Lelaki itu mendecak sebal. “Lemah sekali! Hanya sekali tamparan saja sudah pingsan. Padahal aku ingin menikmati dirinya saat kamu sadar. Bagaimana kamu bisa merasakan tubuhku di dalam dirimu,”Ia mengusap dagunya.Lelaki itu menelepon orang suruhannya lagi.“Bawa dia ke cottage sekarang!”Ia berjalan meninggalkan Selina seorang diri di dalam mobilnya.Orang suruhannya yang ternyata berada di belakang mobilnya, langsung menghampirinya. Dua orang lelaki berpakaian hitam. Yang satu berkulit coklat terang dan yang satu lagi berkulit coklat busuk. Perkiraan usia mereka sekitar tiga puluhan.“Siap Bos!”Mereka berusaha membawa Selina dari dalam mobil. Selina yang baru saja sadar setelah syok hingga membuatnya pingsan langsung berteriak lagi.“Tolong!” jeritnya. “Lepasin!”Salah satu orang suruhan lelaki itu membekap mulutnya, mengikat matanya dengan kain dan yang lain mengunci tangannya ke belakang. Mereka menyeret Selina menuju cottage, penginapan.Bugh,Terdengar suara seseorang menyerang
118.Mahendra panik. Ia terlalu fokus dengan dirinya sehingga mengabaikan Alana yang jelas-jelas kedinginan karena terserang hipotermia. Ia langsung menangkap tubuh Alana bahkan sampai melemparkan surat kontrak itu entah kemana. Tak peduli dengan secarik kertas itu. Yang ia pedulikan kini apa yang berada di hadapannya. Lalu mau tak mau ia membuka pakaiannya dengan sedikit memaksa. Perlahan ia melepaskan tanktopnya lalu celana pendeknya dan semua yang melekat.Ada desir aneh yang merambat melihat sosok istri kecilnya. Gadis itu terlihat imut dan menggemaskan. Maklumlah ia lelaki normal. Namun sedetik kemudian ia menyangkal lagi, Alana istrinya tetapi tetap menurutnya ia adalah orang lain. Um, ia menganggapnya seperti orang asing.Alana tak menolak sama sekali. Ia benar-benar kedinginan dan sudah pasrah. Suhu tubuhnya di bawah tiga puluh lima derajat celcius. Sangat dingin hingga wajahnya tampak pucat. Mahendra membopongnya ke atas ranjang dan menyelimutinya dengan selimut tebal sehingg
Adam terkekeh mendengar permintaan adiknya.“Emang salah aku minta belajar bela diri?” ucap Selina mendelik pada kakaknya yang terlihat usil.“Nggak salah,” singkat Adam sembari menahan tawa. Lalu ia meraih lemon tea hangat dan meneguknya perlahan.“Kalau kamu serius, ada Teteh santri yang bisa bela diri, silat. Dia bisa mengajarimu dari nol. Kamu juga bisa belajar di lingkungan pesantren,” sahut Ummi Sarah. “Um, Ummi penasaran aja, kenapa tiba-tiba, tak ada angin, tak ada hujan kamu kepengen belajar bela diri? Soalnya setahu Ummi waktu belajar silat kamu hanya sampai jurus dasar sudah berhenti. Pas latihan karate gak jadi karena disuruh berlari dengan kaki telanjang gak mau, pas minta boxing takut ketonjok,” Ummi Sarah tersenyum.“Buat bela diri aja Ummi, Abah. Minimal aku bisa melindungi diriku sendiri. Tanpa bantuan orang lain. Selama ini aku juga selalu merepotkan Aa Adam. Sudah saatnya aku mandiri,”Mendengar permintaan Selina, Ustaz Bashor malah menaruh curiga. Sebenarnya apa y
“Perumahan Elit Cianjur …”Ustaz Bashor mengejanya. “Coba jelaskan ini apa Adam?”Ustaz Bashor mengangkat kertas itu.Tak hanya Ustaz Bashor, Selina pun menunggu jawaban Adam.“Um, anu, Abah, itu rumah. Aku beli rumah setahun yang lalu dan hari ini aku akan melunasinya,” jawab Adam dengan sedikit gugup. “Hasil laba toko,”“Masyaallah! Bagus idemu! Harga rumah dan tanah memang selalu bagus,”Ustaz Bashor menepuk pundaknya lalu seketika melengos pergi meninggalkan Adam dengan segudang tanya.Adam seketika bergeming, ia mengira Ustaz Bashor akan marah. Ternyata Ustaz Bashor terlihat biasa saja mendengar penuturan Adam. Ia pun menghela nafas panjang.‘Syukurlah! Aku belum siap, sumpah! Aku malu banget sama Abah,’ batinnya.Oh ho,Selina pura-pura batuk, menggoda sang kakak. Seperti halnya Ustaz Bashor, ia pun mencekal tangan Adam.“Tunggu! Jelaskan ini apa Mohammad Adam Husain!” katanya menirukan Ustaz Bashor yang ngebas.“Dasar!” sahut Adam merapikan berkas tadi lalu mengusel-usel kepala
Aqsa takut jika Mahendra merasa menang dan terus mendekati Selina apalagi setelah tahu jika dirinya menikah dengan perempuan lain. Padahal Mahendra juga sudah menikah.Aqsa menggeser tubuhnya agar tak terlihat oleh Mahendra sedangkan Mahendra fokus menikmati hidangan, sarapannya yang sederhana, waffle dengan toping buah dan segelas lemon tea dengan madu. Ia tak menambahkan gula karena tengah menjaga pola makan yang sehat.Tak selang lama menu sarapan Aqsa pun tiba. Ia langsung melahap panekuk dan segelas lemon tea dengan madu.“Mas nunggu lama?” tanya Zahrana yang ternyata sudah tiba di sana. Padahal Aqsa berniat menyelesaikan sarapannya secepat mungkin dan pergi dari cafe itu.Oh, hoAqsa terbatuk saat menelan sepotong kecil panekuknya. “Air!”“Ini Mas! Maaf aku ngagetin Mas,” ucap Zahrana sembari menyodorkan air mineral.“Makasih,”“Sama-sama.”“Kenalin, ini teman baruku Mas!” kata Zahrana memperkenalkan seorang gadis muda cantik dengan pakaian kasual.“Halo! Aku Alana,” ucapnya hen
“Halo, Aqsa! Bagaimana kabarmu?”Mahendra lebih dulu menyapa Aqsa. Ia mengulurkan tangannya lalu mau tak mau Aqsa pun menyambut tangannya dengan raut kesal yang terpendam. Seringai tipis di wajah Mahendra jelas, terpampang nyata, menunjukan seringai kemenangan.Alana yang mendengarnya terperangah. “Bang Andra, kenal suaminya Mbak Zahrana?”“Kenal dong, kawan la-ma,” jawab Mahendra terlihat santai. “Saya Mahendra. Panggil saja Andra,” katanya menghadap Zahrana.“Saya Zahrana,” sahut Zahrana dengan tersenyum tipis. “Eh, silahkan duduk dulu!” Zahrana melirik Aqsa yang terlihat kurang nyaman atas kehadiran Mahendra. Zahrana lupa jika Aqsa pernah cerita, ia memang pernah bertemu dengan dokter itu. Zahrana merasa bersalah karena ia mengajak Alana bergabung bersama mereka. Ia tak tahu jika kakak Alana itu lelaki yang datang taaruf pada Selina, pikirnya.Mahendra pun ikut duduk bersama Alana, saling berhadap-hadapan dengan Aqsa dan Zahrana. Mahendra melambaikan tangannya pada pramusaji lalu
Sesuai janji, Selina membelikan pizza untuk sang kakak sebagai bentuk ucapan terima kasih karena sudah mengajarinya martial art self defense. Selepas makan pizza,tiga saudara berkumpul; Hawa, Adam dan Selina. Mereka tampak bahagia, karena jarang bertemu seperti itu dikarenakan sibuk dengan urusan masing-masing. Ustaz Bashor dan Ummi Sarah ikut bahagia bisa berkumpul lengkap dengan ke tiga anaknya.“Jadi, siapa yang mau nikah nyusul teteh? Adam dulu atau Selina?” tanya Hawa menggoda ke dua adiknya. Adam hanya diam, berusaha tidak terpancing perkataan sang kakak. Sebab, ia sadar pasti abah atau Selina telah menceritakan soal rumah yang dibeli Adam padanya. Mereka mencurigai Adam.Rumah untuk apa?AtauRumah untuk siapa?Perkara rumah bisa menjadi sebuah topik pembicaraan yang cukup serius.“Aa Adam dulu!” seru Selina sembari saling melempar senyum dengan sang kakak. “Kalau kata orang sunda mah pamali, ngarunghal; ngeduluin kakak. Nih, jadinya gak jadi terus,”Selina tampak lebih santai.
Sebelum berangkat ke Jakarta, Selina berusaha membujuk Ustaz Bashor untuk tidak mengajak santriwati yang akan mengawalnya selama di sana. Dia sudah merajuk, memelas dan membuat sejuta alasan agar membatalkannya. Namun, nihil, Ustaz Bashor begitu mencemaskan putrinya itu mengingat putrinya sangat cantik, takut menjadi incaran para lelaki apalagi lelaki kota. Ia pun sempat menyuruhnya memakai niqab alias cadar tetapi menolak dengan alasan belum siap.“Abah, please! Ada teman guru yang menemani kok. Um, bukan menemani, mereka juga sama sepertiku ditugasi sekolah untuk membimbing anak-anak lomba. Bahkan mereka lebih muda dariku. Apalagi anak murid, mereka bukan muda lagi Bah, tapi mereka masih remaja. Aku malu sekali dengan muridku Abah,” rengek Selina. “Orang tua mereka saja percaya sama gurunya. Mereka mempercayai kami para guru menjaga mereka selama di sana.”Ustaz Bashor tak berkomentar apa-apa. Bukan ia tak percaya pada Selina, lebih kepada menjaganya. Untuk saat ini Selina dari segi