berselimut asap pekat di kota itu. Suara bising mesin-mesin kendaraan berlalu-lalang, Gemerlap cahaya warna-warni lampu kota telah membutakan penduduk yang berdesakan tinggal di dalamnya. Angin malam menyerbak, membekukan hingga ke rongga-rongga tulang, seakan meneror penduduknya untuk tetap terjaga dalam realita, seakan meneror penduduknya takluk dalam mimpi-mimpi tiada akhir.Terlihat dari atas langit di balik awan. Melesat sebuah
Mataku mengerjap, aku terbangun di atas sofa yang ada di laboratorium kecil. Pemandangan pertama yang aku lihat adalah profesor Javier yang sedang sibuk melakukan pekerjaannya. Kepalaku nyeri bukan main, aku tidak mampu mengingat apa yang terjadi denganku.Aku memperhatikan tempat itu lampunya sedikit redup. Lantainya pun kotor seperti tempat yang jarang sekali dipakai. Atap-atap mulai berlubang di sana-sini dan juga rapuh.“Tempat apa ini prof?” gumam aku pelan.aku beranjak berdiri dengan langkah gemetar. Di ambang pintu, Mario menoleh ke arahku. Dengan cepat ia beranjak mendekat ke arahku."Kau sudah sadar Akira!?" kata profesor."Biar aku bantu,” tawar Mario.Aku mengulurkan tangan karena tubuhku sedikit sulit digerakan.Mario memapahku ke meja makan kemudian duduk berhadapan. Hidangan di atas meja mengeluarkan aroma yang membuat aku lapar. Aku menelan ludah sendiri, memegangi perutku yang bergemuruh. Memang sudah be
Malam yang kutunggu telah tiba. Aku berdiri tegap layaknya seseorang yang sedang menyiapkan dirinya untuk masuk ke dalam ruang kesunyian.Pukul 21.00. Waktu dimana hampir separuh manusia mulai tertidur. Termasuk aku. Tapi, aku mempunyai sebuah alasan tersendiri kenapa aku begitu gugup untuk tidur.Ketika angin berhembus kencang, aku melihat pohon-pohon yang bergoyang di hadapanku. Pasti akan terasa melelahkan bagi dedaunan yang melekat pada cabang pohon rapuh.Seperti cabang yang berusaha menggenggam daun dengan erat. Semuanya sia-sia kala angin hadir dan membawanya pergi tanpa arah.Tiba-tiba saja terdengar suara bisikan, aku mendengarnya beberapa kali, dari dalam hutan. Entah apa itu? tapi tanpa sadar aku melangkahkan kaki ke dalam sana. Aku mencari sumber suara tersebut.Ada sebuah sinar di ujung sebelah barat, menyita perhatianku. Sinar putih yang semula kecil, lalu bermetamorfosis menjadi besar lalu membesar hingga mega giga besar.Sementara
Hari ini sudah datang, hari yang menentukan segalanya.Sesuatu akan berakhir hari ini, entah itu aku, kami, atau pun mereka.Ini adalah saat-saat terakhir untuk kita semua, kematian adalah takdir yang terpampang jelas di hadapan kami.Profesor Javier sudah menyatukan kristal dengan Arloji milikku dan Mario. Tapi kami belum tahu kekuatan apa yang akan dihasilkan oleh benda yang kami pakai sekarang ini.Kami berdua berdiri di bawah gempuran para musuh, robot yang kami lawan. Di sebuah kota yang tadinya terlihat damai kini menjadi ladang pembantaian. Saat ini, tengah terjadi sebuah perang penentuan. Pasukan musuh yang terkenal akan kebarbaran dan kekejaman mereka yang tak kenal ampun, berusaha menghancurkan yang ada di tempat itu, dimana aku berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkan mereka satu persatu.Sedari tadi aku tidak melihat profesor Azura yang sangat ingin kubunuh jika bertemu, bahkan aku belum tahu keberadaan kekasihku Belinda ada dimana?
Aku mengenali sosok yang baru saja datang dihadapan kami saat ini, dia adalah wanita pemanah yang pernah aku temui. Melihatnya aku langsung bersiaga, karena aku tahu dia dari pihak musuh. Mungkin saja dia akan melakukan serangan secara tiba-tiba.Wanita itu mendengus ketika melihat reaksi sigapku, "Tenang agen Akira, kau tidak perlu khawatir dengan kedatanganku." ujar wanita itu."Siapa dia Akira!?" tanya Mario."Dia musuh yang pernah aku hadapi, berhati-hatilah kalian!" perintah aku."Aku datang untuk menikmati pertempuran ini, tapi tidak untuk melawan kalian." ujarnya."Apa maksudmu!?" tanyaku."Namaku Lyara, sekarang aku akan membantu kalian." berseru dia membuat aku tersentak dengan ucapannya itu, sekarang dia malah berpihak kepada kami. "Aku akan urus sisanya, aku harap kau bisa mengalahkan naga itu Akira!" lanjutnya sambil berbalik badan lalu menyerang para robot dan monster yang masih tersisa.Sementara itu sang naga semakin me
Di depan kami samar-samar sudah terlihat gerbang barat sebuah desa, sesampainya di gerbang kami sangat terkejut, beberapa bagian benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau kami akan datang. Kami segera berjalan menuju ke tengah desa. Alvar menuju ke papan pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Kami berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi?"Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa kalian ini?” tanya Alvar keras kepada para warga yang menyambut kedatangankami."Desa ini telah diserang banyak kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan mempertahankan desa ini, namum mereka sepertinya sudah sulit untuk bisa di kendalikan.” jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga."Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan.”
Malam sedang membawaku berjalan di atas roda mimpi yang berputar kala tidur lelapku. Ya, berjalan, bukan berlari. Karena aku ingin menikmati setiap alunan khayalan yang melintas di depanku. Sekelilingku putih, sangat putih tak berujung. Aku terus berjalan dan berjalan hingga putih di sekitarku semakin lama semakin redup ditelan kegelapan. Kemudian aku mendengar bunyi “Tik..tok..tik..tok..” Seperti suara mesin jam yang sedang mengayun jarum detiknya.Aku juga melihat seperti ada sinar dari luar yang menembus ke dalam duniaku. Bola mataku bergerak ke kiri dan ke kanan. Tempat ini sepertinya tidak asing. Aku teliti lagi dan mencoba mengingat tempat ini. Lalu aku merasakan getaran pada pergelangan tanganku seiring dengan suara yang juga tidak asing."Akira! Kau dimana!?" ternyata itu suara profesor Javier, "Prof.." sebelum aku menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja suara itu lenyap seketika.Jalanan sangat sepi, bulan masih tersenyum cerah. Lampu jalan masi
Tanganku meraba-raba sekitar. Basah. Perlahan, aku menyadari aroma yang menguar dari tempatku berada. Daun. Kelopak mataku terbuka. Pupil mataku mulai menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang hampir kembali keperaduannya. Setelah terbuka sepenuhnya, aku terduduk dan menatap sekitar. Padang rumput. Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan mengikuti ke mana pun kakiku melangkah. Sebulir peluh menetes melewati rahangku. Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui pembuluh darahku. Tak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Menjemput maut yang siap menyambut kematianku. Tubuhku telah bermandi keringat. Kali ini aku semakin merajalela. Menanggalkan alas kakiku, berlari dan terus berlari, tanpa mempedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk. Aku bisa saja berhenti. M
Aku percaya tiap kehidupan -baik yang dulu, sekarang, maupun di masa depan kelak- memiliki tujuannya masing-masing. Aku memalingkan wajahku ke arah seorang pemuda yang tegap berdiri di tengah-tengah cekungan bekas dari pertarungan.Berkali-kali aku menarik napas dengan cepat hingga menimbulkan suara dengusan yang bisa terdengar oleh orang yang ada di sekitarku.Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu menggangguku, "Akira jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya, dia hanya ingin membuatmu lupa akan dirimu sendiri.. Dia berusaha menyinggung tentang masa lalumu itu." ucap Alvar."Apa kau tidak percaya Akira!? raja kegelapan bisa menghidupkan orang yang telah mati untuk dijadikan pengikutnya. Dengan kata lain temanmu itu sudah di jadikan boneka oleh raja kegelapan untuk menjalani ke inginannya." ujar Cahir."Sudah cukup Cahir, kau terlalu banyak berbual. Apa tujuanmu datang kesini hanya untuk
Sementara itu saat ini suasana semakin mencekam, aku bisa melihat aura kemarahan antara Alvar dan Jugo. Mereka sudah siap menyerang dengan senjatanya masing-masing. "Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini, dari pada kau terus menghalangi perjalanan kami saat ini." tantang Alvar."Kalau itu maumu, aku akan menerimanya. Tapi hari ini aku hanya ingin bertarung dengan Akira, menurutku kau sangat mudah untuk di kalahkan. Sekarang aku ingin menjajal kekuatan dari seorang yang sudah lama di ramalkan untuk menyelamatkan negeri ini." ucap Jugo seakan merendahkan Alvar saat itu.Alvar pun tidak terima karena Jugo sudah meremehkannya saat itu, "Kau jangan banyak bicara Jugo. Kekuatanmu tak sebanding dengan Akira, bahkan kupastikan untuk mengalahkanku pun kau tidak akan sanggup sekarang!" geram Alvar."Aku tidak sepertimu Alvar, kekuatanku sudah terlatih selama ini. Negeri ini bahkan bergantung pada diriku!" ucap Jugo yang semakin congkak."Kalau begitu kau akan
Tetesan air langit kini tiada lagi berhamburan ke bumi. Sang raja cahaya kini mulai menampakkan dirinya yang tersipu malu, terhalang oleh mega. Di balik celah-celah batuan terjal kaki gunung melesat kilatan-kilatan cahaya teduh dan cerah. Menghapus warna hitam di langit saat ini. Pagi telah menyambutku.Suara napasku yang beradu cepat bersama langkah kakiku yang sedang berlari. Ku lewati pohon-pohon besar di depanku. Aku sudah tak peduli bagaimana penampilanku sekarang, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sampai di tujuanku dengan cepat dan selamat."Sebuah danau!" ujar Alvar.Aku dan Alvar menghentikan langkah sementara ketika kami sampai di sebuah sungai di hadapan kami sekarang, kami yang kehausan karena sepanjang hari sudah berlari dan bertarung dengan beberapa musuh di perjalanan pun meminum air dari sungai tersebut, dan menyimpannya sedikit untuk bekal melanjutkan perjalanan."Kita akan beristirahat sebentar disini Alvar!" ujar aku.
Kami mencoba mengobati kekhawatiran dengan menggumamkan beberapa bait lagu tentang musim panen sambil berjalan diantara pohon-pohon ek yang besar dan berlumut. Matahari sudah terbenam sekitar satu jam yang lalu, kegelapan total mulai turun dan bulan muda belum terbit. Kami melihat sekeliling, memasang telinga untuk gerakan atau suara apapun yang tampak berbahaya.Kami tak mendengar apapun selain suara burung hantu dan jangkrik, kami juga tak melihat apapun selain deretan pepohonan dan semak belukar di sekitar tempat itu. kami kembali menggumamkan lagu sampai telinga ini mendengar suara kemeresak tepat di belakang.Secepat kilat kami berbalik, mencabut busur dan sedetik kemudian sebuah anak panah sudah terpasang. Mata kami mengarah tajam kearah belukar dibelakang, darah ini mengalir lebih cepat dalam nadinya, suara degup jantung terdengar bertalu-talu ditelinga sendiri.Perlahan kami mendekati sumber suara dan tiba-tiba belukar itu bergoyang. Kami terlonjak, mena
"Jarak antara tempat ini ke Haven sekitar dua bulan perjalanan jika ditempuh dengan berjalan kaki,” kata Alvar, “Kau tak akan sampai ke Haven tepat waktu tanpa kuda.”Temannya itu tertawa pahit sambil membalik kelinci panggang yang dijerangnya di atas api.“Beruntungnya aku karena kuda yang kubawa dari Yelow Gate terluka parah dan akhirnya mati ketika aku diserang segerombolan Dargo di dekat Creek Hollow,” Bale menggeram dan meludahkan kata Dargo seperti kutukan, “Aku sangat beruntung berhasil membantai sebagian besar dari mereka tanpa terluka. Kuku-kuku mereka seperti dilumuri racun.”Wajah Alvar menjadi semakin suram setelah mendengar cerita rekannya itu. Dargo memang suka membuat onar dan menyerang para pelancong yang melintas di dekat sarang mereka. Namun seingat Alvar jalan besar di Creek Hollow berjarak puluhan league dari Pegunungan Berbatu, dimana gua-gua Dargo berada."Bawalah kepingan uang ini bersamamu, mun
Ketika sudah semakin larut malam, kami memutuskan untuk berhenti dan beristirahat. Karena keadaan di sekitar tempat kami berpijak sekarang tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan dikarenakan kabut asap yang semakin tebal, padangan kami benar-benar di butakan karena hal itu. Kami tidak tahu kondisi yang kami lewati di depan bagaimana, tapi melihat kejadian yang terjadi pada Alvar tadi, kemungkinan masih banyak jalan yang berbahaya untuk kami lewati.Aku terperanjat bangun dari tidur setelah mendengar suara lolongan serigala di kejauhan, begitu juga Alvar karena terkejut yang mendengar aku bangun secara tiba-tiba. Kami segera bangkit duduk dari alas tidur dan melingkarkan jari-jari ini di gagang pedang yang tak pernah jauh dari tubuh kami untuk berjaga-jaga. "Ada apa Akira!?" tanya Alvar."Tidak apa, perasaanku tidak enak. Aku kira ada yang memperhatikan kita sekarang." jawab aku.Aku tak pernah menyukai serigala. Terlalu banyak pengalaman buruk tentang me