Albi berada di ruang kerjanya yang ada di rumah, ia memijat pelipisnya pelan. Sekarang ia harus waspada, Alex benar-benar membuktikan ancamannya. Sekarang yang ada dipikirannya adalah keselematan twins. Bagaimana jika tadi dirinya tak bisa menemukan keberadaan twins? Pasti ia akan menyalahkan diri sendiri.
Hilda sudah dibawa oleh Alex, dan ia sama sekali tak tau bagaimana keadaan perempuan itu. Dapat dirinya pastikan Alex akan berbuat hal 'gila' kepada Hilda, mengingat laki-laki itu seorang psikopat. Ada sedikit rasa khawatir, namun ia menepis rasa itu sebab Hilda bukan siapa-siapanya sekarang jadi untuk apa khawatir?
Tok
Tok
Tok
Saat asik bergelut dengan pemikirannya, ia dikejutkan dengan suara ketukan pintu. Sama sekali tak ada niatan untuk berdiri membukakan pintu atau sekadar berbicara. Beberapa detik kemudian pintu terbuka, matanya melihat Cakra kini berjalan ke
Albi berada di depan gerbang rumah yang ia yakini jika Alex berada di sana. Ia tak sendiri, ada Cakra di sampingnya. Juga puluhan bodyguard di belakang lengkap dengan senjata di tangannnya. Dengan bersedekap dada, Albi berdiri menyaksikan salah satu bodyguard menggedor-gedor pagar.Cukup keras dan memekikkan telinga, namun pemilik rumah tak kunjung keluar membuat kesabaran Albi habis. Sampai akhirnya ia mengambil pistol dari balik jas hitamnya. Ia arahkan pistol ke atas, di tarik pelatuknya oleh Albi dan....DorSuara tembakan terdengar, Albi meniup ujung pistolnya lalu kembali memasukkan ke dalam jasnya. Hingga terdengar suara tarikan gerbang, perlahan namun pasti gerbang terbuka menampilkan bagian depan rumah mewah ini. Dapat Albi lihat jika Alex berdiri dengan santainya."Selamat datang Albiru," sapa Alex yang kini berdiri berhadapan dengan Albi."Tak u
Malam harinya, Zeta masih berada di kediaman Albi. Saat ini ia tengah mengemasi pakaiannya sebab dirinya akan pulang ke apartemen. Lagipula twins sudah baik-baik saja, jadi untuk apa ia berada di sini? Setelah menghabiskan waktu setengah jam, akhirnya baju-bajunya sudah masuk ke dalam tas.Bajunya cuma sedikit, jadi ia tak kesusahan membawanya. Twins sendiri hanya duduk di sofa menyaksikan kegiatannya. Nathan memasang ekspresi sedih, jika Syika asik menghisap es krim. Lantas dirinya menghampiri mereka dan berjongkok di depan."Mama pulang ya...." pamit Zeta."Nanti mama ke sini lagi?" tanya Nathan.Zeta tertawa kecil. "Kalau ada waktu," jawab Zeta lalu menoel hidung Nathan dengan gemas."Yuk keluar," ajak Zeta.Mereka bertiga keluar dari kamar, sesampainya di ruang tamu Zeta melihat Albi bertelanjang dada. Dengan reflek ia
Seperti apa yang dikatakan tempo hari lalu, kini Vio dan Zeta berada di dalam mobil. Mereka tengah mencari keberadaan saudara Vio yang dikabarkan berpacaran dengan Feli. Mereka memakai mobil Vio, sedari tadi Zeta menelfon asisten Zio guna menanyakan keberadaan Feli.Sebab asisten Zio ditugaskan untuk memantau setiap pergerakan Feli. Sembari menyetir, Vio juga turut melacak keberadaan kakaknya itu. Dia sendiri menyetir mobil dengan kecepatan di bawah rata-rata."Udah dapet info?" tanya Vio kepada Zeta."Katanya mereka ada di salah satu perusahaan Lixston," jawab Zeta seraya mematikan sambungan telfonnya."Buat apa kakak ke sana?" beo Vio tak paham."Coba aja kita ke perusahaan Lixston," usul Zeta."Kita akan dapat pengusiran nanti," balas Vio."Kita akan tetap stay di mobil, setelah kakakmu atau Feli kel
Zeta dan Vio masih berada di kediaman Geri, mereka duduk di ruang tamu yang tentunya bukan ruang tamu depan tadi. Sebab Vio tak sudi duduk di sana, tempat yang kotor dalam artian lain. Sejak 10 menit yang lalu suasana hening, hingga Zeta berdeham membuat sepasang kakak dan adik itu saling pandang."Kakak mau ninggalin Feli?" tanya Vio dengan suara pelan namun masih dapat di dengar oleh telinga."Enggak bisa kan? Yaudah kalau gitu," ucap Vio lalu berdiri."Kamu mau ke mana? Jangan pergi, Vio!" cegah Geri."Yuk kita pulang," ajak Vio kepada Zeta tanpa mempedulikan ucapan Geri.Dengan anggukan kaku, Zeta berdiri ia membiarkan Vio berjalan lebih dahulu. Secepat kilat ia menghalangi Geri yang akan menyusul Vio, ia dan Geri saling pandang selama beberapa saat."Feli tak sebaik apa yang kau kira, saya sendiri yang menjadi kerban k
Zeta berlari menuju ruang kerja Albi, setelah ditelepon Cakra ia langsung bergegas menuju ke sini tanpa memperhatikan apapaun. Akhirnya ia sampai tepat di depan ruangan Albi, dengan rasa bersalah ia masuk ke dalam. Namun tak menemukan siapapun.Beberapa kali ia memanggil Albi namun tak ada sahutan. Sampai akhirnya ia mendengar suara pintu dibuka, ia melihat ke belakang dan melihat Cakra. Laki-laki itu mendekat ke arahnya dengan nafas terengah-engah."Di mana, Albi?" tanya Zeta."Dia pergi enggak tau ke mana," jawab Cakra setelah nafasnya teratur."Aku harus gimana?" tanyaku panik."Susul dia," jawab Cakra yang juga ikut panik."Ke mana?" tanya Zeta dengan nada tak santai."Enggak tau!" jawab Cakra juga dengan nada tak santai.Jujur saja, ia ingin memakan Cakra hidup-hidup, akh
Zeta dan Albi berada di dalam proyek hotel yang kini sudah hancur rata dengan tanah. Suara ambulan dan mobil pemadam kebakaran saling bersahutan seolah tak ada yang mau mengalah. Mereka berdua berdiri berjejer, jarak 100 meter ke depan mereka melihat para korban yang silih berganti di temukan.Zeta meringis melihat secara langsung luka para korban yang bisa di bilang cukup parah. Di sudut sana para pemadam kebakaran mencoba untuk memadamkan api, asapnya hitam pekat dan abunya berkeliaran di udara. Tak ada yang tersisa selain puing-puing bangunan."Semua sudah hancur, tak ada yang bisa di selamatkan atau di perbaiki," ucap Albi."Aku takut melihat mereka," balas Zeta dengan suara cukup pelan, apalagi baru saja dirinya melihat seorang pekerja dipapah dengan darah mengalir dari beberapa anggota tubuhnya."Kau pulang saja, biar saya yang mengurus masalah di sini," ujar Albi.
Zeta terkejut mendapati teriakan Albi, ia melihat ke arah Albi yang saat ini berlari ke arahnya. Hingga akhirnya ia melihat ke atas. Ada puing besar hendak jatuh, ingin melangkah pergi namun puing itu keburu jatuh ke bawah. Hingga tiba-tiba tubuhnya di dorong oleh seseorang hingga jatuh ke samping.Pelakunya ialah Albi, namun saat dia ingin berlari menghindar ada sebuah kawat besi menghalangi jalannya. Seketika ia tersandung, karena permukaan tanah yang miring ia berguling-guling ke bawah. Kepalanya membentur bongkahan batu yang cukup besar."ALBI!" Suara nyaring benturan di kepalanya, bebarengan dengan suara teriakan Zeta.Albi tergeletak dengan mata sayu, ia menikmati rasa sakit di kepalanya. Ia masih sadar, dan melihat Zeta duduk di sampingnya. Dirinya tersenyum kecil melihat Zeta menangis, semua orang mengerubungi dirinya. Ia berdiri di bantu dengan Cakra, bajunya sudah kotor.
Albi bertemu dengan pihak-pihak yang ikut andil dalam pembuatan proyek ini. Semua orang menyudutkan dirinya, dan ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Ia duduk di meja paling ujung, di sini juga ada Zeta yang menemanimu dirinya. Untuk sekarang ia mencoba untuk tak tersulut emosi."Bapak kalau ada masalah pribadi jangan melibatkan proyek kerja sama kita!""Kami semua kecewa dengan hal ini. Sangat disayangkan Pak Albi berbuat se ceroboh ini!""Berita ini sudah jelas jika penghancuran proyek ada unsur kesengajaan. Saya tidak bisa menoleransi sikap bapak yang seperti ini!""Jika seperti ini saya menyesal bekerja sama dengan bapak!""Mohon untuk tidak menyudutkan satu pihak saja, di sini kita akan membicarakan baik-baik. Tolong pahami posisi atasan saya!" ucap Zeta yang membuat susana kembali hening.Albi menghela nafas, ia mencoba menghilangkan rasa pusing