BAB KE : 60JALAN YANG ANEH 16+Mobil kembali melaju membelah gelapnya malam. Jalan yang tidak rata membuat guncangan pada mobil. Setiap ada guncangan yang agak keras, Ronal menatap kaca spion dalam, untuk melihat ibu hamil yang duduk di bagian tengah. Ada rasa khawatir di hati Ronal, takut terjadi apa-apa dengan kandungan ibu tersebut. Apa lagi, Ronal selalu ingat pada Tiwi yang perutnya hampir sama besarnya dengan perut ibu yang ada di mobilnya saat ini. Sekali lagi Ronal menatap kaca spion dalam, ketika mobilnya mengalami guncangan yang cukup keras, mungkin roda mobil masuk ke dalam lubang yang cukup besar, sehingga membuat guncangan sedemikian rupa. "Mbak, baik-baik aja, kan?" tanya Ronal sambil menatap wajah ibu tersebut dari kaca spion. Di mata Ronal, wajah ibu itu terlihat sangat pucat. "Ya, saya baik-baik aja, Mas," jawab perempuan tersebut. Ingin meyakinkan diri, Ronal berpaling ke belakang menatap wajah si ibu, "benar, Mbak nggak apa-apa?" tanya Ronal ingin memastika
BAB KE : 61 JALAN MENUJU PEMAKAMAN UMUM 16+Untung masih ada batu-batu yang menancap ke dalam tanah, sehingga mobil Ronal masih bisa melewatinya. Tidak terbayangkan bila lewat di jalan ini saat musim hujan, pasti roda mobilnya akan slip."Jalanya jelek, ya, Mas?" tanya Kencana ketika melihat Ronal berdecak, karena rumitnya mengendalikan mobil. "Iya, Mbak. Makin ke sini jalannya semakin jelek," jawab Ronal sambil fokus menatap permukaan jalan. "Sayangnya tidak ada tempat putaran, kalau ada sebaiknya Mas kembali. Biar kami lanjutkan perjalanan dengan jalan kaki," kata Kencana seperti menyesal. "Tidak apa-apa, Mbak. Saya akan mengantarkan sampai ke rumah Mbak," jawab Ronal.Demi melihat keadaan jalan yang sepi dan gelapnya malam membuat Ronal bertekad untuk mengantar Kencana sampai ke rumahnya, walaupun ada tempat berputar, dia tidak akan berbalik dan meninggalkan ibu hamil ini begitu saja. Sungguh tidak tega dia membiarkan ibu yang sedang hamil itu harus menempuh perjalanan dala
BAB KE : 62 PENGAKUAN KENCANA 16+"Ya, Mbak. Terima kasih." Ronal meraih gelas di atas meja, lalu menyeruput teh hangat yang ada di dalamnya. Ronal meminum air tersebut beberapa teguk, sehingga isinya tersisa tidak sampai setengah gelas lagi. Ronal sengaja melakukan itu karena dia akan segera pamitan. Dia ingin secepatnya keluar dari rumah ini, entah kenapa hati Ronal semakin tidak nyaman. Seperti ada rasa was-was yang timbul di sana. "Terima kasih atas air tehnya, Mbak. Sampaikan salam saya pada suami anda, dan saya pamit dulu." Ronal bangkit dan berpamitan setelah meletakan gelas di atas meja. Ronal berusaha bersikap sewajar mungkin dengan menutup kegugupan yang tiba-tiba muncul di hati, bahkan seperti ada degupan yang tidak biasa di dalam dada lelaki itu. Ronal menyengaja untuk tidak bersalaman dengan Kencana, dia berjalan menuju pintu dengan melewati Kencana begitu saja. "Apakah anda telah melupakan saya, Mas?" tanya Kencana dengan mata mengarah ke punggung Ronal.Pertan
BAB KE : 63PERLAWANAN RONAL YANG SIA-SIA 16+ Di depan Ronal sekarang terlihat seorang wanita dengan memakai pakaian ala ratu seperti di jaman kerajaan masa lalu. Dengan hiasan tiara di kepala membuat penampilannya semakin bersahaja. Sangat cantik!Namun, kecantikan perempuan itu justru membuat Ronal ketakutan dengan wajah memucat, bahkan bibirnya sampai gemetar. Hal ini terjadi karena Ronal memang pernah melihat dan bertemu dengan wanita yang ada di depannya saat ini. Dia adalah Ratu Kencana. Ratu Kencana yang telah membuat prahara dalam kehidupan rumah tangga Ronal. Ronal masih ingat peristiwa yang terjadi di rumah barunya beberapa bulan yang lalu. Inilah yang dia takutkan, takut akan tuntutan dan ancaman yang pernah diucapkan Ratu Kencana. Begitu pula dengan ucapan makhluk berujud kakek yang membawa cangkul malam itu. Dimana kakek tersebut meminta pertanggungjawaban Ronal dengan apa yang telah dia lakukan dengan ratunya tersebut. Malam itu, si kakek menyebut nama ratunya a
BAB KE : 64RONAL JATUH PINGSAN 16+Hanya beberapa senti lagi, jarak selendang yang telah berubah kaku seperti baja itu akan menyentuh leher Ronal, tiba-tiba..."Plakkk!"Sebuah cahaya biru sebesar bola tenis menghantam ujung selendang tersebut yang membuat serangan Ratu Kencana Wangi luput dari sasaran. Baja itu kembali berubah menjadi selendang. "He he he!" Suara tawa terkekeh terdengar santer dari belakang Ronal, persisnya di dekat pintu pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah.Ronal mengangkat kepala, menoleh ke arah sumber suara tersebut. "Ya, Tuhan!" Ronal terkejut, refleks dia menarik tubuh dengan beringsut menjauh dari pintu kamar. Di pintu kamar, terlihat sosok orang tua bertubuh kecil dengan wajah menyeramkan, dialah yang menyelamatkan Ronal dari serangan Ratu Kencana Wangi."Apa yang kamu lakukan, Ganayana!?" bentak Ratu Kencana Wangi dengan tatapan tajam ke arah makhluk kerdil tersebut. Jelas kekesalan terlihat di wajahnya, karena serangannya digagalkan oleh Gana
BAB KE : 65GALOGENTANG SI KAKEK ANEH 16+Ronal menggeliat, terdengar suara lenguhan dari mulutnya, perlahan mata lelaki itu terbuka. Beberapa kali Ronal mengucek mata dan memfokuskan pandangan menatap langit-langit yang terhalang oleh kain halus transparan.Sesaat kemudian, Ronal memutar arah pandangan, menyapu ruangan dengan matanya. Rupanya dia sedang terbaring di atas sebuah ranjang yang sekelilingnya ditutupi oleh kelambu berwarna hijau transparan. Kening Ronal berkerut ketika melihat kembang yang bertebaran di sekeliling tubuhnya, aroma wangi kembang tersebut menguar memasuki hidung lelaki itu. "Di mana aku?" tanya Ronal dalam bentuk gumaman, dia segera bangkit dan duduk bersilonjor dengan mata menyapu ke seluruh ruangan. Ruangan yang sangat indah dengan hiasan mewah. Di dinding bergelantungan beberapa lukisan dan hiasan seperti tanduk rusa. Ada satu set meja yang terbuat dari kayu jati berukir di sisi ranjang. Ruangan itu cukup besar. Ronal coba mengingat apa yang terjad
BAB KE : 66NIAT RONAL UNTUK KABUR 16+Ya, apa artinya! Jika dia diselamatkan oleh makhluk yang sama jahatnya dengan Ratu Kencana Wangi. Ibarat kata, selamat dari mulut ular, tapi masuk ke mulut buaya, itu yang dikhawatirkan Ronal. Apa lagi, nama kakek tersebut juga terdengar aneh, Galogentang.Mana ada manusia yang memiliki nama seaneh itu, pikir Ronal. "Saya bukan dari kelompok Ratu Kencana Wangi! Saya menyelamatkan kamu bukan hanya sekedar kasihan kepadamu, tapi juga ingin menuntut balas atas kematian istri saya," jawab Galogentang dengan rahang mengeras. Wajahnya semakin merah, mungkin karena besarnya kesumat yang ada di dalam hatinya. "Nah, benar kan?" pekik Ronal, tapi dalam hati. Ternyata benar, niatnya tidak semata-mata untuk menolong Ronal. Tidak ikhlas, tapi ada tujuan lain dibalik semua itu. "Owh, karena balas dendam, toh," Ronal tersenyum ke arah si kakek. Walau demikian, kecurigaan Ronal mulai berkurang, karena si kakek memiliki misi tersendiri. Mungkin si kakek b
BAB KE : 67 MAKHLUK DI LUAR KAMAR 16+"Baik, Kek. Baik ... maaf!" Ronal membungkuk dengan merangkapkan telapak tangan di depan dada meminta maaf. Wajah Galogentang kembali memerah, dia benar-benar kesal melihat ulah Ronal yang selalu saja memotong ucapannya. Melihat perubahan wajah si kakek yang sedemikian rupa, Ronal berusaha menutup mulutnya untuk tidak bertanya lagi. Dia khawatir, jika Galogentang benar-benar ngambek dan kabur meninggalkannya. Hal itu justru akan menyulitkan Ronal, karena saat ini dia sangat memerlukan seseorang yang bisa membantunya untuk kabur dari tempat ini. "Ingat! Setelah pintu terbuka, kamu tidak boleh berbicara sedikit juga! Meski pun kamu melihat sesuatu yang aneh." Galogentang kembali melanjutkan kalimatnya, yang dijawab dengan anggukan oleh Ronal. "Kok cuma nggangguk? Kamu punya mulut, nggak?!""Iya, Kek! Punya ...." Ronal mengiyakan pertanyaan si kakek dengan cepat. "Dasar orang tua yang aneh! Baru saja dia bilang tidak boleh bicara, giliran per
BAB KE : 12O AKHIR SEBUAH CERITA 16+Kakek itu hanya bisa berharap seperti itu, karena yang maha mengetahui hanya Tuhan, apakah berdosa atau tidak berdosanya seseorang ketika melakukan suatu perbuatan hanya Tuhan yang bisa menentukan. Mungkin dari segi ilmu fiqih ada keterangan berdosa bila melakukannya, tapi Tuhan maha mengetahui niat seseorang. Tuhan lebih mengetahui kenapa orang tersebut sampai terperosok ke dalam dosa tersebut. Tidak boleh menghakimi bila sesuatu perkara itu belum terang oleh kita, itu prinsip yang dipakai oleh Galogentang. "Aamiin!" Ronal dan Ucil hampir serentak mengucapkan kata penutup doa tersebut menyambut ucapan Galogentang. "Tapi, belum tentu juga kamu tidak berdosa." Kalimat Galogentang yang ini membuat Ronal memiringkan mulutnya dengan mata menyipit menatap kakek tersebut sambil mengangkat bahu. "Ya, mungkin dosa kamu akan dipungut dari sisi kebodohan ...""Kebodohan bagaimana maksudnya?" Ronal memotong kalimat Galogentang."Dalam hidup itu, kita
BAB KE : 119 GALOGENTANG DAN UCIL SABARUCIL DATANG KE RUMAH RONAL 16+"Kakek Galogentang!" seru Ronal tertahan sambil bergegas ke arah mobil, karena dari balik mobil itulah kepala Galogentang menyembul. Senyum lepas dari bibir Galogentang, begitu pula dengan Ronal, setelah dekat mereka berpelukan. Jelas kegembiraan terlihat di wajah mereka. Bagi Ronal ini adalah pertemuan yang tidak disangka-sangka. Pertemuan yang membuat bahagia. "Eh, Ucil Sabarucil juga ada!" Senyum Ronal berubah jadi tawa lepas, ketika melihat makhluk kerdil juga ada di sana. Tadi Ronal tidak melihat, mungkin karena Ucil terlalu kecil, sehingga luput dari pandangan mata Ronal. Setelah melepaskan pelukan dengan Galogentang, Ronal bersimpuh di depan Ucil. Walau telah bersimpuh, Ronal tetap lebih tinggi dari Ucil. Kemudian mereka pun berpelukan. "Ayo, masuk! Kita bicara di dalam saja," ajak Ronal sesaat kemudian. "Mau bikin heboh orang yang ada di dalam rumahmu? Mereka kan tidak dapat melihat kami, nanti ka
ADA CINTA ANTARA TIKA DAN RAHMAN BAB KE : 118 "Memangnya Tika belum kenalan sama Rahman, Pak Hansip?"Semua mata mengarah pada Bu RT ketika beliau melepaskan pertanyaan tersebut. Berbagai ekspresi terlihat dari wajah mereka yang ada di ruangan tersebut. Ada yang tertawa, ada yang tersenyum, ada yang senyumnya sengaja dikulum, bahkan ada pula yang cengengesan. Rahman dan Tika juga ikut tersenyum, tapi cuma sebentar, karena tahap berikutnya wajah mereka memerah dan buru-buru menunduk. "Bu RT ngomong apa sih?" Sungut Tika pada Bu RT sebelum menunduk. Wajah Tika memang rada cemberut, tapi hatinya serasa terbang dengan sejuta bunga-bunga yang bermekaran, penuh kebahagiaan. Mungkin memang begitu sifat orang yang sedang jatuh cinta, kata hati dan ekspresi wajahnya suka tidak sama, kadang hati berkata iya, tapi kepala menggeleng diselingi anggukan. "Kenalan secara formal mungkin belum, Bu RT. Cuma rasanya, hati dan jiwa mereka sudah saling menyelami, dan sama-sama merasakan suka yan
BAB KE : 117 ADA APA DENGAN TIKA 16+Ternyata peristiwa di kampung jin benar-benar jadi pelajaran yang berharga bagi Ronal dan istrinya. Selama ini pasangan suami istri tersebut tidak begitu mempercayai akan adanya alam gaib yang mirip dengan perkampungan manusia. Mereka juga tidak percaya dengan adanya aturan tata krama dan adab terhadap makhluk-makhluk tersebut. Bahkan mereka tidak percaya sama sekali kalau makhluk astral bisa mengganggu kehidupan manusia. Namun, pengalaman telah mengajarkan mereka untuk mempercayai adanya kekuatan dari makhluk gaib, bukan sekedar percaya akan adanya Tuhan saja, tapi harus mempercayai adanya makhluk gaib yang diciptakan Tuhan.Kini mereka baru mengerti, bahwa tidak semua kejahatan dapat dilihat dengan nyata, sebab itu perlu berserah diri dan minta perlindungan pada Tuhan, tentu jalannya dengan takwa dan berdoa. Bermacam doa pun mulai mereka hapal, doa masuk ke kamar mandi sampai doa ketika mau berhubungan antara suami dan istri pun mereka haf
BAB KE : 116 RONAL KEMBALI PULANG 16+Dua lelaki yang kelihatan sebaya itu keluar dari gubuk. Sesaat Nursalim menatap ke arah gubuknya yang berjarak tidak begitu jauh dari gubuk Kartim, terlihat istrinya masih sibuk mengusir burung yang silih berganti mampir di sawah mereka. Nursalim berjalan di depan, diikuti Kartim dengan hati yang masih diliputi rasa was-was. Sambil berjalan mereka terus berbincang, membicarakan dan menebak apa gerangan yang ada di sana. Bahkan Nursalim pun telah melupakan niat awalnya ke gubuk Kartim, yang sebenarnya hendak meminjam korek api, entah kenapa hari ini dia lupa membawa benda tersebut. Padahal biasanya benda yang satu itu selalu nyempil dalam kantongnya. "Sepertinya ada mayat!" kata Nursalim sambil menghentikan langkah ketika mereka telah hampir sampai di tempat Ronal. Kartim memanjangkan leher, mengintip dari belakang Nursalim. Mata Kartim cukup lama meneliti sosok lelaki yang tergeletak tanpa bergerak itu, yang jaraknya tidak jauh dari tempa
BAB KE : 115RONAL DIKIRA HANTU 16+Tidak jauh dari tempat Ronal pingsan, dari sebuah gubuk yang ada di sawah tersebut, terlihat seorang bapak-bapak berumur sekitar empat puluh lima tahun. Sebelum matahari menyinari bumi, dia telah berada di sawahnya, dengan maksud untuk menjaga padinya dari incaran burung liar. Ada keanehan yang dia rasakan pagi ini, tak ada satu pun burung yang hinggap di area sawahnya. Sementara temannya yang lain pada sibuk berteriak mengusir burung yang mampir untuk mencicipi bulir padi milik mereka.Keanehan itu memang sempat mengganjal hatinya, tumben burung-burung pada enggan mampir di petak sawahnya, padahal biasanya padi milik dialah sasaran utama dari burung-burung tersebut, karena petak sawah bapak tersebut berada persis di bawah kaki bukit, tempat di mana burung-burung bersarang.Rasa heran di hatinya semakin menjadi, ketika melihat asap tipis yang mengudara di bagian ujung sawahnya. Batin lelaki itu mengira ada api di sekitar sana. Tapi siapa pula y
BAB KE : 114 MAKHLUK BUNIAN DAN SILUMAN BUAYA JADI PEMENANG16+Korban dari kedua belah pihak berjatuhan. Karena yang terjun ke medan tempur sangat banyak dari masing-masing kelompok, sehingga korban yang berjatuhan tentu sangat banyak pula, mungkin jumlahnya ribuan.Peperangan di perbatasan sebenarnya dimenangkan oleh Ratu Kencana Wangi. Kelompok Jin Sumbing bahkan sampai lari terbirit-birit menyelamatkan diri ke wilayahnya. Namun, betapa terkejutnya mereka, karena mereka langsung disambut oleh pasukan makhluk Bunian yang telah siap menanti dengan prajurit-prajurit andalan mereka. Tidak sulit bagi makhluk Bunian untuk mengalahkan kelompok Jin Sumbing yang sudah kelelahan. Akhirnya mereka semua berhasil di tangkap dan dijebloskan ke penjara. Nasib Ratu Kencana Wangi dan pasukannya juga tidak kalah apesnya dibandingkan dengan kelompok Jin Sumbing. Sebenarnya kelompok Ratu Kencana Wangi sengaja tidak mengejar Jin Sumbing, karena mereka merasa sudah yakin menang dan hanya menunggu
BAB KE : 113SILUMAN BUAYA DAN MAKHLUK BUNIAN IKUT PERANG 16+Balon tersebut menggelinding dengan cepat menuju dasar jurang. Terkadang melenting tinggi bila menabrak batu, kadang-kadang malah menghantam pohon yang tumbuh di sisi tebing.Namun, balon itu tidak pernah berhenti, terus meluncur karena pengaruh gravitasi bumi. Entah bagaimana nasib Ronal yang ada di dalam balon tersebut. Setelah melambaikan tangan ke arah balon raksasa yang terus meluncur, tanpa menunggu lambaiannya berbalas, Galogentang langsung menghentakan kaki ke bumi. Sekali hentak, tubuhnya melambung, lalu melayang di angkasa. Galogentang tidak kembali ke arena pertempuran Ratu Kencana Wangi dan Jin Sumbing. Dia malah terbang menuju wilayahnya, wilayah siluman buaya. Setelah sampai di wilayah siluman buaya, Galogentang segera menemui rajanya dan menceritakan apa yang terjadi, sekaligus mengusulkan untuk segera melakukan penyerangan ke wilayah Bukit Lampu. Mendengar apa yang disampaikan Galogentang, raja siluma
BAB KE : 112RONAL DITENDANG KE DALAM JURANG OLEH GALOGENTANG 16+Sikap Ronal ini justru membuat tawa Galogentang semakin keras, wajahnya sampai memerah. Tentu sikap kakek tersebut membuat Ronal semakin masgul bin keki. "Benar-benar makhluk aneh, urusan hidup mati orang, malah ditanggapi dengan tawa," rutuk Ronal dalam hati."Jurang itu hanya bentuknya saja yang curam, tapi selalu ada sisi atau bagian tempat kita berpijak. Lakukan dengan percaya diri, jagan takut akan sesuatu! Bila kita sudah takut sebelum mengetahui keadaan yang sebenarnya. Itu sama saja takut dengan bayang-bayang," ucap Galogentang setelah tawanya reda."Tapi saya memang tidak berani menuruni jurang itu, Kek! Lewat jalan yang datar saja, atau Kakek ikut bersama saya," tawar Ronal. "Apakah kamu ingin bersama saya menuruni jurang itu?" tanya Galogentang. "Iya, kalau bersama Kakek, saya berani," jawab Ronal cepat. "Ayo, kita ke sana!" ajak Galogentang sambil berdiri. "Ayo!" Ronal menyanggupi, dia pun berdiri,