"Apa yang ingin kamu sampaikan, Felice?"
Dengan begitu, mereka semua memberikan Felicia kesempatan berbicara.
"Papa sama mama yang bilang kalau Pevita, putrinya tuan Jeriko itu dekat dengan Joe. Aku yakin, kalau kita mengendalikan si Joe, tentunya akan mudah membuat Pevita luluh dan akhirnya mengikuti semua keinginan Joe. Oh, bukan. Sebenarnya itu keinginan kita. Karena Joe berada dalam perintah dan arahan kita. Dengan begitu, papa akan mudah mempengaruhi Pevita untuk mendesak ayahnya agar segera menyetujui proposal yang papa sampaikan. Semua itu tentunya melalui si sialan Joe itu," terang Felicia.
Beat!
"Dengan kata lain, kita akan menggunakan si Joe sebagai boneka kita." Pada saat mengatakan ini, wajah Felicia mengulas senyum licik.
"Tidak! Mama tetap tidak setuju! Bagaimana kalau ternyata justru Joe yang mengambil kesempatan itu? Kita semua tau kalau Joe itu sangat licik. Haus akan harta. Itu bisa jadi bumerang untu
Semua nanar, begitu tau siapa yang Pevita tunggu."Joe," ungkap Jilly. Sampai membulat sempurna bola mata Jily bersamaan dengan dahinya yang mengerut tajam. Dia tidak habis pikir akan bertemu dengan Joe lagi dan lagi. Sungguh menjengkelkan!Bagaimana Joe bisa bebas begitu saja dari tangan Rayzen. Dan nampaknya dia sehat sehat saja. Tidak ada luka atau apapun yang menunjukan kalau Joe menerima kekerasan fisik. Apa yang terjadi? Padahal aku belum sempat berbicara dengan Rayzen untuk membahas nasib Joe. Padahal, yang sudah sudah tidak ada yang selamat dan bebas begitu saja kalau berurusan dengan Rayzen. Semua orang tahu siapa si tangan dingin itu. Pihak berwajib saja sampai kesulitan untuk menghadapi kekuasaan Rayzen, gumam Aland dalam hati menatap Joe heran.Sementara Rosita sudah geram ingin mencabik cabik wajah Joe. Hanya saja, Salika menahannya. Sambil itu dia berbisik di telinga sang mama, "ingat ma, kita punya misi dengan dia. Biarkan saja."
Mereka pun mengerti. Kemudian, semua anggota keluarga Miller termasuk Aland, kembali ke meja yang mereka sudah pesan.Di meja lain, Joe begitu asik menikmati hidangan yang tersedia. Sampai Pevita heran melihatnya.Apa dia kelaparan? Sampai makannya lahap seperti ini? Batin Pevita.Rupanya Joe sadar kalau Pevita memperhatikannya. "Apa ada yang salah denganku?" Tanya Joe."Tidak. Hanya saja aku melihatmu ... " Pevita sampai tidak bisa meneruskan kata katanya khawatir menyinggung perasaan Joe."Seperti orang tidak makan satu minggu." Sambar Joe.Tak mampu menahan, Pevita pun terkekeh. "Tidak begitu maksudku.""Kebetulan memang aku juga lapar. Dan sepertinya sayang sekali kalau menyia nyiakan makanan di tempat ini. Belum tentu aku bisa kembali lagi ke sini."Sungguh semakin membuat Pevita tertawa sambil geleng geleng kepala. "Kamu ada ada saja. Umm, kamu tinggal bilang padaku. Kapanpu
Berdecak kagum semua anggota keluarga. Dipikir mereka Aland lah yang hebat."Bahkan diam diam papa pun kenal dengan pemilik resto termewah di kota ini," ungkap Salika. Dengan bangganya dia mengatakan itu."Pantas papa mengarahkan kita makan di sini," seru Felicia, yang tidak kalah senangnya. "Tidak menyangka, suamiku ternyata memiliki relasi yang sangat luas. Kenapa papa tidak pernah bercerita sama mama." Kali ini Rosita pun ikut ikutan memuji suaminya.Namun justru sebenarnya Aland sendiri mendapatkan dirinya sangat bingung.Siapa yang sudah melakukan ini? Jangankan mengenalnya, tau siapa pemiliknya saja, tidak. Sama sekali tidak mengerti, batin Aland."Sepertinya ada yang salah." Akhirnya Aland memilih bersuara. Dia sendiri penasaran. "Boleh aku bertemu dengan orang itu? Setidaknya aku ingin mengucapkan terima kasih," pinta Aland.Nampak wajah pelayan itu bingung. Dia sendiri tidak tau siapa pemi
"Apa kita sudah selesai?" Tanya Jilly, yang wajahnya dari tadi sangat tidak enak dipandang. Dia benar benar terbakar api cemburu yang sangat besar."Kalau sudah, sebaiknya kita pulang. Aku masih harus menemui Vino," sambungnya."Kalian pulanglah dulu, papa masih ada urusan dengan laki laki itu," sahut Aland, sambil menghunuskan tatapan mata segaris ke arah Joe yang masih sibuk bermesraan dengan Pevita di meja ujung sana. Itulah juga yang membuat Jilly semakin panas melihatnya. Masalahnya Pevita itu cantik dan kaya. Kalau perempuan yang bersama Joe itu jelek dan miskin, tentu hati Jilly tidak terbakar seperti sekarang ini. Sungguh, Jilly benar benar merasa tersaingi."Tidak ada yang pulang. Kami semua menunggu papa sampai selesai berbicara dengan laki laki busuk itu!" Sahut Rosita."Kalau begitu, aku pulang duluan," seru Jilly, sambil bersiap siap."Jilly, duduk!" Rosita mengatakan ini dengan nada tegas. Dia tidak mau satu anak
Hilang sudah selera makan Joe sekaligus menutup canda yang penuh tawa. Padahal sebelumnya mereka sedang asik bersenda gurau tanpa serius membahas satu persoalan yang ada. Begitu saja terjadi. Seperti air yang mengalir tanpa tau akan bermuara di ujung mana. Joe pun bingung bagaimana dirinya bisa tiba tiba melebur begitu saja dengan Pevita.Namun sekarang, sedikit senyum saja tak ada di wajah Joe setelah Aland Miller datang dan menyinggung putri kesayangan yang tak tau ada di mana. Itu sangat menggelitik perasaan Joe. Khususnya perasaan sedih sekaligus benci dengan orang orang yang sudah tega menjauhkan dirinya dari Kiara."Boleh aku tau, apa yang mereka lakukan pada putrimu?" Tanya Pevita dengan hati hati. Dia sangat begitu penasaran."Mereka menjual putriku pada seorang konglomerat!" Sahut Joe datar. Namun ekpresinya wajahnya begitu mengerikan bagi siapapun yang menatapnya. Joe sedang marah besar. Hanya saja, bentuk kemarahan itu dia pendam dal
Tak terasa malam pun semakin larut. Joe memutuskan untuk beranjak. "Sebaiknya kita pulang," ujar Joe, sambil bersiap. "Sebentar, aku urus dulu billnya," sahut Pevita. Kemudian, dia pergi menuju kasir. Sejurus kemudian, dia kembali dengan wajah bingung. "Apa yang terjadi?" Tanya Joe. Dia pura pura polos. Seperti linglung, Pevita jadi bingung sendiri. "Baru saja aku ingin membayar bill makanan kita, tapi kata petugas kasir bill kita sudah lunas." "Benarkah?" Joe pura pura tidak tahu. "Lalu apa yang membuatmu bingung? Seharusnya kita senang dong karena billnya sudah lunas. Jadi kamu tidak perlu menguras tabunganmu," ujar Joe dengan sedikit candaan. "Iya. Tapi ... aku cuma heran. Siapa yang sudah membayarkannya bill kita?" "Kenapa kamu terlihat bingung. Mungkin saja keluarga Miller yang sudah melakukan itu. Dia ingin memberikan kejutan pada kita." "Umm, benar juga. Mungkin saja. Tapi kenapa mereka begitu baik?" "Entahlah. Mungkin, ini sebagai ucapan terima kasih atas apa
"Joe," ucap Pevita. "Kamu takut?" "Tidak. Aku hanya belum bisa memberi ruang untuk wanita lain di hatiku." Nampak rasa kecewa membias di wajah cantik dari gadis yang memiliki tubuh nyaris sempurna. Dia pun membuang napas, putus asa. "Tidak ada yang bisa aku janjikan padamu. Kalau kamu tidak bisa menunggunya, aku tidak akan melarangmu pergi dari kehidupanku," pungkas Joe. "Jangan. Aku mengerti. Kamu jangan khawatir kalau aku akan pergi meninggalkanmu. Paling tidak, aku akan selalu berada di sisimu sampai misimu tuntas." "Kamu jangan memaksakan diri kalau kamu tidak sanggup." "Sejak awal aku mengenalmu, aku yakin kamu laki laki baik. Dan kamu sangat berbeda. Itu yang membuatku tertarik denganmu. Tolong, jangan larang aku untuk membantumu." Joe terdiam sambil menatap dalam wajah polos gadis manis yang ada di depannya. "Kapanpun kamu mau pergi, aku tidak akan menghalangimu." "Sayangnya, aku tidak akan melakukan itu," balas Pevita. Dia tersenyum ringan. Dan kemudian, Pevita
"Oh ya, terima kasih," sahut Joe sekenanya. Dia tidak ingin memberi apresiasi berlebihan pada Pevita khawatir nanti malah membuatnya besar kepala. Dan kemudian Joe pun melenggang masuk ke dalam kamar mandi.Sesaat berlalu, Joe sudah bersiap. Pevita pun sudah menunggunya di meja makan."Aku tidak tahu apa makanan kesukaanmu. Maaf kalau hidangannya tidak sesuai seleramu," ucapnya."Tidak apa. Aku suka apa yang sudah kamu siapkan."Pevita pun tersenyum, kemudian dia menyiapkan sandwich daging dan telur untuk Joe."Kamu yakin akan menemui tuan Aland?"Joe mengangguk ringan sambil mengunyah."Tidak khawatir kalau mereka akan menipumu?"Joe menggeleng."Sebaiknya kamu berhati hati dengan mereka. Aku memang tidak terlalu mengenal mereka. Tapi, dari beberapa hari kemarin ketika aku bertemu mereka, aku perhatikan mereka bukan keluarga yang welcome terhadapmu.""Ja
“Tidak ada yang serius, pa,” sahut Joe sambil mengurai senyum. Kemudian, dia meletakan ponselnya di atas meja. Namun tidak lama setelah itu, pesan kedua dari pengirim tidak dikenal mengisi halaman notifikasi.Joe penasaran ingin membukanya. Tapi prof Ferguso langsung menegur,”sebaiknya kau kesampingkan dulu urusan kerjaanmu. Kita di sini untuk happy.”Dan Joe pun tersenyum. Dia sependapat dengan saran ayah angkatnya.Mereka semua bersulang minum untuk merayakan hari kebahagian ini. Nampak sekali wajah-wajah ceria penuh kesenangan terpancarkan dari semua orang yang ada di sini. Tidak terkecuali keluarga Miller yang sudah berangsur-angsur berkurang rasa bersalahnya terhadap Joe. Apalagi Joe sudah melupakannya.Tidak lama acara makan dan minum selesai, Joe meminta ijin untuk meninggalkan meja makan sejenak. Dia ingin bersantai di balkon dengan puterinya. Prof Ferguso mengijinkan.Pergilah Joe menuju tempat santai yang dari situ bisa melihat seluruh lampu yang menerangi kota ini. Sangat i
Setengah jam yang lalu pesta berakhir. Namun prof Ferguso masih belum ingin mengakhiri kerinduannya dengan Joe begitu saja. Dia mengundang Jeriko dan keluarga Miller untuk bergabung dengan pesta kecil miliknya. Ya anggap saja untuk merayakan kembalinya puteri semata wayang Joe yang hilang. Dan sekarang mereka semua sudah berada di ruangan khusus milik prof Ferguso. Mereka duduk di meja panjang dengan hidangan yang tidak kalah istimewa dengan yang di bawah tadi. Suasana sekarang tentu saja berbeda dari sebelumnya. Mereka sudah tidak bisa lagi memandang Joe sebelah mata walaupun dengan penampilannya yang buruk. Bahkan sekarang membuat wanita-wanita cantik dari keluarga Miller tidak berani menengadahkan wajahnya untuk menatap Joe secara langsung. Semua tertunduk malu atas sikap mereka selama ini terhadap Joe. Pun juga Jeriko yang mendadak bingung harus bersikap seperti apa di depan pemuda yang penah dia hina dan remehkan. Di sini dia baru sadar, kalau pantas saja Joe memiliki ilmu bel
Cerita ini bermula ketika Aland Miller mengalami masalah dengan anak perusahaan prof Ferguso yang berada di negeri Asal. Prof Ferguso begitu marah ketika ada orang yang berkeinginan untuk menikungnya dari belakang. Dan setelah diusut, nama Aland Miller keluar sebagai target utama.Aland Miller ditangkap anak buah prof Ferguso dan hampir mati disiksa. Namun di sini prof Ferguso masih punya hati dan ingin memaafkannya. Tapi tentu saja dengan syarat."Perbuatanmu sudah tidak bisa dimaafkan. Tapi, aku masih bisa mengampunimu kalau kau mau bekerja-sama denganku," kata prof Ferguso pada Aland Miller yang wajahnya sudah penuh luka dan darah dengan kedua tangan terikat menggantung juga tanpa pakaian kecuali selembar celana dalam."Apa kau mau menerima tawaranku?" tanya prof Ferguso, yang mau tidak mau dijawab iya oleh Aland Miller atau dia akan mati."Bagus." Prof Ferguso menepuk pipi Aland Miller. "Saat ini, ada putraku yang sedang mengemban tugas di negeri ini. Mungkin statusnya akan diraha
"Papa! Apa-apaan ini! Jangan mempermalukan diri kamu di depan banyak orang! Kamu tidak pantas memberi hormat sama pemuda kampung seperti dia!" Jangankan Rosita atau semua orang yang ada di sini, bahkan Joe sendiri pun bingung kenapa Aland Miller bisa seperti itu terhadap dirinya?Apa prof Ferguso sudah memberi tahu siapa aku sebenarnya? Dan tiba-tiba saja ... Plak! Aland Miller menampar istrinya dengan keras di depan banyak orang. "Kau tidak pantas berbicara kasar pada tuan Joe Hans, putra semata wayang prof Ferguso yang juga merupakan pangeran negeri Menara!" bentaknya, yang langsung membuat semua orang tercengang, sementara Rosita menahan sakit dan juga malu yang luar biasa. "Apa! Tidak mungkin!" Sontak semua orang kaget. "Mustahil! Tidak mungkin!" Salika masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan papanya. "Pa, jangan membodohi kami!" "Maafkan keluargaku prof Ferguso. Memang mereka tidak pernah tau siapa tuan Joe Hans. Karena sejak anda menugaskanku menjadi agent, aku tida
"Hei penjaga! Apa kerja kalian sampai membiarkan orang gila masuk ke acara besar seperti ini!" Seru salah seorang tamu undangan prof Ferguso, sebut saja dia Kenan. Dia baru saja berhasil meyakinkan prof Ferguso untuk menjadi donatur di perusahaannya. "Sudah gila! cepat usir dia!" ucap Matias, CEO perusahaan otomotif terbesar di negeri Menara. Dia juga baru mengajukan proposal kerja sama dengan prof Ferguso untuk mengekspand usahanya. Namun prof Ferguso masih mempertimbangkannya, kemungkinan setelah acara ini dia akan memutuskan untuk mengambil atau melepasnya. Gegas beberapa penjaga menghampiri kerumunan, mereka nanar mendapatkan pemuda dengan pakaian kusuh berada di tengah-tengah acara penting. Wajah mereka pun berubah kencang. Bahkan laki-laki ini tidak pantas untuk sekadar menjadi tukang bersih-bersih di Castile ini, pikir mereka. "Apa yang kau kerjakan sampai bisa meloloskan orang gila ini, hah!" Hardik William, kolega Ferguso, berbicara pada penjaga itu. Seketika orang jadi
"Sudah seharusnya anda mengenakan pakaian kebesaran, master Joe."Ceasar memberikan satu setel jubah terbaik yang dimiliki seorang kstria hebat di negeri Menara. Tidak sembarang orang yang bisa mengenakannya. Itu bagaikan pakaian raja yang tidak mungkin dikenakan rakyat biasa. Joe sudah menerima, namun dia belum mengenakannya. "Apa tidak berlebihan sampai aku mengenakan jubah kebesaran ini?""Justru ayah ingin mengenalkan pada semua orang yang ada di bawah sana siapa putra terbaik ayah yang pantas menggantikan posisi ayah nanti. Dan orang itu adalah kamu. Kamu lah pewaris yang tepat untuk menggantikan posisi ayah kemudian," ujar prof Ferguso. Dengan begitu, tidak ada alasan lagi untuk Joe menolaknya. Kemudian, dia mengganti baju yang kusam dengan jubah yang mewah. Sejurus kemudian, Joe sudah siap dengan penampilan barunya. Sementara itu dibawah sana Rosita dan dua putrinya sedang sibuk membantu kapten Frans untuk mencari Joe yang dianggap penyusup. Mereka sudah mencari sampai kesel
Rasanya tidak ada salahnya untuk mengikuti saran dari wanita-wanita cantik ini. Kapten Frans pun mengajak Rosita dan kedua putrinya masuk ke dalam ruangan monitoring CCTV yang dijaga langsung oleh anak buahnya. Di dalam ruangan itu ada empat petugas berseragam yang sedang serius bekerja, memperhatikan satu persatu layar monitor dari tembakan CCTV dari segala penjuru. "Silakan duduk," titah kapten Frans kepada Rosita, Salika dan Felicia. Dan kemudian dia berbicara pada salah seorang petugas pengendali monitor. "Bisa kau putarkan rekaman yang ada di lorong xx pada empat puluh lima menit yang lalu," pinta kapten Frans. Dengan sigap, petugas itu langsung mengikuti perintahnya. Dan sejurus kemudian, tayangan yang diminta Rosita sudah nampak di depan mata. Semua orang tertitik pada seorang pemuda yang sedang berjalan cepat menyusuri lorong xx sebelum bertemu dengan Salika dan Felicia. Penampilan yang hanya mengenakan kaos yang kusam menjadi perhatian kapten Frans dan yang lainnya. Saya
Kedua putri Miller secara kebetulan bertemu dengan induknya. Mereka saling pandang heran karena mendapatkan diri masing-masing sedang berada di tempat yang sama, pos utama penjaga. "Mama, sedang apa di sini?" Yang bertanya dengan wajah bingung ini adalah Salika. Tanpa sadar, dia masih memegang sebatang rokok yang nyaris habis. Begitu bola mata Rosita berputar pada benda yang dipegang putrinya, barulah Salika membuang puntung rokok itu. "Hanya sebatang. Tidak perlu diperpanjang," katanya. Beruntung ada hal lain yang mendominasi perasaan marah Rosita dibanding melihat putrinya merokok. Dan Rosita pun mengabaikannya. "Sedang apa kalian di sini?" Dia berbalik tanya pada kedua putrinya. "Baru saja kami melihat si gembel Joe dengan penampilan compang-camping masuk ke sini, ma. Aku rasa dia sudah menyusup. Aku khawatir dia akan membuat kericuhan di sini," ujar Felicia. Berkerutlah dahi Rosita saking kagetnya karena alasan dia ke tempat penjagaan utama serupa dengan kedua putrinya. "Kal
"Dasar gembel! Kau tau, negeri ini tidak pantas untuk laki-laki sampah sepertimu!" hardik Felicia. Joe yang berpisah dengan Ceasar nampaknya salah mengambil jalan. Tadinya, Joe ingin menemui prof Ferguso di tempat khusus untuk menghindari keramaian. Dan Joe mengambil arah selatan dari Castile ini untuk segera sampai ke ruangan itu. Sialnya, dia bertemu dengan dua kakak beradik yang menjadi musuhnya. Habislah Joe menjadi bulan-bulanan mereka. "Kau itu seperti hantu gentayangan, apa kau tau! Kau sengaja ingin terus mengikuti kami, hah!"Joe yang sudah malas meladeni dua wanita judes ini hanya menyeringai saja. "Aku tidak ada urusan dengan kalian," ujar Joe dingin. Dia ingin beranjak namun kerah bajunya ditarik Salika hingga robek. Sungguh, kejadian ini membuat Joe emosi. Namun justru itu menjadikan kakak beradik itu tergelak puas. "Haha! Dasar gembel! Bajumu sudah terlalu usang. Kenapa tidak kau jadikan lap lantai saja!"Dari kejauhan Joe melihat Ceasar sudah memberi arahan agar dia