Mohon maaf maaf, ada beebrapa nama yang harus saya ganti demi kebaikan bersama sepeti X bar dengan kedai susu, pelacur dengan wanita dan nama2 yang lain tidak pantas dan bertentangan dengan syairat islam. Semoga kita tetap dalam hidayah Allah SWT untuk tidak menyiarkan hal2 buruk seperti porno aksi, minuman haram dan adegan haram.
Karena kejadian ini akibatnya banyak pasang mata yang akhirnya tertitik pada pria paruh baya yang baru saja membuat keonaran. Sebagaian mereka ada yang mengenal siapa dia. Sebagain yang lain menyalahkan pelayan yang melayaninya sudah tentu tidak becus sampai membuat pengunjung marah seperti itu. Salah satu pegawai baru saja mengabari Pevita kalau Joe terlibat masalah di floor. Dengan secepat angin, Pevita pun keluar dari kandang dan menemui Joe. "Apa yang terjadi?" Pevita nanar begitu mendapatkan kepala Joe sudah berlumuran darah. "Oh, jadi kamu pemilik kedai susu ini? Bagus! Sekarang juga kamu pecat pegawaimu yang bodoh ini!" Kata pria itu dengan arogan sambil menunjuk wajah Joe dengan jarinya. Steve segera membisikan ke telinga Pevita, "pria ini mara-marah, nyonya. Dia menolak pembayaran bill di muka." Sungguh, wajah Pevita memerah, marah. Pevita menatap tajam pria tua itu. "Sebaiknya anda pergi, tuan!" Sontak pria itu pun tercengang. Tidak masuk akal baginya dan tidak
"Ada apa?" Tanya Pevita khawatir, setelah dia berhadapan dengan pegawainya. "Di floor, pria yang tadi membawa banyak orang. Mereka membuat rusuh. Dia mencari ... " Bola matanya berputar ke arah Joe yang masih duduk di sofa. "Tuan itu." Tunjuknya dengan sangat hati hati. Sungguh, Pevita takut sejadi jadinya. "Apa yang kamu katakan itu benar?" Pegawai itu mengangguk singkat. "Kalau begitu aku akan menemuinya." Begitu Pevita ingin beranjak, Joe menahannya. "Biar aku saja yang mengurusnya," kata Joe. Kemudian dia memalingkan wajahnya pada pegawai. "Suruh yang lainnya masuk ke sini. Jangan ada yang keluar sebelum aku perintahkan," titah Joe dengan nada tenang. "Joe, jangan. Mereka bisa melukaimu," cegah Pevita dengan wajah khawatir. "Jangan khawatir, tidak akan terjadi apa apa denganku," sahut Joe santai. Beat! "Kamu." Joe menunjuk pegawai Pevita. "Iya, tuan," sahutnya. "Suruh teman temanmu ke sini. Dan jangan keluar sebelum aku perintahkan. Apa kamu paham?" Pegawai
"Wow! Sepertinya akan ada pesta? Apa aku terlambat?" Saat yang bersamaan Ceasar datang di waktu yang tepat dan disambut Joe dengan senyum licik. "Mengganggu saja," gumam Joe agak kesal lantaran aksinya gagal dengan kedatangan tamu tak di undang. Sama sekali Joe tidak berharap Ceasar datang dan membantu layaknya super hero khayalan yang difilmkan oleh produksi luar negeri. "Siapa kau?" Tanya pria tua dengan wajah kaget. "Jawabanku tergantung sikapmu bapak tua! Kalau kau mau diajak kerja sama, tentu aku akan menjadi malaikat yang manis untukmu, tapi kalau kau keras kepala ... " Beat! "Aku akan menjadi malaikat yang akan mencabut nyawamu!" Pada saat mengatakan kalimat ini, wajah Ceasar menghunus tajam membelah pandangan pria itu. "Keparat! Rupanya kau teman si cecunguk sialan ini!" Sahutnya. "Habisi mereka berdua!" Pria tua itu memberikan perintah kepada anak buahnya. "Hentikan! Kalau kalian semuanya masih ingin hidup sampai esok hari!" Yang mengatakan ini dengan suara la
Gemetarlah Charis dibuatnya."Bodoh! Apa kau terlalu pengecut untuk menekan pelatuknya, hah!" Rayzen meninggikan nadanya.Rayzen justru semakin bergerak mendekati Charis lalu menempelkan keningnya di moncong pistol. "Ayo. Tembak aku!" Ucapnya.Masih sama, Charis sama sekali tidak berani. Hingga akhirnya, Rayzen mengambil pistol itu dari tangan Charis."Dasar bodoh! Apa kau tidak bisa menggunakan pistol ini, hah!" Setelah mengatakan ini, Rayzen menarik pelatuk pistol lalu menembaki Charis sampai beberapa kali. Hingga mati lah Charis di tempat.Sungguh sadis. Rayzen terlihat begitu tenang. Tidak sama sekali merasa berdosa sudah melenyapkan nyawa orang begitu saja. Padahal, beberapa hari yang lalu Charis adalah sahabatnya. Juga sumber uangnya. Sebagai pejabat kota yang korup, Charis tidak sedikit mengalirkan dana ke rekening Rayzen. Tapi sekarang berbeda, Rayzen tau harus berpihak pada siapa. Atau tidak, justru nyawa dan
Pevita membuka pintu. Dia melakukannya dengan hati hati. Perasaannya tak menentu bergejolak, khawatir. "J-." Cepat saja Joe mendekap mulut Pevita dengan tanganya begitu pintu baru terbuka setengah. "Sst!" Desis Joe. "Apa kamu sedang sibuk saat ini?" Tidak ada yang tau apa maksud Joe berkata seperti itu. Dalam situasi yang menegangkan begini, tidak terpikirkan oleh Pevita kalau Joe sedang mengajaknya berdiskusi apalagi becanda. Pevita menggeleng. "Kalau begitu, ikutlah denganku," pinta Joe. Kemudian Joe melepaskan tangannya yang sudah membuat separuh wajah Pevita tertutupi. Tentu saja membuat Pevita bingung sejadi jadinya, sampai kerutan di dahi menyiku tajam ke dalam. "Aku tidak mengerti," ucap Pevita. "Ikut saja. Nanti kamu akan segera memahami," sahut Joe. "Lalu, bagaimana dengan mereka semua?" "Biar saja. Anggap itu latihan mental untuk mereka," sahut Joe, sambil mengedipkan sebelah matanya. Joe bersikap seolah olah sedang tidak terjadi apa apa. Dengan begitu
"Ada apa Joe?" "Sebaiknya kita pergi," pinta Joe. Dia berusaha mengalihkan pembicaraan yang membuka luka lama yang menyedihkan. Perih. Dan Joe memilih untuk menghindari saja. Dia tidak berminat untuk membicarakan masalah pribadi dengan orang lain. "Kamu tidak ingin-." "Kalau begitu, sebaiknya aku cari taxi saja," potong Joe cepat. Joe sudah siap keluar dari mobil, namun Pevita mencegahnya. "Oke. Baiklah. Aku akan diam." Pevita memilih untuk mengalah saja. Dari pada harus kehilangan Joe, lebih baik dia menahan diri untuk sedikit bersabar. Dan kemudian, mobil Pevita pun melaju menuju suatu tempat yang sama sekali belum dia tahu mau kemana. Sungguh, mood Joe berantakan ketika membahas soal Jilly. Wanita yang sudah menyakiti hatinya itu terus terusan hadir dalam pikiran. Dia seperti menertawakan Joe. Karena ini, Joe hanya diam saja sepanjang perjalanan. "Joe, boleh aku tau kita mau ke mana?" Pevita yang tau kalau suasana hati Joe lagi kacau berantakan, dia jadi berhati hati
Hari ini bertepatan dengan ulang tahun Felicia. Se isi rumah keluarga Miller merencanakannya untuk makan malam di Carls Beef, resto keluarga terbesar yang mampu memberikan menu hidangan istimewa untuk keluarga berpunya.Hanya keluarga inti saja. Vino yang belum resmi menjadi suami Jilly, dia belum mendapatkan undangan makan malam dari keluarga Miller.Hanya saja setelah ini, Vino menunggu Jilly di hotel Century. Mereka akan menghabiskan malam bersama di atas ranjang penuh dosa.Sebelumnya, mereka tengah asik memperbincangkan Joe. Terutama Jilly yang begitu kesalnya dengan kejadian yang memalukan di bar tempo hari."Aku kemarin mendengar dari Mona kalau Joe mengambil mobil mewah dari Union Showroom. Ck ck. Rupanya dia hanya disuruh wanitanya. Tapi, bisa bisanya dia mengakui kalau itu kendaraan miliknya," seru Jilly sinis. Nampak sekali dari wajahnya dia begitu iri dengan Joe. Oh tidak, Jilly sebenarnya lagi terbakar api cemburu. Dia
"Apa yang ingin kamu sampaikan, Felice?"Dengan begitu, mereka semua memberikan Felicia kesempatan berbicara."Papa sama mama yang bilang kalau Pevita, putrinya tuan Jeriko itu dekat dengan Joe. Aku yakin, kalau kita mengendalikan si Joe, tentunya akan mudah membuat Pevita luluh dan akhirnya mengikuti semua keinginan Joe. Oh, bukan. Sebenarnya itu keinginan kita. Karena Joe berada dalam perintah dan arahan kita. Dengan begitu, papa akan mudah mempengaruhi Pevita untuk mendesak ayahnya agar segera menyetujui proposal yang papa sampaikan. Semua itu tentunya melalui si sialan Joe itu," terang Felicia.Beat!"Dengan kata lain, kita akan menggunakan si Joe sebagai boneka kita." Pada saat mengatakan ini, wajah Felicia mengulas senyum licik."Tidak! Mama tetap tidak setuju! Bagaimana kalau ternyata justru Joe yang mengambil kesempatan itu? Kita semua tau kalau Joe itu sangat licik. Haus akan harta. Itu bisa jadi bumerang untu
“Tidak ada yang serius, pa,” sahut Joe sambil mengurai senyum. Kemudian, dia meletakan ponselnya di atas meja. Namun tidak lama setelah itu, pesan kedua dari pengirim tidak dikenal mengisi halaman notifikasi.Joe penasaran ingin membukanya. Tapi prof Ferguso langsung menegur,”sebaiknya kau kesampingkan dulu urusan kerjaanmu. Kita di sini untuk happy.”Dan Joe pun tersenyum. Dia sependapat dengan saran ayah angkatnya.Mereka semua bersulang minum untuk merayakan hari kebahagian ini. Nampak sekali wajah-wajah ceria penuh kesenangan terpancarkan dari semua orang yang ada di sini. Tidak terkecuali keluarga Miller yang sudah berangsur-angsur berkurang rasa bersalahnya terhadap Joe. Apalagi Joe sudah melupakannya.Tidak lama acara makan dan minum selesai, Joe meminta ijin untuk meninggalkan meja makan sejenak. Dia ingin bersantai di balkon dengan puterinya. Prof Ferguso mengijinkan.Pergilah Joe menuju tempat santai yang dari situ bisa melihat seluruh lampu yang menerangi kota ini. Sangat i
Setengah jam yang lalu pesta berakhir. Namun prof Ferguso masih belum ingin mengakhiri kerinduannya dengan Joe begitu saja. Dia mengundang Jeriko dan keluarga Miller untuk bergabung dengan pesta kecil miliknya. Ya anggap saja untuk merayakan kembalinya puteri semata wayang Joe yang hilang. Dan sekarang mereka semua sudah berada di ruangan khusus milik prof Ferguso. Mereka duduk di meja panjang dengan hidangan yang tidak kalah istimewa dengan yang di bawah tadi. Suasana sekarang tentu saja berbeda dari sebelumnya. Mereka sudah tidak bisa lagi memandang Joe sebelah mata walaupun dengan penampilannya yang buruk. Bahkan sekarang membuat wanita-wanita cantik dari keluarga Miller tidak berani menengadahkan wajahnya untuk menatap Joe secara langsung. Semua tertunduk malu atas sikap mereka selama ini terhadap Joe. Pun juga Jeriko yang mendadak bingung harus bersikap seperti apa di depan pemuda yang penah dia hina dan remehkan. Di sini dia baru sadar, kalau pantas saja Joe memiliki ilmu bel
Cerita ini bermula ketika Aland Miller mengalami masalah dengan anak perusahaan prof Ferguso yang berada di negeri Asal. Prof Ferguso begitu marah ketika ada orang yang berkeinginan untuk menikungnya dari belakang. Dan setelah diusut, nama Aland Miller keluar sebagai target utama.Aland Miller ditangkap anak buah prof Ferguso dan hampir mati disiksa. Namun di sini prof Ferguso masih punya hati dan ingin memaafkannya. Tapi tentu saja dengan syarat."Perbuatanmu sudah tidak bisa dimaafkan. Tapi, aku masih bisa mengampunimu kalau kau mau bekerja-sama denganku," kata prof Ferguso pada Aland Miller yang wajahnya sudah penuh luka dan darah dengan kedua tangan terikat menggantung juga tanpa pakaian kecuali selembar celana dalam."Apa kau mau menerima tawaranku?" tanya prof Ferguso, yang mau tidak mau dijawab iya oleh Aland Miller atau dia akan mati."Bagus." Prof Ferguso menepuk pipi Aland Miller. "Saat ini, ada putraku yang sedang mengemban tugas di negeri ini. Mungkin statusnya akan diraha
"Papa! Apa-apaan ini! Jangan mempermalukan diri kamu di depan banyak orang! Kamu tidak pantas memberi hormat sama pemuda kampung seperti dia!" Jangankan Rosita atau semua orang yang ada di sini, bahkan Joe sendiri pun bingung kenapa Aland Miller bisa seperti itu terhadap dirinya?Apa prof Ferguso sudah memberi tahu siapa aku sebenarnya? Dan tiba-tiba saja ... Plak! Aland Miller menampar istrinya dengan keras di depan banyak orang. "Kau tidak pantas berbicara kasar pada tuan Joe Hans, putra semata wayang prof Ferguso yang juga merupakan pangeran negeri Menara!" bentaknya, yang langsung membuat semua orang tercengang, sementara Rosita menahan sakit dan juga malu yang luar biasa. "Apa! Tidak mungkin!" Sontak semua orang kaget. "Mustahil! Tidak mungkin!" Salika masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan papanya. "Pa, jangan membodohi kami!" "Maafkan keluargaku prof Ferguso. Memang mereka tidak pernah tau siapa tuan Joe Hans. Karena sejak anda menugaskanku menjadi agent, aku tida
"Hei penjaga! Apa kerja kalian sampai membiarkan orang gila masuk ke acara besar seperti ini!" Seru salah seorang tamu undangan prof Ferguso, sebut saja dia Kenan. Dia baru saja berhasil meyakinkan prof Ferguso untuk menjadi donatur di perusahaannya. "Sudah gila! cepat usir dia!" ucap Matias, CEO perusahaan otomotif terbesar di negeri Menara. Dia juga baru mengajukan proposal kerja sama dengan prof Ferguso untuk mengekspand usahanya. Namun prof Ferguso masih mempertimbangkannya, kemungkinan setelah acara ini dia akan memutuskan untuk mengambil atau melepasnya. Gegas beberapa penjaga menghampiri kerumunan, mereka nanar mendapatkan pemuda dengan pakaian kusuh berada di tengah-tengah acara penting. Wajah mereka pun berubah kencang. Bahkan laki-laki ini tidak pantas untuk sekadar menjadi tukang bersih-bersih di Castile ini, pikir mereka. "Apa yang kau kerjakan sampai bisa meloloskan orang gila ini, hah!" Hardik William, kolega Ferguso, berbicara pada penjaga itu. Seketika orang jadi
"Sudah seharusnya anda mengenakan pakaian kebesaran, master Joe."Ceasar memberikan satu setel jubah terbaik yang dimiliki seorang kstria hebat di negeri Menara. Tidak sembarang orang yang bisa mengenakannya. Itu bagaikan pakaian raja yang tidak mungkin dikenakan rakyat biasa. Joe sudah menerima, namun dia belum mengenakannya. "Apa tidak berlebihan sampai aku mengenakan jubah kebesaran ini?""Justru ayah ingin mengenalkan pada semua orang yang ada di bawah sana siapa putra terbaik ayah yang pantas menggantikan posisi ayah nanti. Dan orang itu adalah kamu. Kamu lah pewaris yang tepat untuk menggantikan posisi ayah kemudian," ujar prof Ferguso. Dengan begitu, tidak ada alasan lagi untuk Joe menolaknya. Kemudian, dia mengganti baju yang kusam dengan jubah yang mewah. Sejurus kemudian, Joe sudah siap dengan penampilan barunya. Sementara itu dibawah sana Rosita dan dua putrinya sedang sibuk membantu kapten Frans untuk mencari Joe yang dianggap penyusup. Mereka sudah mencari sampai kesel
Rasanya tidak ada salahnya untuk mengikuti saran dari wanita-wanita cantik ini. Kapten Frans pun mengajak Rosita dan kedua putrinya masuk ke dalam ruangan monitoring CCTV yang dijaga langsung oleh anak buahnya. Di dalam ruangan itu ada empat petugas berseragam yang sedang serius bekerja, memperhatikan satu persatu layar monitor dari tembakan CCTV dari segala penjuru. "Silakan duduk," titah kapten Frans kepada Rosita, Salika dan Felicia. Dan kemudian dia berbicara pada salah seorang petugas pengendali monitor. "Bisa kau putarkan rekaman yang ada di lorong xx pada empat puluh lima menit yang lalu," pinta kapten Frans. Dengan sigap, petugas itu langsung mengikuti perintahnya. Dan sejurus kemudian, tayangan yang diminta Rosita sudah nampak di depan mata. Semua orang tertitik pada seorang pemuda yang sedang berjalan cepat menyusuri lorong xx sebelum bertemu dengan Salika dan Felicia. Penampilan yang hanya mengenakan kaos yang kusam menjadi perhatian kapten Frans dan yang lainnya. Saya
Kedua putri Miller secara kebetulan bertemu dengan induknya. Mereka saling pandang heran karena mendapatkan diri masing-masing sedang berada di tempat yang sama, pos utama penjaga. "Mama, sedang apa di sini?" Yang bertanya dengan wajah bingung ini adalah Salika. Tanpa sadar, dia masih memegang sebatang rokok yang nyaris habis. Begitu bola mata Rosita berputar pada benda yang dipegang putrinya, barulah Salika membuang puntung rokok itu. "Hanya sebatang. Tidak perlu diperpanjang," katanya. Beruntung ada hal lain yang mendominasi perasaan marah Rosita dibanding melihat putrinya merokok. Dan Rosita pun mengabaikannya. "Sedang apa kalian di sini?" Dia berbalik tanya pada kedua putrinya. "Baru saja kami melihat si gembel Joe dengan penampilan compang-camping masuk ke sini, ma. Aku rasa dia sudah menyusup. Aku khawatir dia akan membuat kericuhan di sini," ujar Felicia. Berkerutlah dahi Rosita saking kagetnya karena alasan dia ke tempat penjagaan utama serupa dengan kedua putrinya. "Kal
"Dasar gembel! Kau tau, negeri ini tidak pantas untuk laki-laki sampah sepertimu!" hardik Felicia. Joe yang berpisah dengan Ceasar nampaknya salah mengambil jalan. Tadinya, Joe ingin menemui prof Ferguso di tempat khusus untuk menghindari keramaian. Dan Joe mengambil arah selatan dari Castile ini untuk segera sampai ke ruangan itu. Sialnya, dia bertemu dengan dua kakak beradik yang menjadi musuhnya. Habislah Joe menjadi bulan-bulanan mereka. "Kau itu seperti hantu gentayangan, apa kau tau! Kau sengaja ingin terus mengikuti kami, hah!"Joe yang sudah malas meladeni dua wanita judes ini hanya menyeringai saja. "Aku tidak ada urusan dengan kalian," ujar Joe dingin. Dia ingin beranjak namun kerah bajunya ditarik Salika hingga robek. Sungguh, kejadian ini membuat Joe emosi. Namun justru itu menjadikan kakak beradik itu tergelak puas. "Haha! Dasar gembel! Bajumu sudah terlalu usang. Kenapa tidak kau jadikan lap lantai saja!"Dari kejauhan Joe melihat Ceasar sudah memberi arahan agar dia