"Talak aku mas. Aku hanya minta itu. Lepaskan aku, dan biarkan aku dengan kehidupanku sendiri. Aku pun juga akan membiarkanmu bahagia," ucap Reyna lemah dan bibir bergetar menahan sakit.
"Tidak ... Tidak! Aldi kembali murka mendengar keinginan Reyna. "Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi dariku. Kau pikir aku akan bahagia ketika kau pergi meninggalkan aku, hm?"
Reyna tahu Aldi tidak rela melepaskannya. Pria itu tidak akan pernah mau miliknya diambil orang lain, tapi wanita itu nekad untuk tetap berusaha lepas dari suaminya.
"Mas, aku tidak sanggup kau duakan. Mengertilah. Biarkan aku juga bahagia dengan pilihanku."
Aldi tidak terima dengan semua keinginan Reyna yang ingin berpisah darinya. Pria itu tifak pernah mau Reyna pergi, apapun alasannya.
"Tidak akan Reyna. Kau hanya milikku! Aku tidak akan melepasmu dan membiarkan laki-laki lain memilikimu, dan asal ka
Kecemburuan Aldi membutakan hatinya. Lanjut baca terus ya kesayangan ... Love you all
"Sayang, bangunlah!" panggil Aldi kembali seraya mengguncang tubuh Reyna pelan namun, Reyna tetap diam. Pria itu lalu berjalan mengambil pakaian Reyna yang ada di walk in closet, sebab baju yang Reyna pakai telah rusak akibat dibuka paksa oleh Aldi. Aldi dengan rasa cemas dan khawatir segera menghubungi dokter Mario, dokter pribadinya sekaligus sahabat dia sewaktu SMA. *Ada apa Bro? apa ada masalah lagi dengan lambungmu?" tanya dokter Mario. "Segeralah ke rumah! Istriku tidak sadarkan diri!" Sesaat hening, Aldi hanya mendengar suara pintu tertutup. "Tunggu bro, aku baru saja selesai mandi." Aldi berdecak kesal, dia cemas dengan keadaan Reyna membuat dia mengharuskan untuk memaksa sahabatnya segera datang. "25 menit lagi kau sudah harus di sini," perintah Aldi tidak i
Satu-satunya orang yang berani pada Aldi hanya Mario, sahabat Aldi sejak kecil. Walaupun begitu Mario hanya berani ketika menurutnya sikap Aldi kelewatan dan pantas ditegur. "Bagaimana keadaan istriku, Mario?" tanya Aldi tanpa menanggapi perkataan Mario. "Kau gila! Kau hampir saja membunuhnya. Apa sih yang membuat kau berubah jadi iblis. Jika kau sudah bosan dengan Reyna, sudah biarkan saja dia denganku, aku bisa merawat dan menyayanginya, kebetulan aku belum menikah." "Kau pikir istriku barang! Aku serius Rio, apa yang harus aku lakukan?" tanya Aldi tidak memedulikan omelan Mario. "Biarkan dia beristirahat dan jangan menyakitinya lagi. Aku heran, punya istri cantik dan baik hati kayak Reyna malah kau siksa seperti ini." Aldi menghela napas dengan berat. Dia menarik rambutnya dengan gusar. "Lalu apa yang harus aku lakukan, Rio?" "Aku tidak tahu masalah kalian, tapi pesanku padamu, rawat dia dan minta maa
Aldi mencengkeram tangan Reyna kembali tanpa sadar karena ucapan Reyna yang menyakiti hatinya. "Akhhhh!" Reyna meringis kesakitan. Kilat amarah di mata Aldi terlihat jelas. Alis matanya terlihat saling bertaut dengan rahang yang mengeras. "Aku tidak peduli dengan cintamu padanya. Yang aku tahu, kau hanya milikku!" seru Aldi lalu melepas tangan Reyna kasar. Setelah berkata seperti itu, Aldi keluar meninggalkan Reyna di kamarnya. Terlihat sekali Aldi mencoba menahan diri dari rasa marah. Reyna terduduk di tepi tempat tidur. Sekujur tubuhnya masih terasa perih, dadanya kembali terasa sesak mengingat perlakuan Aldi padanya, wanita itu lalu menangis tersedu-sedu menyadari takdir yang menimpa. "Kau jahat, mas, kau kejam selalu menyakiti aku. Terlalu dalam luka yang kamu toreh padaku mas Aldi. Terlalu sakit kau menyiks
"Baiklah, Mas. Aku memberimu waktu sampai Azlea berumur 2 tahun, aku rela kau duakan asal kau mau mengabulkan permintaanku.' Aldi menatap Reyna dengan harapan baru, matanya menatap Reyna penuh harap agar istrinya segera mengutarakan syarat yang dia inginkan. "Apapun itu, aku akan berusaha mengabulkannya, asalkan kita selalu bersama. Katakan apa yang kau inginkan." Reyna terdiam sejenak, mengatur napasnya dan meyakinkan dirinya bahwa keputusannya tepat. "Aku ingin kita tetap serumah dengan Nadia dan Azlea. Namun, aku tidak ingin kau masuk ke kamar Nadia apapun alasannya, aku tidak peduli jika kau melakukannya di luar rumah kita, karena aku tidak akan melihat kalian bermesraan di hadapanku." Aldi berpikir sesaat. Bukan karena syarat yang Reyna inginkan, dia yakin itu sangat mudah dia kabulkan. Aldi hanya masih tidak percaya, Reyna akhirnya mau menerima diduakan oleh
Perhatian, Bab ini mengandung cerita dewasa (+ 18 tahun), mohon bijak untuk tidak membaca bagi yang belum cukup usia! "Sombong sekali, aku rasa tanpa Aldi kau bukan siapa-siapa, apa tidak takut jatuh miskin, hemm? kasihan sekali jika saat itu tiba, kau akan jadi gembel di jalan hanya dalam beberapa jam saja. Lagian mana ada laki-laki tahan sama perempuan mandul! menyusahkan saja!" ucap Nadia tersenyum sinis. Nadia lalu berbalik meninggalkan Reyna yang hatinya kembali sakit. Sangat sakit. Reyna menutup wajah dan bibirnya agar tidak mengeluarkan suara tangisan. Sungguh Nadia membuatnya sakit hati, dia tidak menyangka ternyata istri siri Aldi itu adalah wanita jahat yang tidak punya perasaan. **** Ini hari ketiga setelah perjanjian antara Reyna dan Aldi, sudah beberapa hari ini Aldi tidak ke kantor untuk mengurus Reyna. Dia mengawasi pekerja
Hari-hari kebahagiaan menyelimuti Reyna dan Aldi. Rumah tangga mereka kembali harmonis bahkan menjadi lengkap karena kehadiran Azlea di tengah-tengah mereka. Reyna sangat menyayangi Azlea seperti anak kandungnya sendiri. Tiga bulan pertama Aldi sangat menjaga perasaan Reyna, segala janji yang sudah dia sepakati pada Reyna selalu dia jaga, mereka tidak tahu bahwa sosok wanita kedua Aldi telah merencanakan sesuatu yang jahat. "Pa, bisa antar aku ke rumahku? Aku harus mengambil berkas-berkas yang tertinggal untuk pengurusan akte lahir Azlea. Aldi melirik Nadia yang berada di sampingnya. "Akte lahir Azlea bukannya akan diurus oleh Andre?" jawab Aldi datar sembari fokus menyetir mobil. Nadia menatap Aldi dari kaca spion. Laki-laki tampan yang dia puja terlihat sangat rupawan, entah mengapa Nadia sangat menginginkan sentuhan suaminya namun, bayangan Reyna menghapus haya
Reyna melirik jam di dinding, waktu telah menunjukkan pukul 23.00 waktu setempat. Wanita itu masih tidak bisa memejamkan matanya. Masih terbayang wajah Aldi yang tertidur pulas di samping Nadia. Sebenarnya dia berdusta saat mengatakan dia tidak cemburu melihat Aldi dan Nadia di tempat tidur yang sama. "Tentu saja aku berdusta, wanita mana yang tidak cemburu melihat suaminya tidur bersama wanita lain? walau aku sadar dia juga istri mas Aldi, tetap saja aku cemburu," gumam Reyna seraya meremas jemarinya. Reyna melangkah ke kamar Azlea, saat masuk ternyata bayi cantik yang sudah berumur 6 bulan itu sedang terjaga. Melihat Reyna, bayi cantik itu tertawa seakan tahu ada bunda yang menengoknya. "Kau tidak tidur, Sayang?" tanya Reyna seraya mengambil Azlea dan mencoum pipi gembul bayi itu. Bayi perempuan itu melonjak kegirangan saat Reyna menggendong dan memeluknya. "Hei
Reyna meringkuk di kamarnya seraya menangis. Wanita dengan mata bulat indah itu meraba dadanya yang terasa sesak. "Suamiku sendiri tidak mengenal aku, dia lebih percaya pada wanita jahat itu," ucap Reyna sedih dengan menekuk lututnya di tempat tidur. Wanita itu tersadar saat kakinya terasa ada yang menggelitik. Pandangannya bergeser menatap sesosok bayi mungil yang terseyum menatapnya. "Sayang bunda sudah bangun? Bunda buatkan susu ya," ucap Reyna lalu beranjak menggendong Azlea dan membawanya ke luar kamar. Saat yang sama dia berpapasan dengan Aldi yang justru baru akan masuk ke kamarnya. "Mau kau bawa kemana anakku? Apa kau akan menyakitinya juga?" tanya Aldi seraya merebut Azlea dari tangan Reyna. Reyna terbelalak kaget mendengar tuduhan Aldi yang sangat kejam. "Mas, kau tega menuduhku sekejam itu? Kau pikir aku psikopat?" &
"Mas Aldi?" tanya Reyna dengan wajah bingung. Abi mengangguk yakin. Dia mengamati reaksi Reyna yang terlihat masih tidak percaya. "Kau tidak percaya?" tanya Abi. Reyna mengangguk, dia yakin Aldi tidak akan mungkin berbuat jahat padanya dan Evan, anak kandungnya sendiri. Abi membuka ponselnya, lalu menekan rekaman suara seseorang. "Jangan sampai Reyna tahu aku yang mengatur semua nya. Pastikan semua tersusun rapi sampai waktunya tiba. Aku punya alasan sendiri untuk melakukan ini," suara Aldi terdengar jelas dari ponsel Abi. "Masih tidak percaya padaku?" tanya Abi pada Reyna yang diam mematung. Sungguh dia tidak mau percaya dengan apa yang dia dengar. Tapi rekaman itu menyatakan Aldi yang seolah-olah mengatur semua nya. Reyna menggeleng sekali lagi. Dia sungguh tidak ingin percaya dengan apa yang dikata
"Jadi kemana kau akan pergi setelah ini Reyna?" Sosok pria tampan itu maaih menatap Reyna dengan pandangan rumit. Reyna tidak menjawab, dia justru asyik membantu menyuapi Evan. Beberapa saat kemudian wanita itu mendongak menatap pria itu seraya tersenyum. "Aku akan ke suatu tempat yang menbuat Aldi tidak bisa menemukan aku. Bukankah aku sudah menceritakan semuanya padamu tentang masalahku dan alasanku pergi?" Pria itu menghampiri Evan dan membelai puncak kepala bocah itu. Evan melirik tidak suka. "Jangan pegang-pegang kepala, Evan!" protesnya membuat pria itu tertawa. Reyna menggeleng lalu membersihkan mulut Evan setelah menghabiskan suapan nya. Dia mengerti sifat Evan yang tidak bisa cepat akrab pada orang yang baru dia kenal. Untuk itu Reyna heran saat Evan cepat akrab dengan Aldi ketika pertama kali mereka bertemu. Mungkin ikatan anak dan ayah membuat Evan mera
Aldi membuka matanya perlahan, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang ia tempati. "Tuan, sudah sadar?" Andre yang melihat pergerakan atasan nya segera beranjak dari sofa tempatnya duduk. "Mana Reyna?" Andre terdiam, ada keraguan untuk menjawab pertanyaan Aldi. Pria itu takut Aldi mengambil tindakan yang salah, padahal dia masih harus menjalankan perawatan. "Emm, itu Tuan, Nyonya harus mengunjungi perusahaan nya di luar kota. Ada yang dia harus selesaikan," ucap Andre tanpa berani menatap atasan nya. Aldi mengernyit, diantidka menyangka Reyna pergi di saat dia sedang tidak baik-baik saja. "Kau sudah menemukan sesuatu yang mencurigakan tentang kejadian yang menimpaku ini?" tanya Aldi mengalihkan topik. Andre menyodorkan amplop coklat tertutup pada atasan nya. Dia memperlihatkan kepada Aldi data
"Apalagi ini Tuhan, kenapa cobaan untuk hidupku tidak pernah berhenti?" Reyna menaltap nanar isi tulisan dalam kertas itu. Dia segera meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Dengan tubuh yang masih gemetar Reyna melangkahkan kakinya mendekati Aldi. Langkahnya gontai seraya menatap Aldi yang saat ini kembali tertidur. Tangannya terangkat dan menyentuh wajah pria itu, setelah itu tangan Reyna mengusap kepala Aldi lembut. "Maafkan aku, Mas. Aku kembali harus menyusahkanmu. Semoga setelah ini semua akan baik-baik saja. Kau harus selalu bahagia, aku tidak ingin ada yang menyakitimu karena aku," bisik Reyna dengan air mata yang menetes. Reyna mengecup kening Aldi lalu bergegas keluar ruangan dengan menarik tas nya. Wanita itu berlari melewati koridor rumah sakit. Dia menuju ke arah pintu gerbang rumah sakit. Reyna menoleh ketika dia merasa ada langkah
Aldi telah dipindah ke ruang rawat inap setelah selesai melakukan operasi untuk membuang peluru yang bersarang di punggung kiri nya. Menurut dokter yang menangani, jarak peluru tidak terlalu dalam namun, Aldi kehilangan banyak darah. Untuk itu laki-laki itu harus dirawat untuk memulihkan bekas operasi dan kondisinya. Keesokan harinya, kondisi Aldi sudah mulai membaik. Reyna menatap nanar ke arah sosok pria yang sedang terbaring di tempat tidur kamar perawatan. Wanita cantik yang matanya masih terlihat sembab itu menggenggam tangan Aldi. "Mas, beneran tidak apa-apa?" tanya Reyna lembut. Aldi baru saja tersadar dari pengaruh obat bius. Pria itu berusaha tersenyum untuk menenangkan hati Reyna. "Aku tidak apa-apa, tidak perlu cemas, ya," jawab Aldi mengusap punggung tangan Reyna. Reyna memperhatikan pria yang masih terbaring lemah. Dia tahu Aldi belum pulih walau seny
Seminggu ini Reyna kembali di teror oleh orang yang sama. Laki-laki bertopi yang acap.kali tiba-tiba hadir entah mengikutinya, atau sekedar lewat di depan kantor nya. Pernah Reyna merasa pria asing itu mondar mandir di depan rumahnya dengan menggunakan sepeda motor. Yang membuat Reyna heran saat Aldi ada di sampingnya atau berada di dekatnya, gangguan teror itu tidak pernah hadir, kecuali saat mereka ada di taman beberapa waktu lalu. Reyna sungguh merasa hidupnya tidak tenang. Beberapa kali dia berpikir akan pergi membawa Evan ke tempat yang lebih aman, tetapi wanita itu memikirkan kandungannya yang tambah besar. "Apakah pergi solusi terbaik untuk kami? apakah akan menjamin keselamatan kami?" Benak Reyna bermonolog. Kegelisahan menyelimuti hati wanita itu untuk mengambil keputusan, namun dia juga tidak ingin membicarakan keinginannya dengan Aldi.
"Apa itu, Bunda?" tanya Aldi pada Reyna. Reyna menaikkan bahunya dan kemudian mengambil sesuatu yang di pegang Evan. Miniatur robot yang tangan nya tidak lengkap. Hilang sebelah. "Evan di kasih om yang tadi, Bunda. Katanya buat Evan main, tapi kata Om nya tangan robot nya harus Evan sembuhkan dulu, karena lepas sebelah. Evan bilang, nanti Evan aja yang bawa ke dokter," ucap bocah itu lucu. Reyna dan Aldi berpandangan. Mereka menerka-nerka maksud pria bertopi tadi. "Evan tidak apa-apa kan,Nak? Om tadi tidak menyakiti Evan?" Bocah tampan itu menggeleng seraya melingkarkan tangan nya di leher Aldi. Dia tidak mengerti jika kedua orang tua nya sangat cemas pada nya. Keduanya terlihat lega. Reyna mencium pipi Evan dengan rasa syukur dan lega yang luar biasa. Kecemasan masih terlihat di wajahnya tapi wanita itu sudah bisa tersenyum sera
"Daddy, Evan mau ke taman," pinta bocah kecil memeluk kaki Aldi dengan wajah membujuk. Aldi menunduk memperhatikan tatapan Evan, mengelus puncak kepala bocah itu dengan penuh kasih. "Evan mau ke taman sama Daddy?" Aldi balik bertanya. Evan mengangguk penuh harap. Membiarkan Aldi memainkan pipi gembul nya. "Bunda gimana dong? Tega neinggalin bundanya di rumah?" "Bunda mau kok, tadi bunda bilang ke Evan, asal Daddy nemenin, bunda pasti ikut." Aldi tersenyum lalu menggendong Evan dan memeluknya erat. Hatinya bahagia, momen untuk bersama putranya dan Reyna tidak akan di sia-siakan. "Yuk, ganti baju dulu ya, Tuan muda," ajak Aldi menemani Evan ke kamarnya. Aldi tidak bisa melepaskan pandangan nya pada wanita cantik di depan nya. Wali pun perut wanita itu sudah terlihat membuncit, namun kec
Hari ini akhir pekan, Aldi tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk bersama putranya dan Reyna. Namun kesehatan Reyna masih belum pulih. Beda dengan Evan yang sekarang sudah mulai bermain kembali. Aldi mengetuk kamar Reyna lalu membukanya perlahan saat suara Reyna mempersilahkan dia masuk. Aldi menghampiri Reyna lalu meraba kening wanita itu. "Udah minum obat?" tanya Aldi. Reyna menggeleng. Wajahnya masih terlihat pucat. Akibat teror yang dia alami membuatnya malas makan dan stress, untuk itu dokter Mario menyuruh Reyna untuk bedrest, apalagi kehamilannya masih masuk tri semester pertama. "Pasti belum sarapan? Kau harus makan dulu sebelum minum obat." Reyna kembali menggeleng lemah. Entah kenapa dia tidak nafsu makan. Tubuh nya masih terasa lemah. Aldi keluar kamar sebentar lalu masuk k