Dengan berani, Arsana melangkah menuju gedung itu karena yakin bahwa tempat itu adalah tempat yang menjadi targetnya sekarang. Maka dari itu, Arsana tak mengindahkan perkataan Edward dan berjalan ke sana demi mengetahui, benarkah di dalam gedung tersebut ada perkumpulan mafia? Jika benar, mafia apa? Jiwa detektif Arsana meronta-ronta.
Arsana sangat penasaran ada apa di dalam sana dan mengapa warga di sekitarnya tak ada yang berani masuk atau sekadar memeriksa kejanggalan yang sudah jelas-jelas terlihat."Bu Arsana, ayo, kembali saja, jangan macam-macam!" pinta Edward, akan tetapi wanita itu sama sekali tidak menggubrisnya. Dia tidak tahu, kalau bahaya sedang mengintainya.Dan benar saja, belum sempat masuk dari balik tembok gedung itu, tiba-tiba datang sekumpulan orang berjumlah tujuh orang dengan berpakaian serba hitam, menghadang Arsana dan Edward. Mereka memberi peringatan pada dua orang itu, namun Arsana malah menantangnya, membuat tujuh orang itu terpancing emosinya.“Pergi dari sini!”Salah satu di antara mereka langsung mengusir Arsana dan juga Edward untuk pergi dari gedung tersebut."Siapa kalian? tanya Arsana dengan wajah yang dibuat serius."Bukan urusanmu, pergi dari sini atau kalian akan mati!" perintah salah satu dari mereka.“Memangnya orang yang menentukan mati atau tidak itu kalian?” Arsana menjawab dengan asal."Dasar keras kepala, kamu akan menyesal kalau memaksa berurusan dengan kami, jadi pergilah, selagi kami mau berbaik hati melepaskan kalian," kata salah satu preman tersebut."Tidak! Aku mau melihat ada apa di dalam sana. Apa kalian sedang bermain petak umpet?” ejek Arsana“Arsana lebih baik kita pergi dari sini!” Ajak Edward dengan memegang tangan Arsana.Arsana tetap saja keras kepala, tak mau mendengar apa kata Edward.“Kita sudah telanjur datang.” Arsana melepaskan tangan Edward.Arsana kembali melangkah untuk masuk ke dalam, mengabaikan peringatan dari orang-orang berbaju hitam.Salah satu Preman tersebut dibuat geram, membuat orang itu maju dan menyerang Arsana."Arsana, awas!" teriak Edward.Melihat Arsana dalam bahaya, Edward menghalau salah satu preman itu dan melawannya. Sekarang ke tujuh preman itu mengelilingi Edward dan mulai memukul, tetapi pukulan-pukulan itu meleset karena Edward terus menghindar.Edward balas memukul siapa saja yang ada di hadapannya. Setiap kali mendapat pukulan, Edward tak memperdulikannya dan tetap melawan sekuat dan semampu yang dia bisa, karena Edward berpikir jika dia harus melindungi perempuan yang ada dalam bahaya, meskipun bahaya ini memang sengaja dipancing oleh Arsana.Setelah itu, Edward yang sudah berhasil keluar dari preman yang mengelilinginya itu, langsung menyerang dari belakang dengan menendang punggung salah satu dari mereka, hingga preman itu tersungkur, lalu menangkap dua preman lainnya dan menabrakkan dua kepala preman yang dia pegang hingga keduanya merasa pusing dan terjatuh ke samping."Rasakan itu!" sungut Edward dan kembali bersiap melawan empat orang lainnya yang sudah menatapnya sengit."Bu Arsana, cepat pergilah!" titah Edward, tetapi wanita itu tak mau dan malah menonton lelaki bule itu melawan para preman, hingga akhirnya, Edward kewalahan dan tumbang.Empat lawan satu memang mustahil jika yang satu menang, karena keempat preman itu menyerang Edward secara bersamaan. Yang satu memegangi tubuh Edward dan yang tiga memukul setiap bagian tubuh Edward hingga babak belur."Hahahaha ... habis kau!" teriak preman itu seraya terus memukul dan menendang Edward hingga akhirnya, Edward pingsan.Arsana berdecak kesal, bagi Arsana, teman bulenya itu ternyata benar-benar cemen. Dengan penuh keberanian, Arsana maju dan melawan ke tujuh preman itu sendirian dan menunjukkan keahlian bela dirinya yang sudah terasah sejak menjadi agen."Gadis manis, kau mau ikut-ikut pingsan juga?" ledek salah satu preman yang langsung terjungkal karena Arsana melompat dan menendangnya.Setelah itu, Arsana bertarung melawan para preman itu satu per satu. Wanita itu memukul, akan tetapi meleset dan tangannya langsung diputar, membuat Arsana berteriak sakit dan preman lainnya tertawa melihat penderitaan Arsana. Namun, bukan Arsana kalau tidak bisa lolos, kakinya dia tendangkan ke belakang sehingga mengenai kemaluan si preman."Arrrghhhh!" pekik preman itu seraya melepaskan Arsana dan memegang bagian paling sensitif dalam tubuh laki-laki itu dengan mata yang terpejam.Arsana merasa puas, dia tahu bahwa sekarang yang harus dia target dari para preman itu adalah kemaluan mereka."Si*lan perempuan itu, ayo, maju!" titah salah seorang preman dan tiga preman maju sekaligus.Arsana memberi kode kepada ketiganya untuk maju, akan tetapi, saat tiga preman itu berlari hendak menyerang Arsana, wanita itu lari menghindar dan membuat tiga preman kehilangan keseimbangan, jatuh tersungkur sehingga bertumpuk di jalanan.Kesempatan itu digunakan Arsana untuk menginjak dan berjingkrak di atas tubuh tiga preman itu seperti anak kecil yang bermain trampolin, hingga tiga preman itu berteriak-teriak kesakitan karena Arsana tidak hentinya melompat-lompat di sana."Rasakan ini!" sungut Arsana membuat ketiga preman yang masih tersisa segera menghampiri Arsana."Awas kau, jalang kecil!"Brughh!Arsana didorong hingga terjatuh lalu diangkat oleh dua preman yang langsung memegangi kedua tangan Arsana. Wanita itu menendang preman di hadapannya, akan tetapi tidak kena karena si preman berhasil menghindar."Tadi kamu yang mempermainkan kami, sekarang biar kami yang main-main denganmu, ya?" ucap preman itu seraya memandangi Arsana dengan tatapan menjijikkan.“Apa yang akan kita lakukan dengan Gadis ini?” Tanya salah satu preman pada teman-temannya.Plak!Sebuah tamparan keras mengenai pipi Arsana. Orang yang telah berani menampar Arsana mencengkram lehernya.Arsana dengan rambutnya yang berantakan di paksa melihat ke arahnya.“Kita akan menikmati tubuh yang indah ini. Apa kamu siap sayang? Melayani kita semua.”Tatapan lelaki dihadapannya, membuat Arsana jijik. Arsana tahu, jika preman itu menginginkan tubuhnya. Mereka bisa saja membunuh Arsana saat ini juga dengan senjata yang dibawa mereka.Namun, para preman itu lebih menggunakan ilmu bela diri mereka.Seketika itu juga, Arsana mengingat bagaimana menyakitkannya Zayver melakukan malam tadi, dan dia berpikir kalau satu lelaki saja rasanya sesakit itu, bagaimana jika yang melakukannya lebih dari satu orang? Arsana langsung bergidik ngeri membayangkannya."Jangan banyak bermimpi disiang hari.” perkataan Arsana seperti menantang mereka.“Jalang sialan! Kamu pikir kamu bisa pergi dari sini, tanpa melayani kami terlebih dahulu.”Arsana menjadi naik berkali-kali lipat, dia tidak mau kejadian seperti malam tadi terulang apalagi yang melakukannya adalah lelaki lain dengan jumlah yang banyak."Hiaaaa!"Arsana melepaskan pegangan dua preman itu, hingga keduanya terpental ke samping lalu melompat menendang pada satu preman di depannya secara tiba-tiba hingga preman itu tak bisa menghindar.Arsana menangkap kepalanya lalu memutarnya hingga terdengar suara patahan tulang.Preman yang melihat Arsana berhasil membun*h temannya bersiap menggunakan senjata mereka dan hendak menodongkan senjata ke arah Arsana.Arsana dengan cepat melakukan gerakan menghindari dari preman yang menembaknya.Setelahnya, Arsana memukul perutnya lalu mengambil senjatanya.Arsana segera menembak ke arah preman yang tersisa, selain menembak Arsana menggunakan ilmu bela diri, memiting tangannya sampai terkilir, dan menginjak kemaluannya dengan membabi buta. Preman itu pun berguling-guling seraya mengerang kesakitan membuatBug!Seseorang memukul Arsana dari arah belakang.Tubuhnya sedikit melemah, Arsana tidak bisa membiarkan dirinya tumbang saat ini.Arsana tidak ingin preman itu berhasil memakai tubuh nya. Akan sangat mengerikan jika itu terjadi.Arsana menahan rasa sakitnya. Tersenyum miring menatap tajam preman yang memukulnya dengan kayu. Para Preman tatkala ketakutan melihat Arsana yang belum tumbang juga. Kayu berukuran sedang itu tak mampu membuat Arsana pisan. Mereka sangat menginginkan Arsana pingsan, agar bisa memakai tubuh Arsana yang begitu menggoda. Arsana mengambil lalu menodongkan pistol yang sempat terlepas dari tangannya. Dor!Dor!Arsana membunuh semua preman tanpa menyisakan satu orang pun.Arsana menghampiri Edward yang masih saja pingsan. Arsana tidak ingin meninggalkan Edward begitu saja, lelaki itu telah baik padanya.“Edward!” Arsana membangunkannya, tetapi Edward tak kunjung bangun membuat Arsana kebingungan harus berbuat apa."Edward, Edward!" panggil Arsana lagi seraya menepuk-nepuk pipi lelaki itu."Sial! Apa aku tingg
Zayver bangkit dari atas ranjang tanpa berbicara sepatah katapun. Meraih pakaiannya lalu melempar sejumlah uang pada Arsana.Arsana mengepalkan tangannya marah pada perlakuan Zayver yang melempar uang layaknya pelacur. Arsana mengambil uang yang cukup banyak itu. Arsana beranjak dari ranjang, segera membersihkan diri. Rasa ngantuk yang sebelumnya menyerang–tak lagi dirasakannya. Arsana memilih membuka ponselnya, mengabari atasannya untuk segera mengatur tempat yang diingin Arsana. Arsana meminta pada bosnya untuk dibuatkan markas. Banyak rencana yang harus disusun secepat mungkin. Apalagi tugas Arsana sebagai agen bukan hanya satu. **** Setelah berhari-hari renovasi studio yang diinginkan Arsana, sekarang sudah siap. Arsana duduk di depan komputer yang terhubung dengan printer di sampingnya. Arsana terlihat seperti penjaga toko, begitu serius menatap komputer di depannya. Apalagi Arsana bukan hanya sekadar menjaga toko atau guru relawan, Arsana juga harus bekerja sebagai agen
Zayver menurunkan Arsana di atas ranjang. “Zayver, biarkan aku membersihkan diri terlebih dahulu.” Arsana mengira Zayver akan menerkamnya di atas ranjang seperti biasanya, tetapi dugaannya salah. Zayver kembali mengangkat Arsana membawanya ke dalam kamar mandi.Arsana menatap punggung Zayver dengan tatapan tak percaya. Zayver menyuruh Arsana membersihkan diri lalu tidur setelah makan malam. Lelaki itu tidak melakukan apa pun padanya, hanya mengobati luka lecet di kaki Arsana dan pergi begitu saja. ****Pada keesokan harinya, Arsana telah kembali bekerja.Berangkat pada pagi hari, seperti biasanya menjadi guru relawan, lalu pergi ke studio foto setelah pulang mengajar pada siang hari. Setelah tiba di studio Arsana masuk ke dalamnya, tetapi untuk saat ini Arsana masih menutup rolling door di tokonya. Ada sesuatu yang harus Arsana kerjakan. Arsana mulai masuk ke sebuah ruangan yang seharusnya dijadikan kamar tidur, tetapi karena tidak tinggal di sana–sehingga Arsana merubahnya me
“Zayver,” Arsana meminta Zayver untuk berhenti. Arsana terlalu penasaran dengan darah yang ada di tangannya. Jika itu darah miliknya tidak mungkin Arsana tidak merasakan sakit. “Diamlah! Dan ikuti permainanku.” bentak Zayver“tapi-” Lagi-lagi Zayver membungkam Arsana dan melepaskan semua yang menempel di tubuh Arsana. Arsana menautkan keningnya, melihat Zayver tak seperti biasanya. Zayver tidak melepaskan pakaian hitam yang kini sedang dipakainya. Apa yang terjadi dengannya?Arsana terus bertanya-tanya, menatap ke arah dada Zayver tetapi sialnya baju hitam itu tidak bisa memperlihatkan apa yang ingin Arsana lihat. Arsana menjulurkan tangannya hendak menyentuh dada Zayver. Bless! “Ah!” Zayver telah lebih dahulu menghentakkan beda yang telah mengeras itu ke dalam milik Arsana. Zayver mencengkram erat tangan Arsana yang ingin menyentuhnya. Dalam keadaan terluka, Zayver berusaha keras untuk menyembunyikan luka gores yang disebabkan oleh pisau. Zayver tidak ingin Arsana mengeta
"Aku sudah memberitahumu, kau melupakannya ciuman dariku. Sekarang pergilah!" titah Zayver, memberikan sebuah kunci mobil ke tangan Arsana, setelah selesai mencium bibir Arsana. Arsana melihat kunci mobil, matanya membesar melihat kunci mobil yang Arsana tahu jika mobil yang diberikan Zayver adalah mobil anti peluru."Zayver ini—" perkataan Arsana terpotong dengan ucapan Zayver."Pakai mobil ini dan jangan pulang melewati jam yang aku tentukan. Untuk beberapa hari ini, aku harus kembali pulang. Ada urusan kantor yang harus aku selesaikan di sana, dan aku akan kembali ke sini lagi setelah selesai. Jadi aku tidak akan mengajakmu pulang. Kita akan tinggal cukup lama di sini."Arsana seperti mendapatkan lotre, inilah kesempatan yang Arsana tunggu. Arsana memasang wajah tanpa ekspresi apa pun, walaupun di dalam hatinya ingin sekali berjingkrak-jingkrak karena Zayver akan pulang ke kotanya terlebih dahulu."Jadi, aku sendirian di sini?" Arsana berpura-pura seolah-olah tidak mau ditinggal s
Arsana masih sibuk berada di ruangan rahasia, bahkan studio foto tidak dibuka olehnya. Arsana masih berusaha mencari bukti yang harus di dapatkannya. Mata Arsana tiba-tiba tak sengaja melihat burger yang ada di samping laptop dengan gambar burger yang ada di laptopnya. Gambar burger yang di laptopnya adalah burger pertama saat di restoran dan burger yang di sampingnya saat ini adalah burger kedua. Arsana melihat burger yang ada di dalam laptop tersebut sangat berbeda dengan yang dibawa pulang olehnya. “Ternyata mereka punya dua bahan utama? mengapa aku baru kepikiran sekarang.” monolog Arsana, sambil terus menatap burger yang ada di dalam laptopnya. Burger itu terlihat pucat keabu-abuan, sedangkan daging sapi yang ada di dalam burger kedua terbuat dari daging sapi asli.Arsana tersenyum senang, tidak sia-sia seharian berada di ruang rahasia nya. ****Arsana telah tiba di vila milik Zayver, mata Arsana membulat melihat apa yang ada di hadapannya saat ini.“Arsana!” Matteo terkejut
Arsana mengikat rambut hitamnya dengan wajah yang kini dipoles dengan make-up tebal, membuat wajah Arsana selalu terlihat berbeda ketika menggunakan make-up.Arsana tidak pernah menggunakan make-up kecuali jika sedang menjalankan misi atau bertugas."Apa yang sebenarnya harus kita bantu?" tanya Zahra, yang baru saja bangun dari tempat tidur Arsana."Aku ingin kalian membantu saya mengalihkan perhatian penjaga yang berada di depan," kata Arsana."Arsana, sejak kapan kamu kesulitan menghadapi penjaga di depan?" canda Zahra sambil tersenyum."Sejak aku menikah dengan Zayver! Apakah kamu tidak melihat berapa banyak penjaga di depan gerbang pada malam hari?" tanya Arsana.Zahra dan Leana mencoba mengintip dari balkon kamar Arsana dan terkejut melihat beberapa penjaga yang berada di depan gerbang."Astaga, ternyata Zayver sangat ketat menjaga istrinya," kata Leana dalam monolognya."Tadi siang tidak sebanyak ini," Zahra terlihat heran dengan banyaknya penjaga yang Zayver tugaskan di rumah
Orang itu kembali menyerang menyerang Arsana dengan naik ke atas meja menyebabkan, kepala orang yang sudah terpotong dibunuhnya menggelinding terjatuh ke lantai. Arsana segera menghindar menjauhi pisau yang terus saja mengarah padanya. Dor! Arsana menembak ke arah tangan orang itu di saat pisau hampir saja melayang ke arahnya, beruntung arah sana bisa menghindarinya.Arsana kembali menembak kedua kaki orang itu untuk melumpuhkan nya. “Arghhhhh…” orang yang terlihat seperti psikopat itu mengerang kesakitan. Arsana segera memborgol kedua tangannya. Walaupun Arsana tahu orang itu tidak akan bisa melarikan diri lagi. Arsana dengan cepat menghubungi atasannya, mengirim semua bukti-bukti yang telah di fotonya sebagai barang bukti dan juga tanda jika tugasnya telah selesai memecahkan kasus tersebut. Arsana segera pergi saat polisi yang dikirim oleh atasannya dalam perjalanan. Arsana tidak perlu ikut campur lagi, setelah misinya selesai–itu sudah bukan urusannya lagi. ****Pagi hari b
Arsana selesai mengemasi semua pakaiannya dengan hati yang berat. Setiap pakaian yang dilipatnya terasa seperti menambah beban di dadanya. Setelah semuanya dimasukkan ke dalam koper, dia menghela nafas panjang, mencoba menguatkan diri. Dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi nomor Zayver, namun sayangnya ponselnya tidak aktif. Kegelisahan menyelimuti hatinya. Arsana merasa bingung dengan kepergian Zayver yang tiba-tiba dan juga dengan hilangnya pengawalan anak buah Zayver yang biasa menjaganya. Seakan-akan Zayver telah menarik semua penjagaannya, meninggalkannya sendirian di rumah.Merasa hampa dan kesepian, Arsana mencoba mengirim pesan kepada kedua sahabatnya, Leana dan Zahra, bahwa dia akan meninggalkan Papua lebih dahulu. Kata-kata yang dituliskannya terkesan datar, mencerminkan kebingungannya. Dia menatap layar ponselnya sejenak, berharap ada keajaiban yang akan terjadi, namun kenyataan tetap saja menyakitkan. Setelah semua persiapannya selesai, Arsana segera menuju band
Setelah memarkir mobilnya, Arsana masuk ke dalam mall dan berputar-putar untuk mengetahui siapa yang membuntutinya. Dari kaca toko yang dilewatinya, Arsana melihat dua orang pria mengikuti dari kejauhan. Arsana segera merencanakan langkah berikutnya.Dengan cepat, Arsana memasuki sebuah toko pakaian dan menghilang di antara rak-rak baju. Dia memilih beberapa pakaian, berpura-pura mencoba beberapa di antaranya di ruang ganti. Di dalam ruang ganti, Arsana mengamati dua pria itu dari cermin kecil yang dipasangnya di sudut ruangan. Pria-pria itu tampak kebingungan mencari Arsana.Setelah beberapa saat, Arsana melihat celah untuk keluar dari toko tanpa terlihat. Dia menyelinap keluar dan dengan cepat menuju pintu belakang mall. Begitu berada di luar, Arsana dikejutkan oleh dua orang yang tiba-tiba mencegatnya."Nona Arsana, ini kami," ucap salah satu pria yang tak dikenali Arsana."Siapa kalian? Kenapa mengikutiku?" tanya Arsana dengan tegas."Aku anak buah Zayver yang diperintahkan Matteo
Saat sampai di rumah, Arsana mendapati Matteo, Kris, serta kedua temannya, Leana dan Zahra, sudah menunggunya. Leana dan Zahra langsung memeluk Arsana, mencoba menenangkannya."Arsana, kami di sini untukmu," kata Leana dengan suara lembut."Kami tahu ini berat," tambah Zahra sambil mengusap punggung Arsana.Arsana menarik napas panjang, lalu melepaskan pelukan mereka. Ia menatap Matteo dan Kris dengan mata penuh pertanyaan. "Aku harus tahu. Apakah Zayver benar-benar terlibat dalam kasus ilegal ini?"Matteo mengangguk pelan. "Ya, kita memang terlibat, tetapi bukan dalam barang ilegal seperti narkoba. Kami berempat terlibat dalam perdagangan senjata ilegal, bahkan kami baru saja membangun sebuah tempat gudang penyimpanan dan juga tempat pembuatannya disini untuk cabang baru."Arsana di buat terkejut. "Senjata ilegal? Bagaimana bisa?"Matteo melanjutkan, "Sejak dulu, Zayver adalah seorang Mafia dengan koneksi yang cukup luas, sebelum menjadi CEO di perusahaannya sekarang. Namun, dia tida
Keesokan harinya, Zayver berpamitan pada Arsana untuk pergi bekerja. Begitu juga dengan Arsana yang meminta izin pada Zayver untuk pergi ke studionya.Setelah mendapatkan izin, Arsana segera mengemudikan mobil miliknya. Namun, dalam perjalanan, Arsana mengambil arah lain, bukan ke tempat studionya. Dia menuju sebuah bangunan untuk bertemu dengan rekan tim agennya. Mereka telah mendapatkan informasi dari salah satu rekannya yang berhasil masuk ke dalam bangunan tersebut dan mengaku sebagai pekerja, bahwa bangunan itu digunakan untuk memproduksi barang ilegal dan obat-obatan terlarang. Selain itu, di dalam bangunan besar tersebut juga terdapat banyak gudang penyimpanan persenjataan ilegal yang baru saja tiba.Sebelum sampai ke tempat tujuan, Arsana menyimpan mobilnya di sekolah lamanya, di mana dia biasanya mengajar sebagai guru relawan. Namun, setelah insiden kebakaran villa yang membuatnya kehilangan anak pertamanya, Arsana berhenti mengajar.Arsana segera berjalan mendekati sebuah mo
Alex belum juga menjawab, Zayver telah memutuskan teleponnya, menyimpannya begitu saja. Zayver memandang ke arah wajah Arsana yang sedang terlelap tidur. Dia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Alex, sehingga memilih untuk tidur kembali dan membawa Arsana kedalam pelukannya. ****Keesokan harinya, Arsana tidak dapat pergi kemanapun karena Zayver ada di rumah. Dia hanya duduk di ayunan taman belakang sambil menunggu kedatangan Zayver yang sedang mengambil minuman untuk mereka berdua.Zayver yang ingin kembali menemui Arsana di halaman belakang, tiba-tiba melihat kedatangan Alex, Matteo, dan Kris. Entah apa yang mengundang kedatangan mereka tiba-tiba, tanpa menghubungi Zayver terlebih dahulu.Zayver mengerutkan kening, merasa ada yang tidak beres. Dia berjalan mendekati mereka dengan langkah cepat. “Apa yang kalian lakukan disini?” tanyanya dengan nada tegas, seakan tidak suka dengan kehadiran mereka.Alex tersenyum tipis. "Tentu saja untuk bertemu istrimu,” jawabnya."Ck!” Zayve
Setelah pertemuan selesai, Arsana keluar dari ruangan dengan langkah tegap. Dia tahu bahwa kegagalan bukanlah salah timnya melainkan dirinya sendiri yang terlalu fokus pada kehidupan pribadinya. Namun kali ini, Arsana akan berusaha untuk mulai fokus kembali pada misinya yang belum selesai sebelum dia mengundurkan diri dari pekerjaannya.Dengan langkah cepat, Arsana memasuki sebuah taksi untuk menuju studio.Arsana berhenti tak jauh dari studio foto miliknya yang sudah lama tidak dikunjunginya. Namun, ketika dia melangkah lebih dalam, hatinya sedikit terkejut melihat apa yang ada di hadapannya. Studio itu berantakan. Semua barang yang ada di dalamnya berserakan tak karuan. Dengan langkah cepat, Arsana berjalan menuju meja kerjanya, tempat di mana komputer yang biasa digunakan untuk mencetak foto seharusnya berada. Namun, yang dia temukan hanyalah ruang kosong. Komputer dan mesin cetak lainnya hilang begitu saja.Arsana berdiri terpaku sejenak, mencoba memahami apa yang terjadi. "Ini pa
Setelah mendapatkan izin dari Arsana, Zayver segera pergi dari rumah sakit menuju tempat eksekusi.Anak buah Zayver telah kembali dengan Wijaya beserta anak istrinya. Mereka terikat dan terlihat ketakutan. Dengan kasar, anak buah Zayver mendorongnya masuk ke ruangan gelap itu dan menjatuhkannya di hadapan Zayver. Wijaya berusaha berdiri namun dengan cepat didorong kembali ke lantai.Zayver menatapnya dengan tatapan dingin. "Kenapa kau melakukan ini, Wijaya? Apa kau sudah bosan hidup?" tanyanya dengan suara yang tenang namun penuh ancaman.Wijaya tertawa kecil, meskipun ada ketakutan di matanya. Namun, dia terlalu percaya diri dan mengira bahwa Zayver tidak mungkin melakukan hal kejam padanya. "Kau tidak akan pernah mengerti, Zayver. Arsana tidak seharusnya ada di hidupmu. Dia hanya pengganti sementara. Arsina adalah yang seharusnya menjadi istrimu." Zayver menatap tajam Wijaya, seakan tidak ada ampun lagi baginya."Kau telah berani menipuku sejak awal, dan sekarang kau melakukan ke
Saat di dalam kamar, Arsana mencoba menghubungi Zayver untuk menceritakan tentang Wijaya. Perasaannya mendadak tidak karuan setelah mendapatkan telepon dari ayahnya. Namun, Zayver tidak mengangkat telepon dari Arsana karena dia sedang sibuk dengan urusan bisnis di kantornya, membahas rencana ekspansi perusahaan dengan beberapa klien penting. Dia tidak terlalu fokus pada ponselnya yang bergetar di atas meja kerjanya sementara dia berada di sofa.Arsana menghela nafas pasrah, dia akan menceritakannya saat Zayver pulang nanti, lalu meraih sebuah buku. Namun, buku di tangannya jatuh ke lantai dan tiba-tiba dia mendengar suara tembakan dan suara langkah kaki berat mendekati kamarnya.Pintu kamar Arsana didobrak dengan keras. Beberapa pria bersenjata masuk dengan penutup wajah.Orang-orang itu mencoba menarik tangan Arsana dan ingin membawanya pergi, Arsana melawan dengan sekuat tenaga, memukul salah satu pria dengan vas bunga, membuatnya terhuyung ke belakang.Namun, jumlah mereka ada li
Arsana menghentikan pergerakan Zayver yang ingin melepas semua pakaian yang menempel pada tubuhnya.“Zayver, apa yang kamu lakukan?” tanya Arsana dengan nafas terengah-engah.“Aku menginginkanmu, Arsana.”“Tapi, aku—” belum selesai Arsana berbicara, Zayver sudah menyela.“Aku sudah berkonsultasi dengan Zahra tentang ini. Dia hanya melarangku bersikap terlalu kejam. Itu tidak akan terjadi lagi, aku tidak akan menyakitimu seperti sebelumnya.” Suara Zayver terdengar pelan di akhir perkataannya, membuat Arsana tak berani melarangnya.Arsana mengangguk, membiarkan Zayver menyalurkan keinginannya. Zayver menatapnya dengan penuh kasih, matanya lembut dan mengerti. Perlahan-lahan, Zayver mulai mengecup bibir Arsana, membelainya dengan kelembutan yang membuat Arsana merasa aman dan dicintai. Tangannya yang hangat menjelajahi tubuh Arsana dengan sentuhan penuh kasih sayang, membangkitkan gairah yang sudah lama terpendam."Zayver, aku...," desah Arsana, matanya memandang Zayver dengan rasa cinta