Saat keduanya berjalan menuju sudut gelap yang tersembunyi di balik tembok sekolah di bagian belakang.Dengan keberaniannya dan tekad yang bulat, Arsana bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi selanjutnya. Misi rahasia yang masih belum terungkap, kali ini Arsana harus mengungkapnya, setidaknya dia sudah tahu beberapa lokasi tertentu.Setiap langkahnya diatur dengan penuh kehati-hatian, menggenggam erat kamera yang di pinggulnya. Arsana tidak bisa membiarkan misinya terus tertunda. Ada banyak anak kecil yang hilang akhir-akhir ini, dan juga para gadis.Krek!Arsana menginjak ranting pohon, dengan cepat dia bersembunyi di balik pohon besar.Jojo dan salah satu rekannya saling bertatapan untuk sesaat sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju gudang sekolah.Arsana semakin dibuat penasaran dengan mereka. Dia terus merekam semua perjalanan sampai Arsana melihat ada 4 orang yang sudah menunggu di sana. Arsana melihat Jojo berbicara dengan orang yang memakai topi sebelum orang
Para pasukan khusus yang diperintahkan untuk datang ke tempat Arsana berada mulai dalam perjalanan, menuju lokasi yang telah mereka temukan. Mereka juga cukup terkejut dengan keberanian Arsana yang seperti sekarang ini. Dia rela tertangkap demi menyelesaikan misinya.**** Zayver baru saja tiba di lokasi di mana Matteo berada.“Kau, cepat sekali Zayver,” ucap Matteo sambil mengajak Zayver masuk ke sebuah bangunan.“Tunggu, mengapa kamu membawa saya ke sini?” Zayver menghentikan langkahnya.“Seperti biasa, aku kalah dalam permainan.” ucapan singkat Matteo membuat Zayver bertanya-tanya.Zayver tidak berkata apa-apa setelah melihat tatapan memelas dari Matteo dan luka di sudut bibirnya, menandakan bahwa Matteo membutuhkan bantuan.Tidak biasanya Matteo meminta bantuan dengan cara seperti ini, terutama di tempat yang tampaknya bukan sembarangan.Zayver dan Matteo masuk ke dalam bangunan yang sekarang cukup dipahami oleh Zayver setelah melihat sekilas.“Human Trafficking,” gumam Zayver pel
Kimchi tertawa senang mendengar apa yang dikatakan Matteo.“Apa aku tertarik?”“Tentu saja aku tertarik, tetapi aku ingin memilih wanita cantik secara langsung, karena setelah masuk ke klub, wanita jelek pun bisa menjadi cantik dengan make upnya! Ngomong-ngomong, kalian bagaimana menyeleksi mereka? Apa dengan cara melihat milik mereka?”Matteo terus saja banyak bicara, dia sengaja memancing pembicaraan itu agar semakin cepat menemukan Arsana yang telah dekat dengan tempat seleksi.“Kau sangat pintar menebak, kami memang menyeleksi para wanita itu dengan cara seperti itu! Aku akan membawa kalian ke tempatnya langsung.”Kimchi mulai berjalan ke lantai bawah, menuju ruangan tempat seleksi.“Tuan Matteo, kamu bisa masuk ke dalam dan melihatnya lebih jelas lagi! Namun, harus-”Kimchi belum selesai berucap, Matteo sudah memotongnya.“Kau tenang saja! Aku akan membayarnya sekarang juga,”Matteo segera mentransfer sejumlah uang pada Kimchi dengan nominal yang cukup banyak.“Ini baru setengahn
Arsana terus saja mencari kesana kemari, dia belum bisa menemukan keberadaan anak didiknya. “Arsana, dimana mereka?” tanya Zayver yang memang tidak tahu wajah anak-anak itu. “Zayver, mereka tidak ada disini!” Arsana terlihat gelisah, Zayver yang sejak tadi menggenggam erat tangan Arsana makin mempererat tangannya.“Kita, akan mencarinya di sana!” Zayver menarik Arsana semakin dalam, memasuki kerumunan orang-orang yang sedang berlarian kesana kemari, bahkan terus saja menabrak tubuh Arsana dan Zayver yang melawan arah. Hati Arsana mendadak menghangat dengan perlakukan Zayver yang berusaha melindunginya di tengah-tengah kerumunan tersebut. Zayver merangkul pundak Arsana agar orang-orang yang berlarian mencari jalan keluar tak dapat menyenggol pundaknya. Arsana berhasil menemukan anak-anak itu, mereka sedang ketakutan berada di pojokan. “Ibu guru…” Anak-anak itu memanggil Arsana, dengan senyum yang mengembang Arsana segera memeluk mereka semua, tak ada satu orang pun yang terpisah
Arsana yang kini berada di ruang rahasianya mencoba mencari tahu tentang pekerjaan Zayver melalui komputernya. Namun, Arsana tidak menemukan proyek besar seperti yang terlihat dalam gambar diambil dari ruang kerjanya.Saat Arsana sedang fokus pada gambar proyek tersebut, tiba-tiba dia teringat dengan Edward yang terlibat dalam perdagangan manusia. Arsana tidak dapat menyembunyikan rasa kecewanya terhadap Edward, yang sebelumnya dianggap sebagai rekan kerja. Dengan ragu, Arsana menatap nomor ponsel Edward yang masih tersimpan di kontak teleponnya, namun dia mengurungkan niatnya untuk tidak menelepon Edward.Arsana kemudian mengetik pesan dan mengirimnya pada rekan timnya, meminta data pelaku yang sudah ditangkap pada kejadian minggu lalu. Dalam waktu singkat, Arsana mendapatkan beberapa identitas para pelaku yang telah ditangkap. Namun, dahi Arsana mengkerut setelah membaca nama Edward yang ternyata telah tertangkap dan saat ini berada di tahanan.Setelah sejenak terdiam, tanpa berpiki
Huek! Huek! “Kau, mau aku panggilkan dokter?” tanya Zayver yang masih berdiri di samping Arsana. “Tidak perlu, aku baik-baik saja! Lebih baik, kamu pergilah bekerja.”“Ck! Kau memang keras kepala,” ucap Zayver memilih pergi ke kamarnya tanpa memperdulikan Arsana. Arsana terdiam, mendadak rasa mualnya menghilang saat Zayver pergi. “Sepertinya, aku alergi dengan pria itu!” Arsana bergumam sambil berjalan keluar dari kamar mandi. Matanya membulat, menatap tanggal yang ada di ponselnya. “Tidak mungkin! Aku-” Dengan wajah menunduk Arsana menatap ke arah perutnya yang masih rata, wajahnya terlihat cemas.**** Arsana terlihat murung saat menatap makanannya dengan tatapan kosong, seolah-olah pikirannya sedang melayang ke tempat yang jauh.Arsana terus menatap makanannya tanpa sepatah kata pun. Ekspresinya begitu suram, seakan-akan memperlihatkan beban pikiran yang terlalu berat baginya untuk diungkapkan. Suasana hening tercipta di sekitarnya, hanya suara sendok yang berada di tangan
Arsana segera datang ke klub malam dengan kecepatan luar biasa dan menyelinap keluar diam-diam tanpa diikuti para pengawal. Dia mengenakan topeng yang menutupi setengah wajahnya, seperti biasanya untuk menyamar sebagai Arsa. Klub itu sangat ramai, musik berdentum keras dan lampu-lampu berkelap-kelip, tetapi dia langsung menuju ke ruangan belakang. "Arsa, aku sangat senang kau datang kembali," kata manajer dengan nada lega. "Aku kira kamu tidak akan mau datang lagi! Sudah lama sekali sejak terakhir kali kamu bekerja di sini.""Ada apa, sampai kamu harus menelponku dan berbicara seperti itu padaku?" tanya Arsana dengan nada tegas."Bos besar ada di sini dan dia ingin bertemu denganmu. Dia tidak akan menerima alasan apapun. Hanya kamu yang bisa menenangkannya," jawab manajer dengan suara bergetar.Dia mengangguk, mengerti. Bahkan Arsana juga tahu siapa orang yang disebut bos besar itu. Arsana melangkah masuk ke ruang VIP, tempat biasa dia menemui Zayver sebelumnya. Di sana, dudukla
Hari ini Arsana pergi mengajar, Zayver sudah tahu pekerjaan Arsana selain menjaga studio, dia juga menjadi guru relawan.Orang-orang suruhan Zayver masih terus mengikuti pergerakannya, membuat Arsana semakin terhambat dalam menjalankan misinya. Setelah selesai mengajar, Arsana berniat untuk mengunjungi Zahra kembali, tetapi sebelum pergi ke tempat Zahra. Arsana datang ke sebuah mall yang tak jauh dari rumah sakit dimana Zahra bekerja. Arsana terus berjalan-jalan, berbelanja begitu banyak barang dan dipegang oleh semua pengawalnya lalu dia pun masuk ke dalam klinik kecantikan, berpura-pura untuk menjalani perawatan seperti yang dilakukan pada saat itu. Para pengawalnya pun menunggu di luar klinik tanpa curiga. Arsana dengan lihai menyelinap keluar dari pintu belakang klinik, memastikan tidak ada yang menyadarinya. Setelah berhasil lolos dari pengawasan, Arsana bergegas menuju rumah sakit tempat Zahra, bekerja. Setibanya di rumah sakit, Zahra terlihat kaget melihat Arsana tiba-tiba
Arsana selesai mengemasi semua pakaiannya dengan hati yang berat. Setiap pakaian yang dilipatnya terasa seperti menambah beban di dadanya. Setelah semuanya dimasukkan ke dalam koper, dia menghela nafas panjang, mencoba menguatkan diri. Dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi nomor Zayver, namun sayangnya ponselnya tidak aktif. Kegelisahan menyelimuti hatinya. Arsana merasa bingung dengan kepergian Zayver yang tiba-tiba dan juga dengan hilangnya pengawalan anak buah Zayver yang biasa menjaganya. Seakan-akan Zayver telah menarik semua penjagaannya, meninggalkannya sendirian di rumah.Merasa hampa dan kesepian, Arsana mencoba mengirim pesan kepada kedua sahabatnya, Leana dan Zahra, bahwa dia akan meninggalkan Papua lebih dahulu. Kata-kata yang dituliskannya terkesan datar, mencerminkan kebingungannya. Dia menatap layar ponselnya sejenak, berharap ada keajaiban yang akan terjadi, namun kenyataan tetap saja menyakitkan. Setelah semua persiapannya selesai, Arsana segera menuju band
Setelah memarkir mobilnya, Arsana masuk ke dalam mall dan berputar-putar untuk mengetahui siapa yang membuntutinya. Dari kaca toko yang dilewatinya, Arsana melihat dua orang pria mengikuti dari kejauhan. Arsana segera merencanakan langkah berikutnya.Dengan cepat, Arsana memasuki sebuah toko pakaian dan menghilang di antara rak-rak baju. Dia memilih beberapa pakaian, berpura-pura mencoba beberapa di antaranya di ruang ganti. Di dalam ruang ganti, Arsana mengamati dua pria itu dari cermin kecil yang dipasangnya di sudut ruangan. Pria-pria itu tampak kebingungan mencari Arsana.Setelah beberapa saat, Arsana melihat celah untuk keluar dari toko tanpa terlihat. Dia menyelinap keluar dan dengan cepat menuju pintu belakang mall. Begitu berada di luar, Arsana dikejutkan oleh dua orang yang tiba-tiba mencegatnya."Nona Arsana, ini kami," ucap salah satu pria yang tak dikenali Arsana."Siapa kalian? Kenapa mengikutiku?" tanya Arsana dengan tegas."Aku anak buah Zayver yang diperintahkan Matteo
Saat sampai di rumah, Arsana mendapati Matteo, Kris, serta kedua temannya, Leana dan Zahra, sudah menunggunya. Leana dan Zahra langsung memeluk Arsana, mencoba menenangkannya."Arsana, kami di sini untukmu," kata Leana dengan suara lembut."Kami tahu ini berat," tambah Zahra sambil mengusap punggung Arsana.Arsana menarik napas panjang, lalu melepaskan pelukan mereka. Ia menatap Matteo dan Kris dengan mata penuh pertanyaan. "Aku harus tahu. Apakah Zayver benar-benar terlibat dalam kasus ilegal ini?"Matteo mengangguk pelan. "Ya, kita memang terlibat, tetapi bukan dalam barang ilegal seperti narkoba. Kami berempat terlibat dalam perdagangan senjata ilegal, bahkan kami baru saja membangun sebuah tempat gudang penyimpanan dan juga tempat pembuatannya disini untuk cabang baru."Arsana di buat terkejut. "Senjata ilegal? Bagaimana bisa?"Matteo melanjutkan, "Sejak dulu, Zayver adalah seorang Mafia dengan koneksi yang cukup luas, sebelum menjadi CEO di perusahaannya sekarang. Namun, dia tida
Keesokan harinya, Zayver berpamitan pada Arsana untuk pergi bekerja. Begitu juga dengan Arsana yang meminta izin pada Zayver untuk pergi ke studionya.Setelah mendapatkan izin, Arsana segera mengemudikan mobil miliknya. Namun, dalam perjalanan, Arsana mengambil arah lain, bukan ke tempat studionya. Dia menuju sebuah bangunan untuk bertemu dengan rekan tim agennya. Mereka telah mendapatkan informasi dari salah satu rekannya yang berhasil masuk ke dalam bangunan tersebut dan mengaku sebagai pekerja, bahwa bangunan itu digunakan untuk memproduksi barang ilegal dan obat-obatan terlarang. Selain itu, di dalam bangunan besar tersebut juga terdapat banyak gudang penyimpanan persenjataan ilegal yang baru saja tiba.Sebelum sampai ke tempat tujuan, Arsana menyimpan mobilnya di sekolah lamanya, di mana dia biasanya mengajar sebagai guru relawan. Namun, setelah insiden kebakaran villa yang membuatnya kehilangan anak pertamanya, Arsana berhenti mengajar.Arsana segera berjalan mendekati sebuah mo
Alex belum juga menjawab, Zayver telah memutuskan teleponnya, menyimpannya begitu saja. Zayver memandang ke arah wajah Arsana yang sedang terlelap tidur. Dia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Alex, sehingga memilih untuk tidur kembali dan membawa Arsana kedalam pelukannya. ****Keesokan harinya, Arsana tidak dapat pergi kemanapun karena Zayver ada di rumah. Dia hanya duduk di ayunan taman belakang sambil menunggu kedatangan Zayver yang sedang mengambil minuman untuk mereka berdua.Zayver yang ingin kembali menemui Arsana di halaman belakang, tiba-tiba melihat kedatangan Alex, Matteo, dan Kris. Entah apa yang mengundang kedatangan mereka tiba-tiba, tanpa menghubungi Zayver terlebih dahulu.Zayver mengerutkan kening, merasa ada yang tidak beres. Dia berjalan mendekati mereka dengan langkah cepat. “Apa yang kalian lakukan disini?” tanyanya dengan nada tegas, seakan tidak suka dengan kehadiran mereka.Alex tersenyum tipis. "Tentu saja untuk bertemu istrimu,” jawabnya."Ck!” Zayve
Setelah pertemuan selesai, Arsana keluar dari ruangan dengan langkah tegap. Dia tahu bahwa kegagalan bukanlah salah timnya melainkan dirinya sendiri yang terlalu fokus pada kehidupan pribadinya. Namun kali ini, Arsana akan berusaha untuk mulai fokus kembali pada misinya yang belum selesai sebelum dia mengundurkan diri dari pekerjaannya.Dengan langkah cepat, Arsana memasuki sebuah taksi untuk menuju studio.Arsana berhenti tak jauh dari studio foto miliknya yang sudah lama tidak dikunjunginya. Namun, ketika dia melangkah lebih dalam, hatinya sedikit terkejut melihat apa yang ada di hadapannya. Studio itu berantakan. Semua barang yang ada di dalamnya berserakan tak karuan. Dengan langkah cepat, Arsana berjalan menuju meja kerjanya, tempat di mana komputer yang biasa digunakan untuk mencetak foto seharusnya berada. Namun, yang dia temukan hanyalah ruang kosong. Komputer dan mesin cetak lainnya hilang begitu saja.Arsana berdiri terpaku sejenak, mencoba memahami apa yang terjadi. "Ini pa
Setelah mendapatkan izin dari Arsana, Zayver segera pergi dari rumah sakit menuju tempat eksekusi.Anak buah Zayver telah kembali dengan Wijaya beserta anak istrinya. Mereka terikat dan terlihat ketakutan. Dengan kasar, anak buah Zayver mendorongnya masuk ke ruangan gelap itu dan menjatuhkannya di hadapan Zayver. Wijaya berusaha berdiri namun dengan cepat didorong kembali ke lantai.Zayver menatapnya dengan tatapan dingin. "Kenapa kau melakukan ini, Wijaya? Apa kau sudah bosan hidup?" tanyanya dengan suara yang tenang namun penuh ancaman.Wijaya tertawa kecil, meskipun ada ketakutan di matanya. Namun, dia terlalu percaya diri dan mengira bahwa Zayver tidak mungkin melakukan hal kejam padanya. "Kau tidak akan pernah mengerti, Zayver. Arsana tidak seharusnya ada di hidupmu. Dia hanya pengganti sementara. Arsina adalah yang seharusnya menjadi istrimu." Zayver menatap tajam Wijaya, seakan tidak ada ampun lagi baginya."Kau telah berani menipuku sejak awal, dan sekarang kau melakukan ke
Saat di dalam kamar, Arsana mencoba menghubungi Zayver untuk menceritakan tentang Wijaya. Perasaannya mendadak tidak karuan setelah mendapatkan telepon dari ayahnya. Namun, Zayver tidak mengangkat telepon dari Arsana karena dia sedang sibuk dengan urusan bisnis di kantornya, membahas rencana ekspansi perusahaan dengan beberapa klien penting. Dia tidak terlalu fokus pada ponselnya yang bergetar di atas meja kerjanya sementara dia berada di sofa.Arsana menghela nafas pasrah, dia akan menceritakannya saat Zayver pulang nanti, lalu meraih sebuah buku. Namun, buku di tangannya jatuh ke lantai dan tiba-tiba dia mendengar suara tembakan dan suara langkah kaki berat mendekati kamarnya.Pintu kamar Arsana didobrak dengan keras. Beberapa pria bersenjata masuk dengan penutup wajah.Orang-orang itu mencoba menarik tangan Arsana dan ingin membawanya pergi, Arsana melawan dengan sekuat tenaga, memukul salah satu pria dengan vas bunga, membuatnya terhuyung ke belakang.Namun, jumlah mereka ada li
Arsana menghentikan pergerakan Zayver yang ingin melepas semua pakaian yang menempel pada tubuhnya.“Zayver, apa yang kamu lakukan?” tanya Arsana dengan nafas terengah-engah.“Aku menginginkanmu, Arsana.”“Tapi, aku—” belum selesai Arsana berbicara, Zayver sudah menyela.“Aku sudah berkonsultasi dengan Zahra tentang ini. Dia hanya melarangku bersikap terlalu kejam. Itu tidak akan terjadi lagi, aku tidak akan menyakitimu seperti sebelumnya.” Suara Zayver terdengar pelan di akhir perkataannya, membuat Arsana tak berani melarangnya.Arsana mengangguk, membiarkan Zayver menyalurkan keinginannya. Zayver menatapnya dengan penuh kasih, matanya lembut dan mengerti. Perlahan-lahan, Zayver mulai mengecup bibir Arsana, membelainya dengan kelembutan yang membuat Arsana merasa aman dan dicintai. Tangannya yang hangat menjelajahi tubuh Arsana dengan sentuhan penuh kasih sayang, membangkitkan gairah yang sudah lama terpendam."Zayver, aku...," desah Arsana, matanya memandang Zayver dengan rasa cinta