Share

8. BALAS DENDAM

last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-14 12:30:41

"Aku tidak habis pikir kenapa Bapak begitu terobsesi dengan istriku? Bahkan setelah aku tidak lagi bekerja di perusahaan Bapak, dan kita bertemu secara tidak sengaja, Bapak masih berharap bisa mendapatkan istriku. Sungguh, orang seperti Bapak tidak pantas dibiarkan hidup lebih lama lagi di dunia ini!" Syamil kembali mendudukkan Pak Afdal di atas kursi. Mengikat kembali tangan dan kaki lelaki setengah baya tersebut. Darah yang menetes dari mulutnya mulai berkurang. Wajahnya benar-benar tidak bisa lagi dikenali. Penuh lebam dan bengkak di beberapa bagian.

"Syamil ... tolong lepaskan aku. Aku berjanji tidak akan melaporkanmu ke polisi. Aku juga bersumpah akan menghapus semua rekaman itu. Aku mohon belas kasihmu, Syam. Ini ... ini sangat menyakitkan. Aku mohon maafmu! Aku ... aku akan ... melakukan apa saja untukmu. Tolong aku ...."

"DIAAAM!" Mata Syamil melotot, telapak tangannya menampar pipi Pak Afdal kuat. Saking kerasnya tamparan itu, telapak tangan Syamil terasa kebas. Sementara akibat tamparan tersebut, Pak Afdal merasakan kepalanya seakan-akan meledak. Pandangannya kian berkunang-kunang. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah sesal, takut, cemas, dan rasa ingin keluar dari gua terkutuk ini.

Terbayang wajah orang-orang yang dia cintai. Wajah anak-anaknya, wajah istrinya yang yang kerap dia dustai. Di dalam hati, Pak Afdal berdoa kepada Tuhan untuk diberikan kesempatan kedua. Kesempatan untuk bisa berbuat baik, beramal saleh, meninggalkan segala larangan, melakukan semua kewajiban.

Sekarang yang tersisa di dalam hatinya hanyalah rasa pasrah, menyerah pada kehendak takdir. Dia tahu, peluangnya untuk selamat sangatlah kecil. Tanda-tanda Syamil akan membebaskannya tidak terlihat. Yang ada hanyalah siksaan demi siksaan yang terus dialamatkan ke tubuhnya. Seakan-akan Syamil menjadikannya bahan untuk pelampiasan rasa sakit hatinya.

"Aku tidak akan pernah memenuhi keinginanmu itu, Pak Afdal. Enak saja! Kebencian yang Bapak torehkan ke hatiku, tidak bisa hilang begitu saja. Saat ini, Bapak hanya bisa pasrah dan menerima apa yang kulakukan. Kalau pun nanti Bapak mati, itulah kematian yang sangat terhormat. Hahaha."

Waktu kian bergulir menjemput sore. Syamil sempat tertidur di dalam gua, lalu bangun ketika telinganya menangkap suara bergedebuk. Dia segera bangun dan mendapati Pak Afdal terjatuh bersama kursinya.

Syamil menatap malas, lalu beringsut mendekati Pak Afdal. "Sudah kubilang, terima nasib saja. Percuma Bapak berusaha membebaskan diri. Ikatan tali ini sangat erat. Jangan coba-coba lagi, atau aku akan putuskan urat-urat di nadimu. Bapak dengar, ha?" Jemari Syamil memegang rahang Pak Afdal kuat.

"Syam, aku begitu kotor. Aku ingin buang air. Tolong lepaskan aku, Syam. Sebentar saja!"

"Kalau buang air kecil, kencing saja di dalam celanamu. Namun, jangan coba-coba buang air besar. Kalau sampai terjadi, aku akan sumpalkan kotoran itu ke mulutmu, Pak!"

Mata Pak Afdal kian terbelalak mendengar ucapan Syamil. Sungguh tidak masuk di akal dengan apa yang dikatakan lelaki di depannya itu. "Kau gila! Psikopat! Lebih baik kau bunuh saja aku, Syamil!"

Bukannya menjawab, Syamil tertawa terbahak-bahak. Dia menepuk-nepuk bahu Pak Afdal. "Hari sudah senja. Aku akan pulang. Bapak pasti betah di sini, bukan? Namun, malam ini tidak ada obor. Bapak akan berada di dalam kegelapan sampai pagi. Hati-hati, ya, Pak! Di sini banyak hantunya!" Syamil mengambil obor yang berada di dinding gua. Sebelum melangkah menjauh, dia menyeringai menatap Pak Afdal. Lelaki tua itu berteriak murka. Kutuk serapah keluar dari mulutnya.

"Akh, untung Bapak memakiku. Aku jadi ingat untuk menyumpal mulut kurang ajarmu itu!" Syamil kembali menancapkan obor, lalu jongkok mengambil kaus kaki yang terlihat begitu kotor. Seringai jahat kembali menghiasi wajah tampannya. Dia berusaha sekuat tenaga menyumpal mulut Pak Afdal, sementara pria malang itu mati-matian menutup mulutnya. Syamil lalu menggigit tangan Pak Afdal, membuat mantan pimpinannya itu menjerit. Kesempatan itu langsung digunakan Syamil untuk memasukkan kaus kaki tersebut ke dalam mulut Pak Afdal.

"Selesai!" Syamil tersenyum senang. Dia menepuk-nepuk pipi Pak Syamil. "Aku pergi, ya, Pak. Jangan mati dulu. Urusan kita belum selesai. Jaga dirimu baik-baik, Pak. Selamat sendirian." Sambil bersiul, Syamil mencabut obor dan perlahan-lahan dia keluar dari dalam gua tersebut.

Begitu berada di luar, matahari sudah dimakan rembulan. Sang Dewi Malam pun terlihat kurang bercahaya menjalankan tugasnya. Seakan-akan ikut khawatir dengan apa yang Syamil lakukan.

Dengan obor di tangan, dia menyusuri jalanan yang dipenuhi ilalang dan tumbuhan rambat. Jika tidak hati-hati, bisa saja dia tersandung dan terjatuh. Namun , Syamil sudah begitu familiar dengan kawasan tersebut. Dia kembali sampai di Lubuak Burai. Deru air sungai terdengar syahdu. Menciptakan ketenangan di hati Syamil. Obor yang tadi dia bawa, padam karena kehabisan sumbu.

Lelaki itu menanggalkan seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya. Dia rentangkan tangan dan memejamkan matanya, merasakan hembusan angin yang dinginnya seperti hendak menembus sum-sum tulang.

Di bawah naungan cahaya bulan yang suram, Syamil berendam di dalam sungai kecil itu. Tidak peduli dengan keheningan alam yang menggetarkan kalbu. Tiada rasa takut di dalam hatinya. Dia terus bersiul, melantunkan kidung yang menyayat hati.

Dia bersandar ke sebuah batu dengan kondisi badannya masih berada di dalam air. Matanya kembali dia pejamkan. Ingatannya melayang ke saat-saat bagaimana dia berhasil membawa Pak Afdal ke Lubuak Burai.

Waktu itu senja sedang tidak bersahabat karena ditindihi gerimis. Syamil sampai di tempat penginapan Pak Afdal. Lelaki setengah baya itu sudah stand by menanti kedatangan Syamil. Melihat kedatangan Syamil, senyum merekah di wajahnya.

"Kau datang."

Syamil tersenyum. "Bapak sudah siap?"

"Oh, tentu, dong! Aku cuma menggunakan baju santai ini saja. Apa kita langsung pergi sekarang?"

Syamil mengangguk. "Ingat, ya, Pak. Kita akan langsung ke gua. Saya sudah menyiapkan segala sesuatunya di sana. Setelah nanti Bapak di dalam gua, saya akan menjemput Shanum dan membawanya ke lokasi. Saya sudah mengatakan kepadanya kalau saya akan mengajaknya menikmati malam di bawah cahaya rembulan di Lubuak Burai. Dia sangat excited, Pak. Jadi, semoga semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan rencana."

Pak Afdal tertawa puas. Rasa tidak sabar mengungkung hatinya. Dia segera mengajak Syamil untuk lekas. Rasa rindu di dadanya terhadap istri mantan karyawannya itu tidak terbendung. Bukan karena dia cinta, tapi dia sangat penasaran bagaimana rasanya bercinta dengan Shanum.

Sayang seribu sayang. Semua impian dan harapan Pak Afdal buyar begitu berada di kedalaman hutan Lubuak Burai. Ketika kakinya menginjak kaki gua, Syamil yang berada di belakangnya, tanpa terduga melayangkan balok kayu sebesar lengan ke tengkuk Pak Afdal.

Lelaki itu tidak sempat mengelak. Lenguhan kesakitan keluar dari mulutnya dan akhirnya tumbang ke lantai gua.

Mata Syamil dipenuhi amarah dan kebencian menyaksikan tubuh tua itu rubuh tak berdaya.

"Kau hanya mencari mati ke tempat ini, Pak Afdal!"

Semua ingatan itu menyentakkan kesadaran  Syamil. Dia menatap sekeliling, udara kian dingin, cahaya bulan sudah lindap. Tempat itu benar-benar berada dalam kegelapan yang teramat sangat.

Syamil segera keluar dari sungai. Dia segera mengenakan bajunya kembali. Selanjutnya dia bergegas menembus gelapnya malam.

Hati dan pikirannya terasa lelah ketika bayangan Shanum melintas. Akankah RANTAI yang mengikat hubungan mereka putus begitu saja?

Syamil gamang menatap masa depan yang kian tak terarah.

Bab terkait

  • TOXIC RELATIONSHIP   9. RAHASIA SHANUM

    Shanum sampai di rumah ketika jam di tangan menunjukkan pukul sembilan malam. Di teras, Syamil menunggu dengan muka kusam. Ada kemarahan dan kekesalan terpatri di wajah tirusnya. Perempuan itu mengucap salam sambil memasang senyum manis. Namun, Syamil mengabaikan salam tersebut dan memegang tangan istrinya cepat."Kenapa baru pulang?" Suara Syamil terdengar bergetar. Ada nada tidak suka di sana."Apa,sih, Uda? Bukannya tadi aku sudah kirim WA ke HP-mu, Uda. Makanya punya ponsel itu dipakai, bukan dianggurin.""Kenapa tidak kau telepon saja aku? Kenapa harus WA? Kau pergi ke mana dan dengan siapa, Shanum?" Syamil makin mempererat genggamannya di tangan perempuan cantik itu. Shanum merasa kesakitan. Dia sentakkan sekuat tenaga cengkeraman Syamil."Sakit, Uda. Uda kenapa,sih? Aku tidak menelepon karena tidak ingin mengganggumu. Lagian aku hanya pergi acara pernikahan temanku. Apa itu masalah bagimu, Uda?" Shanum meraba tangannya

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • TOXIC RELATIONSHIP   10. BERSEDIH HATI

    Kokok ayam jantan di sepertiga malam membangunkan Shanum dari lelapnya tidur. Bagian bawah perutnya terasa sesak. Tidak biasanya dia terbangun di jam segini. Shanum menduga, mungkin karena dia tidak bisa tidur. Pikirannya hanya tertuju untuk hari esok. Dia mulai membayangkan menggunakan busana apa untuk pergi dengan Afdal. Jika tidak takut Syamil curiga, mungkin dia sudah membongkar isi lemari dan mencoba berbagai baju yang dia miliki.Sambil menghela napas, Shanum menurunkan kakinya menjejak lantai. Dia menekan saklar lampu, sehingga membuat kamar jadi terang benderang. Di saat itulah dia tidak melihat keberadaan Syamil di atas ranjang."Uda?" Shanum memanggil pelan. Dia berjalan menuju kamar mandi di dalam kamar tersebut. Dengan hati-hati, Shanum mendorong pintu, tapi sosok yang dia cari tidak ada. "Udaaa? Uda di mana?" Kali ini Shanum lebih mengeraskan volume suaranya. Namun, tetap tidak ada jawaban. Sebelum memutuskan mencari suaminya lebih jauh, Shanum segera buan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16
  • TOXIC RELATIONSHIP   11. KESEPIAN JIWA

    "Uda, aku pergi, ya?" Shanum sudah tampil cantik dengan gaun merah jambu. Menampakkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Walau usianya sudah berada di angka tiga, kecantikan seolah enggan untuk menjauh. Syamil yang hendak ke kamar mandi mencuci muka, sempat terpana melihat Shanum yang sudah tampil bak bidadari."Mau ke mana? Ini hari Minggu, lho. Bukankah kesepakatannya kau stay di rumah kalau hari Minggu?" Syamil yang sudah tahu pura-pura menunjukkan wajah tidak suka. Hatinya sungguh pedih menyadari fakta istrinya akan pergi berkencan dengan lelaki lain. Sungguh tidak tahu ke mana dia akan melampiaskan amarah yang kini membara di dadanya."Aku ada janji sama Siti, Uda. Kami mau pergi ke Pagaruyung, kebetulan ada temannya dari Jakarta hendak melihat istana tersebut." Shanum mematut dirinya di depan cermin. Dia memasang wajah bahagia, merasa begitu cantik di hari ini."Siti? Siti mana? Kenapa aku baru tahu kalau kau punya teman yang namanya Siti." Gemuruh di dada Syam

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • TOXIC RELATIONSHIP   12. Pagaruyung

    Syamil duduk si tepi ranjang dengan pikiran kalut. Kenikmatan yang tadi sempat membuatnya mabuk, lenyap seketika. Di belakangnya Erna sedang memasang bajunya kembali. Rasa bahagia terpancar jelas di wajahnya."Uda tidak perlu risau. Kalau pun nanti aku hamil, aku tidak akan memaksa Uda untuk menikahiku. Cuma yang kuinginkan, jika anak ini lahir nanti, tolong bantu uang jajannya. Uda sendiri tahu kalau aku tidak bekerja. Hanya mengandalkan hasil sawah dan ladang saja untuk bertahan hidup." Selesai mengenakan busana, Erna merapatkan dadanya ke punggung Syamil. Jemari lentik perempuan itu mengusap dan meraba kulit bahu Syamil. Syamil memejamkan mata menikmati sensasi enak yang menguasai pikirannya."Apa yang kita lakukan ini salah, Erna! Kita sudah berzina. Di dalam agama, hukuman untuk kita dirajam sampai mati. Rasanya hati dan tubuhku sudah kotor sekali." Syamil mendesah lirih. Pikirannya kian tidak menentu. Godaan yang diberikan Erna membuatnya kehilangan akal sehat. S

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-19
  • TOXIC RELATIONSHIP   13. Bercinta

    Selepas kepergian Erna, Syamil merasa letih. Tidak saja letih badan, tapi juga pikiran. Apa saja yang telah dia lalui, meninggalkan bekas mendalam di benaknya. Hatinya terguncang. Seumur hidup tidak pernah dia melakukan zina. Sepanjang usianya tidak sekali pun terniat untuk mengkhianati Shanum.Badannya yang telanjang di kamar mandi menggigil. Bukan karena dingin, tapi oleh rasa malu dan rasa kotor yang menjalar di setiap pori-pori tubuhnya."Apa yang telah aku lakukan? Kenapa aku biarkan Erna memperdayaiku? Bagaimana jika Shanum mengetahui hal ini? Aku harus berbuat sesuatu. Aku ... aku harus bisa ... melenyapkan ... Erna!" Mata Syamil berkilat. Nafsu membunuh membayangi wajah tampannya.Tanpa mau pusing lagi dengan urusan baru yang membentang, Syamil segera membersihkan dirinya dengan air dingin. Mengikis setiap daki dan kotoran dengan emosi. Dia merasa jijik, mual membayangkan bibirnya yang menyatu dengan bibir Erna.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-20
  • TOXIC RELATIONSHIP   14. Bimbang

    Shanum benar-benar sangat menikmati waktunya dengan Gibran. Mereka sudah ke sana ke mari menghabiskan sisa hari yang kian bergulir menjemput senja.Matahari sudah memerah, pertanda sebentar lagi siang akan berganti malam. Di tepi Danau Singkarak, Shanum Dan Gibran duduk di atas batang pohon kelapa yang roboh diterjang badai. Tangan Gibran merangkul mesra pundak Shanum. Mereka tak ubahnya seperti remaja yang sedang kasmaran."Kenapa Uda akhirnya tahu kalau aku memiliki rasa ke Uda?" Shanum merebahkan kepalanya di bahu kekar Gibran.Pertanyaan Shanum membuat Gibran tersenyum lebar. "Kamu tahu Kanaya 'kan?"Mendengar nama Kanaya disebut, wajah Shanum berubah tidak suka. Hatinya langsung saja merasa mengkal. Namun, dia tetap menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Gibran.Gibran yang peka dengan perasaan Shanum, kian lebar senyumnya. "Cieee, wajahnya langsung kesal gitu. Cemburu, ya?"Shanum melempar pandang ke arah lain. Dengkusan keluar

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-26
  • TOXIC RELATIONSHIP   15. Keputusan

    Keheningan sesaat menggantung di antara mereka, sampai akhirnya Syamil meninju pintu kamar dengan amarah yang menggelegak."Jawab aku, Shanum! Kenapa kamu diam?"Shanum terkejut mendengar bentakan Syamil yang menggelegar. Sekian tahun menikah, ini pertama kalinya Syamil marah sedemikian rupa kepadanya. Wajah suaminya itu terlihat memerah menahan berang. Dada Shanum berdebar kencang ketika Syamil datang mendekat."Kenapa kamu diam saja, ha? Ayo, jelaskan kepadaku, apa kamu benar-benar tidak membutuhkanku lagi?" Kali ini jarak mereka hanya tersisa beberapa senti. Wajah Syamil begitu dekat dengan wajah Shanum. Sementara tangan lelaki itu memegang bahu Shanum kuat."Sakit, Uda!" Shanum berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Syamil. Namun, lelaki itu kian memegang kuat, lalu mendorong tubuh Shanum hingga telentang di kasur."Sakit? Kamu bilang sakit? Mana yang lebih sakit, Num, dibanding dengan pengkhianatan yang kamu lakukan?" Kali ini Syamil menind

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-27
  • TOXIC RELATIONSHIP   16. Masa Lalu

    Rumah Gadang di Lubuak Ateh yang selama ini hanya lampu langkan-nya saja yang menyala, sekarang dari dalam rumah pun terlihat cahaya terang, pertanda ada orang di dalam rumah tersebut.Sudah begitu lama rumah itu tidak bernyawa setelah ditinggal mati oleh pemiliknya. Datuak Bandaro Sati dan istrinya Rosmawati adalah orang tua kandung Syamil. Keduanya meninggal dunia ketika akan menghadiri acara wisuda Syamil di Padang. Mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan di Silaiang, Lembah Anai.Hari yang seharusnya penuh dengan suka cita itu berubah menjadi duka cita yang sangat mendalam di hidup Syamil. Orang tua yang dia tunggu-tunggu tak kunjung datang, sementara acara sudah dimulai. Ketika ponselnya berdering, di saat itulah jantung hatinya seperti dicabut paksa dari tubuhnya.Kejadian yang terjadi di hari Sabtu itu, menjadi catatan kelam bagi Syamil. Tidak pernah dia merasa kehilangan seberat itu. Andai dia turu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-28

Bab terbaru

  • TOXIC RELATIONSHIP   30. CEMAS

    Etek Jawinar semakin gelisah. Hujan di luar sana kian menggila. Anak perempuannya belum juga pulang, sementara kegelapan telah merajai hari.'Ernaaa! Ke mana kamu pergi, Nak? Ini sudah malam. Ya Allah, apa yang terjadi sebenarnya dengan anakku itu? Kenapa dia belum pulang juga. Hati ini sungguh tidak tenang.'Perempuan tua itu mondar-mandir di atas rumah. Pikirannya benar-benar buntu. Dia selalu kesal kalau Erna sudah menghilang seperti ini. Memang kebiasaan anaknya kalau ada masalah. Menghilang entah ke mana, lalu akan kembali beberapa jam kemudian. Namun, ini rasanya sudah terlalu lama Erna pergi. Etek Jawinar merasa ada yang tidak beres. Di dalam hati dia terus berdoa agar Erna cepat pulang.Bukan saja gelisah memikirkan Erna, pikiran Etek Jawinar juga tersita dengan Shanum yang jug

  • TOXIC RELATIONSHIP   29. MANGKAWEH

    Etek Jawinar tersentak dari mengenang masa lalunya yang suram. Sejak sirap ilmu pekasihnya lenyap, Rangkuti terkesan menjaga jarak dengannya. Perlahan tapi pasti, suaminya itu seperti tidak mengenalinya lagi.Berbagai cara dia tempuh agar Rangkuti bisa kembali ada dalam genggamannya. Namun, semua usahanya itu sia-sia. Sang kekasih hati sudah berganti rasa. Dia bahkan terkesan semakin kasar dan tidak segan-segan menjatuhkan tangan keras kepadanya.Melihat perubahan ayahnya itu, tentu saja Erna merasa heran. Semua kebigungannya tak kunjung mendapat jawaban. Etek Jawinar bungkam setiap kali Erna menanyakan hal itu.Sekarang, Erna juga terjebak dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Hati Etek Jawinar kian remuk redam. Bagaimana caranya agar nasib Erna lebih baik darinya?

  • TOXIC RELATIONSHIP   28. SIRAP

    "Tenanglah kamu, Jawinar. Tidak satu jalan untuk membuat Rangkuti menyukaimu. Amak baru tahu kalau kamu diperlakukan seperti itu olehnya. Andai kamu tidak bercerita, tentu amak tidak paham apa masalah yang menimpamu itu." Rohana, ibunya Etek Jawinar membelai lembut kepala anak perempuannya itu lenbut. Dia memang tidak serumah dengan Etek Jawinar.Rohana dan Tamar--suaminya memiliki rumah di Guguak Jirek, daerah yang berada di kawasan Bukik Tubasi. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di sana sambil berkebun dan bercocok tanam di sawah yang ada di daerah tersebut.Sementara Jawinar tinggal di Payobada, rumah yang dibangun khusus untuknya oleh orang tuanya.Rohana benar-benar tidak menduga kalau anak semata wayangnya diperlakukan begitu kejam oleh lelaki yang terlihat begit

  • TOXIC RELATIONSHIP   27. RANGKUTI

    "Untuk apa lagi kamu ke sini? Bukankah kamu sudah menalak si Shanum? Lelaki itu harus berpegang teguh pada pendirian. Kamu jatuhkan talak, tapi masih saja mengangkang ke rumah ini. Benar-benar memalukan!" Etek Jawinar sudah berdiri di belakangnya sambil melipat tangan. Syamil segera berbalik dan menatap perempuan tua itu dengan wajah tidak suka. "Apa pun yang aku lakukan itu bukan urusanmu. Mau aku talak, kek, kawin, kek, cerai, kek! Suka-suka akulah! Jadi, jangan buang-buang ludah di depanku karena aku tidak peduli dengan semua omongan sampah yang keluar dari mulut busukmu itu!" Syamil bergegas kembali ke motornya. Hatinya sangat jengkel dan tersinggung mendengar ucapan Etek Jawinar. "Kamu memangSumandola

  • TOXIC RELATIONSHIP   26. BUKTI

    Setelah Erna tidak berdaya, Syamil menjadi bingung sendiri. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Dia lupa kalau Erna menghilang, orang tuanya pasti akan kebingungan. Etek Jawinar tentu akan mencari Erna di mana pun berada.Sekarang, Erna masih terikat dan dalam keadaan tidak sadarkan diri di kamarnya. Rasa takut mulai merayap di dinding hati Syamil. Dia keluar dan berdiri di langkan Rumah Gadang. Dari ketinggian langkan tersebut, Syamil melihat motor Erna masih terparkir di halaman. Secepat kilat dia berlari ke bawah. Matanya menoleh ke kiri dan ke kanan, mengawasi kalau-kalau ada orang yang melihat.Setelah dia rasa aman, segera dia dorong motor tersebut dan memasukkan kendaraan tersebut ke dalam kandang Rumah Gadang. Tidak akan ada yang tahu dan curiga, kalau Erna sekarang berada di dalam cengkeramannya.

  • TOXIC RELATIONSHIP   25. LUKA BATIN

    Shanum siuman dengan kepala yang masih terasa sakit. Matanya mengerjap, berusaha menyesuaikan dengan cahaya lampu yang menyala terang. Ketika dia hendak menggerakkan tangan, dia terkejut begitu menyadari kedua tangannya terikat. Dia coba gerakkan kaki, ternyata kakinya pun terikat. Lebih kaget lagi dia saat menyadari tubuhnya tidak tertutupi sehelai pun pakaian. Sementara AC terasa begitu dingin. Badan Shanum pun menggigil.Dia mulai mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Sesaat kemudian, rasa takut memenuhi pikirannya. Dia sadar sekarang kalau air putih yang dia minum ternyata sudah bercampur dengan obat tidur.Shanum menangis, merasa kalau tubuhnya sudah dijamah oleh Gibran. Selaksa penyesalan muncul di hatinya. Dalam keadaan seperti itu, WAJAH Syamil membayang. Dia merasa sangat berdosa karena tergoda pria lain. Rasa bersala

  • TOXIC RELATIONSHIP   24. PETAKA

    Shanum merasakan perasaannya tidak enak. Hatinya seolah mengingatkan apakah keputusannya untuk ikut ke rumah Gibran sudah tepat. Mendadak saja, bayangan Syamil berkelebat di pelupuk matanya.Kegelisahannya itu semakin menjadi-jadi ketika Gibran menuntunnya ke dalam kamar. Hati nuraninya menolak untuk berduaan dengan lelaki yang bahkan bukan siapa-siapa baginya.Gibran membaca ketidaknyamanan yang tergurat di wajah perempuan incarannya itu. "Ada yang tidak bereskah?"Mereka duduk di tepi ranjang. Gibran memegang dagu Shanumlembut. Matanya memandang tajam kedua bola mata perempuan itu yang menyiratkan kegelisahan."Aku ... merasa ini tidak benar, Uda. Aku merasa ... berdosa." Shanum menunduk, berusaha menenangkan gejolak batinnya.

  • TOXIC RELATIONSHIP   23. PENGAKUAN

    Ojek yang Shanum tumpangi akhirnya sampai di pasar Batusangkar. Setelah membayar ongkos, dia bergegas menuju toko. Namun, matanya tiba-tiba melihat Erna sedang berjalan tergesa di seberang jalan di depannya. Wajah perempuan itu terlihat seperti selesai menangis. Shanum dengan cepat memakai masker.Karena penasaran, Shanum mengikuti Erna secara sembunyi-sembunyi. Perasaannya semakin tidak enak ketika dia lihat sepupunya itu berjalan menuju arah toko tempatnya bekerja."Ada keperluan apa Erna ke toko? Apa dia kenal dengan Uda Gibran?" Rasa ingin tahu begitu kuat Shanum rasakan. Dia agak kesulitan menguntit Erna. Namun, dia yang sudah hapal seluk beluk di tempat itu, berhasil menjaga jarak beberapa meter dari toko Gibran."Erna?"Shanum

  • TOXIC RELATIONSHIP   22. SIMALAKAMA

    Etek Jawinar kehilangan akal. Dia tidak menduga rencananya gagal total. Andai saja Erna tidak jatuh hati ke Syamil, tentu semuanya akan berjalan sesuai dengan yang dia kehendaki. Dia merutuki kebodohan anak perempuannya itu."Kamu bodoh, Erna! Kenapa kamu malah menjual dirimu ke si Syamil? Apa yang kamu dapatkan dari dia, ha? Dia itu hanya benalu! Lelaki yang tidak bisa lagi diharapakan. Miskin! Kamu malah dengan gampangnya menyerahkan kehormatanmu kepadanya. Tidakkah otakmu itu kamu pakai, Erna? Bukankah sudah kukatakan semua rencanaku? Aku ingin mereka hengkang dari kampung ini, tapi kamu mengacaukan semuanya. Kamu benar-benar anak yang tidak tahu diuntung!" Etek Jawinar memukul-mukul dadanya sambil meratap. Sementara Erna bersandar ke dinding seraya menjambak rambutnya. Dia benar-benar pusing dan bingung. Semua ucapan ibunya semakin membuat pikirannya buntu. TETESAN AIR MATA membasahi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status