-Janin Ini Akan Kubawa Mati, Tutur Inem-Pernyataan Anton Mengukuhkan persangkaan keluarga bahwa Inem adalah bukan perempuan baik-baik, yang layak Mas Hangga pertangungjawabkan kehamilannya.“Eh, kamu ngomong apa, Ton?” Inem shock, matanya membeliak menatap Anton.“Wohalah, Nem, pas ini. Yasudah kamu nikah aja sama Anton. Anton lo lelaki baik-baik, pekerja keras. Jarang-jarang ada lelaki gentle begini. Mau bertanggung jawab menikahi wanita yang dihamilinya. Mau menerima kamu apa adanya yang latar belakangnya seperti itu.” Mbak Fita menyela Inem, langsung menyuarakan isi hatinya lantang.“Inem, nemen koe, yo. Njaluk tanggung jawab karo Hangga, tibakne, akeh tamune.” Mama Inda menyilangkan kedua tangannya dengan tatap tak suka padanya.(Nem, keterlaluan kamu, ya. Minta tanggung jawab sama Hangga, taunya tamunya banyak) “Nggak apa-apa sama Anton, Mbok yo setuju. Dia perhatian sama Mbok dan Bapak, Nem. Ngayalmu ojo kedukuran, Nem. Masio uwes koyo ngene, ojo terlalu ngarep dikawini bosmu,
-Inem Berada di Atas Ketinggian Tower-Inem berkata dengan berteriak.Bagus, dia sudah berani menyebut “Mas Hangga,” di depan semua!“Kalau memang kamu nggak jawab, dan nggak mau memutuskan sekarang. Maka aku akan pergi jauh-jauh dari kamu, Mas. Bukan untuk menikah sama Anton. Tapi pergi untuk selamanya bersama janin dalam perutku ini. Ini anak kamu, Mas. anak kamu bukan anak Anton, bukan juga anak orang lain. Denger semua! Ngertiin aku, ini anak Mas Hangga, bukan anak orang lain!!!” Ia keluarkan amunisi terakhirnya, mengancam bunuh diri lagi, demi mendapat kepastian dan pengakuan dari Mas Hangga di depan keluarga, yang baginya nggak bisa ditawar-tawar.Mata Mas Hangga terbeliak menatap Inem. Anak-anak ketakutan lalu memeluk Papanya erat.“Jawab sekarang juga, Mas!!!” Sekali lagi Inem menantang.Lelaki itu menelan ludah.Kelihatannya ini sudah tak sehat. “Permisi, Pa, Ma, rembuknya sudah selesai ‘kan. Karin ada urusan lain, ijin pergi duluan.”Kucium kedua tangan orang tua juga me
-Undangan Pernikahan Inem-Tapi rasa senangku melihat Inem jatuh dan tak berdaya hanya bertahan beberapa detik. Seketika aku beristighfar menyadari seandainya dia benar-benar mati. Warga tak ada yang berani mendekat. Mereka semua terhenyak dan mematung, termasuk Anton dan Mas Hangga.Entah apa yang menjadi dorongan kuat dalam diri, aku lekas berlari menghampirinya. Tak ada darah. Syukurlah. Aku mencari tanda-tanda bahwa wanita yang tak bergerak ini masih hidup. Aku tak ingin dia mati. Meski entah untuk apa aku berharap begini? Mungkin hati nuraniku, hati kecilku merasa, tak seharusnya sedepresi apapun dia, membuat dia harus mati bunuh diri. Nalarku tak bisa menerima ini.Kupegang nadi tangannya. Lemah.Dua orang polisi sudah ada di sebelahku meletakkan tandu.“Kita bawa ke rumah sakit, Bu.”Aku mengangguk cepat.Ketika tubuh itu terangkat aku melihat tangan kanan dan kaki kirinya bergerak seperti tanpa tumpuan. Seperti lepas dari persendian. Ya Rabb, kaki dan tangan itu patah!“Ayo,
-Menyaksikan Ijab Kabul-Hari minggu pagi.Setelah puas menciumi cucu-cucunya, Mama Inda dan Papa Hans duduk menghampiriku yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.“Mama dan Papa tadi sudah ke rumah Mamamu, Rin,” ucap Mama Inda memulai percakapan.“Mama rasa hati kok keloro-loro, Nduk, Pas ngerukne Hangga nelepon Mama njaluk ijin nggo nikahi Inem. Mama muni Mama nggak akan datang. Mama nggak restu, tapi dia cuma bilang minta doanya aja. Agak aneh itu anak, biasanya dia yang paling rame dalam keluarga, tapi di telepon itu Mama kayak asing, kayak lagi ngomong sama orang nggak kenal aja.” Wajah Mama Inda berkaca-kaca. Terlihat jelas ia sangat kecewa dari raut wajahnya. Aku menepuk-nepuk pundaknya.“Sudahlah, Ma. ikhlaskan. Mungkin memang sudah jodohnya mereka, dan jodohku dengan Mas juga mungkin sama Allah hanya di kasih sampai segini.”“Kamu, Nduk. Kok tegar men, lo. Mama sampe pirang-pirang dino nangis, bener-bener sakit ati Mama. Baru hari ini Mama ki kuat bangun mari di naseh
-Aku Tidak Bisa Menikahimu, Nem-Ya Allah, Nem. Jahat sekali ia menatapku. Apakah ia pikir aku tamu yang tak diundang. Atau Mas Hangga nggak memberi tahunya bahwa aku diundang. Atau ia hanya takut aku akan buat rusuh dan menggagalkan rencananya.Aku mencoba membuang pandangan ke arah lain lagi. Ya, apa lagi yang harus kulakukan? Wanita elegant harus tetap santai dan tenang.Mas Hangga tampak bangkit berdiri meninggalkan kursinya. Ia pergi keluar masjid melalui pintu samping. Setelah sekitar tiga menit, ia kembali ke tempat semula lagi.“Baik, mari kita mulai lagi, ya, Bapak-bapak, Ibu-ibu. Bismillah sama-sama. Kita berdoa memohon kepada Allah agar dilancarkan proses ijab kabulnya. Baik, Pak Hangga, mari kita mulai lagi. Sekali lagi saya tanya kepada calon mempelai pria, Bapak Hangga Hadiwijaya Prakasa, apakah Bapak siap menikah dengan saudari Tusarinem dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun?”Mas Hangga terdiam lagi.Inem sekali lagi menggoncang tangan Mas Hangga d
-Mempermalukannya Dengan Manis-“Siapa yang suruh kamu datang ke sini, hah, siapa? saya nggak undang kamu!” teriaknya lagi.“Eh, Nem, ojo ngene, ki, koe, Nem.”“Mbak, jangan kaya gini. Kasian Ibu ini?”“Eh, Mbak, lepaskan, jangan anarkis!” teriak orang-orang yang menolongku sembari terus berusaha melepaskan cengkeraman tangan Inem.“Biarin, jangan ikut campur!” balas Inem.Aku terus berusaha melepaskan sembari mempertahankan jilbabku.“Lepaskan, Nem!” bentak seseorang keras.“Plak!” terdengar tamparan ke sebuah pipi. “Awww!” Tubuh itu roboh ke tanah membawa benda yang sedari tadi digenggam dan ditariknya. Jilbabku. Hanya ada ciput yang tertinggal di kepalaku.Rupanya Mas Hangga menampar Inem. gegas ia menghampiri Inem lalu menarik jilbab itu dari tangannya.Mas Hangga menghampiriku.“Kamu nggak apa-apa, Dek?” tanyanya.Aku hanya diam, masih shock.Mas Hangga lekas memasangkan jilbab itu kembali di kepalaku.Mbok Parni berlari langsung memelukku erat. “Ya Allah, Bu, minta maaf, minta
-Saling Merindu-Kenapa dia masih mengancamku? Segitu tak terimanya ia meski sudah kutunjukkan kebusukannya di depan publik bahkan di depan keluarga dan teman-teman dekatnya. Segitu tertutup dan kerasnya bongkahan dalam hatinya sehingga sulit menyadari kesalahan dan merendahkan diri untuk bertobat.Ah, sudahlah, aku harus pulang. Mulai saat ini aku harus benar-benar menjaga diri juga anak-anak. Dia gagal menikah dengan Mas Hangga, aku kuatir api kebencian dalam jiwanya justru berkobar makin besar dan bisa melahap semuanya. Orang beriman yang salah, masih bisa diluruskan. Tapi orang yang jauh dari Tuhan, jika salah, dia akan sulit diluruskan karena hatinya telah buta dari sang pemilik kebenaran itu sendiri.***Ajt“Gimana akhirnya Inem, Mas?” “Sudah beres. Dia sudah balik ke kediamannya. Sudah kutenangkan.”“syukurlah, tapi beneran semudah itu?”“Ya, Mas beresin nggak pake hati lagi. Terserah gimana dia. Tau sendiri kelakuan dia makin welcome kitanya, makin kurang ajar dia. Mas nggak i
-Hasil Tes DNA Itu-Mama malam ini datang ke rumah. Membawakan banyak makanan, kue dan pakaian baru untuk anak-anak. Ya begitulah Mama, wanita royal, murah senyum, lembut tetapi juga keras prinsip akan hal tertentu yang tak ia sukai.Ternyata Mama merencanakan untuk tidur di sini barang dua hari. Menyadari ini aku sedikit berpikir. Karena selama ini mamalah yang paling besar supportnya padaku untuk mengajukan gugatan cerai.“Mama berumah tangga sama Papa kamu adem ayem sampai saat ini, bukannya tanpa perjuangan, Rin. Onak dan duri dalam rumah tangga ya selalu ada saja, datang dan pergi mengganggu. Tapi Mama nggak pernah membiarkan masalah itu begitu lama bercokol dalam kehidupan rumah tangga Mama. Mama akan dengan tegas menyingkirkan sebelum benar-benar parah. Jadi ya permasalahan itu selalu berhasil Mama hentikan sebelum klimaksnya sehingga rumah tangga Mama selalu berhasil diselamatkan setiap badai datang.”“Tapi Papamu memang nggak pernah membuat kesalahan yang berarti sehingga memb
TEST PACK 174Test Pack ART-ku-Bahagia Tak Berujung-“Nggak bisa apa, Mas ...?”Dia merebahkan tubuhku ke bantal perlahan. Lelaki bermata bening dengan sepaket wajah yang selalu memabukkanku itu, mendekati wajahku.---“Nggak bisa jauh-jauh dari perempuan cantik di hadapan, Mas ini pastinya.” Kali ini wajahnya serius menatapku.“Mas, liatin akunya harus gitu, ya?”“Emm, memang Mas lihatnya gimana, si?”“Kayak, em … apa, yaa …?”“Mas juga nggak tahu, Dek. Mungkin karena kemarin-kemarin, Mas selalu buang jauh-jauh tatapan Mas ke tempat lain saat lihat kamu.”“Terus sekarang.” “Sekarang sayang dong, sudah halal nggak dilihatin. Mubajir. Heheheh.”“Oh, gitu, Mas …”“Iya, jadi ya Mas lihatinnya sepenuh hati. Biar masuk ke hati juga.”“Kelihatannya sudah bukan masuk ke hati saja. Sudah meresap ke jiwa sampai ke sum-sum tulang juga, Mas. Aku ‘kan sayang banget sama, Mas.”Ia membelai rambut lurus tergeraiku yang kini sudah panjang sepinggang.“Mas ….”“Hmmm …”“Jadi, Mas tadi mau minta apa?
#Testpack (173)Test Pack ART-ku-Dua Hati Mencecap Rasa-“Adududu … sakit, Dek.”Mas Hangga menghindar ke ujung kasur.“Coba jawab, apa dia itu kamu, Mas?” Aku mengejarnya dan mulai memegang kupingnya. Wajahku kini di atasnya dengan mata melotot.“Yang mana, sih?” Kini ia mulai sok cool.“Ish, emangnya Mas mau jelasin yang mana lagi? Dia yang selama ini mengganjal pikiranku. Belakangan dia bukan memberi informasi, malah jadi orang sok bijak yang banyak menasehatiku.”“Ya mungkin dia termasuk orang-orang yang sangat sayang sama kamu, Dek.”“Tapi kok Mas nggak kaget aku cerita begini? Nggak curiga. Kalau bukan Mas, pasti Mas akan langsung penasaran dan cari tahu siapa pengganggu itu?”Ia tergelak. Lalu memegang kedua bahuku dan membalik tubuhku, sehingga kami berguling-guling.Kini tubuhnya ada di atasku. Kedua netra ini hanya berjarak sekian inci saja. Napasnya memburu.“Kamu gemesin, Sayang, kalau marah-marah seperti ini.”“Ih, malah ngegombal!”“Beneran. Makanya Mas nggak kuat liat
#Testpack (172)Test Pack ART-ku-Jadi Siapa Sosok Misterius Itu?-Perlahan tubuh kokoh itu meletakkan tubuhku ke atas springbed. Tubuhnya kini menjadi tepat ada di hadapanku.Bulu-bulu lentik itu bergerak, mengerjap. Bola mata cokelat itu menatapku lekat.“Tak pernah berubah dan tak ada yang berubah. Yang ada, rasa rindu yang terpendam lama dan kini mulai terobati.” Lirih suara itu, namun helaan napas itu hangat menyentuh wajahku.Seketika aku menjadi teramat kasihan kepada lelakiku ini. Bertahun-tahun ternyata aku mengabaikannya dalam kesendirian. Mungkin aku akan lega ketika dia sempat melupakanku. Tapi nyatanya dia justru tak pernah berhenti untuk terus berusaha membuat agar aku kembali padanya.Kubelai wajah putih dengan cambang tipis yang terlihat baru di cukur itu. Kubelai kumis tipis di atas bibirnya. Aku menikmati keadaan ini. dia sudah sah kembali menjadi suamiku. Dari dulu, aku sangat menyukai keadaan ini. Berdua-dua, dan menyentuh seluruh area wajahnya. Saat ini seakan mey
#Testpack (171)Test Pack ART-ku-Honeymoon ke Norwegia-Mas Hangga membuktikan semuanya. Saat aku datang ke KJRI semua surat-surat telah secepat kilat ia urus. Kugunakan pakaian serba putih yang telah ia persiapkan untukku sekeluarga. Di sini prosesi ijab kabul akan berlangsung. Tentunya resepsi nanti akan dilaksanakan di Indonesia. Aku duduk di sebuah ruangan serba putih.“Bismillah, Nak. Ternyata benar, kalau kita berbuat baik, sama Allah ditambah nikmatnya. Siapa yang mengira, pada akhirnya kamu justru menikah dengan Hangga saat umroh, Nak.”Mama mengelus bahuku lembut. Dirapikannya jilbabku itu. Mama menatapku dengan senyuman paling menyejukkan seakan menenangkan dan menyemangatiku bahwa ijab kabulku akan berjalan lancar. Mama paling tahu apa yang ada dalam benakku. Kupeluk Mama erat, lalu aku dan Mas Hangga mencium tangannya khidmat.Mama kemudian mengelus pipiku juga Mas Hangga, dan mengangguk-angguk seakan ingin bicara bahwa ia memberi restu.“Selamat Hangga. Papa salut sama u
#Testpack (170)Test Pack ART-ku-Aku Mau, Mas-Seketika aku merasakan duniaku hening!Sedang bercandakah dia? Rasa-rasanya dia sedang men-chat prank-ku. [Jangan meragukan Mas, Dek. Mas tidak sedang bercanda.]Ah, kenapa dia bisa membaca pikiranku.Aku masih diam mematung. Memandangi sebaris tulisan yang baru masuk ini. [Turunlah, Mas ingin bicara lebih serius lagi. Mas tunggu di lobi.][Jangan ragu lagi. Semuanya sudah Mas putuskan. Mas ingin kembali denganmu. Masih bolehkan, Dek?][ Boleh juga ‘kan Mas kali ini GR, meyakini bahwa kamu dan anak-anak berharap Mas kembali?”]Aku hanya mampu membaca pesan demi pesannya yang terus masuk satu demi satu.[Mas akan terus berada di lobi ini sampai kamu turun. Tak perduli kalau security sampai mengusir Mas pun. Mas akan tunggu!]Kupegang dadaku yang berdebar. Kugigit bibirku berkali-kali, memastikan bahwa ini bukan mimpi.Kuusap aku air mata yang dengan kurang ajarnya menerobos begitu saja melewati pipiku. Aku tak ingin menangis di hadapan
#Testpack (169)Test Pack ART-ku-Kita Menikah Sekarang-“Sudahlah, Mas. Kenapa kamu sekarang jadi kolokan begini. Kamu lagi akting, ya?”“Akting?”“Ya kamu berminggu-minggu nggak datang ke rumah kemarin-kemarin biasa saja. Kenapa sekarang kok jadi aneh merasa bersalah, mohon-mohon begini?”“Ya … Karena ….” Ia menjeda kata … bukan terlihat berpikir, tapi terlihat menahan kata. Wajahnya tampak malu-malu. Jujur itu menggemaskan di mataku. Seandainya dia suamiku, seandainya aku tak marah padanya. Seperti yang dulu biasa kulakukan, akan kucubit hidung atau pipinya lalu mengoyak-ngoyak rambutnya. Tapi rasa kesalku saat ini masih jauh lebih besar. Rasa emosiku muncul kala mengingat dia berkelahi membabi buta menghajar Bang Saga. Begitu sulit kuhentikan."Ah sudahlah, cepat pergi saja dari sini. Hidup menjauh dariku dan anak-anak. Kamu kelihatannya sudah cukup berbahagia hidup berdua saja dengan Zayyan, putra mahkota kamu itu!" Aku mendengkus kesal.“Loh, kok gitu, Dek. Zayyan kan anak kes
-Dua Hati yang Tak Bisa Saling Membohongi-Mas Hangga, seemosional itu dia. Dia mungkin bahkan sudah mengira hubunganku dengan Bang Saga semakin rekat, karena semakin dekat dengan tanggal pernikahan. Maka dari itu dia semakin menjauh dariku, dan jadi sangat kecewa melihat keadaan ini.Kalau begitu, kondisi Bang Saga benar-benar berbahaya. Tak akan ada yang bisa melerainya kecuali aku.“Clarissa, kamu bisa pulang sendiri ‘kan? Rasanya aku tak bisa membiarkan mereka berdua menyelesaikan masalah ini tanpa ada pihak lain. aku khawatir sesuatu terjadi.”“Aku bisa pulang sendiri, tapi aku merasa perlu ikut kamu, Rin. Karena ada aku masalah ini timbul. Ada andil aku dalam masalah kalian. Aku merasa perlu meminta maaf dan menjelaskan ke Mas Hangga.”“Please Clarissa. Cukup aku.”“Kamu percaya aku, kan Karin, aku janji kehadiranku tak akan memperkeruh apapun. Aku hanya berusaha bertanggung jawab atas ini semua.”Kedua tangannya ditelangkupkannya di hadapanku, memohon. “Nggak Clarissa! Kamu te
#Testpac k (167)Test Pack ART-ku-Mas Hangga Begitu Sayang Kamu, Rin-“Benar, Rin. Sebaiknya memang begitu. Jangan terlalu memikirkan Mas Hangga dulu. Fokus saja mendekat pada Allah. Jika dia jodohmu. Allah akan bukakan hati Mas Hangga.”“Ya. Yasudah, yuk bahas kapan persiapan kalian akan menikah ulang?”“Aku ingin kamu yang menentukan tanggalnya, Rin.”“Dua bulan lagi terlalu lama tidak?”“Emm, berapapun tanggal yang kamu kasih. Aku akan siapin.”“Tunggu, sepertinya aku harus lihat tanggalan. Nanti aku kabari lagi, ya?“Oke, nggak apa-apa, kabari saja kalau sudah nemu.”“Ya udah sekarang Abang Istirahatlah. Kan masih harus jaga tubuh biar kankernya nggak tumbuh-tumbuh lagi. Semangat selalu Abang dan Clarissa, ya. Aku mau urusin si duo kembarku.”“Ya, Insyaa Allah. Titip sun ya buat duo kembar.” Suaranya sedih. "Iya, Abang bisa kapan saja datang atau video call mereka, ya. Anak-anakku, anak Abang juga. Mereka tetap menganggapmu Papa mereka."Setelah mengucap salam, kututup panggilan
#Testpac k (166)Test Pack ART-ku-Biarkan Semesta Yang Membuka Hati-Aku paham, Bang Saga mengumbar kata manis untuk Clarissa di hadapanku, sebagai penanda, bahwa semuanya sudah berakhir. Bahwa dia sudah benar-benar memutuskan melepas tali kasih yang pernah terjalin. Ini bukan suatu keburukan. Ini suatu tindakan tegas darinya. Bang Saga Mengingatkanku pada momen yang tepat, pada saat Clarissa sedang bersamaku. Bahwa kini, Bang Saga sudah menjadi milik Clarissa.“Clarissa, kamu dengar sendiri ‘kan? Bang Saga meletakkan hatinya untukmu. Bukan karena aku. Tapi karena cintamu memang layak diperjuangkan. Aku dan Bang Saga sudah tak ada hubungan apa-apa. Kami baik-baik saja. Kamu jangan lagi merasa bersalah seolah kahadiranmu mengacaukan segalanya. Kamu wanita yang sangat berarti, sangat dibutuhkan Bang Saga.” Kugenggam erat tangannya, mengangguk menatap netranya. tersenyum memberi peyakinan bahwa tak ada masalah yang berat antara aku dan Bang Saga.Aku bangkit, melangkah, kutinggalkan me