26. Tidak PeduliAku terbangun tepat pada pukul dua pagi. Di mana hampir saja aku juga menjerit karena mendapati wajah Kelabu cukup dekat dengan wajahku. Seakan tahu aku akan tebangun, dia malah tersenyum cerah seraya berucap, "Hai" dengan semangat. Tidak ada ekspresi terkejut. "Sejak kapan di sini?" tanyaku setelah mengatur rasa keterkejutanku. "Sejak kamu tidur," balasnya santai. "Kamu ga ngantuk emang?" tanyaku iseng. Dia menggeleng cepat, membuatku menaikkan satu alis. Baru kali ini aku mendapati manusia yang tahan dengan kantuk. Mengedikkan bahu acuh, kesadaranku kembali pecah. Memikirkan mimpi yang baru saja kualami. Mimpi yang begitu aneh dan sulit kupahami. Sebenarnya mimpi itu sedang mencoba memberitahukan apa? "Sayang.""Hah? Eh?" Reflek aku menoleh menatap Kelabu yang bertopang dagu dengan tangan kanannya. Dia terkekeh mendapati ekspresiku yang mungkin lucu di wajahnya. "Giliran dipanggil sayang aja noleh," ucapnya menggodaku. "Emang daritadi kamu manggil aku?" tanya
26. Tidak PeduliAku terbangun tepat pada pukul dua pagi. Di mana hampir saja aku juga menjerit karena mendapati wajah Kelabu cukup dekat dengan wajahku. Seakan tahu aku akan tebangun, dia malah tersenyum cerah seraya berucap, "Hai" dengan semangat. Tidak ada ekspresi terkejut. "Sejak kapan di sini?" tanyaku setelah mengatur rasa keterkejutanku. "Sejak kamu tidur," balasnya santai. "Kamu ga ngantuk emang?" tanyaku iseng. Dia menggeleng cepat, membuatku menaikkan satu alis. Baru kali ini aku mendapati manusia yang tahan dengan kantuk. Mengedikkan bahu acuh, kesadaranku kembali pecah. Memikirkan mimpi yang baru saja kualami. Mimpi yang begitu aneh dan sulit kupahami. Sebenarnya mimpi itu sedang mencoba memberitahukan apa? "Sayang.""Hah? Eh?" Reflek aku menoleh menatap Kelabu yang bertopang dagu dengan tangan kanannya. Dia terkekeh mendapati ekspresiku yang mungkin lucu di wajahnya. "Giliran dipanggil sayang aja noleh," ucapnya menggodaku. "Emang daritadi kamu manggil aku?" tanya
27. Calon Mertua"Kejora!"Ciittt!Napasku memburu. Masih dapat kurasakan detak jantungku yang menggila. Karena aksiku yang mengerem mendadak, menimbulkan bunyi nyaring dengan suara gesekan ban motor dengan aspal. Untungnya, aku masih bisa menjaga keseimbangan sehingga tidak ada adegan di mana aku mencium aspal dengan sangat dramatis. Dan, lebih bersyukurnya lagi, jalanan yang kulewati masih pada di wilayah gang perumahan, sehingga jalanan yang kulewati sangat sepi. "Hallo, Ra!"Aku mendengus pelan. Bahkan, setelah hampir saja membuat nyawaku melayang karena aksinya yang tiba-tiba menghadang jalan, dia masih bisa tersenyum lebar seraya melambaikan tangannya. Sinting! Tetapi, sejak kapan Kelabu menjadi semenyebalkan ini?! "Kelabu kau hampir saja membuatku terjatuh!" Gigiku bergelatuk, ingin sekali menjambak rambut cowok yang kini masih dengan tenang berdiri. Dia malah cengengesan. Dengan santainya dia langsung duduk di atas jok belakang motorku. Membuatku terkejut, untuk yang kedua
28. Pengganggu Harus MatiHembusan napas lega kulakukan begitu nyaring. Setelah berkeliling hampir menghabiskan waktu satu jam hanya untuk mencari sosok Kelabu, akhirnya kudapati dirinya yang tengah melipat kedua tangannya, membelakangiku. Dengan langkah cepat aku mendekat. Tetapi, semakin dekat jarakku dengannya, dapat kulihat raut ketidaksukaan terpatri di wajahnya. Alisnya menukik tajam, kedua matanya menyorot penuh kebencian. Bahkan, aku bisa merasakan aura darinya yang mencengkam. Mungkin ini akan terdengar sangat hiperbola, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang. Bahkan, langkahku memelan berakhir berhenti tepat beberapa langkah di belakangnya. "Pengganggu harus mati." Gumaman itu membuat tubuhku semakin menegang. Aku mencoba mencari objek yang dimaksud Kelabu. Tetapi yang ada, membuat detak jantungku semakin tidak karuan. Terlebih ketika sosok Rai yang tengah bercengkrama dengan mamaku di depan sana, tepat lurus dari tempatku dan Kelabu berdiri. Apa maksud Kelabu? Apa mungk
29. Malapetaka "Jangan ngelamun lo nanti kesambet!"Aku mendengus mendengar penuturan Rai. Dengan memutar bola mata jengah, aku mengibaskan tangan kanan. Menyuruh dia untuk segera pergi dari halaman rumahku. Tetapi, hampir lima menit sejak kami sampai di rumahku, dia tidak kunjung menjalankan mobilnya dan malah menceramahiku dengan kalimat yang sama. Yaitu, jangan suka ngelamun! Memangnya siapa juga yang melamun? Aku hanya sedang kepikiran akan Kelabu. "Sudah sana pulang," ucapku mulai malas. "Lo ngusir gue nih ceritanya?" Rai menunjukku lalu beralih menunjuk dirinya sendiri dengan wajah terkejut. Melihat drama yang dilakukannya, membuatku hanya bisa bersabar. "Iya," jawabku akhirnya. Mendengar jawabanku dia langsung berdecak dan mulai menghidupkan mesin mobilnya. Dia berkata, "Yaudahlah bye! Ingat jangan ngelamun kasihan nanti Bi Sum ngurus lo yang cosplay jadi reog!"Setelah mengatakannya dia mulai mengemudikan mobilnya. Sebelum keluar dari halaman rumah, dia sempat menjulurkan
30. Dua Sisi pada Satu SosokKata orang, terlalu mempercayai seseorang itu menyakitkan. Kata orang, tidak ada yang bisa kita percayai selain diri kita sendiri. Sepertinya, memang benar begitu. Sebab, sekarang aku dibuat kecewa akan kepercayaan itu sendiri. Dibuat terbungkam karena sebuah fakta. Ingin menjerit, tetapi hanya ada lidah kelu yang tak berfungsi. Ingin menepis, tetapi kalimat tegas itu menjadi penjelas. Bahkan aku salah mengartikan seseorang. "Kenapa?" Suaraku bergetar hebat, menahan tangis yang sialnya tidak bisa kutahan. Bahkan kini bulir kristal itu telah membasahi kedua pipiku dengan sangat deras. Kutatap wajahnya, memohon agar dia menyalahkan semua praduga yang terselip di otak. "Kenapa, Kelabu?" Aku kembali bertanya kepada sosoknya. Kelabu terlihat menghela napas panjang. "Karena aku suka sama kamu, Kejora!" jawabnya tegas. "Aku jauh lebih lama menyukaimu, lebih dalam menyukaimu, tetapi sialnya mereka mencoba memisahkan kita! Aku enggak suka, Ra ...." Suaranya me
31. Siapa Cewek yang Bersama Kelam?"Jauhi Kelabu sebelum lebih parah dari ini."Ucapan Iqbal membuatku terdiam. Ada rasa tidak suka ketika mendengar perintah itu. Walau aku juga tahu bahwa semua kejadian kecelakaan Rai adalah dalang dari perbuatan Kelabu. Tetapi, entah mengapa ada setitik harapan jika aku bisa membawa Kelabu kembali ke jalan yang benar. "Aku bisa menangani dia sen–""Lo ga bisa." Potongan Iqbal membuatku menatapnya dengan tatapan meminta penjelasan. "Bahkan persentase dia buat ngendaliin lo lebih besar dari lo yang berusaha buat ngendaliin dia," lanjutnya penuh penekanan. Netranya memancarkan sinar keputusasaan. Aku menggeleng tegas. Walau ada sedikit percikan api emosi yang bergejolak di dalam dada, aku mencoba tenang. Mencoba memahami situasi Iqbal. Cowok itu pasti tengah frustasi karena keadaan Rai. Karena itu, aku memilih mengembuskan napas panjang sembari menepuk pundaknya pelan. Mencoba memberikannya semangat sekaligus penenang. "Aku tahu gimana sifat Kelabu
32. Alur Mulai Berubah "Di mana Kelam, Ra?" Pertanyaan Rai hanya kubalas dengan gedikan bahu saja. Tanpa berniat membalas, aku memilih mengeluarkan beberapa buah dari dalam kantong plastik dan menatanya di meja kecil samping brangkar Rai. Di sebuah sofa di pojok ruangan terdapat Iqbal yang sejak tadi menatapku dengan tajam. Sepertinya cowok itu begitu was-was denganku. Memangnya, apa yang dia takuti dariku? "Kok ga dateng sih Ra? Kan gue kangen dia." Celetukan Rai berhasil membuat pergerakanku terhenti. Seakan menyadari sesuatu, Rai kembali berucap, "Sebagai temen doang. Sayang jangan lihatin aku kaya gitu deh."Diam-diam aku mengembuskan napas lega. Kulirik sejenak ke arah Iqbal, rupanya cowok itu sudah memasang wajah masam ke arah Rai. Pantas saja sepupuku itu langsung keringat dingin. Memang siapa suruh punya sifat blak-blakan seperti itu. "Udahlah mending kamu makan nih apel. Udah aku kupas," ucapku mencoba mengalihkan topik. Untungnya Rai langsung tergiur. Dengan lahap dia l
94. Ending "Maaf, ini calon tunangan ceweknya mana ya?" Tante Oliv yang tengah disibukkan dengan sambungan teleponnya seraya mengatur para maid di mansionnya dibantu oleh Kejora yang sudah datang pagi-pagi buta pun terdiam. Begitu pula dengan Kejora yang berdiri tidak jauh dari wanita paruh baya itu. Terkejut dengan pertanyaan tim perias, pasalnya jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Dua jam lagi acara pertunangan putrinya dengan sang kekasihnya-Iqbal akan segera digelar. "Lho emang dia belum nemuin mbaknya?" Tante Oliv melempar pertanyaan yang langsung mendapat gelengan polos dari tim perias. Wanita paruh baya itu tampak menggerutu, samar-samar nama Rai disebut-sebutkan. Wanita itu kesal sekaligus gemas dengan putrinya. Apakah Rai belum kunjung bangun? Padahal beberapa menit yang lalu dia baru saja membangunkan putrinya dan Rai menjawab akan segera turun. Karena itulah dia pikir putrinya itu sudah bangun sejak tadi. "Ra, tante minta tolong bangunkan Rai ya?" Kejora lan
93. Menuju EndingSuara tawa dan drum yang ditabuh begitu kencang meramaikan sebuah lapangan sekolah yang begitu luas di SMA Bakti Sakti. Semua murid bersorak, menyambut kelulusan mereka. Banyak murid berlalu-lalang saling mencoret seragam putih biru mereka. Satu-dua menyalakan bom asap yang penuh warna. Ada juga yang mengabadikan acara tersebut dengan berfoto bersama, seperti yang tengah dilakukan Kelam dan sahabatnya, plus Iqbal yang sudah mereka anggap sebagai anggota ke-enam mereka."Harus kaya gini gayanya?" tanya Kelam menatap sinis Risky, Gelang dan Dion yang menjadi akal untuk berfoto bersama.Sebenarnya tidak masalah untuk fotonya tetapi pose yang dirancang tiga cecunguk itu membuat Kelam jengah. Pasalnya mereka berenam akan melakukan pose membentuk sebuah bintang segi enam dengan tangan mereka yang saling menyentuh sama lain. Menurut Kelam pose mereka terlalu berlebihan, tetapi tiga cecunguk sahabatnya itu menyanggah dengan jawaban yang membuat Kelam semakin muak."Gue mau k
92. Bahagia yang SederhanaDua minggu telah berlalu. Dua minggu yang berhasil membuat semua murid SMA Bakti Sakti menjerit karena ujian serta ulangan yang mereka hadapi. Karenanya minggu ini langsung disambut pekikan senang dan hembusan lega dari mereka semua termasuk segerombolan anak yang kini duduk meligkar di atas rooftop sekolah. Sembilan remaja itu terlihat saling melempar sendau gurau satu sama lain. Di tengah lingkaran yang mereka buat sudah tertata banyak beberapa jenis makanan ringan."Ga kerasa ya cuma tinggal hitungan jari kita bakal lulus," celetuk Risky membuat tawa yang semula menemani mereka seketika lenyap tergantikan dengan keheningan. Mereka semua mulai terhanyut dalam pikiran mereka masing-masing, memikirkan jalan mana nantinya yang akan mereka tempuh setelah resmi keluar dari status anak SMA."Kalian mau lanjut ke mana?" Riyan yang bertanya.Ternyata cowok itu tidak sekaku dan segalak yang terlihat dari tampangnya. Cowok itu cukup ramah dengan caranya sendiri wala
91. Kilas Kisah GelangKelam mengerutkan dahi menatap frustasi soal-soal yang tertera di depannya. Begitu panjang dan rumit. Bahkan Kelam bisa membayangkan adanya wajah meledek pada kertas berisikan soal yang kini dia genggam dengan erat. Berdecak pelan, sekilas melirik ke arah teman-temannya berada yang tampaknya juga mengalami gejala stress akut. Terlihat sekali dengan adanya asap yang mengepul keluar dari kepala mereka. Oke, kalimat terakhir tadi hanyalah bayangan imaji yang Kelam ciptakan."Psstt lihatin jawaban Vino di kelas sebelah dong, Tan.""Kelam Putra Arjuna!"Teriakkan menggema itu membuat Kelam seketika mendatarkan kembali wajahnya. Mengangkat wajah menatap lempeng guru pengawas yang rupanya berhasil menangkap basah dirinya tengah berceloteh. Mempertahankan wajah sok coolnya, walau tengah menjadi pusat perhatian murid lainnya, Kelam mencoba tenang."Berbicara dengan siapa kamu?" tanya sang guru pengawas tajam."Tidak ada."Di dalam hati remaja cowok itu merutuki sang guru
90. Belajar Bersama"Ini soalnya pendek tapi kenapa caranya panjang bener dah."Basecamp kali ini telah diramaikan dengan gerutuan dan protessan dari bibir Dion, Risky, Gelang, dan Rai. Sedangkan Vino, Iqbal dan Kejora sudah beralih profesi menjadi mentor belajar mereka. Sebab nilai dan peringkat mereka jauh lebih unggul daripada yang lainnya. Sedangkan Kelam? Cowok itu tampak diam seraya menatap buku LKS yang jarang dia buka. Oh ayolah bahkan dia sentuh saja jarang. Sebenarnya dia ingin mengeluarkan sumpah serapah dengan materi mapel matematika yang tengah dia pelototi itu. Tetapi hanya untuk menjaga image di depan Kejora, cowok itu memilih diam dan seakan-akan mampu menguasai materi tersebut.Walau begitu ada sepasang mata yang tidak bisa dia bohongi. Vino menggeleng pelan melihat tingkah ketuanya itu. Dapat dia tangkap jelas dahi cowok itu yang tampak menegang sesekali mengerut karena menahan kekesalan. Walau begitu dia tidak mau membuat sang sahabatnya itu merasa malu karena kepur
89. BerdamaiDi sinilah Kelam sekarang. Berada di lapangan sekolahnya yang amat luas. Berlari mengelilingi lapangan tersebut ditemani dengan seorang guru laki-laki dengan peluit di bibirnya yang terus bersuara, menyuruh Kelam untuk terus berlari. Kelam berdecak, dia mengusap dahinya dengan kasar. Mentari yang entah bagaimana bisa tiba-tiba bersinar dengan teriknya, padahal tadi pagi jelas-jelas langit kelabu menghiasi. "Sialan, kenapa tiba-tiba jadi panas gini sih," gerutunya seraya mengusap peluhnya yang telah membasahi kaos hitam yang melekat sempurna di tubuhnya. Dia memang sengaja menanggalkan baju seragamnya agar tidak ikut bau keringat nantinya. "Ayo dua putaran lagi!" Kelam semakin kesal ketika seruan dan suara peluit yang terus mengganggu indera pendengarannya. Karena tertangkap basah melamun di jam pelajaran Bu Tuti, dia berakhir dihukum seperti ini. Dan sialnya, ada Pak Joko yang terus mengawasinya sehingga membuatnya tidak bisa kabur dari hukuman. "Bagus. Besok lagi diu
88. Dimabuk Cinta"Ra."Kejora menoleh, menunggu ucapan Kelam yang ingin cowok itu ucapkan. Cowok itu mendekat, tanpa aba-aba mendekap tubuh mungil gadis itu. Berhasil membuat sang gadis mati kutu karena gugup. Ditambah lagi debaran keduanya yang semakin keras membuat keduanya sama-sama terhanyut dalam kehangatan. Rona merah menjalar pada kedua pipi Kejora, membuat gadis itu semakin manis di bawah sinar rembulan. "Makasih untuk malam ini," bisik Kelam. Kejora hanya mengangguk kecil, terlalu takut jika dia membuka suara, suaranya tergagap karena gugup. "Besok pagi aku jemput kaya biasa." Lagi-lagi Kejora hanya bisa mengangguk menurut. Kedua mata gadis itu terpejam ketika Kelam memberikan kecupan hangat di dahinya. Sekali lagi getaran itu membuat keduanya semakin terhanyut. Sebelum suara deheman dari seseorang membuat adegan romantis itu seketika hancur. "Bagus ya main nyosor-nyosor anak mama. Sudah siap kamu nikahin putri mama, Kelam?" Kelam menyengir lebar. Kepergok calon mertua
87. DinnerMelihat keadaan kamarnya yang tampak lenggang membuat Kejora termangu di depan pintu kamar. Ingatannya menerawang, kembali mengingat kenangannya dengan Kelabu selama ini. Sosok khayalan yang selama ini menemaninya di saat sepi menyapa. Sosok yang berhasil membuatnya terhanyut ke dalam pesonanya. Sosok yang selama ini nyata dengan kesempurnaan yang dia miliki, bahkan sosok yang selama ini berhasil masuk ke dalam relung hatinya sebelum kedatangan Kelam.Menghela napas panjang. Lekas dihapusnya ingatan itu. Bukan karena dia marah atau bahkan menyesal mengenal sosok Kelabu. Tetapi karena dia teringat akan janjinya kepada sang mama untuk melupakan semuanya. Melupakan semua tindakan bodohnya yang bermain-main dengan imaji. Menggelengkan kepalanya, gegas Kejora menutup pintu kamarnya dan segera turun ke lantai dasar. Dicengkeramnya erat tas selempang yang dia kenakan. Bagaimana pun sekarang dia harus mulai bisa melupakan semua kenangan tersebut. Dia harus ingat akan dunianya sendi
86. Balikan? Kejora dibuat terkejut ketika langkahnya baru saja menginjak keluar kelas tetapi harus mendapati sosok Kelam yang menyandar pada dinding kelasnya. Ditambah lagi dengan tatapan yang mengarah kepadanya membuat Kejora ingin sekali pergi jauh dari sana. Sedangkan sang pelaku malah tersenyum kecil, dengan santainya digenggamnya tangan kiri Kejora dan membawanya menuju ke kantin. Meninggalkan Rai yang melongo, hanya bisa menatap kepergian mereka. Padahal, niat hati dia ingin pergi ke kantin bersama sepupunya tersebut. Jika tahu begini, dia juga meminta dijemput sang kekasih. "Ah resek emang," dengusnya membuat tawa Diana yang memang masih di dalam kelas terdengar. Menertawakan nasib gadis itu. "Diem lo cabe," ketus Rai. Dengan menghentakkan kakinya menahan kesal, dia berlalu menuju ke kantin seorang diri. Kembali kepada Kejora dan Kelam. Kedatangan mereka di kantin langsung menjadi pusat perhatian. Ditambah lagi dengan genggaman tangan Kelam pada tangan Kejora, berhasil men