BAB KE : 65GALOGENTANG SI KAKEK ANEH 16+Ronal menggeliat, terdengar suara lenguhan dari mulutnya, perlahan mata lelaki itu terbuka. Beberapa kali Ronal mengucek mata dan memfokuskan pandangan menatap langit-langit yang terhalang oleh kain halus transparan.Sesaat kemudian, Ronal memutar arah pandangan, menyapu ruangan dengan matanya. Rupanya dia sedang terbaring di atas sebuah ranjang yang sekelilingnya ditutupi oleh kelambu berwarna hijau transparan. Kening Ronal berkerut ketika melihat kembang yang bertebaran di sekeliling tubuhnya, aroma wangi kembang tersebut menguar memasuki hidung lelaki itu. "Di mana aku?" tanya Ronal dalam bentuk gumaman, dia segera bangkit dan duduk bersilonjor dengan mata menyapu ke seluruh ruangan. Ruangan yang sangat indah dengan hiasan mewah. Di dinding bergelantungan beberapa lukisan dan hiasan seperti tanduk rusa. Ada satu set meja yang terbuat dari kayu jati berukir di sisi ranjang. Ruangan itu cukup besar. Ronal coba mengingat apa yang terjad
BAB KE : 66NIAT RONAL UNTUK KABUR 16+Ya, apa artinya! Jika dia diselamatkan oleh makhluk yang sama jahatnya dengan Ratu Kencana Wangi. Ibarat kata, selamat dari mulut ular, tapi masuk ke mulut buaya, itu yang dikhawatirkan Ronal. Apa lagi, nama kakek tersebut juga terdengar aneh, Galogentang.Mana ada manusia yang memiliki nama seaneh itu, pikir Ronal. "Saya bukan dari kelompok Ratu Kencana Wangi! Saya menyelamatkan kamu bukan hanya sekedar kasihan kepadamu, tapi juga ingin menuntut balas atas kematian istri saya," jawab Galogentang dengan rahang mengeras. Wajahnya semakin merah, mungkin karena besarnya kesumat yang ada di dalam hatinya. "Nah, benar kan?" pekik Ronal, tapi dalam hati. Ternyata benar, niatnya tidak semata-mata untuk menolong Ronal. Tidak ikhlas, tapi ada tujuan lain dibalik semua itu. "Owh, karena balas dendam, toh," Ronal tersenyum ke arah si kakek. Walau demikian, kecurigaan Ronal mulai berkurang, karena si kakek memiliki misi tersendiri. Mungkin si kakek b
BAB KE : 67 MAKHLUK DI LUAR KAMAR 16+"Baik, Kek. Baik ... maaf!" Ronal membungkuk dengan merangkapkan telapak tangan di depan dada meminta maaf. Wajah Galogentang kembali memerah, dia benar-benar kesal melihat ulah Ronal yang selalu saja memotong ucapannya. Melihat perubahan wajah si kakek yang sedemikian rupa, Ronal berusaha menutup mulutnya untuk tidak bertanya lagi. Dia khawatir, jika Galogentang benar-benar ngambek dan kabur meninggalkannya. Hal itu justru akan menyulitkan Ronal, karena saat ini dia sangat memerlukan seseorang yang bisa membantunya untuk kabur dari tempat ini. "Ingat! Setelah pintu terbuka, kamu tidak boleh berbicara sedikit juga! Meski pun kamu melihat sesuatu yang aneh." Galogentang kembali melanjutkan kalimatnya, yang dijawab dengan anggukan oleh Ronal. "Kok cuma nggangguk? Kamu punya mulut, nggak?!""Iya, Kek! Punya ...." Ronal mengiyakan pertanyaan si kakek dengan cepat. "Dasar orang tua yang aneh! Baru saja dia bilang tidak boleh bicara, giliran per
BAB KE : 68 RONAL BERHASIL KABUR DARI KAMAR 16+Ternyata pintu kamar tempat Ronal dan Galogentang saat ini berada, cukup lebar. Semua daun pintu telah terbuka dengan sempurna, membuat Ronal bisa melihat apa yang ada di depan kamar tersebut dengan jelas. Menurut perkiraan Ronal, sekarang dia berada di atas sebuah bukit, karena dari tempat dia berdiri, matanya bisa menyaksikan hamparan sawah yang berada nun jauh di sana. Namun, hamparan sawah itu hanya sekilas saja dilihat oleh Ronal, selanjutnya pandangan dan pikirannya lebih fokus pada makhluk yang berjalan mondar-mandir di depan kamar. Ronal tidak tahu, entah makhluk sejenis apa yang ada di hadapannya sekarang. Tubuhnya persis seperti tubuh manusia, tapi kepalanya seperti kepala ular. Jelas penampakan makhluk seperti itu, sesuatu yang mengerikan bagi Ronal, hampir saja dia berteriak, andai Galogentang tidak cepat menutup mulut lelaki itu. Galogentang kembali memperingatkan Ronal agar tidak mengeluarkan suara. Setelah beberap
BAB KE : 69HUTAN YANG HENING 16+Mau meneruskan perjalanan, ada rasa takut di hati Ronal jika menelusuri jalan itu sendiri. Apa lagi makin ke depan, jalan setapak itu semakin sempit dan agak gelap, mungkin karena rimbunya pepohonan di sepanjang jalan itu, sehingga cahaya matahari tidak mampu menembus permukaan jalan. Mau menunggu si kakek, rasanya juga tidak nyaman. Mau menunggu di mana, sebab tidak ada tempat yang terang di sekitar sini. Semua area seperti dibalut belantara. Entah karena kelelahan, Ronal duduk bersilonjor di tengah jalan setapak tersebut. Otak Ronal berputar, langkah apa yang harus dia ambil agar terbebas dari situasi seperti ini. Dalam keadaan seperti itu, Ronal baru menyadari, ternyata hutan ini begitu hening. Tak ada sedikit pun suara yang masuk ke dalam kupingnya, jangankan suara binatang hutan, desauan angin pun tak terdengar. Ronal memperhatikan daun-daun pohon yang ada di sekitarnya, ternyata benar, tak ada satu pun dari daun-daun itu yang bergerak.
BAB KE : 70 SUARA TAK BERUJUD 16+Baru saja berjalan sekitar lima meter, Ronal terpaksa memperlambat langkahnya, itu dia lakukan karena medan yang akan dia lewati sedikit licin, belum lagi permukaan tanahnya yang miring. Ronal berhenti sesaat, meneliti dengan seksama jalan tempat dia akan melangkahkan kaki, ada rasa khawatir di hati Ronal melihat medan yang akan dia lewati. Berat, broo!Di samping gelap, licin posisi jalan itu juga miring. Ronal menatap ke bagian bawah jurang, terlihat cukup curam. Ada rasa ngeri di hati Ronal membayangkan bagaimana seandainya dia terpeleset dan jatuh ke dalam jurang tersebut. Ronal menyesal kenapa dia harus menempuh jalur ini. Seharusnya dia kembali ke jalan tadi, jalan pertama yang dia lewati ketika akan menghampiri pohon pepaya, walau agak memutar, tapi jalannya cukup bagus, tidak curam dan licin seperti ini. Mungkin karena rasa takut yang disebabkan oleh bau kentang goreng tadi, membuat Ronal mengambil keputusan yang gegabah, dia mengam
BAB KE : 71SUSTER NGESOT 16+Ronal tak bisa bergerak, tubuhnya kaku dengan rasa takut yang teramat sangat, dia mencoba untuk berteriak, tapi suara tak keluar, hanya mulutnya saja yang mengap-mengap seperti ikan mujair kekurangan air. Bagaimana tidak takut, ketika orang itu mengucapkan 'taraaaa' seketika ujudnya berubah menjadi tinggi besar. Mungkin tingginya ada sekitar tiga meter. Semua tubuhnya terbalut kain putih dengan kedua tangan terlipat di atas perut di balik lilitan kain tersebut. Hanya bagian mukanya saja yang kelihatan, tapi sebagian muka itu telah hancur seperti disayat. Melihat bentuk dan ujudnya, mungkin panggilan 'sayang' makhluk satu ini adalah pocong. Darah kental seperti merembes dari sayatan di wajahnya. Kedua bibir yang biasanya untuk menutup gigi, lenyap entah ke mana, sehingga deretan giginya yang besar-besar terlihat sangat jelas oleh Ronal.Ketakutan membuat Ronal seperti menggigil. Namun, itu hanya 'seperti,' sebab tubuh Ronal tidak gemetar, malah kaku d
BAB KE : 72 SUSTER NGESOT DAN SI ALAY 16+Kebetulan sekali dia mendarat di bagian tanah yang sedikit lebar, yang luasnya sesuai dengan ukuran pantat makhluk tersebut. Sehingga menyelamatkannya dari miringnya permukaan tanah, dan tidak jatuh berguling masuk jurang. Makhluk yang memakai stelan serba putih dengan kemeja lengan pendek berpadu rok panjang selutut tersebut, duduk dengan badan condong ke depan. Kini tidak hanya kepalanya saja yang menghentak-hentak, tapi bahunya juga ikut serta. Mungkin kalau di dunia persinetronan makhluk ini yang disebut dengan nama Suster Ngesot.Kepalanya bergetar dengan sentak-sentakan pelan ketika meneliti tubuh Ronal. Makhluk itu memindai Ronal dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan mata julingnya. Terdengar suara berkeciprak dan mendesis dari mulut makhluk tersebut ketika menatap wajah Ronal. Persis seperti ibu-ibu hamil yang sedang menikmati mangga muda. Mulutnya bergerak-gerak seperti sedang melahap sesuatu dengan air liur kental yang
BAB KE : 12O AKHIR SEBUAH CERITA 16+Kakek itu hanya bisa berharap seperti itu, karena yang maha mengetahui hanya Tuhan, apakah berdosa atau tidak berdosanya seseorang ketika melakukan suatu perbuatan hanya Tuhan yang bisa menentukan. Mungkin dari segi ilmu fiqih ada keterangan berdosa bila melakukannya, tapi Tuhan maha mengetahui niat seseorang. Tuhan lebih mengetahui kenapa orang tersebut sampai terperosok ke dalam dosa tersebut. Tidak boleh menghakimi bila sesuatu perkara itu belum terang oleh kita, itu prinsip yang dipakai oleh Galogentang. "Aamiin!" Ronal dan Ucil hampir serentak mengucapkan kata penutup doa tersebut menyambut ucapan Galogentang. "Tapi, belum tentu juga kamu tidak berdosa." Kalimat Galogentang yang ini membuat Ronal memiringkan mulutnya dengan mata menyipit menatap kakek tersebut sambil mengangkat bahu. "Ya, mungkin dosa kamu akan dipungut dari sisi kebodohan ...""Kebodohan bagaimana maksudnya?" Ronal memotong kalimat Galogentang."Dalam hidup itu, kita
BAB KE : 119 GALOGENTANG DAN UCIL SABARUCIL DATANG KE RUMAH RONAL 16+"Kakek Galogentang!" seru Ronal tertahan sambil bergegas ke arah mobil, karena dari balik mobil itulah kepala Galogentang menyembul. Senyum lepas dari bibir Galogentang, begitu pula dengan Ronal, setelah dekat mereka berpelukan. Jelas kegembiraan terlihat di wajah mereka. Bagi Ronal ini adalah pertemuan yang tidak disangka-sangka. Pertemuan yang membuat bahagia. "Eh, Ucil Sabarucil juga ada!" Senyum Ronal berubah jadi tawa lepas, ketika melihat makhluk kerdil juga ada di sana. Tadi Ronal tidak melihat, mungkin karena Ucil terlalu kecil, sehingga luput dari pandangan mata Ronal. Setelah melepaskan pelukan dengan Galogentang, Ronal bersimpuh di depan Ucil. Walau telah bersimpuh, Ronal tetap lebih tinggi dari Ucil. Kemudian mereka pun berpelukan. "Ayo, masuk! Kita bicara di dalam saja," ajak Ronal sesaat kemudian. "Mau bikin heboh orang yang ada di dalam rumahmu? Mereka kan tidak dapat melihat kami, nanti ka
ADA CINTA ANTARA TIKA DAN RAHMAN BAB KE : 118 "Memangnya Tika belum kenalan sama Rahman, Pak Hansip?"Semua mata mengarah pada Bu RT ketika beliau melepaskan pertanyaan tersebut. Berbagai ekspresi terlihat dari wajah mereka yang ada di ruangan tersebut. Ada yang tertawa, ada yang tersenyum, ada yang senyumnya sengaja dikulum, bahkan ada pula yang cengengesan. Rahman dan Tika juga ikut tersenyum, tapi cuma sebentar, karena tahap berikutnya wajah mereka memerah dan buru-buru menunduk. "Bu RT ngomong apa sih?" Sungut Tika pada Bu RT sebelum menunduk. Wajah Tika memang rada cemberut, tapi hatinya serasa terbang dengan sejuta bunga-bunga yang bermekaran, penuh kebahagiaan. Mungkin memang begitu sifat orang yang sedang jatuh cinta, kata hati dan ekspresi wajahnya suka tidak sama, kadang hati berkata iya, tapi kepala menggeleng diselingi anggukan. "Kenalan secara formal mungkin belum, Bu RT. Cuma rasanya, hati dan jiwa mereka sudah saling menyelami, dan sama-sama merasakan suka yan
BAB KE : 117 ADA APA DENGAN TIKA 16+Ternyata peristiwa di kampung jin benar-benar jadi pelajaran yang berharga bagi Ronal dan istrinya. Selama ini pasangan suami istri tersebut tidak begitu mempercayai akan adanya alam gaib yang mirip dengan perkampungan manusia. Mereka juga tidak percaya dengan adanya aturan tata krama dan adab terhadap makhluk-makhluk tersebut. Bahkan mereka tidak percaya sama sekali kalau makhluk astral bisa mengganggu kehidupan manusia. Namun, pengalaman telah mengajarkan mereka untuk mempercayai adanya kekuatan dari makhluk gaib, bukan sekedar percaya akan adanya Tuhan saja, tapi harus mempercayai adanya makhluk gaib yang diciptakan Tuhan.Kini mereka baru mengerti, bahwa tidak semua kejahatan dapat dilihat dengan nyata, sebab itu perlu berserah diri dan minta perlindungan pada Tuhan, tentu jalannya dengan takwa dan berdoa. Bermacam doa pun mulai mereka hapal, doa masuk ke kamar mandi sampai doa ketika mau berhubungan antara suami dan istri pun mereka haf
BAB KE : 116 RONAL KEMBALI PULANG 16+Dua lelaki yang kelihatan sebaya itu keluar dari gubuk. Sesaat Nursalim menatap ke arah gubuknya yang berjarak tidak begitu jauh dari gubuk Kartim, terlihat istrinya masih sibuk mengusir burung yang silih berganti mampir di sawah mereka. Nursalim berjalan di depan, diikuti Kartim dengan hati yang masih diliputi rasa was-was. Sambil berjalan mereka terus berbincang, membicarakan dan menebak apa gerangan yang ada di sana. Bahkan Nursalim pun telah melupakan niat awalnya ke gubuk Kartim, yang sebenarnya hendak meminjam korek api, entah kenapa hari ini dia lupa membawa benda tersebut. Padahal biasanya benda yang satu itu selalu nyempil dalam kantongnya. "Sepertinya ada mayat!" kata Nursalim sambil menghentikan langkah ketika mereka telah hampir sampai di tempat Ronal. Kartim memanjangkan leher, mengintip dari belakang Nursalim. Mata Kartim cukup lama meneliti sosok lelaki yang tergeletak tanpa bergerak itu, yang jaraknya tidak jauh dari tempa
BAB KE : 115RONAL DIKIRA HANTU 16+Tidak jauh dari tempat Ronal pingsan, dari sebuah gubuk yang ada di sawah tersebut, terlihat seorang bapak-bapak berumur sekitar empat puluh lima tahun. Sebelum matahari menyinari bumi, dia telah berada di sawahnya, dengan maksud untuk menjaga padinya dari incaran burung liar. Ada keanehan yang dia rasakan pagi ini, tak ada satu pun burung yang hinggap di area sawahnya. Sementara temannya yang lain pada sibuk berteriak mengusir burung yang mampir untuk mencicipi bulir padi milik mereka.Keanehan itu memang sempat mengganjal hatinya, tumben burung-burung pada enggan mampir di petak sawahnya, padahal biasanya padi milik dialah sasaran utama dari burung-burung tersebut, karena petak sawah bapak tersebut berada persis di bawah kaki bukit, tempat di mana burung-burung bersarang.Rasa heran di hatinya semakin menjadi, ketika melihat asap tipis yang mengudara di bagian ujung sawahnya. Batin lelaki itu mengira ada api di sekitar sana. Tapi siapa pula y
BAB KE : 114 MAKHLUK BUNIAN DAN SILUMAN BUAYA JADI PEMENANG16+Korban dari kedua belah pihak berjatuhan. Karena yang terjun ke medan tempur sangat banyak dari masing-masing kelompok, sehingga korban yang berjatuhan tentu sangat banyak pula, mungkin jumlahnya ribuan.Peperangan di perbatasan sebenarnya dimenangkan oleh Ratu Kencana Wangi. Kelompok Jin Sumbing bahkan sampai lari terbirit-birit menyelamatkan diri ke wilayahnya. Namun, betapa terkejutnya mereka, karena mereka langsung disambut oleh pasukan makhluk Bunian yang telah siap menanti dengan prajurit-prajurit andalan mereka. Tidak sulit bagi makhluk Bunian untuk mengalahkan kelompok Jin Sumbing yang sudah kelelahan. Akhirnya mereka semua berhasil di tangkap dan dijebloskan ke penjara. Nasib Ratu Kencana Wangi dan pasukannya juga tidak kalah apesnya dibandingkan dengan kelompok Jin Sumbing. Sebenarnya kelompok Ratu Kencana Wangi sengaja tidak mengejar Jin Sumbing, karena mereka merasa sudah yakin menang dan hanya menunggu
BAB KE : 113SILUMAN BUAYA DAN MAKHLUK BUNIAN IKUT PERANG 16+Balon tersebut menggelinding dengan cepat menuju dasar jurang. Terkadang melenting tinggi bila menabrak batu, kadang-kadang malah menghantam pohon yang tumbuh di sisi tebing.Namun, balon itu tidak pernah berhenti, terus meluncur karena pengaruh gravitasi bumi. Entah bagaimana nasib Ronal yang ada di dalam balon tersebut. Setelah melambaikan tangan ke arah balon raksasa yang terus meluncur, tanpa menunggu lambaiannya berbalas, Galogentang langsung menghentakan kaki ke bumi. Sekali hentak, tubuhnya melambung, lalu melayang di angkasa. Galogentang tidak kembali ke arena pertempuran Ratu Kencana Wangi dan Jin Sumbing. Dia malah terbang menuju wilayahnya, wilayah siluman buaya. Setelah sampai di wilayah siluman buaya, Galogentang segera menemui rajanya dan menceritakan apa yang terjadi, sekaligus mengusulkan untuk segera melakukan penyerangan ke wilayah Bukit Lampu. Mendengar apa yang disampaikan Galogentang, raja siluma
BAB KE : 112RONAL DITENDANG KE DALAM JURANG OLEH GALOGENTANG 16+Sikap Ronal ini justru membuat tawa Galogentang semakin keras, wajahnya sampai memerah. Tentu sikap kakek tersebut membuat Ronal semakin masgul bin keki. "Benar-benar makhluk aneh, urusan hidup mati orang, malah ditanggapi dengan tawa," rutuk Ronal dalam hati."Jurang itu hanya bentuknya saja yang curam, tapi selalu ada sisi atau bagian tempat kita berpijak. Lakukan dengan percaya diri, jagan takut akan sesuatu! Bila kita sudah takut sebelum mengetahui keadaan yang sebenarnya. Itu sama saja takut dengan bayang-bayang," ucap Galogentang setelah tawanya reda."Tapi saya memang tidak berani menuruni jurang itu, Kek! Lewat jalan yang datar saja, atau Kakek ikut bersama saya," tawar Ronal. "Apakah kamu ingin bersama saya menuruni jurang itu?" tanya Galogentang. "Iya, kalau bersama Kakek, saya berani," jawab Ronal cepat. "Ayo, kita ke sana!" ajak Galogentang sambil berdiri. "Ayo!" Ronal menyanggupi, dia pun berdiri,