22. SayangTuhan sepertinya sedang berbaik hati kepadaku. Satu minggu ke depan, Kelam tidak akan menemanimu di sekolah seperti biasa. Karena keributan yang dia lakukan kemarin, membuatnya mendapatkan skorsing selama satu minggu. Tetapi, sosok Kelabu kini menggantikan Kelam. Seperti sekarang ini, Kelabu tampak tampan dengan memakai seragam yang sama denganku. Entah mengapa melihatnya yang berpenampilan seperti itu, membuatku teringat masa-masa di mana pertama kami bertemu. Pertemuan yang terdengar lucu sekaligus misterius. Aku bahkan yakin seratus persen jika aku menceritakannya kepada mama, mama akan menganggapku hanya berhalusinasi saja. [Ra, aku antar ya?] Pesan itu masih belum kubalas hingga dua menit yang lalu. Padahal biasanya pesan yang dikirimkan oleh Kelam akan kubalas kurang dari satu menit. Tetapi, sepertinya tidak berlaku pada saat ini. Aku termangu, mencoba menimbangkan tindakan yang kupilih. Jika aku mengiyakan tawaran Kelam, maka dia akan bertemu dengan Kelabu. Kutat
23. Bicara Sama Siapa?"Kamu tahu ga?""Enggak.""Dengerin dulu, Ra!" Aku terkekeh pelan. Ternyata melihat raut wajah kesal dan masam Kelabu membuatku terhibur. Wajah tertekuknya membuatku gemas. Terlebih ketika melihatnya berlari mundur di depanku, membuatku ingin sekali mencubitnya, tetapi karena posisinya yang kini berlari mundur membuatku berpikir dua kali. Bagaimana jika dia terkejut dan malah terjatuh? Tidak, itu sangat berbahaya. "Aku gapapa disuruh lari berapa puteran asal sama kamu, pasti ga bakal capek.".Aku mendengus pelan, mendengar penuturannya. Lima putaran telah selesai kami lakukan. Kupelankan laju lariku, begitu pula dengan Kelabu. Langkahku bergerak pelan menuju ke bawah pohon mangga yang cukup rindang. Cuaca pagi ini sangat terik, membuatku harus menyipit jika mendongak menatap langit biru di atas sana. Kusandarkan punggungku ke batang pohon. Menyipit, mencoba menikmati keindahan yang Tuhan ciptakan pagi ini. Tetapi, sosok tampan malah menggantikannya. Wajah Kel
24. Kecelakaan"Siapa Kelabu?"Dengan kasar kutepis kedua tangan Iqbal. Mengambil langkah mundur beberapa langkah darinya, memberi jarak. Bibirku mendesis sinis, tidak suka akan tindakan dan pertanyaan Iqbal. Kenapa dia ikut campur dalam urusanku? Bahkan, Kelam saja tidak pernah mengungkit perihal Kelabu. "Dia temanku.""Itu cuma halusinasi lo doang!"Bentakan itu membuatku terlonjak. Kedua mataku memanas. Bukan, bukan karena ucapannya yang mengatakan aku berhalusinasi akan keberadaan Kelabu. Tetapi, karena aku adalah tipe perempuan yang tidak bisa dibentak. Rasa ketidaksukaanku kepada Iqbal semakin besar. Tidak pernah kubayangkan bahwa Iqbal yang selama ini terlihat tenang, kini meledak hanya karena perkara Kelabu. Memangnya tahu apa dia? Dia bahkan tidak mengenal Kelabu. "Sorry." Aku diam. Napasku memburu, emosiku tersulut. Antara marah, sedih, dan terkejut menjadi satu. Pelupuk mataku mulai memburam, siap menumpahkan kristal bening. Aku berdecih pelan, meluapkan emosiku di depa
25. Sang Mimpi"Mau balik ke kelas?" Aku menggeleng cepat, tidak mau kembali ke kelas. Bahkan untuk menginjakkan kaki ke halaman sekolah saja membuatku enggan. Rasanya, masih belum siap jika nanti di sana aku melihat wajah Rai atau Iqbal. Membayangkannya saja membuatku terasa lelah. Untungnya, Kelam tidak memaksaku. Cowok itu hanya mengangguk seraya membiarkan bahu kanannya menjadi tempat sandaran kepalaku. Kupejamkan kedua mataku, mencoba merilekskan benang kusut yang memenuhi kepalaku. Ruangan ini telah sepi sejak Dion, Vino, Risky, dan Gelang memutuskan untuk ke sekolah walau mereka sudah terlambat karena membolos pada jam satu dan kedua pelajaran. Tetapi, sepertinya itu tidak akan menjadi masalah bagi mereka. Oh ayolah, mereka sudah sering melakukan itu sebelumnya. Bahkan juga Kelam. "Kamu percaya sama aku kan?" Aku bertanya pelan, tanpa membuka mata. "Kamu percaya kan kalau Kelabu itu ada. Dia temanku, bahkan dia ada sebelum kalian datang ke hidupanku," lanjutku pelan. Henin
26. Tidak PeduliAku terbangun tepat pada pukul dua pagi. Di mana hampir saja aku juga menjerit karena mendapati wajah Kelabu cukup dekat dengan wajahku. Seakan tahu aku akan tebangun, dia malah tersenyum cerah seraya berucap, "Hai" dengan semangat. Tidak ada ekspresi terkejut. "Sejak kapan di sini?" tanyaku setelah mengatur rasa keterkejutanku. "Sejak kamu tidur," balasnya santai. "Kamu ga ngantuk emang?" tanyaku iseng. Dia menggeleng cepat, membuatku menaikkan satu alis. Baru kali ini aku mendapati manusia yang tahan dengan kantuk. Mengedikkan bahu acuh, kesadaranku kembali pecah. Memikirkan mimpi yang baru saja kualami. Mimpi yang begitu aneh dan sulit kupahami. Sebenarnya mimpi itu sedang mencoba memberitahukan apa? "Sayang.""Hah? Eh?" Reflek aku menoleh menatap Kelabu yang bertopang dagu dengan tangan kanannya. Dia terkekeh mendapati ekspresiku yang mungkin lucu di wajahnya. "Giliran dipanggil sayang aja noleh," ucapnya menggodaku. "Emang daritadi kamu manggil aku?" tanya
26. Tidak PeduliAku terbangun tepat pada pukul dua pagi. Di mana hampir saja aku juga menjerit karena mendapati wajah Kelabu cukup dekat dengan wajahku. Seakan tahu aku akan tebangun, dia malah tersenyum cerah seraya berucap, "Hai" dengan semangat. Tidak ada ekspresi terkejut. "Sejak kapan di sini?" tanyaku setelah mengatur rasa keterkejutanku. "Sejak kamu tidur," balasnya santai. "Kamu ga ngantuk emang?" tanyaku iseng. Dia menggeleng cepat, membuatku menaikkan satu alis. Baru kali ini aku mendapati manusia yang tahan dengan kantuk. Mengedikkan bahu acuh, kesadaranku kembali pecah. Memikirkan mimpi yang baru saja kualami. Mimpi yang begitu aneh dan sulit kupahami. Sebenarnya mimpi itu sedang mencoba memberitahukan apa? "Sayang.""Hah? Eh?" Reflek aku menoleh menatap Kelabu yang bertopang dagu dengan tangan kanannya. Dia terkekeh mendapati ekspresiku yang mungkin lucu di wajahnya. "Giliran dipanggil sayang aja noleh," ucapnya menggodaku. "Emang daritadi kamu manggil aku?" tanya
27. Calon Mertua"Kejora!"Ciittt!Napasku memburu. Masih dapat kurasakan detak jantungku yang menggila. Karena aksiku yang mengerem mendadak, menimbulkan bunyi nyaring dengan suara gesekan ban motor dengan aspal. Untungnya, aku masih bisa menjaga keseimbangan sehingga tidak ada adegan di mana aku mencium aspal dengan sangat dramatis. Dan, lebih bersyukurnya lagi, jalanan yang kulewati masih pada di wilayah gang perumahan, sehingga jalanan yang kulewati sangat sepi. "Hallo, Ra!"Aku mendengus pelan. Bahkan, setelah hampir saja membuat nyawaku melayang karena aksinya yang tiba-tiba menghadang jalan, dia masih bisa tersenyum lebar seraya melambaikan tangannya. Sinting! Tetapi, sejak kapan Kelabu menjadi semenyebalkan ini?! "Kelabu kau hampir saja membuatku terjatuh!" Gigiku bergelatuk, ingin sekali menjambak rambut cowok yang kini masih dengan tenang berdiri. Dia malah cengengesan. Dengan santainya dia langsung duduk di atas jok belakang motorku. Membuatku terkejut, untuk yang kedua
28. Pengganggu Harus MatiHembusan napas lega kulakukan begitu nyaring. Setelah berkeliling hampir menghabiskan waktu satu jam hanya untuk mencari sosok Kelabu, akhirnya kudapati dirinya yang tengah melipat kedua tangannya, membelakangiku. Dengan langkah cepat aku mendekat. Tetapi, semakin dekat jarakku dengannya, dapat kulihat raut ketidaksukaan terpatri di wajahnya. Alisnya menukik tajam, kedua matanya menyorot penuh kebencian. Bahkan, aku bisa merasakan aura darinya yang mencengkam. Mungkin ini akan terdengar sangat hiperbola, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang. Bahkan, langkahku memelan berakhir berhenti tepat beberapa langkah di belakangnya. "Pengganggu harus mati." Gumaman itu membuat tubuhku semakin menegang. Aku mencoba mencari objek yang dimaksud Kelabu. Tetapi yang ada, membuat detak jantungku semakin tidak karuan. Terlebih ketika sosok Rai yang tengah bercengkrama dengan mamaku di depan sana, tepat lurus dari tempatku dan Kelabu berdiri. Apa maksud Kelabu? Apa mungk