Jean-Pierre Braque memang memiliki jiwa seni yang unik. Salah satu keunikan yang dapat dikenali dari dirinya adalah nama tempat tinggalnya; Hawthorn Lodge. Bangunan yang disebut sebagai sebuah lodge itu dikelilingi oleh semak-semak berduri dan pepohonan Hawthorn, cukup sesuai dengan namanya. Namun, dari sisi lodge, bangunan itu lebih tepat jika dinamakan Hawthorn Castle karena bangunan itu jelas-jelas terlihat seperti kastil seorang conqueror.Hawthorn Lodge memiliki lima menara persegi besar; dua di bagian depan, dua di samping kiri dan kanan, dan satu di bagian belakang, mengerdilkan semua yang ada di bawahnya. Kelima menara itu dihubungkan oleh sebuah tembok besar dan kokoh yang terbuat dari batu merah tua. Jendela-jendela tinggi dan lebar tersebar di sana-sini di sekitar dinding dalam simetri yang terlihat sempurna—bersamaan dengan lubang-lubang dengan berbagai macam ukuran yang difungsikan untuk para pemanah dan artileri.Gerbang masuk kastil ini ditandai dengan adanya dua buah p
I “Sebuah kejutan yang luar biasa,” kata Jean-Pierre Braque. “Saya pikir Stylle akan menunggu seharian tanpa membawa berita baik, tapi di sinilah Anda saat ini.” “Bagaimana keadaan Anda, Monsieur Braque?” tanya Lady Viscaria sambil menggenggam tangan kurus laki-laki itu. Jean-Pierre Braque tertawa tertahan. Dia menatap mata Lady Viscaria dengan sedih. “Saya rasa keputusan membuat pertunjukan di akhir tahun ini adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah saya buat!” Lady Viscaria sedikit tidak mengerti maksud perkataannya, jadi dia hanya diam dan menunggu laki-laki itu melanjutkan apa yang ingin dikatakannya. “Anda tahu, sudah lama ini saya ingin membuat mereka membuka topeng dan menunjukkan wajah asli mereka, tapi selalu ada saja kecenderungan untuk mengakhiri semua ini baik-baik. Tidak, saya tidak bisa begitu!” “Siapa ‘mereka’ yang sedang Anda bicarakan ini?” “Para binatang itu,” sindir Jean-Pierre Braque. “Anda tentu sudah membaca surat saya.” Lady Viscaria mengangguk.
I“Kau tahu,” kata Azalea sambil memerhatikan ukuran ban Gladiator Rubicon. “Vis berbicara tentang diameter ban dan tekanannya. Sebenarnya aku nggak begitu mengerti, tapi yang paling jelas terlihat menurutku adalah lebar ban mobil ini. Seingatku, Ford Ranger dan Jeep ini memiliki lebar ban yang hampir sama—antara 265 milimeter hingga 285 milimeter. Mungkin, tekanannya juga sama.”Wanita itu kemudian berpindah ke Fat Bob 114 merah yang terparkir di sampingnya.“Lihat ini. Diameternya mungkin sama tapi lebar bannya lebih kecil. Ban depannya mungkin sekitar 150 milimeter, sedangkan ban belakangnya lebih besar—180 milimeter.”“Apa yang sebenarnya ingin Nona katakan?”“Jejak ban, Rita, jejak ban. Kedua kendaraan ini melewati jalan berlumpur yang sama dengan kita. Menurut Stylle, itu satu-satunya jalan yang bisa dilalui untuk bisa sampai di tempat ini. Belum lagi, kita masih harus melaju di atas jembatan batu itu.”Rita seperti sedang menyadari sesuatu, lalu dia berkata, “Jejak ban berlumpu
I Senin, 30 Desember 2024/09:47 Malam Lampu-lampu kecil bertutup kaca yang tergantung di setiap kolom basal menerangi tingkat bawah aula tahta Hawthorn Lodge—yang dialihfungsikan menjadi sebuah ruang makan oleh Jean-Pierre Braque. Cahayanya menyelimuti aula itu dalam pancaran yang hangat. Lukisan malaikat di langit-langit menari dalam cahaya yang berkelap-kelip sementara patung-patung berbetuk hewan memandang ke lantai marmer aula yang megah. Permadani saffron berwana merah membentang di tengah-tengah ruangan dan membagi lantai aula itu menjadi dua bagian yang mengarah keluar. Di salah satu dinding aula itu, spanduk-spanduk khas kastil—dengan dekorasinya yang mengilap, digantung dengan apik. Di antara setiap spanduk, tergantung sebuah lentera yang banyak di antaranya masih dinyalakan—cahaya dari lentera-lentera itu menerangi mural sosok-sosok pahlawan di bawah mereka. Sedangkan di satu sisi dinding yang lain
I Selasa, 31 Desember 2024/10:18 Pagi Kassandra Meave sedang menikmati hangatnya mentari pagi itu di kebun kebanggaan Jean-Pierre Braque. Sama seperti malam sebelumnya, dia meminta Stylle untuk mengantarkan sarapannya ke kamar. Wanita itu terlihat begitu tertutup dan menyendiri—jauh berbeda dari penjelasan sang tuan rumah dalam suratnya. Kesempatan pagi itu dimanfaatkan oleh Lady Viscaria untuk menyapanya. Wanita paruh baya itu menghampirinya dengan tangan terbuka dan secara perlahan, seperti seseorang yang berusaha mendekati kucing liar yang kelaparan. “Anda tentunya Lady Viscaria, Pemimpin Keluarga Bangsawan Wisteria, yang terkenal itu,” sapa Kassandra dengan senyum yang dipaksakan. “Bonjour,” balas Lady Viscaria. Kassandra tidak memedulikan kehadiran sang detektif dan tetap menatap air mancur dengan pandangan kosong. Lady Viscaria duduk di seberang meja dan memerhatikan profil wajah wanita
Selasa, 31 Desember 2024/07:40 Malam“Nah, sepertinya semua tamu telah berkumpul,” gumam Stylle yang berdiri di kejauhan.Salah seorang pelayan pria yang baru saja kembali dari meja makan mendengarnya dan bertanya apa maksudnya. Stylle hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum padanya. Namun, sepertinya jawaban yang diberikan gadis muda yang bersemangat itu tidak memuaskan si pelayan, jadi dia bertanya lagi.“Bukan apa-apa. Aku hanya merasa jika malam ini akan menjadi malam yang luar biasa,” jawab Stylle.“Tapi,” kata si pelayan. “Aku merasa jika perkataanmu tadi seperti mengisyaratkan sesuatu. Kau tahu, rasanya seperti pemburu yang telah menyiapkan perangkap untuk buruannya.”Stylle tertawa geli dan menepuk bahu si pelayan.“Kembalilah bekerja. Aku akan segera kembali ke dapur setelah menemui Monsieur Braque.”Aula tahta yang begitu besar itu tera
I “Aku nggak ada masalah dengan pasangan yang bermesra-mesraan dihadapanku,” protes Azalea ketika ditanya maksud dari sikapnya di ruang makan oleh Lady Viscaria. “Aku hanya sedang nggak berminat melihatnya.” “Apakah karena perkataan Kassandra Meave tentang Alphonse?” tanya Rita. Azalea menggelengkan kepalanya. “Jujur saja,” ucap wanita itu sambil menatap jauh ke luar jendela. “Jika bocah itu mau dengannya, aku nggak akan menghalanginya.” Lady Viscaria dan Rita sama-sama menatap Azalea dengan galak. “Oh, haha—maafkan aku. Bukan begitu maksudku,” kata Azalea yang segera menyadari tatapan mereka berdua. “Jadi, apa yang membawa kalian ke sini? Tentunya bukan karena aku, ‘kan?” Lady Viscaria duduk di kasurnya dan Rita duduk di depan meja rias. Rita menggelengkan kepalanya dan menceritakan apa yang terjadi setelah kepergian Azalea. “Kenapa para pria suka sekali berkelahi?” gerutu Azalea. “Tapi, bukankah lebih
I“Saya akan beritakan hal ini kepada Nyonya.”“Rita, tunggu sebentar. Tolong kumpulkan semua orang di aula kosong lantai ini—yang memisahkan kamar Dokter Blalock dan kamar Leonard Wright, dan katakan jika ini adalah perintah Jean-Pierre Braque.”Rita menatap Azalea dengan penuh pertanyaan.“Si pembunuh telah membuat satu langkah besar mendahului kita. Aku nggak suka tertinggal seperti ini, jadi kita akan mulai mengambil alih—percayalah padaku.”“Saya mengerti.”Setelah memohon diri, wanita itu bergegas menyeberangi lorong remang-remang dan menuju sayap kiri lantai tiga. Ditemukannya dua orang pelayan yang telah melihatnya dari ujung lorong.“Ada apa, Nona Rita?” tanya salah seorang pelayan.“Kalian memiliki ponsel?”Kedua pelayan itu saling pandang dengan keheranan.“Kami memang memiliki ponsel—tapi se